Arshan Gentala [End]

By Anurayyan

427K 28.5K 2.8K

⚠️Mampir aja dulu, sapa tau suka⚠️ Genre: #FiksiRemaja #Humor #Fantasi ••• Rank in 2 #humor Rank in 1 #fiksiu... More

00||00
00||01
00||02
00||03
00||04
00||05
00||06
00||07
00||08
00||09
00||11
00||12
00||13
00||14
00||15
00||16
00||17
00||18
00||19
00||20
00||21
00||22
00||23
00||24
00||25
00||26
00||27
00||28
00||29
00||30
00||31
00||32
00||33
00||34
00||35
00||36
00||37
00||38
00||39
00||40
00||41
00||42
00||43
00||44 End?
Extra Part 01
Extra Part 02
Extra Part 03
Extra Part 04
Extra Part 05
Extra Part 6

00||10

11.9K 921 78
By Anurayyan

PART 10

Bolos sekolah

•••

  Setelah jam istirahat berakhir, semua siswa siswi  kembali ke kelas mereka masing-masing.

  Biasanya setelah istirahat, para siswa siswi akan masuk ke kelas lebih dulu untuk menunggu guru mata pelajaran, dan tentunya masih ada waktu beberapa menit untuk bersantai. Namun tidak untuk para penghuni kelas XI Ipa 4 yang dibuat dongkol karena sang guru sudah anteng di tempat duduknya seolah menyambut kedatangan mereka.

  Saat semua sudah masuk ke dalam kelas dengan perasaan mendung, di sertai dengan petir berupa sumpah serapah (sungguh berdosa sekali anak-anak ini) guru pun memulai pembelajaran.

"Sekarang buka halaman 178, di situ ada soal sepuluh nomor, saya akan menjelaskan cara penyelesaiannya, setelah itu kalian kerjakan sendiri soal sepuluh nomor tersebut," jelas Bu Dewi membuat mereka semua ingin melempar guru itu keluar kelas.

  Menurut mereka, guru matematika seperti bu Dewi itu sangat menyebalkan, pasalnya, setiap masuk selalu memberi tugas. Masih untung hari ini hanya sepuluh nomor, biasanya paling dikit dua puluh nomor. Gimana nggak dongkol coba!

"Yahh... Bu, biarin kita nyantai dulu napa," celetuk Mars dengan tampang memelas.

"Saya heran sama kamu Mars, kenapa selalu mengeluh setiap mulai belajar, padahal kamu itu salah satu siswa pintar di kelas ini."

"Saya kayak gini cuma dimata pelajaran ibu doang."

"Yasudah, silahkan keluar jika tidak suka dengan mata pelajaran saya."

"Bukan mata pelajarannya yang saya nggak suka Bu, tapi Ibu."

"Mars!"

"Hehe... becanda Bu, saya mah suka banget sama Ibu."

"Sekali lagi kamu bicara, saya pastikan kamu tidak akan mengikuti mata pelajaran saya selama lima kali pertemuan."

  Mars yang mendengar itu melotot, segera mengatupkan bibirnya rapat-rapat, bisa tidur di luar dia kalo sampe emaknya tahu.

  Setelah suasana sudah tenang, Bu Dewi kembali membahas materi tadi, dan menjelaskannya secara rinci.

"Apa kalian mengerti?"

"Mengerti Bu," jawab mereka serempak.

"Bagus, berhubung ibu sudah menjelaskan soal nomor satu sampai tiga, sekarang ibu mau salah satu diantara kalian untuk mengerjakan soal nomor empat di papan tulis, ada yang bisa?"

  Senyum Bu Dewi merekah melihat Athaya mengangkat tangannya.

"Silahkan Athaya."

"Eh, maksudnya saya mau izin ke toilet Bu, bukan mau ngejawab." Athaya tersenyum kikuk. Sedangkan Bu Dewi mendatarkan ekspresinya.

"Yasudah, sana." Athaya pun segera keluar dari kelas.

"Jadi? Siapa yang bisa menentukan hasilnya?" Tanya Bu Dewi lagi setelah kepergian Athaya.

"Iya, silahkan Ghafi."

   Senyum Bu Dewi kembali merekah tatkala Ghafi mengangkat tangan, ia yakin muridnya yang satu itu pasti akan menjawab dengan benar, karena Ghafi merupakan salah satu siswa unggulan di SMA Gerpati yang tak perlu diragukan lagi.

"Saya izin ke toilet Bu."

  Untuk kedua kalinya Bu Dewi diberi harapan yang membuatnya ingin menyeburkan kedua siswanya itu ke got.

"Yasudah, sana keluar!" Ketusnya, sudah kepalang kesal.

"Mars, kamu saja yang kerjakan!"

"Lah." Mars pun naik ke depan dengan wajah di tekuk.

