GENTAR [END]

By 17disasalma

311K 29.6K 2K

"Ganteng beraksi, pantang patah hati!" Salah satu slogan yang dibuat oleh Gentario Dewanggara, pencetus PERGA... More

GENTARIO DEWANGGARA
01. PESTA
02. BERTEMU KEMBALI
03. TOPIK HANGAT
04. KEPUTUSAN
05. PERBEDAAN
06. AZKIRA & KEPEDULIANNYA
07. PERLAKUAN MANIS GENTAR
08. JANGAN GOYAH, GENTAR!
09. PERLAKUAN MANIS GENTAR (2)
10. GENTAR DITUNGGU SESEORANG
11. MASA LALU & MASA DEPAN
12. BERUNTUNG
13. KELUARGA AZKIRA
14. RIBUT
15. GEN
16. PERTEMUAN DUA KELUARGA
17. MASALAH
18. BADMOOD
19. NEW PARTNER : LADIOTA
20. SENIORITAS
21. GENTAR PACARABLE?
22. MAIN BOWLING
23. GENTAR VS REVAL
24. GENTAR PASSWORDNYA
25. SISI BRUTAL GENTAR
26. INSECURE
27. CEMBURU?
28. MARAH
29. BAIKAN
30. GENTAR MOVE ON?
31. JAILIN GENTAR
32. CANTIKNYA GENTAR
33. NIGHT CALL
34. JAILIN GENTAR (2)
35. KAMU RATU & AKU RAJANYA
36. DINNER
37. BIDADARI
38. INSIDEN
39. WHO ARE YOU?
40. GENTAR JADI AYAH
41. AZKIRA KENA LAGI
42. OVERTHINKING
43. KEDATANGAN SI EX
44. GENTAR BUCIN AZKIRA
45. AKU CEMBURU
46. DEEP TALK W/AYAH
47. CLUE DARI REVAL
48. ISI PIKIRAN GENTAR
49. PERGANTA BUKAN GENG
50. BAZAR & ZIO
51. SALTING TERUS
52. GANANG & AZKIRA
53. DATE
54. OBROLAN RINGAN
55. ACCIDENT
56. AYO BANGUN, RA.
57. PANIK
58. AZKIRA BANGUN?
59. SLEEP TIGHT, KIRA
60. TAMAN RUMAH SAKIT
61. CASE CLOSED
62. KESALAHAN GENTAR
63. SUDAH YAKIN?
64. AZKIRA & JELLA
65. SATU PER SATU TERBONGKAR
66. AZKIRA PULANG
67. HEALING BERUJUNG PUSING
68. TIDAK PERCAYA
69. INTI MASALAH
70. PENYESALAN
72. INTROGASI
73. KESEMPATAN TERAKHIR GENTAR
74. BACK TO YOU
75. TERIMA KASIH [END]
MAHANTA SERIES

71. LARANGAN BERTEMU AZKIRA

1.2K 147 25
By 17disasalma

Dulu Baik, Sekarang ...
Tidak Bisa Berkata-kata.

SELAMAT MEMBACA💘

•••

71. LARANGAN BERTEMU AZKIRA

Hari berikutnya, kondisi Gentar sudah lebih baik. Cowok itu mulai bisa mengontrol emosi dan berusaha untuk bangkit dari keterpurukannya.

Namun, sahabat-sahabat Gentar dan Tegar belum memberitahu kalau Reval ternyata bersekongkol dengan Jella. Mereka takut kalau Gentar tahu, cowok itu akan membuat masalah baru. Mungkin nanti kalau sudah ada bukti, barulah mereka memberitahu Gentar.

"Lo mau ke mana?" Ganang yang baru saja selesai mandi melihat Gentar sudah rapi.

"Ke rumah sakit," jawab Gentar apa adanya. Cowok itu memakai hoodie hitam yang melapisi kaos putih dan celana selutut. Tak lupa sneakers berwarna putih yang sudah melindungi kakinya. Rambutnya dibiarkan berantakan tanpa tersisir rapi, dan sudah memegang ponsel serta kunci mobil.

"Gue ikut," ucap Ganang sembari membuka lemari baju milik Gentar. Size baju mereka sama, jadi Ganang bisa meminjam salah satu baju milik sahabatnya itu.

"Gue mau sendiri."

"Gue ikut."

"Nang," panggil Gentar usai mendengus pelan.

