LOVE OF MY LIFE

Per verradres

116K 8.6K 7.4K

Semua bermula dari Elenor, Si Dokter cantik yang tidak pernah percaya akan adanya cinta sejati di dalam hidup... Més

Blurb
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50

Chapter 40

2.1K 158 23
Per verradres

Usai jam praktik pada malam dimana gerimis mengguyur ibu kota, Elenor yang sudah diijinkan mengendarai mobil oleh Ethan usai kejadian satu minggu yang lalu pun melajukan mobilnya ke arah rumah lamanya untuk menemui Sang Mama.

Elenor duduk santai di ruang tamu, menonton acara reality show yang ditanyangkan pada salah satu stasiun televisi. Sementara Julia menyiapkan minuman serta jajanan kecil untuk menyambut kedatangan sang putri.

Mereka mengobrol, mengabaikan acara televisi. Suasana hangatnya masih sama seperti dulu walau kenyataannya hubungan mereka tidak begitu dekat.

Julia memperhatikan Elenor dengan lekat. Dia tahu betapa tertekannya Elenor ketika masih tinggal di rumah ini. Tapi malam ini, dia benar-benar melihat putrinya bisa tertawa lepas bahkan saat candaannya tidak begitu lucu.

"Elenor."

"Ya, Ma?"

"You look so happy today, maybe not just today, but every day?"

"Really?" Elenor meletakan gelas minumannya sebelum lanjut berbicara. "Aku ngerasa biasa aja sih, Ma."

"No. Jelas banget bedanya. Dulu selama kamu tinggal di rumah ini, Mama jarang banget liat kamu senyum, bahkan ketawa lepas seperti tadi. Menikah buat kamu bahagia ya?"

"Maybe it's not about married, it's about Ethan." Kata Elenor sambil mengangkat kedua bahunya. Sesaat kemudian dia tersadar dengan apa yang dia katakan baru saja. Bagaimana bisa? Dia mengetuk kepalanya sendiri. "Sial. Aku ngomong apa sih tadi?"

Julia tertawa, "Anak Mama lagi jatuh cinta."

Elenor menggelengkan kepalanya cepat. Walau dia tahu sangkalan semacam itu tidak akan pernah dipercaya oleh Julia yang nyatanya begitu mengenalnya.

"Ah, ya, ada yang mau Mama ceritakan ke kamu. Tapi Mama nggak yakin kalau kamu mau dengar ini."

"Aku bakal dengerin apapun yang Mama ceritakan."

"Tapi ini soal Papa."

Ekpersi Elenor perlahan-lahan berubah, seperti dugaan Julia. "Buat ulah apa lagi dia?"

"Dalam seminggu ini Papa pulang dua kali dan sikapnya jadi lebih terkontrol. Dia datang untuk pulang bukan untuk ngajak Mama ribut. Tiap kali Mama membahas soal surat perceraian, Papa pasti selalu mengalihkan pembicaraan seolah-olah dia nggak mau berpisah dari Mama. Sikap Papa yang seperti sekarang ini ngingetin Mama dengan Papa yang dulu, waktu awal-awal menikah." Ucap Julia dengan binar dimatanya yang tampak begitu jelas.

Elenor berdesis, "Terus Mama percaya kalau perbuatan dan perkataan Papa itu tulus?"

"Mama bingung, Ele. Kamu sendiri tahu Papa pernah bilang akan menceraikan Mama setelah kamu menikah karena dia udah nggak memiliki tanggung jawab lagi terhadap Putrinya. Sekarang seharusnya kami sedang mengurus perpisahan tapi Papa kamu bersikap seakan dia ingin mempertahankan."

Elenor menyandarkan punggungnya pada sofa sambil memijit pelipisnya. Dia pernah melihat Papanya bersama perempuan lain dan berkata bahwa pria itu menyesali kehadiran Elenor di hidupnya. Dan dia juga ingat bagaimana Papa tidak ingin haknya direbut oleh Ethan jikalau Papa menceraikan Mama. Bajingan.

"Jangan pernah percaya pada Papa. Dia hanya mencari keuntungan, dia tidak pernah sedikit pun menggunakan hati dalam tindakannya. Aku tahu Mama nggak bodoh. Keputusan berpisah tetap yang terbaik."

"Tapi Mama juga mau bahagia seperti kamu, Elenor."

"Maksud Mama?"

"Masih ada keinginan di dalam lubuk hati Mama untuk mempertahankan pernikahan Mama dan Papa."

"Tapi Papa bukan pria baik, dia jahat."

"Mama nggak bisa berbohong, Mama masih sangat mencintai Papa kamu, Elenor."

