Romeo Almahera

Von Yn1712

1.5M 99.1K 34.1K

• Obsession series • [ SELAMAT MEMBACA ] Romeo akan menghalalkan segala cara demi mendapati Evelyn, termasuk... Mehr

Prolog
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45

01

66.7K 3.7K 344
Von Yn1712

Happy reading!

Evelyn mematut dirinya di kaca, ia mengatur nafasnya berkali-kali menstabilkan kegugupannya. Hari ini ia akan memenuhi panggilan interview dari salah satu tempat kerja yang dilamarnya, jadi Evelyn harus menampilkan yang terbaik.

"Ayo semangat Ev! Nanti kalau kamu lolos kerja, gaji pertamanya bisa beli karangan bunga untuk makam nenek," ucap Evelyn menyemangati dirinya sendiri.

Evelyn menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskan nafasnya perlahan, ia menarik senyuman sebaik mungkin dan beranjak dari meja riasnya. Namun, baru saja ia membuka pintu. Evelyn dikejutkan dengan kedatangan Naomi yang heboh.

"OMO! EVELYN! LO MAU KEMANA?!" Pekikan Naomi membuat Evelyn spontan menutup telinganya yang pengang.

"Ish Naomi kebiasaan teriak-teriak mulu!" ucap Evelyn kesal, yang hanya dibalas kekehan konyol oleh temannya itu.

"Sory, Lyn. Lagian tumben banget lo pake baju item putih gitu, kaya mau interview kerja aja."

Evelyn mengangguk polos. "Kan Ev emang mau mau interview, Naomi."

Mata perempuan cantik itu membola. "Seriously?!"

Evelyn kembali mengangguk. Mata Naomi lalu menelisik penampilan Evelyn dari atas sampai bawah. "Pakai baju gembel gini? Astaga Evelyn. Ganti-ganti!"

Evelyn mendengus sebal mendengar ucapan sahabatnya itu. "Gembel darimana, sih? Ini tuh kemeja terbagus Ev tahu!"

"Ah berisik lo bocil!"

Tidak mau berdebat, Naomi menarik Evelyn masuk ke dalam. Perempuan itu menekan bahu Evelyn untuk duduk di sofa. Evelyn memberengut, padahal sedari tadi Naomi yang berisik.

"Tunggu di sini, jangan kemana-mana!" Titah Naomi galak, Evelyn sendiri hanya bisa pasrah. Naomi dengan cekatan menelpon seseorang yang menjadi asisten pribadinya. "Zi, bawain gue beberapa baju yang cocok buat interview. Ambil di walk in closet gue yang kanan, soalnya kalau yang kiri udah gua pake semua." Evelyn memperhatikan Naomi yang sibuk mengoceh.

"Yang baru lah! Enak aja yang pernah gue pake. Ini tuh buat Evelyn, sahabat gue! masa gue kasi Evelyn bekas sih?! Udah buruan, sepuluh menit gue tunggu." Naomi nampak menghembuskan nafas kasar, raut wajahnya galak sekali. "Kerumah Evelyn lah, Zi. Gue kan ga punya temen selain Evelyn. Udah jangan banyak tanya, gue potong gaji tahu rasa lo!"

Naomi mematikan panggilan, perempuan itu duduk di samping Evelyn dan mengeluarkan alat make up yang ia bawa di tas nya. "Interview kerja itu harus cantik, Lyn. Ya minimal cuci muka lah!" Oceh Naomi, dengan tangannya yang sibuk memoleskan foundation ke wajah Evelyn.

"Ev cuci muka kok Naomi! Cuma Ev nggak dandan aja," sahut Evelyn. Untung Evelyn sangat menyayangi Naomi yang dia anggap seperti saudaranya sendiri. Kalau tidak, sudah Evelyn jahit mulut merconnya itu.