"Gue nggak bakal biarin lo ngelakuin hal konyol lagi, Gen. Lo kalo lagi patah hati, bego soalnya." Ganang berucap dengan sangat pedas.

Gentar tidak membalas apa-apa lagi, ia diam sembari bersandar pada dinding. Menunggu Ganang selesai ganti baju. Pandangannya juga beralih pada Fiki dan Adi yang masih tertidur pulas di tempat tidur miliknya.

Kedua sahabatnya itu benar-benar seperti orang mati kalau sedang tidur. Mungkin kalau terdengar alarm tanda bahaya pun mereka tidak akan bangun.

"Fiki sama Adi gimana?" tanya Gentar saat Ganang sudah selesai bersiap.

"Mereka udah gede. Biarin aja." Ganang membalas seadanya kemudian merangkul Gentar untuk keluar kamar bersama.

Setelah pamit kepada Ayah dan Bunda, mereka langsung pergi ke rumah sakit mengendarai mobil Gentar. Tidak banyak topik yang mereka obrolkan dan suara Ganang lebih mendominasi. Ganang bilang pada Gentar untuk tidak memikirkan Jella lagi. Jella menjadi urusan Perganta, Gentar cukup memprioritaskan Azkira saja sekarang.

"Lo yakin nih mau usaha nemuin Azkira?" tanya Ganang sembari melepas seatbelt ketika mobil Gentar sudah terparkir rapi.

Gentar hanya mengangguk sekilas lalu turun dari mobil. Langkahnya dengan pasti masuk ke dalam rumah sakit. Diikuti Ganang di belakangnya.

"Semalem Fiki udah bilang kan kasih waktu Azkira buat nenangin diri dulu. Mending kita balik aja," ucap Ganang ragu-ragu.

"Gue mau lihat Azkira. Seenggaknya dia tahu kalo gue sayang sama dia. Gue peduli sama dia," sahut Gentar terus berjalan menuju ruangan di mana Azkira menginap.

"Masalahnya Azkira udah telanjur kecewa sama lo. Dia nggak akan peduli lo mau jenguk dia apa enggak," ucap Ganang lagi-lagi terdengar pedas di telinga Gentar.

Gentar melempar kunci mobilnya pada Ganang tanpa aba-aba, tetapi untungnya Ganang bisa menangkapnya.

"Lo balik aja sendiri," suruh Gentar kemudian berbelok di lorong yang bertuliskan Ruang Cendana. Tempat ruang rawat inap Azkira berada.

"Gue mau ngawasin lo malah disuruh balik."

"Ya udah diem. Berisik."

Ganang berdecak pelan dan menuruti perintah Gentar untuk diam. Daripada harus baku hantam dan menyebabkan kericuhan di rumah sakit ini.

"Kakak, Opa," panggil Gentar setelah sampai di depan ruang rawat inap Azkira. Ada opa dan kakeknya di sana. Kedua pria berumur itu menoleh ke arahnya.

"Ngapain kamu ke sini?" tanya Kakek Gentar pada cucunya itu.

"Mau jenguk Azkira. Kakek ngapain di sini?"

Kakek Gentar mengalihkan pandangannya. Kedua tangannya bertumpu pada tongkat yang digunakan untuk menopang tubuhnya.

"Tidak ada alasan lain selain meminta maaf pada Haryo karena kesalahan kamu. Semuanya Kakek lakukan demi kamu, demi masa depan kamu. Camkan itu!" ucap Kakek Anggar kepada cucunya.

Mendengar nada bicara sang kakek yang serius membuat Gentar terdiam dan tertunduk. Gentar tidak berani membalas sedikit pun ucapan kakeknya.

"Hebat kamu masih berani datang ke sini setelah menyakiti hati cucu saya. Kamu tidak lupa kan dulu saya bilang pada kamu. Sekali kamu membuat cucu saya menangis, kamu tidak boleh mendekatinya lagi," sarkas Opa Haryo pada Gentar.

"Gentar ingat, maaf Opa. Gentar sangat menyesal sudah mengingkari janji Gentar pada Opa," ucap Gentar lirih.

"Mengucapkan kata maaf sangat mudah, tetapi sudah terlambat. Saya amat kecewa denganmu, Gentario. Begitu pula dengan cucu saya, dia kecewa padamu."

Opa Haryo menatap Gentar dengan kekecewaan yang mendalam. Cucu perempuan yang paling ia sayang disakiti oleh orang yang paling ia percaya.

