A Frozen Flower [ Terbit ]

Galing kay Yn1712

3.3M 270K 42.9K

• Obsession Series • [ SELAMAT MEMBACA ] Menggantikan saudari kembarnya untuk menjadi pengantin wanita dari s... Higit pa

Prolog
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42 ( END )
Ext Chp I
Ext Chp II
Ext Chp III
Info Skuel
Info terbit
Info PO - vote cover
Open PO

15

77.6K 5.7K 521
Galing kay Yn1712

Sekuntum bunga yang beku
🥀

• 500 vote for the next chapter •

Launa meremat ujung dresnya, tayangan film yang berputar di depannya nampaknya tak membuat Launa tertarik. Pikiran gadis itu melayang kemana-mana.

Sentuhan Alzion tadi malam masih begitu terasa, bagaimana pria itu menyusuri setiap inci tubuhnya dengan gerakan penuh rayu dan menggairahkan. Nafas pria itu, harum tubuhnya, jari-jarinya, tak lepas dalam ingatan Launa.

Tangan Launa perlahan turun mengelus perutnya yang masih rata itu. Ia berharap, Alzion benar-benar menerima keberadaan bayinya. "Semoga saja, aku berharap begitu," gumam Launa.

"Berharap apa sayang?"

Deg!

Tubuh Launa menegang kaku, ia dibuat meremang detik itu juga. Tangan kekar Alzion dengan begitu tiba-tiba memeluknya dari belakang. "Hm? Katakan, apa yang kau pikirkan?" Tanya Alzion tepat ditelinga kiri Launa.

Alzion berpindah posisi, kini pria itu tepat berada di samping Launa. Ia usap begitu pelan rahang sang istri, dengan aura dominan yang selalu saja membuat Launa kalah telak. "Answer my question, honey."

Launa membalas tatapan Alzion mencari jawaban atas segala keraguan dalam hatinya dibalik mata pria itu. Namun tak dapat Launa terjemah tatap Alzion, irisnya begitu dalam, Launa kewalahan menerobosnya.

Launa menggeleng sambil menarik senyumnya tipis, ia menangkup tangan Alzion yang setia menjamah wajahnya. "Aku lapar, aku menunggumu pulang untuk makan bersama," ucap Launa mengalihkan pembicaraan.

Alzion masih menatap Launa lekat, ia tahu Launa tengah berusaha merayunya lewat kepatuhan dan kebaikan yang ditunjukan. Semata-mata agar Alzion tidak menggugurkan bayi dalam rahimnya.

Alzion ikut menarik senyum tipis. Baiklah, ia akan ikuti sejauh mana istri cantiknya ini mampu menempatkan dirinya sebagai istri yang baik. "Baiklah. Mari kita makan."

Launa menghembuskan nafas lega saat Alzion tak lagi menuntut jawaban. Ia ikut bangkit dari posisi saat tangannya digenggam erat menuju meja makan.

"Banyak sekali?" Tanya Alzion melihat hidangan yang tersaji di atas meja makan dengan porsi yang lebih banyak dari biasanya. "Kau yang memintanya?" Tanya Alzion melirik ke arah Launa yang tengah membalikan piringnya.

Launa mengangguk sebagai jawaban. Ia menyendokan nasi ke piring Alzion. "Segini cukup?" Tanyanya.

"Cukup," sahut Alzion.

Alzion memperhatikan Launa yang sibuk menaruh beberapa lauk ke dalam piringnya. Entah kenapa, ia merasa senang dan marah secara bersamaan. Senang karena Launanya kini patuh dan sudi melayaninya. Tapi, ia juga marah karena ia tahu bahwa apa yang Launa lakukan sekarang tidak lain agar dirinya tidak berubah pikiran dan tetap mempertahankan bayi dalam kandungannya.

Apakah dimata Launa, dirinya sekejam itu?