Elenor bangkit berdiri, tidak kuasa menahan kekesalan yang tiba-tiba menggeregoti hatinya. "Setelah apa yang Papa lakukan selama ini—menyelingkuhi Mama, menyakiti Mama secara fisik dan masih banyak hal dilakukan pria itu kepada Mama dan juga aku—dan bisa-bisanya Mama berkata ingin mempertahankan pernikahan kalian karena alasan cinta? Oh sialan. Mama tau, Mama adalah wanita paling bodoh yang ada dimuka bumi ini. Bodoh!"

"Kamu mau kemana?" Tanya Julia ketika melihat Elenor sudah menyampirkan tas diatas pundak.

"Pulang. Seharusnya aku emang nggak pernah datang ke rumah ini lagi."

***

"Ethan," Panggil Elenor ketika membuka pintu rumah. Mobil Ethan sudah terparkir di luar dimana artinya Ethan sudah sampai di rumah lebih dulu. Tapi beberapa kali Elenor meneriaki nama pria itu, tak kunjung ada sahutan dari laki-laki itu.

Kaki Elenor berhenti melangkah ketika dia menemukan Ethan bersandar pada sofa dengan kedua mata terpejam. Di atas pangkuannya terdapat laptop yang menyala, salah sedikit saja benda itu bisa saja terjatuh.

Elenor mendekat, merapikan berkas-berkas yang berceceran terlebih dahulu. Ketika dia ingin menarik laptop dari genggaman Ethan, kedua mata lelaki itu justru terbuka. Ethan terbangun dari tidurnya.

"Eh sorry, aku cuma pingin ambil laptop kamu supaya nggak jatuh."

"Astaga. Aku ketiduran." Suara Ethan terdengar serak ketika dia menegapkan tubuh dan meletakan laptopnya di atas meja. Dia mendongak ke arah Elenor dengan matanya yang sedikit merah. "Kamu kapan datang?"

"Baru aja. Kamu?"

"Kira-kira setengah jam yang lalu." Sahut Ethan, dia menepuk sofa di sebelahnya sehingga Elenor langsung mendudukan diri disana. "Gimana kabar Mama Julia?"

"Baik."

Walau masih dalam keadaan baru bangun namun Ethan bisa melihat dengan jelas wajah Elenor yang tertekuk saat datang. "Kamu kenapa? Habis ketemu Mama bukannya happy, kok malah cemberut?"

"Mama bikin aku jengkel."

"Ada apa? Cerita sama aku."

"Kata Mama belakangan ini Papa bersikap lebih baik dan karena alasan itu dia mau mempertahankan pernikahannya. Bodoh banget nggak sih, Than? Papa itu bajingan, bisa-bisanya Mama luluh dalam waktu sekejap setelah apa yang dia lakukan selama bertahun-tahun."

"Kamu pernah dengar kalau cinta itu bisa membuat orang jadi buta, jadi kehilangan akal sehatnya?"

"Pernah tapi—"

"Kamu nggak bisa menghakimi Mama kamu. Cinta Mama kamu terlalu besar buat Papa kamu. Ini soal perasaan, Elenor. Cuma Mama kamu aja yang bisa merasakan."

Elenor mendengus. Merasa bahwa dia tidak mendapatkan pembelaan. Mengapa tindakan bodoh itu harus dibenarkan? Dimana-mana logikalah yang seharusnya dipakai, persetan dengan perasaan.

Menatap Ethan, Elenor tersenyum miring. "Kamu bisa bicara seperti itu, berarti kamu pernah mengalami hal yang sama juga kan? Biar aku tebak, apa dulu kamu pernah berpikir untuk bertahan dengan Naomi sekalipun dia udah menyelingkuhi kamu dengan kakak kandung kamu sendiri? Am I right?"

"Elenor, kita nggak lagi bahas soal itu, yang sedang kita bicarakan ini Mama dan Papa kamu."

"Cuma orang berpengalaman aja yang bisa bicara seperti itu. Aku enggak bodoh seperti kamu dan juga Mama. Persetan dengan perasaan, nggak ada kata maaf untuk sebuah pengkhianatan, Than."

Elenor bangkit dari duduknya, mengabaikan Ethan yang beberapa kali menyerukan namanya. Dia langsung masuk ke dalam kamar mandi dan mengunci pintu. Sempat terdengar beberapa kali pintu tersebut diketuk dari luar. Tapi Elenor tidak peduli, dia butuh ketenangan dan berendam di bathup menjadi pilihannya.

Kurang lebih setengah jam Elenor menghabiskan waktu di dalam kamar mandi sebelum akhirnya dia keluar dan menemukan balkon kamarnya terbuka.

Ethan menghampiri, menyandarkan tubuhnya pada lemari ketika Elenor mencoba mengambil pakaian.

"Permisi. Aku mau ngambil baju."

"Kalau ucapan aku tadi menyinggung perasaan kamu, maaf, aku enggak bermaksud membela siapa-siapa."

