A Frozen Flower [ Terbit ]

By Yn1712

3.3M 270K 42.8K

• Obsession Series • [ SELAMAT MEMBACA ] Menggantikan saudari kembarnya untuk menjadi pengantin wanita dari s... More

Prolog
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42 ( END )
Ext Chp I
Ext Chp II
Ext Chp III
Info Skuel
Info terbit
Info PO - vote cover
Open PO

20

75.2K 6.1K 526
By Yn1712

Sekuntum bunga yang beku
🥀

Hello. I'm birthday today!
This special chapter for my readers.
Terima kasih sudah menemani saya sejauh ini, Love.
.
.

Tapak angin mengayun rayu lapisan epidermis milik insan yang masih terpejam kelelahan. Ruangan yang semalam didominasi redup remang berbantu cahaya rembulan kini nampak terang saat cahaya mulai mengintip menyusuri celah terkecil berlomba untuk menghangatkan.

Tangan kekar dengan otot-otot menonjol di punggung tangannya itu, tengah mengusap memuja kulit wajah seorang wanita cantik yang beberapa bulan lalu resmi menjadi istrinya. Ia mengukir senyum setipis benang sutra, namun mampu menampilkan pesona tampan lagi menggoda.

"Cantik," pujinya mengakui dengan jujur.

Ingatan membawanya pada rekaman manis yang ia dan perempuan dihadapannya lalui semalam. Berdansa di tengah lilin yang melingkari, mengikuti ketukan melodi sambil berbincang penuh arti. Hingga akhirnya ia mendapati apa yang menjadi tujuannya melakukan semua ini, mendapati kepercayaan istrinya. Launa.

Dia, Alzion. Pria yang entah kenapa sulit sekali diterjemahkan tiap kedipan mata yang katanya adalah jendela paling tulus dari manusia. Tatap Alzion begitu tenang ditengah otak liciknya yang menyusun ribuan langkah penyerangan, hingga tak ada satupun yang mampu mendeteksi setiap pergerakannya. Pria itu bertingkah seakan diam, padahal ia bergerak kencang menghujam tajam sang lawan tanpa pengampunan.

Lama menikmati wajah teduh milik Launa, perlahan namun pasti, kini mata cantik itu terbuka menandakan bahwa ia telah selesai mengistirahatkan tubuhnya. "Mau minum?" Tawar Alzion melihat Launa yang masih nampak lingling sehabis bangun tidur.

Launa mengangguk setelah terdiam lama, hal itu mengundang senyum tipis milik Alzion, pria itu  menganggap bahwa tingkah not responding istri kecilnya di pagi hari amatlah menggemaskan.

Usai membasahi tenggorokannya, Launa menatap ke arah jam dinding dan sedikit mengerutkan kening.

"Jam sembilan?" Gumamnya pelan sedikit keheranan. Tumben ia bangun begitu siang, apakah ia begitu kelelahan semalam? Ah, rasanya tidak juga. Launa ingat ia langsung tidur sepulang acara makan malamnya dengan Alzion. Dan itu pukul sepuluh malam.

Launa menoleh ke arah Alzion dengan sedikit memberengut. "Kau tidak membangunkanku?!"

Alzion tersenyum tipis, semua ekspresi yang ditampilkannya tak luput dari pandangan mata Alzion yang begitu betah menatapnya. "Mana bisa aku melewati pemandangan menyenangkan saat wajah polosmu itu terpejam damai, sayang. Tentu aku akan menikmatinya," ucap Alzion.

Pria itu membuka selimut yang menutupi tubuh mereka dan membuangnya asal. Lalu merebahkan kepalanya di atas paha Launa. "Kau terlihat jauh lebih cantik saat tertidur, lebih pendiam dan nampak lugu juga menggemaskan." Alzion terkekeh melihat Launa berdecak pelan dan memutar bola matanya malas.

"Kau akan ke kantor?" Tanya Launa menyingkirkan topik pembicaraan sebelumnya. Alzion mengangguk sebagai jawaban, ekor mata pria itu melirik singkat ke arah jam dinding lalu kembali mengalihkan atensinya ke arah Launa.