"Makan yang banyak. Biar nanti kuat lemburannya," ucap Launa membuat Alzion hampir tersedak saat itu juga. Ia segera mengambil air dalam gelas kaca itu dan menenggaknya rakus. Lalu melirik ke arah Launa yang menampilkan ekspresi bingungnya. "K-kenapa? Apakah aku salah bicara?"

"Kau menggodaku?" Tanya Alzion menatap Launa menuntut. Mendengar itu spontan Launa menggeleng. Menggoda? Apakah kalimatnya beberapa menit yang lalu dianggap sebagai rayuan oleh pria itu?

"Tidak Zion. Ak—"

"Lalu maksudnya apa kau menyuruhku makan banyak agar kuat lemburannya?" Tanya Alzion menaikan sebelah alisnya dengan smirk penuh makna. "Apakah kau mulai ketagihan dengan kegiatan kita semalam, sayang?"

Posisi mereka yang dekat membuat Alzion dengan leluasa mengusap leher mulus istrinya. Launa meremang dibuatnya.

"Bukankah kau memang ada jadwal lemburan nanti malam? Kata Klazo, ada beberapa file penting yang harus ditandatangi."

Sentuhan Alzion spontan berhenti. Sialan! Ia kira lemburan yang lain.

Alzion langsung menarik tangannya dari leher Launa. Ia kembali memakan makanannya dalam diam. Hal itu membuat Launa ketar-ketir. Apakah ia kembali berbuat kesalahan?

"Zion..." panggil Launa amat pelan. "Apakah kau marah?" Tanyanya hati-hati.

"Aku minta maaf jik—" Alzion melirik Launa tajam, hal itu spontan membuat Launa menutup mulutnya detik itu juga.

"Diam. Dan nikmati makananmu," titah Alzion dan langsung dituruti Launa.

Alzion merasa dipermainkan dengan istri cantiknya itu. Entah memang Launa yang kelewat polos. Atau Alzion yang terlalu mesum.

Alzion terus mendumel dalam hati menyumpah serapahi Klazo. Ya. Ini semua salah asisten pribadinya itu!

*******

"Ayah?" Launa tersenyum sumringah. Ia langsung berlari ke arah pria paruh baya yang berdiri sambil merentangkan kedua tangannya itu. "Lau kangennn.."

Artha Anggara—ayah Launa, tersenyum pias. Ia mengucapkan ribuan kata maaf dalam pelukan. Maaf karena tidak mampu menarik putrinya dari jeruji besi yang diciptakan pria tirani itu. Yang sialnya, sekarang adalah menantunya.

"Ayah kemana aja? Kenapa baru temuin Launa?" Launa akhirnya menangis juga, isakannya teredam dalam pelukan. Kian erat ia melilitkan tangannya dalam tubuh kekar Artha.

"Maaf ya, sayang. Ayah baru sempet temuin kamu. Launanya Ayah gimana kabarnya, hm?" Artha berbohong. Ia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya bahwa selama ini Alzion menekannya, dan menghancurkan perusahaannya membuatnya bangkrut dan tak punya apa-apa.

Artha yang semula melawan pria itu guna menyelamatkan putrinya, kini tak memiliki kekuasaan apapun untuk kembali melawan menantunya. Alzion terlalu kuat, Artha ternyata tak mampu menarik Launa dalam ikatannya.

"Lau baik," sahut Launa pelan. Keduanya saling berbohong, demi tidak menciptakan kekhawatiran. Launa nyatanya sudah hancur luar dalam, Launa sudah tidak punya apa-apa untuk dijadikan kotak kebahagiaan, selain dari bayi yang hidup rahimnya.

Artha mengecup pelipis Launda dengan sayang. Setidaknya kondisi fisik anak perempuannya baik-baik saja. Ia bersyukur untuk itu. "Syukurlah. Ayah seneng dengernya."

Artha melepas pelukan Launa perlahan, lalu tak lama datang seorang maid yang menenteng paperbag dengan logo bakery yang Launa amat kenali. Artha mengambilnya dan memperlihatkannya di depan Launa. "Masih suka tiramisu cake ini, hm?" Goda Artha menggoyangkan paperbag itu ke arah Launa.

