SENANDUNG RUSUK RUSAK

By akhiriana_widi

1.6M 82.4K 3.2K

Tumbuh dari keluarga yang hancur sebab orang ketiga, Senandung Niluh Kaniraras tak menyangka bahwa masa depan... More

1. Riuh Redam Amsterdam
2. Vondelpark, Sepiring Sate, dan Segelas Wine
3. Tidur Berbayar Untuk Mantan
4. Emang Ada Babu Yang Seganteng Aku?
5. Bye, Amsterdam! Hi, Masa Lalu Kelam!
6. Abang dan Ayah Bedebah
7. Apa Enaknya Kejatuhan Durian Runtuh?
8. Pernikahan Langit dan Bumi
9. Mungkin Kamu Salah Pilih Istri Bayaran?
10. Malam Pertama di Bulan Kedua
11. Jadi Cacat Aja Dulu Sana!
12. Bhara dan Bara di Antara Rasa
13. Melangkah Mengendus Luka
15. Samar, Remang, Pelakor
16. Istri Pertama, Istri Kedua, dan Segala Luka
17. Tentang Harga Diri di Antara Nurani
18. Terpasung Rasa
19. Maaf Yang Tak Bersambut
20. Balada Suara Hati Seorang Mertua
21. Siapa Yang Teriris, Siapa Yang Menangis
22. Maaf, Bhara. Mama Masih Ingin Hidup
23. Terpana Wajah Mama Tatkala Hati Papa Sakit Terpanah
24. Mama, Jantung Bhara Lari-Lari
25. Family Man Approved But Not Approved
26. Empati Seni Mungkin Sudah Mati
27. Bhara Yang Tak Sempurna
28. Morning Glory
29. Fenetrasi Seorang Bhara
30. Berjuang Merengkuh Sayang
31. Nyanyian Perkara
32. Pengorbanan Yang Mana, Istri Tua?
New Story :)

14. Istri Sah Yang Tersimpan

18.6K 2.2K 66
By akhiriana_widi

"Mbak, ART-nya Pak Arayi yang waktu itu ke sini, kan?" tanya resepsionis yang siang itu berjaga di lobi kantor Arayi, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang otomotif. Menjalankan bisnis ekspor-impor suku cadang dan merakit kendaraan roda empat. Juga beberapa bisnis di lain sektor.

Di gedung itu, perusahaan Arayi terletak di lantai 2 hingga 10 dari total 37 lantai yang ada, sisa lantai lainnya diperuntukkan untuk office space dari berbagai tenant. Sementara beberapa pabriknya, ada di kawasan industri Jababeka. Sebuah perusahaan bernama PT. Gajah Mada Integrated Indonesia sudah berdiri sejak—Patih Madaharsa—almarhum ayah Arayi masih balita. Bisnis turun temurun dari sang kakek, yang tak bisa bila harus terhenti begitu saja.

"Iya, Mbak. Saya ART-nya Pak Arayi. Pak Arayinya ada? Mau antar makanan disuruh Nyonya Kamila." Seni meringis dalam hati. Bhara saja sudah 2 tahun umurnya, tapi statusnya di hidup Arayi masih saja disembunyikan dari dunia. Seorang istri sah, tapi dikenal sebagai pembantu. Sesak dada Seni.

"Yah, sayang banget, Mbak. Pak Arayi barusan aja lho pergi sama istrinya. Keluar makan siang."

Bagai tersambar petir di siang bolong, Seni seolah mati berdiri saat itu juga. Jawaban dari sang resepsionis membuatnya tak berdaya. Mau langsung menangis pun rasanya tak punya tenaga. "O-oh gitu. La-lagi keluar sama ... istrinya, ya?"

"Iya, Mbak. Bu Alsha sering datang nyusulin bapak. Romantis banget mereka berdua. Pasangan idaman lah pokoknya. Suka ngiri saya juga."

Alsha?

Seni mencoba untuk menghela napasnya perlahan. Lalu meletakkan makanan yang ia bawa ke atas meja resepsionis dengan tangan gemetar. "Mbak, daripada makanannya saya bawa pulang lagi malahan kasihan Nyonya Kamila, jadi ini buat Mbak aja, ya. Boleh buat sendiri, boleh dikasihkan ke orang lain juga. Terserah Mbak aja."