"Lalu kenapa belum mandi?" Tanya Launa lagi.

"Aku sudah mandi," sahut Alzion. Pria itu memang sudah mandi pukul enam pagi tadi, ia sengaja tidak langsung memakai pakaian formal melainkan memakai baju santai. Pria itu ingin kembali memasuki selimut dan bergabung dengan kehangatan bertabur aroma harum istrinya itu.

Launa mengangguk saja, sejak semalam pria itu selalu menempelinya membuat Launa jengah sendiri. Namun, walau begitu ia tetap tidak berani mendorong Alzion menjauh darinya. Rona dominan Alzion terlalu kuat untuk Launa lawan, ia sudah mengikrarkan diri untuk pasrah dengan keadaan, setidaknya sampai bayinya lahir.

"Sayang," panggil Alzion. Wajah pria itu kini mendongak menatap ke arah Launa. Posisi Alzion yang kini tiduran di atas paha Launa dengan Launa yang duduk bersandar di kepala ranjang membuat Launa haus menunduk guna menjawab panggilan pria itu.

"Kenapa?"

"Ada tempat yang ingin kau kunjungi?" Tanya Alzion manis sekali. Launa bahkan sedikit menyerngit heran mendengar nada penawaran yang Alzion berikan sangat berbeda dari biasanya. "Meldives, Swiss , Belgia, Mode, atau Indonesia?" Alzion beruntun menyebutkan nama-nama negara yang terlintas di otaknya untuk menyuguhkan opsi pada Launa.

Tak mendapat sahutan dari perempuan itu membuat Alzion menatap Launa lamat dibumbui sedikit ancaman agar segera menyahut. "Launa.."

Launa menghembuskan nafas pelan, perempuan itu membalas tatapan Alzion mulai serius. "Untuk apa kau mengajakku berlibur?" Tanya Launa.

"Aku sedang dalam misi membuatmu mencintaiku, jadi, ini adalah langkah awalnya," sahut Alzion gamblang. Ia mengatakan itu dengan diiringi seringai seksi. "Seperti ucapanku semalam."

"Setelah aku mencintaimu?" Launa sedikit merasakan kekhawatiran. "Apakah kau akan membuangku?"

Alzion terdiam menahan geli yang menggelitik tiba-tiba mendengar ucapan Launa. Tak tahan, akhirnya pria itu meloloskan kekehan kecil. "Menurutmu?"

Launa membuang pandangannya. Ia menggeram dalam hati, jika tahu begini Launa tidak memberikan pria itu kesempatan kedua seperti apa yang dipintanya semalam.

Alzion meledakan tawanya melihat wajah masam yang ditunjukan Launa. Pria itu sedikit mengangkat kepalanya guna mengecup leher Launa membuat sang empu menegang dibuatnya. "Kenapa kau selalu berpikir buruk tentangku? Apakah pernah sekalipun lolos dari bibirku kalimat dimana aku akan membuangmu?" Alzion menaikan sebelah alisnya lalu tertawa kecil sebagai ejekan.

Launa membasahi bibirnya yang terasa kering. Ia menyesal telah membangun topik ini. Akhirnya, dengan gerakan pelan Launa mengangkat kepala Alzion untuk berpindah dari pahanya. Hal itu tentu saja membuat Alzion berdecak kesal.

"Launa..." sebuah rengekan bentuk ketidakterimaan lolos dari bibir Alzion.

"Aku pegal Zion."

"Tapi aku masih ingin diposisi tadi!"

Launa menghembuskan nafas pelan. "Kau harus bekerja, bukan?" Alzion membuang wajahnya merajuk. Hal itu sukses membuat Launa tersenyum kecil tanpa ia sadari. "Pakai baju kantormu, jangan malas. Aku tidak mau punya suami miskin."

Setelah mengatakan itu, Launa turun dari kasur dan beranjak menuju kamar mandi. Mengabaikan Alzion yang melotot kesal karena ucapan terakhir darinya.