Mata Launa berbinar, ia langsung mengukir senyum cerah karena senang. "Suka! Lau masih suka! Makasih ayah!" Artha terkekeh saat Launa langsung mengambil paperbag itu dan memeluknya erat. Putrinya masih sama, masih menjadi pecinta makanan.

Launa membawa Artha untuk duduk di sofa ruang utama, mereka berbincang melepas kerinduan. Tertawa bersama, sambil menikmati potongan cake tiramisu yang Artha bawa barusan.

*******

08.45 Am

Launa terus menanti kepulangan Alzion di depan pintu utama. Berbalut blezer panjang hingga lutut untuk membalut tubuhnya agar tidak kedinginan. Angin pagi ini cukup berhembus dingin, jadi Launa ingin mengantisipasi dirinya.

Ini adalah kegiatan rutin yang Alzion perintahkan. Pria itu mau, setiap ia pulang ke mansionnya. Launa selalu hadir di depan pintu menyambutnya kedatangannya.

Launa patuh menuruti, ia tidak berniat berontak lagi. Launa  sudah bertekad dalam hati untuk menerima takdirnya. Ia yakin Alzion memiliki sisa nurani di hatinya. Dan itu terbukti dari perlakuan pria itu seminggu belakangan ini. Juga bagaimana pria itu dengan suka rela menerima bayi dalam rahimnya.

Ia kembali mengangkat pergelangan tangannya melihat lagi ke arah jam tangan kecil yang melingkar pergelangan tangannya itu. Launa menghela nafas pelan, kenapa Alzion belum juga pulang?

"Nyonya, sebaiknya Nyonya tunggu di dalam saja. Udara cukup dingin, sepertinya akan hujan. Nanti Nyonya bisa sakit," kata seorang pelayan yang setia berada di samping Launa menemani.

Launa menoleh ia menggeleng pelan sebagai jawaban. "Aku menunggu di sini saja. Mmm boleh ambilkan aku air hangat?" Pinta Launa. Maid itu mengangguk dan segera masuk ke dalam mengambil apa yang diminta oleh sang majikan.

Launa mengelus perut ratanya itu, sejak kehamilannya, Launa menyadari suatu hal yang berbeda dalam dirinya. Entah kenapa, ia sedikit betah berdekatan dengan Alzion, betah menghirup aroma parfumenya, bahkan wangi rambutnya.

Ini gila. Bukankah ia mengandung anak Jeff? Lantas kenapa ia merasa bahwa bayi dalam kandungannya menyukai kala dirinya berdekatan dengan Alzion?

"Ini Nyonya." Launa tersenyum sambil mengambil alih secangkir air hangat itu dari tangan maid.

"Terima kasih," ucap Launa begitu santun. Ia menenggak pelan-pelan air dalam canggkir itu, memegang cangkir itu dengan kedua tangannya. Sengaja agar kehangatan cangkir itu menjalar pada tangannya yang terasa begitu kedinginan.

Tak lama terlihat mobil mewah Alzion memasuki gerbang mansion, Launa meletakan cangkir itu di atas meja bundar samping kanannya. Ia berdiri dan bersiap menghampiri Alzion, namun langkahnya terhenti saat melihat kemeja putih pria itu dipenuhi noda darah.

"Zion?" Launa terdiam menenggak salivanya. Melihat darah, tubuhnya mendadak lemas.

Berbeda dengan Alzion. Pria itu bahkan nampak begitu santai melangkah menghampiri Launa yang berdiri di samping pintu utama. Ia merentangkan kedua tangannya meminta Launa untuk melakukan tugasnya. Memeluknya sepulang kerja.

Launa menggeleng pelan. Ia takut.

"Launa, hug me!" Titah Alzion enggan terbantah. "Masih ingat tugasmu, sayang?"