  Sedangkan di dalam toilet, seorang gadis sedang menatap dirinya di pantulan cermin, memikirkan pernikahannya dengan Arshan yang akan dilaksanakan minggu depan.

  Jujur, dirinya belum siap jika harus menjadi seorang istri diusia muda, apalagi harus mengurus suami dan juga sekolahnya, ditambah lagi dirinya harus menikah dengan cowok yang tidak ia cintai.

  Apa bisa ia mencintai Arshan setelah menikah? Sedangkan di hati kecilnya masih mengharapkan dia.

"Harusnya waktu itu gue nanya nama Lo siapa, biar gue bisa cari Lo," katanya, sembari menatap gelang berbandul A yang ia keluarkan dari saku bajunya.

"Lo alasan kenapa gue nggak bisa buka hati buat cowok lain, bahkan untuk Ghafi sekalipun."

"Padahal pertemuan kita waktu itu singkat banget, umur kita juga masih terbilang anak-anak, tapi perasaan gue sulit buat gue hilangin cuma karena pertemuan yang nggak disengaja itu, bahkan sampai sekarang gue berharap bisa ketemu sama Lo lagi."

  Athaya tersenyum miris mengingat anak cowok yang dulu menolongnya. Masih terekam jelas saat anak laki-laki itu menangis, dan mengaduh kesakitan saat ia tak sengaja menyentuh salah satu lebam di tubuhnya.

  Dan entah kenapa, Athaya merasa jika dia mirip seperti Arshan. Atau memang... tidak! Athaya menggeleng dan segera memasukkan gelang tadi ketempatnya, dan bergegas keluar dari toilet.

  Tepat saat dirinya membuka pintu toilet, tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan kehadiran Arshan yang menyembulkan kepalanya.

"Astagfirullah, monyet," refleknya, membuat Arshan mendengus.

"Mana ada monyet seganteng gue."

"Dih, sejak kapan Lo narsis gitu."

"Emang gue ganteng kok."

"Iyyain."

"Lo ngapain di toilet, kok lama banget?" Arshan memicing curiga.

  Athaya yang melihat Arshan seperti itu memutar bola matanya malas, ingin melangkah pergi, namun Arshan menahannya.

"Jawab dulu."

"Males ah, lagian suka-suka gue lah mau lama atau enggak."

"Oh." Arshan pun hanya merespon singkat, yang malah membuat Athaya semakin kesal.

"Dih, lagian tuh ya, harusnya gue yang nanya, Lo ngapain di toilet cewek, hah!"

"Atau jangan-jangan Lo mau ngintip?!" Tudingnya, menatap Arshan penuh curiga.

"Gak minat sama sekali, tapi...." Arshan sengaja menggantung ucapannya, sedikit memajukan wajahnya ke arah gadis itu.

"Tapi apa?" Tanya Athaya, kepo.

"Kalau ceweknya kamu, aku mau."

  Athaya melotot. "Arshan sialan!" Ia memberi pukulan beruntun pada bahu cowok itu.

  Bukannya kesakitan, Arshan malah tertawa lepas melihat pipi Athaya memerah. Sangat menggemaskan! Ingin rasanya ia menggigit pipi itu.

"HEH! APA YANG KALIAN LAKUKAN BERDUA DI ISITU!"

  Arshan yang semula tertawa, langsung berhenti, begitupun dengan pergerakan Athaya.

  Kompak keduanya menoleh kesumber suara, "Mampus." Bu Beti berdiri di sana dengan membawa rotan.

"Gue hitung sampai tiga, habis itu kita lari," bisik Athaya pada Arshan saat melihat guru BK tersebut berjalan ke arah mereka dengan mata melotot.

"Satu... dua... LARIIII."

"Lah, bukannya sampai tiga ya?"

"LARI AR! LARI." Athaya berlari meninggalkan cowok itu.

  Satu fakta lagi yang baru Athaya tahu, selain mesum, ternyata Arshan juga punya sisi lemot.

  Dengan tampang bingungnya, Arshan berlari menyusul Athaya. Mereka berlari tak tentu arah, bahkan tanpa sadar sudah mengelilingi sekolah yang luasnya bukan main.

  Keduanya terus berlari sampai akhirnya berhenti di parkiran saat sadar jika Bu Beti tak lagi mengejar.

"Huh... capek banget."

  Dengan nafas ngos-ngosan, Athaya membungkuk, lalu meletakkan kedua tangannya di atas lutut untuk menopang bobot tubuhnya.
 
  Begitupun dengan Arshan yang terus memperhatikan gadis cantik di depannya yang dibanjiri keringat.

  Athaya yang merasa diperhatikan, mendongak, dan matanya langsung bertubrukan dengan bola mata berwarna coklat milik Arshan.

"L-lo ngapain natap gue kayak gitu?"

