SENANDUNG RUSUK RUSAK

By akhiriana_widi

1.6M 82.4K 3.2K

Tumbuh dari keluarga yang hancur sebab orang ketiga, Senandung Niluh Kaniraras tak menyangka bahwa masa depan... More

1. Riuh Redam Amsterdam
2. Vondelpark, Sepiring Sate, dan Segelas Wine
3. Tidur Berbayar Untuk Mantan
4. Emang Ada Babu Yang Seganteng Aku?
5. Bye, Amsterdam! Hi, Masa Lalu Kelam!
6. Abang dan Ayah Bedebah
7. Apa Enaknya Kejatuhan Durian Runtuh?
8. Pernikahan Langit dan Bumi
9. Mungkin Kamu Salah Pilih Istri Bayaran?
10. Malam Pertama di Bulan Kedua
11. Jadi Cacat Aja Dulu Sana!
13. Melangkah Mengendus Luka
14. Istri Sah Yang Tersimpan
15. Samar, Remang, Pelakor
16. Istri Pertama, Istri Kedua, dan Segala Luka
17. Tentang Harga Diri di Antara Nurani
18. Terpasung Rasa
19. Maaf Yang Tak Bersambut
20. Balada Suara Hati Seorang Mertua
21. Siapa Yang Teriris, Siapa Yang Menangis
22. Maaf, Bhara. Mama Masih Ingin Hidup
23. Terpana Wajah Mama Tatkala Hati Papa Sakit Terpanah
24. Mama, Jantung Bhara Lari-Lari
25. Family Man Approved But Not Approved
26. Empati Seni Mungkin Sudah Mati
27. Bhara Yang Tak Sempurna
28. Morning Glory
29. Fenetrasi Seorang Bhara
30. Berjuang Merengkuh Sayang
31. Nyanyian Perkara
32. Pengorbanan Yang Mana, Istri Tua?
New Story :)

12. Bhara dan Bara di Antara Rasa

20.2K 2.2K 31
By akhiriana_widi

"Bhara mau minum susu?" Seni tersenyum, menatap ke arah bayinya yang makin hari makin pintar saja. Bhara namanya, Abhara Alshad Madaharsa. Usianya sudah hampir 2 tahun, sedang lucu-lucunya, sedang nakal-nakalnya.

Seni bersyukur memiliki Bhara. Meski tak terlalu banyak, tapi Arayi mampu memberi cinta sejak kelahiran Bhara. Lebih sering di rumah. Mau memberi bantuan apabila istri dan anaknya sedang membutuhkan. Tidak 100% menjadi suami dan ayah idaman, tapi Arayi sudah jauh lebih baik.

Arayi juga bahagia. Kelahiran Bhara memberinya semangat tersendiri, memberi kebahagiaan yang tak ia dapat di lain tempat. Dan ia mau tidak mau juga bahagia karena ada Seni yang hadir di hidupnya. Memberinya kesempatan untuk merasakan betapa hebatnya bisa menjadi seorang ayah.

"Minum ama ayah." Bhara jongkok di bawah kaki Seni sambil menyesap empeng.

"Ayah masih tidur. Sama mama aja, ya?" Seni mencoba bernego.

"Bala bangunin ayah ya, Ma." Lalu tanpa bisa dicegah, balita itu berlari pelan dari dapur menuju kamar orang tuanya yang sudah pindah di dekat ruang keluarga. Sementara akses tangga menuju lantai kedua sudah sejak Bhara bisa merangkak dipagari dengan baby gate untuk menghindari hal yang tak diinginkan. Arayi sendiri yang kala itu memasangnya, membuat Seni terharu sekaligus bahagia.

Tak lama kemudian, sepasang ayah anak itu kembali ke dapur. Meminta jatah sarapan dari Seni dengan semangat.

Semangkuk nasi tim daging sapi untuk Bhara dan sepiring nasi goreng sosis untuk ayahnya.

"Kamu nggak sarapan, Ni?"

Sayangnya, dari sekian perubahan baik yang ada, untuk satu itu, segalanya tetap sama. Arayi tetap memanggil istrinya dengan nama. Bukan dengan panggilan sayang lainnya.

Seni mengangguk sembari duduk di depan Arayi. "Sarapan kok. Mau makan roti aja."

Arayi mengangkat bahu. Lalu sibuk menggoda anaknya lagi. Bhara makan sendiri, meski belepotan tak apa. Namanya juga anak kecil, masih latihan mandiri.

