Ebulisi

By Amaranteya

2K 596 120

Rui sangat suka bergaul, sedang Sra hanya suka tebar-tebar senyum. Beda lagi dengan Kla yang suka melayangkan... More

Prakata
Prolog: Makhluk Menyeramkan
Babak Pertama
1. Allah Itu Kejam?
2. Bibit Rasisme
3. Teguran Kecil
5. Pamer Kebaikan
6. Tuhan Semesta Alam
7. Berkiblat pada Semesta
Babak Kedua
8. Lebih Baik Bodoh
9. Tidak Cukup Muda
10. Bando Pink Pari
11. Kosong yang Penuh
12. Anak Ajaib
13. Drama
14. Kritisi
15. Seperti Mau Mati
Babak Ketiga
16. Proses yang (Sedikit) Gila
17. Keramaian
18. Langgam Rahayu
19. Jangan Terlalu Jenius
20. Bagus, Begitu?
21. Surat dari Konstantine
22. Asma' Wa Shifat

4. Teman Sebangku

89 28 7
By Amaranteya

Anak perempuan berbando pink itu tak henti berceloteh pada Illiya juga Haidar. Sibuk menceritakan bagaimana aksi si kembar tiga sore tadi. Katanya, Sra paling keren, sedangkan Kla dan Rui tak henti dicibir. Padahal, itu juga karena membela dirinya. Dasar!

Pari duduk di samping Illiya di sofa panjang, sedangkan Haidar duduk sendiri di sofa single. Sementara itu, Rui, Sra, dan Kla kompak duduk di atas karpet. Menonton TV serial kesukaan dengan khidmat.

"Lain kali, lebih tenang jika menghadapi orang seperti itu, ya?" pinta Haidar pada tiga putranya.

"Pari dibentak," celetuk Kla, "Papa bilang, kita harus melindungi perempuan, kan?"

Haidar menggeleng beberapa kali. "Memang betul, tapi kalau bisa diselesaikan dengan baik-baik, kenapa harus dengan urat?"

"Denger, tuh!" Dalam rangkulan Illiya, Pari ikut mengompori. Omong-omong, sudah dua jam Pari berada di sana. Tandanya, di rumah Mbak Iyah juga tengah bersantai.

Decakan lolos dari bibir Kla. Dia lantas melirik Pari tajam. "Aku nggak bakal bantu kamu lagi."

Anak itu bangkit, mengubah posisi duduk jadi di samping Sra, jarak terjauh dari Pari. Setelahnya, ia bungkam. Melihat itu, Pari mengedikkan bahu tak acuh.

"Andai Qabil sama Habil bicara baik-baik, pasti Habil nggak akan dibunuh Habil ya, Ma?" Sra menoleh, mendongak agar bisa menangkap fitur wajah Illiya yang hanya tampak mata.

Pari mengerjap polos. "Siapa itu Qabil dan Habil?"

Omong-omong, Pari bukan orang Islam. Dia selalu pergi ke gereja dengan sang papa tiap hari Minggu, jika ayahnya di rumah tentu saja. Jika tidak, biasanya ia ditemani Mbak Iyah dan ditunggui sampai selesai di luar gereja. Mbak Iyah muslim. Tiap Minggu sore pun ada guru agama yang datang untuk mengajar Pari dasar-dasar kekristenan.

"Qabil dan Habil itu anaknya Nabi Adam. Manusia pertama yang orang Islam percaya," sahut Sra. Dia juga sudah ikut fokus pada Pari, bukan lagi pada televisi.

"Terus kenapa Qabil membunuh Habil? Habil berbuat salah?" Layaknya anak pada umumnya, rasa penasaran Pari sangat besar.

"Bukan, itu karena Qabil iri pada Habil yang punya istri cantik."

Pari tak langsung menjawab, ia jadi ingat perlakuan teman-teman sekelas padanya. "Jadi, teman-teman nggak suka sama aku karena aku cantik? Mereka iri. Kan kata Kla aku cantik."

