Semper Paratus

imajiaisyy tarafından

1.7K 900 979

Judul sebelumnya : Charmolypi. ------------------ "Cantik, boleh kenalan dong." "Diem! Atau mau kita videoin... Daha Fazla

0. Arc; Konflik bersaudara.
1. Relaps (WARNING Self Harm)
2. Rumah Sakit.
3. VVIP K-2
4. Mimpi Buruk.
5. Anger.
7. Histeris.
8. Senper Paratus.
9. Reminisensi.
10. BF.
11. Penjelasan.
12. COTUDRA.
13. Mau mati saja.
14. F41.2
15. Suicidal Thoughts.
16. Suicide.

6. Afeksi.

78 54 25
imajiaisyy tarafından

Kukira semuanya akan membaik dengan cepat.
Nyatanya, perilakuku kembali memberi jarak.
Kukira cukup denganmu yang tetap sama.
Nyatanya, semua hanya ilusi semata.

*******

Selamat membaca.
With love, Ais.
_______

Rion keluar dari kamar Hiranya dengan perasaan lega sekaligus sedih. Jika saja ia tidak mengetahui kebiasaan Hiranya, mungkin pria itu akan sangat teramat sakit hati mendengar makian dari adiknya. Namun, waktu yang mereka habiskan bersama tidak bisa berbohong. Hiranya masih Hiranya yang dia kenal.

"Yon, lo bisa enggak untuk saat ini jangan bersikap kayak tadi? Gue enggak paham kenapa lo berterima kasih padahal lo dimaki. Tapi gue tahu, lo bilang makasih ada alasannya. Walau gue enggak ngerti, tapi untuk saat kaya gini enggak seharusnya lo bersikap terang-terangan gitu." Alam membawa Rion ke meja makan kecil yang ada di pantry.

Rion mendengar sembari menyuapkan bubur ke dalam mulutnya sendiri. "Gue cuma jalanin nasihat lo doang. Kan tadi lo yang bilang untuk jangan lupa bilang makasih, tolong dan maaf itu."

"Itu memang benar. Tapi kamu juga harus liat kondisi dan situasi. Hiranya saat ini sangat membenci anggota keluarganya, yang tentu saja kamu termasuk ke dalamnya. Ditambah disituasi rumit saat ini, dia ingin kalian menghilang dari pandangannya." Shiara ikut bergabung dengan mereka setelah wanita itu menenangkan Hiranya.

"Dan kamu. Kamu seenaknya bilang dia peduli. Itu mungkin benar, sebab kamu dekat dengan Hiranya tentu saja kamu hapal semua gerak-gerik dan ekspresinya. Namun, coba kamu bayangkan apa yang kamu rasakan saat ingin menunjukkan bahwa kamu membenci orang lain tetapi ternyata orang tersebut tahu kalau kamu hanya berpura-pura?" tanya Shiara.

Rion menghentikan suapannya lantas berpikir sejenak. "Mungkin ... gue bakal ngerasa malu dan marah?"

"Itu benar. Selain itu, bisa saja terlintas perasaan payah dalam diri Hiranya. Sebab, dia tidak mampu dan telah gagal mengekspresikan sesuatu seperti keinginannya sendiri. Hal ini sangat berpengaruh pada self confidence Hiranya—"

Rion menyela, "Apa itu self confidence?"

"Self confidence adalah rasa kepercayaan diri seseorang, keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi segala tantangan dari eksternal. Singkatnya begitu," jawab Shiara yang dibalas anggukkan oleh Rion.

"Terus apa hubungannya dengan kondisi Hiranya?"

"Rion, setiap orang memiliki rasa kepercayaan diri. Mereka percaya dengan kemampuan dalam mengatasi sesuatu. Siklusnya seperti ini : ketika seseorang berhasil, rasa kepercayaan diri akan meningkat. Hal itu akan membuat seseorang jauh lebih berani melakukan tantangan yang baru dan lebih besar. Berbeda ketika seseorang gagal, kepercayaan diri akan menurun. Cenderung membuat seseorang merasa tidak berarti."

Rion mendengarkan dengan seksama. Ia mulai paham jika dirinya—lagi— membuat kesalahan.

"Terlebih dengan kondisi emosional Hiranya yang saat ini tidak stabil. Biasanya, emosi negatif lebih sering muncul dan tidak hanya mengacaukan diri Hiranya, tetapi bisa juga memperluas jarak antara kamu dan Hiranya."