"Aku hari ini mau pergi, ya. Ada urusan kantor. Urgent, Ni," kata Arayi sambil curi-curi pandang ke arah Seni. Seni yang ada di hadapannya kini terlihat semakin dewasa. Sejak melahirkan, paras ayunya terlihat makin segar. Meski kata orang, perempuan kalau habis melahirkan biasanya lupa perawatan, Seni justru beda. Entah ini nyata atau hanya di mata Arayi saja, tapi Seni memang terlihat makin cantik. Tak jarang, hatinya bergetar meski sudah ia tahan-tahan.

"Iya nggak apa." Seni tak protes. Meski ia gagal berpisah dengan Arayi, meski Arayi sudah jauh lebih baik, tapi ia masih berusaha menahan mundur perasaannya. Tak bisa ia kelabui bahwa tiap hari ia makin cinta dengan sang suami. Tapi sebagaimana Arayi yang gengsi, Seni pun masih bergulat dengan rasa mindernya.

"Kamu nggak marah, Ni?" Arayi diam-diam menginginkannya, ingin Seni posesif dan melarangnya pergi, karena sejujurnya ia pun kini betah di rumah. Menatap wajah istrinya lama-lama, bermain dengan putranya sampai malam menyapa.

"Aku marahnya kalau kamu ketahuan selingkuh, Mas." Seni menjawab dengan ringan sambil menelan roti selai cokelatnya.

Sementara jantung Arayi baru saja loncat dari tempatnya. "Kok ngomongnya gitu?"

"Iya aku cuma lagi berusaha jujur aja, Mas. Kamu mau dilarang kayak apa, mau aku marah kayak apa, pasti akan tetep pergi, kan? Jadi buat apa aku marah. Kecuali untuk satu hal itu, Mas."

"Aku nggak selingkuh." Arayi berdeham. Memang dia tidak selingkuh. "Beneran pergi buat kerja. Toh aku kerja selama ini juga buat siapa lagi kalau bukan buat kamu dan masa depan Bhara." Untuk soal yang kerja, barulah Arayi dusta.

"Iya, iya, aku percaya kok, Mas." Seni mencebik.

"Iya, iya, aku pelcaya ko, Mas." Diikuti oleh suara menggemaskan dari Bhara yang tertawa-tawa melihat chemistry di antara orang tuanya.

"Idih, bocah bayi ikut-ikutan!" Arayi tertawa lepas. Dia tak menyangka bahwa putranya bisa sejail itu. Sementara Seni hanya bisa pura-pura cemberut sambil mengacak-acak rambut putranya dengan gemas.

***

"Mas, nanti pulangnya bisa minta tolong nitip sate ayam nggak?" Seni menggigit bibir. Bhara seperti dirinya, suka sekali dengan yang namanya sate. Kalau sedang rewel, dikasih sate pasti langsung jinak. Kebetulan petang itu Bhara rewel minta ampun. Bawaannya ngamuk terus. Seni sampai pusing dibuatnya.

"Kamu beli aja sendiri ke depan ya, Ni. Mas nggak tahu nanti pulang apa nggak."

Ok, dan terjadi lagi, kisah lama yang terus-terusan terulang kembali. Lewat sambungan telepon itu, Seni paham bahwa segalanya masih tidak ada yang berubah.

"Oke, Mas. Nggak apa-apa. Aku beli sendiri aja nanti sama Bhara." Tanpa menanti jawaban Arayi, Seni mematikan teleponnya. Lalu menghampiri Bhara yang kesal sendiri di kamar bermainnya.

"Itu kok puzzle-nya diobrak-abrik kayak gitu. Bola-bolanya juga, Nak?" Seni menatap Bhara yang masih ngambek di kolam bola mininya.

"Bala mau main ama ayah." Anak itu menjawab sambil menggembungkan pipi. Kesal ceritanya.

"Ayah kan masih kerja. Gimana, kalau Bhara ikut mama beli sate yuk ke depan? Mau?"

Mendengar kata sate disebut, tentu sebagai maniak, Bhara girang bukan main. Anak itu mengangguk bersemangat. Setelah dipakaikan jaket dan sandal, Seni mengajak Bhara menaiki motor untuk menuju ke depan perumahan. Namun baru saja menutup pintu pagar, Ibu Dara, tetangga sebelah turun dari mobil dan menyapa, "Lho, Mbak Seni. Kok udah di rumah aja?"

Seni menoleh, lalu mengernyit tak paham dengan pertanyaan Bu Dara. "Iya, Bu. Saya emang di rumah aja. Nggak ke mana-mana. Bu Dara dari mana? Habis belanja, ya?"