Harapannya dulu ketika menjodohkan Azkira dan Gentar, Opa Haryo bisa merasa tenang cucunya ada yang menjaga dan membahagiakan. Akan tetapi, harapan itu pupus kala masalah besar tiba-tiba datang.

"Sejak kecil Azkira sangat dicintai oleh semua anggota keluarga. Dia dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan dijaga dengan penuh perasaan. Lantas sekarang, dengan sangat lancang kamu menyakitinya. Membuatnya bersedih dan terus menangis sepanjang hari," ucap Opa Haryo merasa sesak melihat cucu kesayangannya beberapa hari ini menghabiskan waktu untuk menangis.

Gentar melangkah maju, berdiri di depan Opa Haryo dan merendahkan tubuhnya. Gentar bersimpuh di depan pria berumur itu.

Ganang terkejut melihat sahabatnya sampai bersimpuh seperti itu. Tidak pernah Ganang bayangkan Gentar akan memohon ampun kepada Opa dengan cara seperti itu.

"Gentar minta maaf, Opa. Gentar sangat menyesal. Tolong maafkan semua kesalahan yang sudah Gentar perbuat," pinta Gentar mendongak, menatap mata Opa Haryo yang sangat tajam.

"Izinkan Gentar memperbaiki semua yang sudah hancur. Gentar akan mencari bukti kalau Gentar tidak bersalah. Tolong kasih Gentar kesempatan untuk menjaga Azkira lagi," mohon Gentar dengan kedua tangan yang menyatu di depan dada.

"Gentar mohon, Opa," ucapnya lagi.

Mami Azkira yang baru saja keluar dari ruang inap pun terkejut melihat Gentar bersimpuh di depan ayahnya. Mami lantas mendekat dan memegang bahu Gentar.

"Bangun, Gentar," suruhnya pelan.

"Mami, tolong kasih Gentar kesempatan untuk memperbaiki semuanya," pinta Gentar pada Mami Azkira yang berdiri di sampingnya.

"Bangun dulu ya, kamu nggak perlu seperti ini. Ayo bangun, Nak!" ucap Mami membantu Gentar untuk bangkit.

"Gentar minta maaf, Mam."

Mami mengangguk pelan. "Kamu tidak perlu berulang kali meminta maaf. Sudah Mami maafkan."

"Tapi maaf, Mami tidak bisa membiarkan kamu mendekati Azkira lagi. Azkira sudah cukup tersiksa, Gentar, biarkan dia untuk mencari kebahagiaannya yang lain ya?" ucap Mami pada Gentar.

"Mam," panggil Gentar dengan raut wajah yang tidak bisa diartikan.

Mami sontak memeluk cowok itu dan mengusap punggungnya pelan. Menyalurkan kehangatan untuk menenangkan Gentar. Mami tahu pasti sulit merelakan seseorang yang amat disayang, tetapi Gentar harus melakukan hal itu.

Memaksakan segala sesuatu yang sudah hancur untuk utuh kembali tidak semudah yang dibayangkan.

"Gentar nyesel, Mam," ucap Gentar pelan ketika pelukannya pada Mami Azkira merenggang.

"Tidak ada yang perlu disesali lagi, Gentar. Semuanya sudah terjadi. Mami yakin kamu pasti bisa bahagia tanpa Azkira. Mami juga yakin Azkira akan merasa lebih baik kalau kamu menghargai keputusannya untuk mengakhiri hubungan kalian," ucap Mami Azkira dengan hati-hati agar tidak melukai perasaan Gentar.

"Izin Gentar ketemu sama Azkira," pinta Gentar tetapi dibalas gelengan oleh Mami Azkira.

"Sebentar aja, Mami. Gentar pengin ketemu sama Azkira."

"Tolong jangan keras kepala seperti ini, Gentar. Azkira tidak mau bertemu dengan siapa-siapa selain Mami. Azkira masih butuh waktu untuk menenangkan diri."

"Bisa kan kamu hargai keputusan Azkira untuk kali ini saja? Mami akan sangat berterima kasih kalau kamu mau menghargai keputusan anak Mami," ucap Mami Azkira sembari menggenggam kedua tangan Gentar.

"Maaf, Mami benar-benar ingin menjaga perasaan Azkira. Mami tidak mau dia semakin drop kalau kamu memaksakan diri untuk bertemu." Mami mengulum senyum simpulnya.