"Aku? Miskin?" Alzion menunjuk dirinya sendiri sambil bergumam tak percaya. "Cih. Aku tidak akan miskin!"

"LAUNA AKU TIDAK AKAN MISKIN, KAU DENGAR ITU?" Teriak Alzion mampu terdengar oleh Launa dari dalam sana. Pria itu berjalan menuju lemari baju sambil mendumel kesal. Ia akan rajin bekerja agar Launa tidak meninggalkannya. Alzion akan buktikan bahwa kekayaannya mampu membuat Launa muntah karena kekenyangan barang mewah. Lihat saja!

"Aku tidak akan miskin!"

Di dalam sana Launa hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Perempuan itu terkekh kecil. Alzion mode seperti itu—manis sekali.

******

Setelah perdebatan kecil sebagai bumbu romantika dalam rumah tangga, kini Alzion sudah kembali sibuk dengan berkas-berkas tebal di ruang kerjanya. Ditemani secangkir kopi dengan roti aroma senada yang menjadi favoritnya dalam menemani pekerjaannya.

Pria itu nampak begitu fokus. Hal itu dapat Klazo lihat dari luar ruang kerja Alzion, mengingat ruang kerjanya berlapis kaca dan tidak sedang di tutup dari dalam sana. "Ada apa dengan pria itu, kenapa dia begitu rajin?" Gumam Klazo sedikit heran.

Bertahun-tahun ia bekerja pada pria itu, baru kali ini ia melihat Alzion nampak seserius itu bekerja. Biasanya pria itu mengerjakan semuanya dengan santai dan sesuka hatinya, bahkan dengan kejinya pria itu melemparkan semua pekerjaannya itu padanya.

Memilih tak ambil pusing, Klazo kembali melanjutkan pekerjaannya.

Di dalam sana, kesibukan Alzion nyatanya hanya manipulasi dari perdebatan hati dan otaknya saat itu. Decakan keluar berulang kali dari bibir tebalnya. Tak kuasa, akhirnya pria itu menjatuhkan bolpoinnya kasar karena kesal.

Alzion tengah berpikir, kenapa hari ini ia menurut sekali? Ketika Launa menyuruhnya bekerja ia langsung berada di sini. Bukankah, ia tidak suka diperintah?

"Sial. Aku yang memiliki misi, malah aku yang jadi begini." Alzion berdecak kesal merutuki dirinya sendiri. Entah kemana hilangnya jiwa ketenangan miliknya, sedari tadi pria itu mengoceh sendiri tiada henti.

Klazo kembali menoleh dan pria itu menyerngit heran saat kini bos arogannya itu tengah mengoceh sendiri. Baru saja beberapa menit yang lalu ia memuji, dan sekarang sudah kambuh lagi penyakit gilanya. Klazo hanya bisa menggelengkan kepala tak habis pikir.

"Kenapa semua perempuan di dunia ini begitu menyebalkan?" Alzion menghembuskan nafas pelan. Namun sedetik kemudian ia terkekeh pelan dan mengulum bibirnya menahan senyuman yang seakan kian melebar itu.

"Ah, tapi seru juga ternyata." Alzion terkekeh malu-malu mengingat sekarang ini ia dapat berinteraksi jauh lebih manis dibandingkan sebelumnya. Alzion jadi merindukan aroma manis milik Launa sekarang. Tak mau membuang waktu, Alzion kembali melanjutkan pekerjaannya. Ia ingin cepat selesai dan kembali bertemu istri cantiknya.

Di rumah bah istana itu, Launa berulang kali menghela nafas bosan. Usia kandungannya sudah menginjak enam minggu, hal itu membuat ia mendapat larangan dari Alzion untuk tidak melakukan pekerjaan apapun di mansion ini. Bahkan, untuk menyiram tanaman kesukaannya sekalipun.

"Nyonya sedang apa, ada yang bisa saya bantu?" Tanya Meira menghampiri Launa yang tengah selonjoran di taman.

"Aku bosan, jadi aku ke sini untuk menghirup udara segar," kata Launa menoleh singkat pada Meira lalu kembali menatap ke arah bunga-bunganya yang tumbuh dengan cantik di sini.