"Aku nggak mau bahas itu lagi. Minggir." Elenor begerak ke kanan namun Ethan menghalangi, begitu pula saat Elenor bergerak ke kiri. Hal itu membuat Elenor mendengus putus asa. "Mau kamu apa sih, Than?"

"Kamu."

"Ethan,"

Ethan menutup jarak dengan memeluk erat tubuh Elenor yang masih mengenakan bathrobe. "Jangan sering marah-marah, nanti kamu cepet tua."

"Kenapa kamu malah ngata-ngatain aku tua?"

"Siapa yang ngatain tua? Aku bilang jangan marah-marah nanti kamu cepet tua."

"Sama aja kamu ngatain aku tua."

"Kamu lagi PMS ya?"

"Enggak tuh."

"Marah-marah melulu." Ethan menarik diri kemudian menangkup kedua sisi wajah Elenor dan mengecup ujung hidungnya. "Sekarang udah nggak marah 'kan?"

"Ya, aku emang enggak marah. Kamunya aja yang lebay." Elenor mendorong lembut bahu Ethan ketika lelaki itu ingin bergerak mendekat untuk menciumnya. Dia harus mempertahankan harga dirinya. "Permisi bentar, aku mau ganti baju dulu."

Ethan menyingkir pada akhirnya. Mendudukan dirinya di tepi tempat tidur sembari melipat kaki. Matanya tidak berhenti mengamati gerak gerik Elenor. Bahkan ketika perempuan itu membuka bathrobenya hingga ujung mata kaki. Ethan bisa melihat punggung mulus sang istri juga bokongnya yang sintal. Sial. Ethan mendadak sesak napas dibuatnya.

"Enggak usah melongo gitu ngeliatinnya." Elenor menangkap basah Ethan dari pantulan cermin di hadapannya.

Bukannya gelagapan, Ethan justru menarik sudut bibirnya sambil geleng-geleng kepala. "Kamu seksi banget sih."

"Enggak usah ngode, aku lagi capek dan aku juga masih kesal sama kamu." Usai mengikat gaun tidurnya, Elenor pun bergegas menuju kasur. Berbaring di tempatnya sambil memandangi Ethan yang tak kunjung beranjak. "Ngapain kamu bengong disana? Mandi gih udah malem."

"Katanya kesal tapi kok masih perhatian?"

"Emang lebih baik tidur dibanding ngobrol sama kamu." Dengusnya lalu memutar tubuh memunggungi Ethan dan menarik selimut. Elenor merasakan pergerakan Ethan merangkak di atas tempat tidur. Buru-buru Elenor memejamkan mata berusaha agar tidak mengganggu. Ethan mendaratkan kecupan panjang di pipi Elenor sebelum masuk ke dalam kamar mandi.

Usai mendengar pintu kamar mandi tertutup barulah Elenor berani membuka matanya. Senyumnya merekah sembari memegang pipinya yang baru saja Ethan kecup. Sial. Bagaimana dia bisa seperti ABG yang baru pertama kali merasakan cinta?

***

"Satu bulan terakhir ini pengeluran perusahaan membengkak tanpa ada laporan pertanggung jawaban yang jelas." Ucap Rudy menceritakan keluh kesahnya kepada Ethan, sang putra bungsu.

Setelah perkejaannya di firma hukum selesai, Ethan berkunjung ke rumah orang tuanya usai mendapat telepon dari sang ayah yang katanya ingin curhat. Berhubung Aruna sedang ada acara arisan dengan teman-temannya, maka hanya ada Ethan dan Rudy di dalam rumah itu.

"Ayah udah coba tanyakan hal ini kepada Andrew?"

"Udah beberapa kali Ayah coba tanyakan melalui telepon tapi anak itu selalu aja berkelit. Tiap Ayah minta ketemu, dia selalu punya alasan, sibuk ini lah, sibuk itu lah. Ayah juga konfirmasi pada istrinya, Naomi. Apa Andrew benar-benar sesibuk itu atau cuma alasan aja, tapi kata Naomi, Andrew memang jarang ada di rumah."

"Maksud Ayah Andrew jarang pulang?"

Rudy mengangguk.

"Bahkan ketika Naomi sedang hamil dia bisa bersikap seperti itu?"

"Ya. Ayah nggak habis pikir dengan Andrew, hampir semuanya udah Ayah berikan kepada dia agar dia tidak selalu merasa disisihkan oleh keberadaan kamu, tapi Ayah merasa dibohongi. Dan juga, Ayah merasa malu pada Naomi. Andrew bersikap seperti suami yang lepas tanggung jawab, ditambah lagi dengan Ibu yang tampaknya masih belum bisa sepenuhnya menerima kabar kehamilan Naomi. Ayah benar-benar bingung, Than. Mungkin sedari awal Ayah nggak harus memberi kepercayaan besar kepada Andrew untuk mengurus perusahaan dan seharusnya Ayah juga nggak perlu memberikan dia restu untuk menikahi Naomi."