"Naomi jangan tebel-tebel, ih..." Evelyn memprotes, karena selera make up Evelyn dan Naomi jauh berbeda. "Nanti Ev kaya badut gimana?" Naomi mendengus, ia menyentil bibir Evelyn yang sedari tadi terus saja rewel.

"Udah deh, percaya sama gue." Evelyn pasrah sepenuhnya, semoga saja ia tidak terlambat hanya karena ini.

Asisten Naomi benar-benar datang tepat waktu, ia menyerahkan beberapa baju kepada Naomi. Dan Evelyn mencobanya satu persatu yang sekiranya cocok.

"Nah, kan cantik kalau gini!" Seru Naomi bertepuk tangan senang. "Asisten gue nunggu di depan, noh. Lo dianter sama dia ya?" Tawar Naomi.

Dan tentu saja Evelyn menolak dengan gelengan kepala. Meminjamkannya baju saja sudah cukup, dan Evelyn tidak mau merepotkan perempuan itu terlalu banyak. "Nggak usah Naomi. Ev naik motor aja."

"Iyaudah, hati-hati ya." Naomi melambaikan tangannya ke arah Evelyn. "Gue numpang tidur di sini ya, Lyn!" Teriak Naomi saat Evelyn sudah menjarak darinya.

"Iya Naomi!"

Begitulah keakraban mereka. Walau hanya berdua. Tapi Evelyn sudah merasa memiliki teman paket lengkap. Lebih baik circle kecil, namun isinya ketulusan. Dibandingkan ramai, tapi penuh kepalsuan.

***

Evelyn memarkirkan motornya dengan terburu, perempuan itu berlari ke arah pintu utama berlapis kaca, yang langsung terbuka otomatis saat sensornya mendeteksi adanya objek yang mendekat.

Evelyn mengedarkan pandangan. Ia berjalan menuju ke arah resepsionis. "Permisi mbak, saya Evelyn. Saya mendapat panggilan interview dan di suruh menghadap Presedir sekarang."

Aley—sang resepsionis nampak sedikit mengerutkan dahinya. Panggilan interview? Jika memang panggilan interview, tidak ada yang langsung menghadap presedir mereka. Karena tak ingin mengambil keputusan yang salah, akhirnya wanita itu menelpon Romeo untuk menanyakan kebenaran. Ia menyuruh Evelyn untuk sejenak menunggu, dan langsung diangguki oleh gadis itu.

"Oh, baik Tuan Romeo. Jadi, langsung menunggu di dalam ruangan?" Wanita itu mengangguk, lalu meletakan kembali telephone genggam itu dan menatap ramah Evelyn.

"Ruangan Presedir ada di lantai paling atas, sebelah kanan," katanya memberitahu. "Tapi beliau sedang ada meeting sekarang, jadi anda bisa menunggu di dalam."

Evelyn mengangguk saja, walau begitu banyak pertanyaan yang muncul dikepala. Ia baru sadar, sedari awal masuk, beberapa bodyguard menyapanya ramah, pun resepsionis yang juga terlihat menghormatinya. Evelyn menggaruk apelipisnya yang tak gatal, apakah semua pelamar kerja di sini disambut sebaik ini?

Langkah kecil Evelyn akhirnya sampai di depan pintu yang di tuju. Ia gugup bukan main, namun, ia juga tidak mungkin kan berdiri terus di depan pintu seperti ini?

Tangan Evelyn meraih gagang pintu, ia menekannya ke bawah dan pintu langsung terbuka. Temperatur udara di dalamnya terasa jauh lebih dingin, beruntung ia memakai baju lengan panjang sehingga kulitnya masih bisa bertahan meminimalisir kedinginan.

Evelyn mendudukan bokongnya di sofa, sesuai yang diperintahkan. Ruangan ini begitu mewah dan rapi.

"Sudah lama menunggu?" Suara berat itu kontan mengalihkan atensi Evelyn.