Ganang mendekat dan menepuk bahu Gentar dua kali. "Lo denger sendiri kan gimana kondisi Azkira sekarang? Lo mau maksain diri buat ketemu sama dia? Mau Azkira tiba-tiba drop gara-gara lo?"

Gentar tidak merespons ucapan sahabatnya. Ia melangkah pergi tanpa sepatah kata apa pun.

"Tolong kejar dia, pastikan Gentar tidak melakukan sesuatu di luar kendalinya," pesan Kakek Anggar kepada Ganang.

"Baik, Kek. Ganang pamit dulu," ucap Ganang pada Kakek, Opa, dan Mami. Kemudian mengejar Gentar yang sudah jauh dari jangkauan matanya.

Di parkiran rumah sakit, Gentar menjadi pusat perhatian sesaat setelah alarm mobilnya berbunyi sangat kencang. Alarm itu berbunyi karena ditendang oleh cowok itu.

"Ini rumah sakit bego!" Ganang mendorong Gentar masuk ke dalam mobil, kemudian meminta maaf kepada orang-orang di sekitar yang merasa terganggu akibat ulah sahabatnya itu.

"Nih, tenangin diri lo," suruh Ganang melemparkan bungkus rokoknya pada Gentar usai masuk ke dalam mobil.

Ganang mematikan ac mobil, dan membuka kaca mobil di sampingnya dan samping Gentar. Kali ini Ganang yang akan menyetir, karena sayang nyawa kalau Gentar yang mengendarai mobil.

Ganang diam, memperhatikan Gentar yang mulai menyelipkan sebatang rokok ke sela-sela bibir dan menyulut ujung rokok benda candu itu menggunakan pematik.

"Kalo bukan Azkira duluan yang minta buat ketemu, gue saranin lo anteng dulu deh. Nggak usah inisiatif datengin dia. Biarin dia nenangin dulu. Lo juga nenangin diri dulu nggak usah aneh-aneh," ucap Ganang pada sahabatnya itu.

"Sori, mulut gue akhir-akhir ini agak pedes didenger. Gue begini karena lo sama Azkira sama-sama sahabat gue. Lo berdua tuh berarti bagi gue. Kalo lo berdua kenapa-kenapa, gue juga yang repot masalahnya," ucap Ganang lagi, kalimat terakhirnya terdengar lebih ketus dari kalimat-kalimat sebelumnya.

Gentar tidak merespons sedikit pun. Cowok itu masih asyik dengan rokok dan asapnya. Sesekali tangannya mengusap wajah dengan kasar kala mengingat kata-kata Opa Azkira yang tidak mengizinkan ia untuk bertemu lagi dengan cucunya.

"Tolong angkatin," suruh Gentar memberikan ponselnya pada Ganang.

"Apa, Di?" Tanpa basa-basi Ganang langsung bertanya usai menerima panggilan dari Adi melalui ponsel Gentar.

"Anjing!" umpat Ganang pelan. Kemudian mengatakan, "Gue balik sekarang."

Gentar menunduk melihat ponselnya yang dilempar Ganang dan mendarat pas di atas pahanya. "Kenapa?" tanyanya sembari menoleh ke kanan.

"Jella dateng ke rumah lo. Nangis-nangis ngadu ke bunda kalo lo nggak mau tanggung jawab sama kandungannya," jawab Ganang sembari melajukan mobilnya keluar dari parkiran rumah sakit.

"Bajingan!" Gentar menajamkan tatapannya seiring napasnya yang memburu mendengar ucapan Ganang. Jella berani sekali datang ke rumah dan bertemu bunda. Cari masalah rupanya.

Sesampainya di rumah, Gentar langsung turun dari mobil sebelum terparkir rapi. Ganang pun memaklumi Gentar yang tergesa-gesa masuk ke dalam rumah.

Di ruang tamu ada Bunda, Fiki, Adi dan Jella. Tadi ada dua koper besar di dekat pintu utama saat Gentar hendak masuk ke dalam rumah.

"Lo ngapain ke sini?" tanya Gentar menarik lengan Jella hingga cewek itu yang semula duduk di lantai berdiri.

Bunda terkejut melihatnya. "Bungsu, nggak boleh kasar, Nak," tegur Bunda tanpa meninggikan suaranya.