Launa menelan salivanya susah payah. Ia menahan nafasnya tak kuasa mencium aroma darah. Tapi Launa bisa apa? Ia segera memeluk pria itu seperti tugasnya. Alzion langsung membalas pelukan itu dengan mata terpejam menikmati. Harinya yang indah.

"Jangan takut. Ini hanya darah seekor tikus nakal, sayang," bisik pria itu mencoba memberitahu Launa. Ia bermaksud meredakan ketakutan istrinya itu. Tapi bukannya takut, Launa justru menangis dibuatnya. Ia tahu tikus yang dimaksud pria itu adalah orang-orang yang mengusik ketenangannya.

"Ayo masuk." Launa melepaskan pelukan, ia menarik senyum tipis ke arah Alzion.

Pria itu menunduk sedikit, ia mengusap pipi Launa yang nampak basah. Bahkan pipinya itu terdapat noda darah karena saat memeluknya pipi Launa menempel di kemejanya. "Cengeng. Kau penakut sekali Launa," kekeh pria itu tanpa dosa.

Alzion memang sengaja tidak mengganti bajunya sehabis mengeksekusi tikus-tikus kotor itu. Ia ingin Launa melihat ini semua. Ia ingin Launa mengerti bahwa dirinya tetap Alzion. Pria yang tidak suka jika sesuatu hal sekecil apapun mengganggunya.

Alzion meraih tangan Launa untuk ia genggam. Launa mendongak, lalu mengikuti Alzion memimpin langkah mereka.

*******

Launa duduk di pinggiran kasur. Ia memijat kakinya yang sedikit pegal. Di dalam kamar mandi, Alzion sedang membersihkan tubuhnya. Bunyi kran air yang menyala terdengar ketelinga Launa.

Ini membosankan. Kesehariannya hanya dilalui untuk melayani suaminya itu. Seperti; menyiapkan baju untuk pria itu bekerja, memakaikan dasi, menunggunya pulang, lalu makan bersama ditiap jam-jam makan yang ditentukan.

Launa butuh sedikit hiburan. Seperti jalan-jalan ke pantai, atau kuliner jajanan kaki lima di pasar malam. Launa rindu masa-masa saat ia masih gadis yang begitu penuh dengan kebebasan.

"Astaga!" Launa tersentak kaget saat tiba-tiba Alzion merebahkan kepalanya di atas paha Launa. Rambut pria itu masih basah, Alzion bahkan masih bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana panjang saja. Entah sejak kapan pria itu selesai mandi, Launa tidak menyadarinya karena asik melamun.

"Kau mengabaikanku," ucap Alzion dengan matanya yang terpejam. "Aku tidak suka kau mengabaikanku, Launa."

Launa menghela nafas pelan. Ia menyadari kesalahannya. "Maafkan aku," ucap Launa mengusap rambut Alzion.

Pria itu tersenyum lalu mengangguk kecil. "Hm. Aku maafkan." Alzion membuka matanya menatap ke arah Launa dari bawah. "Dengan satu syarat."

Launa menatap Alzion was-was. "Apa?"

"Keringkan rambutku dengan handuk." Alzion memberikan handuk kecil itu pada Launa. "Berikan pijatan terbaikmu Launa," katanya lagi dan kembali memejamkan matanya.

Launa menurut, ia melayani Alzion dengan baik. Menuruti apa yang menjadi kemauan pria itu. Hal itu membuat Alzion terpejam keenakan. "Ini nikmat Launa, pijatanmu sangat nikmat. Kau harus melakukan ini setiap hari," ucap Alzion sangat menikmati.

Launa hanya menggeleng pelan. Pria itu memang sulit ditebak. Kadang begitu lembut seperti sutra, tapi juga mudah sekali mengamuk dan mengintimidasi Launa. Ia heran, Alzion ini sejenis manusia apa?

Alzion memiringkan wajahnya ke perut Launa, ia memeluk pinggang istrinya itu sambil mendusel manja. Sesekali ia mencium perut Launa. Pria itu begitu senang dengan keberadaan cebong kecilnya.