Evelyn menelan saliva, ia merasa merinding dibuatnya. Padahal Evelyn tidak berada di tempat angker. Tapi melihat tatapan pria itu membuat Evelyn sedikit merasa takut, aura dominannya begitu terasa.

Pria itu berjalan ke arah meja kerjanya, dan mendaratkan bokongnya di atas meja. Kakinya menyilang dengan kedua tangan yang dilipat di dada. Ia menatap ke arah Evelyn tak berpindah, hal itu membuat Evelyn tak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Apa yang kau lakukan? duduklah di sini." Pria itu menunjuk kursi di depannya dengan dagunya. Mengkode Evelyn untuk berpindah posisi. Evelyn bangkit meragu, langkahnya berjalan pelan ditengah upayanya menetralkan kegugupan.

Evelyn duduk di kursi dekat pria itu, dan Romeo langsung menarik kursi itu mendekat ke arahnya. Seakan pria itu tidak sabar ingin segera menerkam Evelynnya. Ia mengukung Evelyn, dengan kedua tangannya yang berada di pinggiran kursi.

Jantung Evelyn berasa copot saat itu juga. Terlebih sekarang pria itu mendekatkan wajahnya. Hingga wajah keduanya hanya berjarak satu jengkal saja. "M-maaf pak?" Evelyn berusaha mendorong Romeo, namun pria itu rak bergerak sama sekali.

Evelyn terperangkap di kandang monster sekarang.

Melihat wajah ketakutan Evelyn, Romeo menarik sudut bibirnya, ekspresi yang ditunjukan gadisnya ini sangat menggemaskan di matanya. "Are you scared?" Evelyn mengangguk pelan.

Romeo melepaskan tangannya, menjauhkan diri dari Evelyn. Namun, hanya beberapa jengkal saja tentunya. Ia terus menatap Evelyn, tanpa bersuara. Mencari jawaban atas rasa penasaran yang tiba-tiba hadir dalam dirinya.

Evelyn cantik. Tapi, wanita-wanita yang mengejar-ngejarnya jauh lebih cantik.

Evelyn manis. Tapi, aroma percintaan jauh lebih manis.

Jadi apa yang membuat gadis ini berbeda?
Ah, untuk sekarang ia belum menemukan jawabannya. Tapi ketertarikan itu semakin melekat dalam dadanya saat kini ia dapat menatap mata indah Evelyn sepuasnya. Romeo memilih untuk menikmatinya dibandingkan pusing mencari jawaban.

"Kau diterima, dan langsung bekerja hari ini," kata Romeo final. Karena memang tujuannya membuka lowongan ini adalah untuk menjebloskan Evelyn ke dalam dunianya.

"Hah?" Evelyn membeo kebingungan. Diterima? Hei! Dia belum menjawab satu pertanyaan pun. Bahkan dia belum melakukan apapun. "Maaf pak, tap—,"

Romeo kembali memajukan wajahnya ke arah Evelyn, perempuan itu kontan menghentikan kalimatnya dengan sedikit memundurkan kepala. "Mau diterima atau tidak?"

Evelyn mengangguk. "Mau.."

Ibu jari Romeo terangkat mengusap pipi Evelyn, sentuhannya membuat Evelyn merinding bukan main. "Jangan memprotes, jangan menolak perintah, jangan membuatku marah. Itu adalah tiga point yang harus kamu ingat untuk bekerja bersamaku, mengerti?"

Evelyn mengangguk lagi. "Mengerti," cicitnya.

"Good girl." Romeo memuji kepatuhan Evelyn dengan mengusap kepalanya.

Romeo berjalan ke arah kursinya, duduk di sana dengan sebuah laptop terbuka di depannya. "Aku belum sarapan, jadi bisa kau menyuapiku?" Tanya Romeo menatap Evelyn sekilas.

Gadis itu mengangguk. Ia menarik senyum tipis setelah berhasil menstabilkan kegugupanya. Evelyn butuh pekerjaan ini. Jadi Evelyn akan mencari aman, melihat dari rona wajahnya, bosnya ini tipikal orang yang tidak suka dibantah.