"Lihat sendiri kan, Bun, gimana perlakuan Gentar ke Jella? Gentar kasar banget, dia nggak pernah perhatian ke Jella." adu Jella memanfaatkan situasi dan terus menangis agar lebih dramatis.

"Gue selama ini udah baik sama lo, Jel. Gue turutin semua kemauan lo. Lo sendirian di apartemen, gue temenin. Lo mau apa pun gue beliin. Ini balesan lo buat gue? Lo mau hasut nyokap gue biar simpatik sama lo?"

Air mata Jella sudah tidak Gentar pedulikan lagi. Cewek di depannya ini licik sekali. Ia tidak mengerti kenapa Jella bisa memiliki sifat yang tidak pernah ia duga sebelumnya.

"Sekarang lo mau apa dari gue? Nikahin lo? Jadi ayah dari janin yang lo kandung?" cecar Gentar.

"Gue nggak mau!" lanjutnya tanpa mau mendengar jawaban dari Jella.

"Bungsu, pelan-pelan ngomongnya ya? Jangan kaya gitu, kasihan Jella," ucap Bunda meraih tangan Gentar untuk digenggam. Bunda menatap penuh permohonan agar anak bungsunya itu mau meredam emosinya.

"Bunda," panggil Gentar mulai frustrasi bundanya masih baik kepada Jella. Padahal masa depan anak bungsunya sedang berusaha dihancurkan oleh cewek itu.

"Kita obrolin baik-baik ya. Semuanya duduk dulu biar enak ngobrolnya," suruh Bunda pada mereka semua.

Bunda menyuruh Gentar duduk di sampingnya, dan Jella duduk di single sofa. Sementara Ganang, Fiki, dan Adi duduk satu sofa.

"Di sini Bunda posisinya netral ya, Bunda nggak akan memihak siapa pun. Bunda mau minta kejujuran dari kalian berdua," ucap Bunda sebelum membahas inti masalah yang ada.

"Sekarang Bunda mau tanya dulu sama Jella. Apa bener Gentar udah tidur sama kamu? Kamu yakin Gentar berani macem-macem sama kamu, hm?" Bunda bertanya dengan halus, berusaha untuk tidak menyakiti perasaan Jella.

Cewek itu menganggukkan kepalanya. Yakin dengan pengakukan yang ia katakan saat datang ke rumah ini. Tadi Jella memohon-mohon pada Bunda agar Gentar mau bertanggung jawab atas janin yang dikandungnya.

"Jella ada bukti kok kalo Gentar beneran tidur sama Jella malam itu," ucap Jella sembari mengeluarkan ponselnya dari dalam slingbag yang ia pakai.

Bunda, Ganang, Fiki, dan Adi sontak saling pandang, karena terkejut. Mereka tidak tahu kalau Jella memiliki bukti tersebut. Sementara Gentar santai-santai saja.

"Nggak usah panik, Gen. Lo nggak salah jadi tenang aja," ucap Gentar dalam hati yang ia tujukan pada dirinya sendiri.

Jella memberikan ponselnya yang memperlihatkan beberapa foto dari cctv di dalam unit apartemennya. Di foto-foto itu terlihat jelas kalau Gentar memang tidur di bawah selimut yang sama dengan Jella.

"Kamu ada rekamannya?" Bunda belum puas dengan bukti itu.

"Jella udah nggak punya," cicit Jella.

Gentar berdecih pelan. "Lo sengaja ilangin kan rekamannya biar nggak ada bukti yang bisa nyangkal tuduhan lo?"

"Enggak, Gentar, aku serius. Aku udah nggak punya rekamannya, aku cuma punya foto-foto ini doang." Jella membela diri.

"Nggak mungkin lo bisa punya fotonya tapi rekamannya nggak punya. Udahlah, Jel, jujur aja lo cuma mau fitnah gue kan?" ucap Gentar sembari menuding Jella dengan telunjuknya.

"Siapa sih yang fitnah kamu? Malam itu kamu di bawah pengaruh alkohol kan? Kamu pasti nggak sadar udah tidur sama aku!" sahut Jella mempertahankan opininya.

"Berhenti!" tegas Bunda pusing mendengar mereka berdua sahut-sahutan terus.

"Bisa enggak kalian hargain usaha Bunda yang mau bantu cari jalan tengahnya?"

"Maaf, Bunda," ucap Gentar ketika mendengar nada bicara Bunda yang sedikit lebih tegas dari beberapa saat yang lalu.