Resepsionis itu tersenyum ramah dan berterima kasih dengan bahagia. Makanan hasil patah hati tersebut ia terima dengan gembira ria.

Seni membalikkan badan. Air matanya meluncur begitu saja. Teringat saat ia siuman setelah melahirkan Bhara, ada Arayi tersenyum sambil menggendong bayi mungil itu di dekatnya.

Lalu dengan lembut Arayi berkata, "Namanya Abhara Alshad Madaharsa, Ni. Gimana, bagus nggak?"

Kala itu Seni iya-iya saja. Toh, namanya terdengar bagus dan tersemat Madaharsa di belakangnya. Bukankah itu tanda bahwa paling tidak, Arayi mengakui bayi itu sebagai darah dagingnya?

Tapi kini, saat mendengar nama Alsha disebut?

Alsha dan Alshad?

Apakah itu semua ada hubungannya?

Seni menggelengkan kepala. Lalu terduduk di bangku pedestrian. Perempuan itu menangis tersedu membayangkan ternyata apa yang menimpa sang ibu juga menimpa dirinya. Bila semua orang di kantor sampai kenal dengan Alsha sebagai istri Arayi, bukankah semuanya tidak perlu penyangkalan lagi? Bahwa kini ia sudah diduakan dengan begitu kejamnya.

Seni menyeka air matanya, lalu duduk tegak sambil memutar otak. Akhirnya dia memutuskan untuk menaiki motornya kembali lalu melaju menuju rumah Kamila. Siang-siang begitu, biasanya Kamila masih sibuk di butik. Dan biasanya, Kamila juga mengajak Melati agar duo nenek itu tak kebosanan di rumah saja.

Begitu tiba di rumah Kamila, Seni segera menyerbu masuk meski sedikit ragu. Selama ini, setiap ia berkunjung ke sana, ia tak pernah diizinkan memasuki kamar Arayi semasa lajang, pun tidak dengan kamar lainnya. Selalu kamar tamu yang harus ia tiduri. Tapi kali ini, Seni diam-diam harus bisa memasukinya. Meski harus bertemu kenyataan yang lebih pahit dari sebelumnya.

Benar saja, di dalam kamar Arayi, Seni menemukan sebuah album yang dipenuhi dengan foto mesra di antara Arayi dan seorang perempuan yang begitu cantik.

Album itu tersimpan di meja kerja. Bersama setumpuk dokumen lainnya.

Sampai akhirnya, ia menemukan sebuah kartu nama di salah satu laci. Ada nama Alsha di sana. 

Alshadina Sekar. 

Membuat Seni menangis tersedu-sedu.

Di kartu nama itu tertera profesi Alsha sebagai pemilik sebuah toko bunga di daerah Daan Mogot, Jakarta Barat. Berbekal alamat yang tertera di kartu nama tersebut, Seni menghapus air mata kehancurannya. Lalu bergegas bangkit dan kembali pergi menaiki motor, menyongsong nestapa, menjemput lara.

***

A&A Florist.

Dari namanya saja Seni sudah bisa meneguk duka. Jika bisa diperbolehkan memakai ilmu menebak, sudah barang pasti artinya Arayi dan Alsha, kan?

Sekali lagi, Seni meneteskan air mata. Lalu menguatkan diri memasuki toko bunga itu dengan hati luluh lantak.

"Selamat datang di A&A Florist. Saya Kanaya, ada yang bisa saya bantu, Kak?" Seorang staf datang menghampiri dengan ramah. Sementara Seni dan wajah sendunya tak bisa berbuat banyak selain pura-pura tersenyum.

"Sa-saya mau beli bunga, Mbak." Seni bersuara lirih. "Buat salam perpisahan."

Staf itu sedikit mengubah mimik, sadar bahwa pengunjungnya kali itu tak sedang bersuka cita. "Mari saya bantu pilih bunga, Kak. Untuk bunga yang mewakili pesan yang Kakak maksud, kami ada mawar hitam, anggrek, lili, dan gladiola. Kakak bisa custom jumlah dan rangkaiannya."