"Iya, saya habis belanja bulanan, Mbak. Tadi lihat Mas Rayi loh di mal. Lagi belanja bulanan juga dia. Kirain sama Mbak Seni."

Seni termenung di tempatnya. Arayi menemaninya belanja bulanan? Tidak pernah. Seni melakukannya sendirian dan karena sendirian, dia tak pernah belanja bulanan. Seni belanja sedikit demi sedikit. Apa yang dibutuhkan, itulah yang dia beli. Tapi mendengar bahwa Arayi sedang di mal, belanja bulanan, dan bukannya pergi karena urusan pekerjaan, mau tak mau instingnya sebagai seorang istri mulai bergetar tak biasa.

"Ah, mungkin Bu Dara salah lihat kali, Bu. Bukan suami saya kayaknya itu."

"Kalau salah lihat wajah suami saya sih iya Mbak, sering. Soalnya suami saya mukanya pasaran. Tapi kalau Mas Rayi, 100% nggak salah lihat sih saya. Wong jalan sama cewek, cuma saya nggak terlalu lihat wajah ceweknya, soalnya begitu saya tegur, Mas Rayi langsung ngejauh, makanya saya kaget ketemu Mbak Seni di sini." Bu Dara tidak paham, bahwa laporannya kini membuat Seni gamang dan tak karuan.

"Ma, Mama, ayoo beli ate." Sementara Bhara dan perut laparnya berusaha menginterupsi riuh redam hati sang mama.

Seni dengan canggung pamit. Menaikkan Bhara ke atas baby seater dan melajukan motornya untuk pergi. Menyingkir sebentar dari pikiran, "Benarkah suaminya sedang jalan dengan perempuan lain?"

***

"Mama, ayah keljanya apa?" Bhara bertanya dengan polos sambil memakan sate yang dagingnya sudah Seni lepas dari tusukan. 

"Ayah kerja di kantor. Bikin mobil." Seni menatap Bhara sambil tersenyum. Anaknya semakin besar, semakin cerewet saja rasanya. 

"Iya? Ayah bica bikin mobil?" 

"Iya, Bhara mau kayak papa?"

Bhara kali ini merengut. Kepalanya lalu menggeleng. "Nggak mau. Ayah pulang keljanya malam. Kalau Bala kayak ayah, nanti ngantuk, Ma. Bala nggak cuka tidul malam-malam. Tidul, tuh, jam sembilan, ya, kan, Ma?"

"Iya, terserah Bhara aja maunya gimana. Mau jadi kayak ayah boleh. Mau kerja kayak nenek juga boleh. Atau Bhara cita-citanya mau jadi apa, sih, Nak?" Seni mencondongkan tubuh, lalu terkekeh geli tatkala melihat bumbu kacang menguasai area mulut Bhara. 

"Cita-cita itu kelja?"

Seni mengangguk. "Iya, Bhara mau kerja jadi apa?"

"Nggak mau kerla. Bala mau jadi anak mama sama ayah aja bial bica main, belenang, sama tidul siang." 

Ya, ya, ya. Seni hanya bisa tersenyum. Meski perasaannya sedang kalang kabut, namun, Bhara terasa memberi semangat yang begitu lembut.



***See You Tomorrow***
Day 12
Udah banyak yang gugur. Seni dan Arayi pantang mundur! Finger crossed, wkwkw
Semangatin kami ygy :)

Edit: Republish version. Bhara dan baby talks-nya bicara soal cita-cita padahal emaknya lagi ngeringeri sedap diselingkuhi wkwkwk.

Jangan lupa follow WP dan IG akhiriana.widi, nanti aku bakalan bikin GA pas novel ini terbit. Juga ada program reseller, yang hadiahnya gratis staycation di hotel. Kalau mau difolbek IGnya, komen salah satu konten promo SRR, ya, biar aku tahu temen2 datang dari WP SRR hehehee.

Yang mau gabung grup WA juga boleh. Link ada di bio IG, yaaa. 

Terima kasih buat yang udah baca, votes, komen, dan share SRR :D Cinta teman-teman banyak-banyak. :)

Continue Reading

You'll Also Like

121K 19K 46
Raden mas Bagaskara Rahagi Hammani, pemuda tampan berkulit hitam manis, tengah dipusingkan dengan permintaan sang eyang yang mendesaknya untuk segera...
685K 64.7K 43
Menjadi wanita lajang dengan masa depan yang gak pasti membuat orang tua Arum gigit jari. Dari dulu ia tidak pernah mengenalkan seorang lelaki pada m...
731K 2.5K 13
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
16.6M 707K 41
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...