"Kau belum mengidam?" Tanya Alzion masih anteng dengan kegiatannya. "Kalau mengidam katakan saja, tidak perlu sungkan."

Launa menggangguk pelan. "Iya. Tapi untuk saat ini sepertinya aku belum menginginkan apapun," sahut Launa.

Alzion mengangguk paham. Lalu keduanya kembali hening. Tangan Launa masih aktif mengusap kepala Alzion, dan Alzion yang terpejam memeluk perut istrinya itu.

"Zion," panggil Launa.

"Hm?"

"Terima kasih sudah mengizinkan aku bertemu Ayah." Alzion membuka matanya, ia melihat Launa yang menunduk dan tersenyum manis ke arahnya. Alzion terdiam. Ia terpaku melihat senyuman itu.

Dulu senyuman itu selalu ia dapatkan dari Laura. Kini, ia kembali melihatnya lagi. Dengan orang yang berbeda. Launa.

"Terima kasih juga sudah membantu Ayah merintis kembali perusahaannya," kata Launa lagi.

Alzion kian lekat menatap Launa. Andai istrinya itu tahu, bahwa yang membuat Artha bangkrut kala itu adalah dirinya, mungkin ucapan terima kasih itu tidak akan keluar dari bibir manisnya.

Tapi, memang ini tujuannya. Ia sengaja mendatangkan Artha ke mansionnya agar pria itu menceritakan bahwa ia sudah sedikit bangkit dengan bantuan darinya. Ia juga mengancam Artha untuk tidak mengatakan bahwa dirinyalah yang membuat pria itu bangkrut hingga tak punya apa-apa.

Rencana Alzion berjalan mulus. Ia menarik sudut bibirnya membalas senyuman Launa. "Selagi kau menurut dan selalu di sisiku, kau dan keluargamu akan sejahtera Launa."

Launa mengangguk paham. Ia juga sudah tidak berniat memberontak lagi. Ditengah-tengah perbincangan mereka, seketika satu pertanyaan muncul di benak Launa.

Apakah Alzion punya keluarga? Selama ini. Ia tidak pernah dikenalkan pada orang tua Alzion. Apakah kedua orang tua pria itu sudah meninggal?

Sejenak Launa berpikir. Apakah ia harus menanyakannya?

"Zion. Boleh aku bertanya sesuatu?" Tanya Launa hati-hati.

Alzion bangkit dari posisi, ia kini duduk di samping Launa. "Katakanlah," ucapnya mempersilahkan.

Launa menarik nafas dalam-dalam. Ia penasaran. Launa ingin tahu. Jadi, Launa harus memberanikan diri mengatakan ini. Ia tatap Alzion yang kini juga menatap ke arahnya.

"Maaf jika pertanyaanku menyinggungmu." Launa membasahi bibirnya dengan lidah karena gugup. Alzion masih merespon dengan tatapan tenangnya, menatap Launa menyelesaikan kalimatnya.

"Apakah aku bisa bertemu keluargamu? Aku—ingin mengenal mereka."

Dalam hitungan detik. Ekspresi Alzion langsung berubah total, pria itu menatap Launa tajam dengan rahang mengetat marah.

Launa menelan salivanya. Ia dalam bahaya!

Bersambung.....

Seneng banget ternyata kalian menyambut cerita ini dengan baik💜 Sory kalau lama update^_

Gais.

Ada yang mau nebak kenapa Alzion marah?

Spam next yang banyak!
.
.

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

15.5M 875K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
22.1K 503 44
Co se stane když se dívka z chudých poměru dostane do španělské smetánk? Svět plný intrik,lásky i nenávisti. „Všechno bylo perfektní" „Ale byl tu jed...
23.6M 1M 23
(SUDAH TERBIT) TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA "Mau enggak mau, lo harus jadi pacar gue." "Pacar?" tanya Chrisa mengulang ucapan Alvero. "Iya. Pangkat l...