Penjelasan yang Shiara katakan membuat Rion mematung. Pria itu menaruh kembali sendok berisi bubur yang tadinya akan ia masukkan ke dalam mulutnya.

Rion menumpukan kedua tangan di atas meja. Ia menyatukan kesepuluh jarinya membentuk kepalan yang digunakan untuk menopang dahinya. Pria itu menunduk dalam dengan mata bergetar.

Rion baru menyadari bahwa dirinya terlalu bahagia sendiri hingga bersikap egois. Ia tidak memikirkan sedikit pun bumerang dari tindakan sederhananya terhadap Hiranya. Rion menyangka, Hiranya akan memaafkannya dengan cepat. Namun, perkiraan Rion salah. Faktanya, Hiranya yang diketahui sangat menyanyanginya kini harus memaksakan diri untuk membenci.

Rion mengangkat kepala. Tahu-tahu air matanya bercucuran. "Gue ... gue harus gimana sekarang, Mbak?"

Shiara maupun Alam terkejut bukan main. Pasalnya hampir satu tahun setengah intensitas mereka bertemu yang semakin meningkat, ini pertama kalinya Rion menangis secara terang-terangan.

Alam menggeserkan kursinya agar lebih dekat dengan Rion. Dia menepuk-nepuk bahu pria itu pelan. "Sekarang lo tenangin diri dulu, ya."

Bagi Alam, tidak hanya Hiranya yang dianggap sebagai seorang adik. Pria yang kini sedang menangis seperti anak kecil itu juga sudah seperti saudaranya sendiri. Sebab, Alam merupakan anak tunggal yang terkadang dulu sangat menginginkan seorang adik perempuan dan adik laki-laki.

Shiara meletakkan secangkir teh yang sempat ia seduh tadi ke depan Rion. "Minum dulu. Di laci lemari kebetulan ada chamomile tea. Teh ini bisa membantu agar perasaan sedikit tenang."

Pandangan Rion yang sedikit mengabur akibat air mata, beralih menatap teh yang mengepulkan uap panas. Indra penciumannya menangkap keharuman menenangkan yang menguar dari teh tersebut.

Tangan pria itu meraih kipas angin kecil yang berada di tengah meja. Ia menekan tombol On lalu mengarahkan anginnya ke cangkir. Tidak lama, hanya sampai teh tersebut tidak membakar lidahnya.

"Di sini tuh serba ada, ya, Yon." Alam menopang dagu memperhatikan kipas yang berputar-putar.

"Hiranya tuh manusia yang; sedia payung sebelum hujan. Segala kemungkinan udah diperhitungkan. Karena setiap ruangan VVIP punya list  'Peralatan Tambahan.' Jadi, ruangan ini juga punya peralatan khusus yang ditulis Hiranya," kata Rion sambil menekan tombol Off dan mulai menyesap chamomile tea selagi masih hangat.

Pria itu memejamkan mata dan merasakan tetesan air yang jatuh dari kedua matanya. "Gue nangis, ya?"

Shiara bertanya dengan memasang tampang heran. "Baru sadar?"

Rion mengangguk lalu mengusap bekas air mata yang tersisa dengan ujung kaos lengannya.

"Istirahat, gih. Muka kamu pucat. Saya dengar kamu donorin darah buat Hiranya," ucap Shiara.

Mendengar itu, tiba-tiba saja Rion merasa kepalanya berdenyut. Lengan dengan bekas suntikan yang tadinya tidak terasa apapun kini mulai pegal. Tubuhnya bahkan terasa berat.

"Kadang kita terlalu mengabaikan rasa sakit yang ada pada diri kita sendiri. Sampai saat seseorang mengatakannya, barulah rasa sakit itu lebih terasa."

Rion tertawa hambar mendengar ucapan Shiara. "Harus periksa nih gue. Jangan-jangan nanti kena diagnosis penyakit langka ..." Rion menggantungkan kalimatnya. Jari tangannya mengetuk-ngetuk meja dengan ke dua alisnya yang berkerut. "Apa, ya, namanya, lupa. Penyakit yang enggak bisa ngerasain sakit atau luka ituloh."

Alam memincingkan matanya. Dengan geram, Alam berkata, "Mulut lo!"