"Nyonya suka bunga mawar?" Tanya Meira melihat taman ini didominasi mawar dengan berbagai macam warna.

Launa menggeleng. "Aku tidak suka bunga," ucap Launa. Jawabannya kontan membuat Meira mengerutkan keningnya. "Kak Laura yang suka bunga," lanjutnya terkekeh pelan.

"Ah. Maaf Nyonya, jika pertanyaan saya mengingatkan anda pada saudari anda," ucap Meira menunduk sesal.

Melihat itu Launa berdecak kesal sambil menepuk pundak perempuan itu pelan. "Tidak usah berlebihan. Pertanyaanmu tidak ada yang salah, Meira." Meira tersenyum ke arah Launa, Nyonyanya yang satu ini begitu baik dan ramah. Pantas saja Tuannya amat mencintainya.

"Hanya saja, dalam beberapa keadaan kita perlu sedikit menangis untuk menguras habis kesedihan. Setelah itu, kita akan kuat dan terbiasa dengan takdir yang semesta suguhkan," ucap Launa menatap lurus ke depan.

"Walaupun kadang menyakitkan." Launa menoleh ke arah Meira dan terkekeh pelan, Meira kontan ikut tertawa walau tidak mengerti maksudnya.

"Nyonya sangat baik, pantas Tuan sangat mencintai anda," ucap Meira membuat Launa tertawa keras dalam hati.

Mencintai? Rasanya Launa ragu jika pria itu memiliki rasa itu dalam dirinya. Sikap Alzion yang kerap kali ia tunjukan seakan membuktikan pada Launa bahwa pria itu hidup tanpa rasa, hatinya seakan beku terbalut dengan kekejian perbuatannya.

"Apa Nyonya mau keluar?" Tanya Meira.

Launa menoleh ke arah perempuan itu, ia berpikir sejenak. Namun, ia berpikir bahwa Alzion pasti tidak mengizinkan. Akhirnya Launa hanya bisa menggeleng sebagai jawaban. "Aku tidak cukup berani untuk meminta izin," ucap Launa.

"Tapi, saya rasa Tuan akan mengizinkan." Kalimat Meira kontan membuat Launa menoleh. Ia menatap perempuan itu bertanya. "Sekeras apapun seseorang, jika orang yang dia cintai meminta sesuatu dengan lembut. Pasti akan diberikan," ucap Meira yakin.

"Kenapa kau seyakin itu?" Tanya Launa.

Meira tersenyum. "Saya memang tidak mengetahui kisah anda, Nyonya. Tapi, dari mata Tuan saya bisa melihat bahwa dia mencintai anda begitu besar. Hanya saja—," Meira menggantungkan ucapannya. "Mmm, apakah anda ingin mencobanya?" Meira memberikan ponselnya kepada Launa.

Launa menipiskan bibirnya mencoba berpikir. Hingga beberapa detik, akhirnya ia mengangguk dan mengambil ponsel itu dari Meira. "Aku pinjam dulu ya." Meira mengangguk mengizinkan.

Launa mendial nomor telephone milik Alzion, tiap deringan yang terdengar mampu membuat jantung Launa berdebar. Ia sedikit cemas jika nanti Alzion akan marah.

"Ada apa?" Suara datar nan menekan Alzion terdengar.

Launa sempat terkaget karena tidak sadar sambungan itu sudah terhubung. Ia berdehem pelan lalu kembali mendekatkan ponsel itu ke telinga. "Mmm Zion, ini aku, Launa."

"Hm? Kenapa sayang?" Disadari atau tidak oleh Launa, suara pria itu langsung berubah saat mengetahui bahwa Launa menelponnya lewat nomor salah satu pekerjanya. "Butuh sesuatu? Katakan."

"Aku bosan," cicit Launa. "Mmm, boleh aku keluar sebentar?"