"Eh." Tiba-tiba Athaya diserang rasa gugup saat Arshan mendekatkan wajahnya, menyisakan jarak tipis di antara mereka berdua, bahkan hidung mereka nyaris bersentuhan.

  Dan ucapan berikutnya dari cowok itu lagi-lagi membuatnya melotot. Lama-lama matanya akan keluar jika terus menerus bersama Arshan.

"Lo butuh nafas buatan nggak?"

Plak!

  Athaya menampar bahu cowok itu cukup keras, membuat sang empu meringis.

"Mesum Lo!"

"Sama Lo doang."

"Bodo."

"Athaya," panggil Arshan.

"Apa," Athaya menjawab dengan malas.

"Bolos yok."

"Ayok!" Secepat itukah mood perempuan berubah? Kenapa tiba-tiba sangat semangat.

"Tumben nggak nolak?"

"Malas ketemu bu Beti. Udah ah, ayok."

"Eh, bentar-bentar."

"Apalagi?" Arshan menatap gadis di depannya yang memicing ke arahnya.

"Kenapa?" Ia bertanya dengan alis berkerut.

"Lo nggak bakal ngapa-ngapain gue kan?" Tudingnya.

  Dengan tersenyum paksa, Arshan menjawab,"Enggak Athaya, gue cuma pengen bawa Lo kesuatu tempat."

"Tempat? Di mana?"

"Rahasia."

  Ingin rasanya Athaya menceburkan Arshan ke dalam oli.

"Nggak usah cemberut gitu, nanti juga Lo tau. Mendingan sekarang Lo pantau sekitar, biar gue yang dorong motor sampai keluar gerbang."

"Iya!" Ketusnya, melakukan apa yang cowok itu perintahkan.

  Keduanya mengendap endap agar tidak ketahuan, dan kebetulan sekali, satpam sekolah sedang tertidur pulas.

  Arshan mendorong motornya dengan Athaya yang mengekor di belakang.

"Huuu untung nggak ketahuan," kata Athaya, merasa legah setelah berhasil keluar dari pekarangan sekolah.

"Eh," Athaya terkejut saat Arshan menariknya dan langsung memakaikannya helm.

"Cantik."

  Dan satu kata itu berhasil membuat pipinya memanas. Athaya buru-buru naik ke jok belakang sebelum cowok itu melihat rona merah dipipinya.

  Tanpa Athaya ketahui, Arshan sudah sadar lebih dulu kalau gadis itu sedang blushing. Ah, gadisnya sangat menggemaskan. Ia jadi tak sabar ingin melihat reaksi gadis itu saat mengetahui semuanya.

"Kenapa diam? Motornya mogok?" Bingung Athaya saat Arshan tak kunjung menghidupkan mesin motornya.

"Kayaknya ada yang kurang."

"Hah? Apaan? Handphone, tas, kunci motor---"

"Bukan," potong Arshan cepat.

"Terus apa?"

"Peluk."

"Hah?"

"Peluk, kayak gini," ia melingkarkan kedua tangan gadis itu di perutnya.

"Ih, nggak mau," Athaya menarik tangannya dari sana.

"Kalau gitu kita nggak jadi pergi."

"Yaudah, nggak usah."

"Yaudah, turun, gue mau masukin motor gue lagi."

"Kok gitu! Udah capek-capek bolos, masa nggak jadi!"

"Bodo."

  Mendengar nada ketus cowok itu membuat Athaya mencoba untuk sabar, tarik nafas, lalu tersenyum, tak lupa membantin, mengabsen semua hewan di kebun binatang.

  Dengan keterpaksaan akhirnya Athaya perlahan melingkarkan tangannya di perut Arshan.

"Nah, gitu kan enak."

"Sabar Athaya, sabar, nggak usah direspon, diem aja, diem."

"Athaya."

"Apalagi sih!"

"Manggil aja, takutnya Lo tidur karena nyaman meluk gue."

"Bacot!"

  Sepertinya hari ini mood Athaya benar-benar anjlok!

•••


Continue Reading

You'll Also Like

7.3M 404K 48
⚠️FOLLOW DULU SEBELUM BACA! ⚠️Rawan Typo! ⚠️Mengandung adegan romans✅ ⚠️Ringan tapi bikin naik darah✅ Neandra Adsila gadis cantik yang berasal dari d...
1M 6.4K 14
Berisi cerita pendek dengan tokoh yang berbeda-beda! ⚠️Mature content with a sex, deep kiss, and vulgar words⚠️ ⚠️Setiap cerita bisa membuatmu sange...
238K 15.4K 53
Ini tentang seorang anak perempuan yang hidup tapi berkali-kali dimatikan, anak perempuan yang mentalnya dihancurkan oleh keluarganya sendiri, dan an...
179K 20.4K 74
Ini Hanya karya imajinasi author sendiri, ini adalah cerita tentang bagaimana kerandoman keluarga TNF saat sedang gabut atau saat sedang serius, and...