"Bunda percaya kan sama Jella? Ini buktinya asli kok, Bun, Jella sama sekali enggak merekayasa. Tapi memang rekamannya Jella udah nggak punya," ucap Jella berusaha mendapatkan kepercayaan dari Bunda.

"Bunda terima buktinya," balas Bunda. Wanita paruh baya itu kemudian menoleh ke arah putra bungsunya.

"Bunda minta kamu jujur. Malam itu kamu kenapa berani ke kelab dan minum alkohol hingga terjadi seperti ini? Ayah, Bunda, sama abang kamu nggak pernah loh ngajarin kamu mabuk-mabukan kaya gitu," ucap Bunda.

"Gentar khilaf, Bun. Gentar kalut banget malam itu."

"Sekalut-kalutnya kamu, kamu nggak akan berani makan omongan kamu sendiri, Gentar," sahut Bunda. "Dulu kamu bilang sendiri kan nggak akan pernah dateng ke tempat kaya gitu?"

"Gentar salah, Gentar minta maaf ya Bunda."

Bunda menghela napas berat. "Tapi apa kamu yakin beneran nggak macem-macem sama Jella?"

Gentar menggeleng dengan bersungguh-sungguh. "Gentar nggak berani macem-macem sama cewek mana pun kalo belum sah, Bunda."

"Tapi kamu malem itu nggak sadar, Gen!" protes Jella.

"Lo—" Gentar tidak jadi melanjutkan ucapannya, ia melampiaskan kemarahannya dengan menghantamkan kepapan tangannya pada sandaran sofa.

Mereka terhenyak saat Gentar marah seperti itu. Tidak ada satu pun yang berani menegurnya. Bunda pun memilih untuk diam, tidak melanjutkan introgasinya.

Gentar tiba-tiba bangkit, menunjuk Jella dan berkata, "Itu kesalahan lo, sama sekali nggak ada hubungannya sama gue. Jadi jangan seret gue lebih jauh lagi."

"Bungsu kamu mau ke mana?" Bunda bertanya saat Gentar melangkah pergi ke luar rumah.

"Maaf, Bun, Gentar udah cape banget," jawab Gentar tanpa berhenti saat bundanya mengejar sampai depan rumah.

"Biar kami kejar, Bun," ucap Fiki lalu berjalan menuju motornya.

"Nanti kalo ada sesuatu langsung kabarin Bunda ya." Bunda tampak khawatir Gentar akan melakukan hal di luar batasnya lagi. Emosinya sedang tidak bisa diatur.

Bunda menoleh ke arah Jella yanh berdiri di sampingnya. "Kamu di sini dulu, nanti Bunda carikan tempat tinggal sementara buat kamu."

"Jella mau ke apartemen aja, Bunda."

"Kalau orang tua kamu nyamperin ke sana gimana?"

Jella tersenyum tipis. "Nggak pa-pa. Jella nggak mau repotin Bunda."

"Maaf ya, Nak, kalau Gentar ada salah sama kamu. Mulai sekarang kalo ada apa-apa hubungi Bunda, jangan Gentar ya?"

"Maksud Bunda, Jella nggak boleh ketemu sama Gentar lagi?"

Bunda dengan berat hati menganggukkan kepalanya. "Maaf ya, Nak. Kalau memang janin yang dikandungan kamu itu calon cucu Bunda, Bunda akan bertanggung jawab atas nama Gentar," katanya.

To Be Continue

Jella enaknya diapain ya?

Udah mulai bosen belum ketemu Jella terus? Mau hilangin Jella bareng-bareng nggak?

Oiya, mohon apresiasi cerita ini dengan vote, komen, dan share ya! Terima kasiiiiii💘

Anw, ada yang suka NCT/Wayv nggak nih readers GENTAR?

Continue Reading

You'll Also Like

ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.1M 110K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
4.4M 428K 53
[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] SEBAGIAN PART TELAH DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN😈 Argos, geng legendaris yang saat ini sedang dipimpin oleh R...
477K 57.6K 62
[Follow dulu oke.] #9 in wattpad indonesia Spin of Asterlio Bagi Aurora, Tanzil adalah segalanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menghentikan sem...
2.3M 77.8K 44
FOLLOW SEBELUM MEMBACA! NEW VERSION Cerita lengkap sudah tersedia di aplikasi Icannovel Darrel Alvaro Zaydan, siapa yang tidak mengenalnya? Dia adal...