Seni mengangguk. Sesungguhnya ia tak datang untuk kembang, tapi ia datang karena sudah bersiap untuk tumbang.

"Lili putih kayaknya bagus ya, Mbak?" Seni memilih dengan hati patah. "Tiga tangkai aja bisa?"

Kanaya pun mengangguk. Lalu segera merangkai sesuai yang dipesan Seni.

"Ehm, Mbak. Mbak Alsha ke mana, ya?" Biarlah pura-pura kenal, Seni hanya ingin tahu sampai mana ia dikelabui oleh Arayi.

"Lho Kakak kenal Mbak Alsha? Mbak Alshanya sedang keluar makan siang, Kak, sama suaminya. Kakak temannya Mbak Alsha?"

Seni mengangguk. Cukup tahu sekali lagi bahwa sudah pasti Alsha dan Arayi adalah pasangan suami istri. "Iya, Mbak. Tadi lewat jadi sekalian mampir beli bunga. Suaminya Mbak Alsha orang mana, Mbak? Saya dulu diundang tapi kebetulan saya di luar kota jadi nggak bisa datang."

"Oh, Mas Arayi orang Jakarta aja kok, Kak. Orang Pondok Indah. Orang kaya, Kak. Hehe. Punya perusahaan besar."

Seni terdiam, yang dimaksud Pondok Indah pasti rumah Kamila. "Masih tinggal sama mertua ya mereka, Mbak? Kapan-kapan saya ingin main, kangen sama Mbak Alsha."

"Nggak kok. Mbak Alsha dan Mas Arayi setelah nikah tinggal di Casa Jardin situ, nggak jauh dari sini, Kak."

Kali ini entah sudah berbentuk apa hati Seni di dalam sana. Begitu bunganya selesai dirangkai, ibu dari Bhara itu segera pergi dengan tangisan yang baru. Dia harus melalui jalan yang panjang untuk sampai di rumah yang Arayi peruntukkan untuk membodohinya di daerah Pakubuwono.

Sepanjang jalan, air matanya menetes begitu deras. Sudah berdoa siang malam agar terhindar dari pria yang seperti ayahnya, nyatanya suaminya malah tak ada beda. 

Seperti inikah rasanya jadi Melati? 

Menikah dengan niat bahagia, tapi diberi luka seluas samudera.

Menjelang petang Seni tiba di daycare untuk menjemput Bhara, lalu pulang, memasuki rumahnya yang sepi bagai tak berpenghuni. Entah ia harus bagaimana. Melanjutkan peran sebagai istri bodoh, atau membuka semuanya dan marah sebagai istri yang tersakiti.

Setelah makan malam, Seni berdiam diri menemani Bhara bermain di kamarnya. Dia hanya termenung, sesekali menangis. Perasaan, baru beberapa hari yang lalu segalanya masih terasa baik. Tapi kini, seolah ia sedang sekarat, tercekik.


***See You Tomorrow***
Day 14
Kita mundur-mundur cantik dulu ya, Beb. Kontes masih sisa 77 hari lagi. Kalau selamat sampai tujuan artinya masih akan ada 77 bab lagi :)
Jangan lupa follow IG akhiriana.widi ya, Kak. Hatur nuhun :)
Hidup istri sah!

Edit note: Republish version (bukan revisian, biar yang rapi2 ada di vesti cetak aja. Terima kasih buat yang udah baca, votes, an komen. Malam ini nggak ada tambahan bloopers, karena kemalaman dan udah ngantuk. Tapi sebagai gantinya, aku repost 3 bab sekaligus. Hihii enjoy!

Continue Reading

You'll Also Like

6.9M 341K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
367K 16.8K 49
Another story dari "My Wedding Story" "Dia udah nyakitin lu Res..." kata gue lirih. "Tapi gue cinta sama dia." Jawab Ares sama lirihnya. "Dia ga pant...
684K 64.5K 43
Menjadi wanita lajang dengan masa depan yang gak pasti membuat orang tua Arum gigit jari. Dari dulu ia tidak pernah mengenalkan seorang lelaki pada m...
2.6M 124K 55
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