Tak lagi ada sahutan dari Alzion, hal itu mampu membuat Launa memberengut. Apakah ia tidak diizinkan? Hormon ibu hamilnya kontan meronta, seakan ketakutannya yang melingkupinya tadi tertelan begitu saja.

"Kenapa diam? Kau tidak akan mengizinkanku? Iya?!" Sentak Launa marah-marah.

Hal itu membuat Alzion yang disebrang sana menyerngit heran. Padahal ia baru terdiam beberapa detik, lalu kenapa ia dimarahi oleh Launa?

"Kau pikir enak di kurung seperti ini, hah?!" Launa kesal, matanya berkaca ingin menangis. "Aku lelah Zion, aku ingin hidup normal. Katanya kau ingin aku beri kesempatan ke dua, kalau gitu biarkan aku pergi dan keluar sebentar. Jika tidak—," Launa menggantungkan ucapannya.

"Jika tidak kenapa, hm?" Goda Alzion menantang Launa dalam ancaman yang akan dilayangkan untuknya.

"Aku tidak mau makan!" Ancam Launa.

Alzion tertawa pelan, pria itu mengepalkan kedua tangannya di bawah hidung. "Ya sudah kalau tidak mau makan. Jika kau sakit perut karena kelaparan, kau juga yang merasakannya, bukan?"

"Zion aku serius!"

"Aku juga serius, Launa." Alzion mengusap tepi mejanya pelan-pelan dengan sunggingan tipis mematri bibir seksinya. "Pagi tadi aku menawarkanmu berlibur ke luar negeri, dan kau menolaknya. Lalu kenapa sekarang meminta untuk keluar?"

"Aku tidak ingin ke luar negeri, Zion. Itu melelahkan," ucap Launa memberengut. Meira melihat itu mengulum senyum, entah apa yang dibicarakan, pelayan itu yakin bahwa ada perdebatan kecil nan menggemaskan antar pasutri itu. "Aku hanya ingin ke luar kompleks saja, beli makanan di minimarket dan berjalan-jalan sore."

Alzion tersenyum mendengarnya. Launanya amat sederhana, hal itu membuat perempuan itu menjadi istimewa dimatanya.

"Hm, boleh sayang." Kalimat Alzion mampu membuat mata Launa berbinar dan langsung berdiri kesenangan.

"Boleh? Serius?" Alzion berdehem sebagai jawaban, tentu saja Launa senang bukan main. "Terima kasih suamiku, kau sangat baik."

Tut.

Setelah mengatakan itu, Launa mematikan sambungan telephonenya. Ia berjingkrang girang ke arah Meira.

Sedangkan di sebrang sana, Alzion mematung mendengar Launa memanggilnya dengan kata suamiku. Pria itu menarik sudut bibirnya dengan sedikit rona yang entah kapan hinggap di pipinya. "Sial!" Alzion merasa dirinya akan gila!

Bersambung....

Sori kemaleman, sebenernya mau up sekitar jam 9 tadi. Tapi ada urusan bentar jadinya ketunda. Dan akhirnya aku bisa selesain sisanya hasil ngebut, wkwk.

Thanks udah nungguin cerita ini, aku sayang kalian🔥

Ada yang mau disampaikan ke Alzion?

Atau ke Launa?

Atau malah ke Meira?

Spam Next di sini!
.
.

Continue Reading

You'll Also Like

26.6K 2.1K 28
Giannina Corsinni za život doopravdy milovala jediného muže. Muže, který nikdy nemohl být její. Přestože ho už léta neviděla a za ty roky poznala muž...
25.6K 1.4K 37
Příběh je rozepsaný ( kapitoly nevycházejí pravidelně ). začátek: 8.1.2024 V příběhu se nachází návykové látky a sexuální scénky.
13.5K 596 62
Vládce podsvětí Lucius Darkmoon, dostal ultimátum od svého otce, vládce nebes i země. Do tří let si musí najít ženu svého srdce, nebo mu otec vezme...
5.1K 664 28
Anna má problém. Její strýc, u kterého žije, jí dal ultimátum. Musí se konečně postavit na vlastní nohy nebo už se na jeho podporu nemůže dále spoléh...