"Bisa, Pak." Evelyn mengambil paper bag berisi makanan yang terletak di atas meja. Ia mengeluarkan isinya dan berjalan medekat arah Romeo, lalu mulai menyuapi pria itu yang tengah anteng menatap ke layar laptopnya.

"Astaga!" Evelyn memekik kaget, kembali dibuat jantungan saat Romeo menariknya tiba-tiba dalam pangkuan. "Pak..." rengek Evelyn tak nyaman.

Tak merasa bersalah sama sekali, Romeo malah membuka mulutnya seakan meminta Evelyn untuk kembali menyuapinya. Tersenyum pria itu saat satu suapan dari gadisnya masuk dalam mulutnya. "Jangan banyak bergerak Evelyn, kau hanya akan membuatnya bangun nanti," bisik Romeo membuat Evelyn kontan terdiam.

Bola mata Evelyn bergerak menatap ke arah pria itu. "Saya nggak nyaman pak, ini tidak wajar." Evelyn bicara terang-terangan, walau dengan suara yang pelan.

"Wajarkan saja jika begitu," sahut Romeo santai. Membalas kalimat Evelyn dengan wajah tanpa dosanya.

Evelyn mengumpat dalam hati. Jika bukan karena perusahaan ini satu-satunya instansi yang menerima lamarannya. Evelyn akan dengan berani keluar dan mengundurkan diri sekarang juga. Sialan, Evelyn rasanya ingin menangis sekarang. Ini sangat menyiksanya.

Romeo mengabaikan Evelyn yang dengan jelas menunjukan ketidaknyamanannya. Evelyn hanya perlu terbiasa, nanti juga akan nyaman. Lagi pula, siapa yang mau menolak pesonanya? Ia yakin, gadis ini hanya sedikit kaku, lambat laun juga Evelyn akan tunduk dan mengemis cintanya. Sama seperti perempuan-perempuan lainnya.

Ruangan itu hening tak lagi ada suara, Romeo sangat anteng menikmati makannya dari sendok yang disodorkan oleh Evelyn. Hingga tiba-tiba, Bondan datang bersama salah satu staf perempuannya.

"Permisi, Tuan."

Pandangan Romeo naik, menatap Bondan memperingati. Ia tidak suka ada yang mengusik kebersamaannya dengan Evelyn. "Kau ingin mati Bondan?" Ucap pria itu sarat akan peringatan.

Evelyn yang berada dalam pangkuan Romeo hanya bisa menutup matanya malu. Terlebih tatapan aneh yang ia dapatkan dari perempuan sisi Bondan, membuatnya semakin tak berani mengangkat pandangan. Ia seperti seorang jalang sekarang.

"Maaf, Tuan. Say—,"

"Keluar!" Perintah Romeo sedikit menyentak. Bondan menghela nafas pelan, pria itu beranjak dari sana tanpa memprotes lagi.

Selepas kepergian Bondan, Romeo menunduk melihat ke arah gadis kecilnya. Ia angkat dagu Evelyn untuk menatap ke arahnya. "Jangan tundukan pandanganmu ketika bersamaku Evelyn. Angkat wajahmu, dan tunjukan pada semua orang, bahwa kau milikku."

Bersambung....

Gimana chapter pertamanya?💃🔥

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya biar cerita ini cepet update!

Spam Next di sini!🔥
.
.

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

3.5M 26.9K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
941K 76.2K 48
Zulleon Corner, seorang pemuda yang terobsesi pada seorang gadis yang menghentikan aksi bunuh dirinya. Awalnya ia mengira, dirinya hanya merasakan ke...
856K 46.9K 48
[Bad Possessiveness of My Ex] Mempunyai mantan kekasih yang possessive merupakan kutukan bagi Anne, bahkan Anne sendiri ragu apakah lelaki itu pantas...
3.4M 51.1K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...