Ethan menghela napas panjang dan turut merasakan bagaimana kefrustasian yang dirasakan Rudy. Sulit rasanya memberi saran karena dia tahu bagaimana keras dan kakunya sang kakak. Yang tidak akan pernah takut terhadap siapapun.

"Kalau aku yang bicara, Andrew pasti nggak akan mau dengar. Salah satu orang yang paling Andrew benci di hidupnya adalah aku."

"Ayah khawatir perusahaan yang Ayah bangun usai pensiun menjadi pengacara akan bangkrut dalam waktu dekat karena ulah tidak bertanggung jawab Andrew dan—"

"Permisi, Ayah." Suara itu memotong ucapan Rudy. Kedua kepala itu menoleh ke bekalang, pada seorang perempuan dengan cardigan rajut yang sedang membawa tentengan ditangannya. "Loh, ada Ethan juga disini."

Ethan melempar senyum kecil kepada Naomi.

"Hari ini apa lagi yang kamu bawa untuk Aruna, Naomi?" Tanya Rudy pandangannya mengarah pada tentengan yang dibawa Naomi.

"Saya bawa sup ikan kesukaan Ibu. Well, Ibu dimana, Ayah?"

"Aruna pergi arisan sejak sore. Dan Naomi, saya udah beberapa kali bilang ke kamu kalau kamu enggak perlu melakukan ini setiap hari. Aruna memang keras dan kukuh, sikap dia terkadang mengingatkan saya pada Andrew. Tapi saya yakin seiring berjalannya waktu dia pasti akan menerima kembali kehadiran kamu dan calon cucu kami. Kamu hanya perlu fokus menjaga kandungan kamu, soal Aruna biar saya yang urus." Jelas Ayah.

"Tapi saya tetap merasa nggak enak, Ayah. Saya ingin membutikan kepada Ibu bahwa saya juga bisa jadi menjadi menantu yang baik seperti Elenor. Saya akan selalu berjuang untuk anak yang ada di dalam perut saya agar nanti dia mendapatkan pengakuan dari sang nenek." Balas Naomi dengan suara lirih.

"Naomi, bisa kita bicara?" Ethan yang sedari tadi diam kini mulai angkat bicara. Rasa-rasanya dia geram menghadapi situasi ini. Melirik ke arah Naomi, Ethan sadar bahwa perempuan itu tampak terkejut mendengar ajakannya. "Ini soal Andrew dan juga Ibu, bukan yang lain."

"Bisa."

"Bisa tunggu aku di halaman belakang? Aku mau bicara sebentar dengan Ayah."

"O-ke, aku tunggu di halaman belakang." Naomi mengangguk kepada Ethan kemudian dia melirik Rudy. "Ayah, sup ikan untuk Ibu aku taruh di dapur ya."

Rudy membalas dengan anggukan kepala sebelum Naomi menghilang di balik ruang yang menghubungkan ruang tamu dan halaman belakang rumah.

"Aku akan coba bicara dengan Naomi, mungkin ini bisa jadi jalan keluar untuk permalasahan Andrew, mengingat Naomi adalah istrinya, orang terdekatnya."

"Ethan," Panggil Rudy ketika Ethan sudah bangkit dari tempat duduknya. "Elenor sudah tahu kamu ada disini? Ayah nggak mau loh kalau sampai ada kesalahpahaman nantinya."

"Elenor udah tau aku ada disini. Dan, aku juga nggak akan berbuat macam-macam pada Naomi, aku cuma mau bantu Ayah mengatasi Andrew. Itu aja."

"Kamu emang anak Ayah yang terbaik, Than. Terima kasih."

***

𝙇𝙤𝙫𝙚 𝙊𝙛 𝙈𝙮 𝙇𝙞𝙛𝙚

Hallo guys, akhirnya ketemu Elethan lagi<3

Menurut kalian berapa persen sih Elenor udah jatuh cinta ke Ethan?

Kira2 ada yang bisa nebak gimana jadinya obrolan Ethan - Naomi? Yang penasaran ayo ramein chapter ini!

VOTES & COMMENTS!
Follow Instagram @wattpad.verradres
Follow TikTok @wattpadverradres

Thankyou - V

Continua llegint

You'll Also Like

1M 48.9K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
Housemate Per noenicha

Literatura romàntica

631K 74.6K 45
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
Hidden Marriage Per Safira RM

Literatura romàntica

1.2M 60.8K 50
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
Let It Flow Per Nade Aniya

Literatura romàntica

278K 19.8K 31
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...