Shiara menggelengkan kepalanya. "Enggak. Congenital insensitivity to pain with Anhydrosis (CIPA) itu sebuah penyakit langka yang emang benar-benar enggak bisa merasakan rasa sakit ataupun luka, bukan terlambat menyadari rasa sakit. Kalau dalam kasus kamu, mungkin saja itu karena kamu terlalu sering mengabaikan rasa sakit. Akhirnya tanpa disadari menjadi kebiasaan untuk tidak peka terhadap rasa sakit dan luka yang dialami diri sendiri."

Rion tertawa pelan. Pria itu merasa jika bersama mereka, ia tidak akan pernah bisa melempar lelucon. Mereka terlalu serius dalam menanggapi segala hal. Padahal niat Rion hanya ingin mereka berhenti mengkhawatirkan hal-hal sepele.

Rion bangkit, lalu meletakkan mangkuknya di wastafel. Saat hendak mencucinya, ponsel di saku celana pria itu bergetar. Setelah mengeringkan tangannya yang basah, ia memeriksa benda pintarnya itu. Wajah Rion mengeras melihat nama yang tertera dilayar. Dengan terpaksa, Rion menggeser menu berwarna hijau.

"Ion." Suara di seberang sana terdengar tenang. Saking tenangnya Rion sampai ingin memuntahkan kembali bubur yang baru saja disantapnya.

"Papi sedang berbicara denganmu, Rion." Suara itu kembali terdengar. Penuh penekanan, tidak setenang tadi.

Rion mendudukkan diri di kursi tempat ia makan tadi. Di sana Alam dan Shiara menatap dirinya penuh tanya.

"Ada urusan apa Papi telepon? Ion sibuk. Jadi enggak perlu basa-basi."

Shiara dan Alam saling pandang ketika tahu siapa yang menghubungi Rion. Seolah memberi ruang untuk Rion, mereka berdua bangkit dan bergegas keluar.

"Apa seperti itu cara kamu berbicara dengan Papimu, Rion Akalanka?"

Rion memijat pelan pelipis ketika rasa pusing di kepalanya terasa lagi. "Papi mau Ion bagaimana?"

Suara di seberang sana terdengar ragu, hingga membuat Rion heran. Sebab, papi yang ia kenal tidak pernah menunjukan sedikitpun keraguan. Baik perilaku maupun perkataan.

"Pulanglah."

Rion mengeratkan genggaman tangan yang sedang memegang ponsel. Tawa keras tidak bisa ia bendung lagi. Pria itu bahkan mengabaikan suara di seberang sana yang kini sibuk mempertanyakan alasan dirinya tertawa.

"Apa menurut Papi ini enggak lucu? Papi nyuruh aku buat ninggalin Hiranya? Bahkan sekarang Papi enggak sekalipun nanyain gimana keadaan Hiranya," jawab Rion tak percaya. "Ha! Papi sudah gila, ya," lanjutnya dan tanpa memedulikan teriakan keras di seberang sana, pria itu lebih memilih mengakhiri panggilan dan mematikan ponselnya.

Rion berjalan menuju kamar tamu yang berada di sebelah kamar rawat Hiranya. Sebenarnya pria itu sangat ingin tidur di ranjang pendamping agar satu ruangan dengan adiknya. Namun, saat ini ia tidak boleh terburu-buru.

Rion merebahkan dirinya di atas kasur yang empuk dan luas itu. Rasa sakit kepala maupun pegal di tangannya jadi semakin terasa. Pria itu tidak tahu apakah karena aroma vanila yang menguar dari pengharum ruangan atau karena badannya yang lelah. Namun, tidak lama setelah ia melemaskan otot-otot tubuh yang sempat tegang, kelopak matanya semakin memberat dan sulit untuk tetap terjaga.

_______

Apa yang membuat kamu senang hari ini?
Apa yang kamu rasakan setelah membaca chapter ini?

Terima kasih.
Sampai jumpa lagi.

-Ais.

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

3.3M 273K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
2.4M 122K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
1.1M 79.9K 39
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
782K 35.2K 48
selamat datang dilapak ceritaku. 🌻FOLLOW SEBELUM MEMBACA🌻 "Premannya udah pergi, sampai kapan mau gini terus?!" ujar Bintang pada gadis di hadapann...