Mati-matian Illiya dan Haidar menahan tawa. Kejujuran Pari bahkan sukses membuat Kla mendesis.

"Aku bilang kamu jelek!" sentak anak itu. Tangannya sudah berkacak pinggang dalam posisi duduk bersila.

"Dasar pikun!" cibir Pari, "tapi benar kan, Bibi Illiya? Berarti mereka iri sama Pari karena Pari cantik, kan?"

Surai pirang Pari dielus Illiya lembut. "Mungkin saja."

Muka Kla memerah sampai telinga. Namun, ia masih bisa diam.

"Mama, gimana sama pertanyaan Sra?"

Hampir lupa Illiya dibuat jika Sra tidak mengingatkan.

"Bisa jadi, Sra. Intinya, apa pun yang diusahakan secara damai akan lebih baik daripada dengan kekerasan. Namun terlepas dari itu, kisah Qabil dan Habil, bagaimanapun memang sudah ditakdirkan demikian oleh Allah, dikehendaki oleh-Nya agar kita dan semua orang bisa belajar dari sana."

Sra mengangguk paham, begitu juga dengan Rui dan Kla yang sejak tadi juga mendengarkan, meski Kla masih kesal.

Pukul 20.30 WIB, Pari sudah menguap. Kantuknya semakin menjadi, apalagi hari ini cukup melelahkan.

"Pari mau pulang sekarang. Ngantuk." Anak perempuan itu bangkit dari sofa dan siap menyalami punggung tangan Illiya juga Haidar.

"Siapa yang mau mengantar Pari?" tanya Illiya pada tiga putranya, tetapi nihil, semuanya diam. "Kla? Biasanya kamu yang mengantar Pari pulang."

"Malas!" tekan Kla.

Pari cemberut.

"Ya udah, aku aja. Yuk!" Semangat Rui bangkit dari posisi duduk lesehan. Menepuk pelan celana pendek, seakan ada debu yang menempel. Padahal, rumah mereka itu super bersih berkat Illiya, juga kerja sama yang lain.

Tanpa aba Pari menarik tangan Rui, mengajaknya pergi. Tepat saat melewati Kla yang sengaja menyelonjorkan kaki, Pari ikut sengaja menendang, cukup keras. Tak lupa, ia menjulurkan lidah untuk mengejek Kla yang meringis.

Sekali lagi, Illiya dan Haidar dibuat tak habis pikir dengan tingkah anak-anak itu.

Saat keduanya hilang di balik pintu, Haidar menatap Kla penuh arti, tersenyum miring. "Jadi, Pari itu cantik, Kla?"

Kla membalas singkat, "Nggak, ngg--"

Santai Sra memotong, "Nggak salah maksud Kla, Pa."

Suara tawa memenuhi ruangan bercat putih tersebut.

-o0o-

Pagi ini, Sra memastikan tidak melupakan pesanan Pari untuk membawa buku Hansel and Gretel. Memasukkannya ke dalam tas sebelum menentengnya ke ruang makan. Kla dan Rui sendiri sudah lebih dulu keluar kamar.

Tak banyak yang berbeda pagi ini, mereka sarapan bersama sebelum pamit pada Illiya untuk berangkat, baik ke sekolah maupun ke kantor untuk Haidar. Sedikit yang berbeda hanya ... Pari sudah menunggu di depan gerbang, tak ada lagi drama teriak-teriak memanggil anak itu.

"Kla?" panggil Pari, menyadari anak itu sama sekali tak melihat ke arahnya sejak ikut naik mobil.

Sedang Haidar mulai menginjak gas, Kla tak juga membalas. Ia hanya melipat tangan di depan tubuh dan memandang ke luar jendela, mengamati sisi kiri jalan.

"Kla!" Suara Pari semakin terdengar seperti rengekan. "Ish!"

"Dia masih marah sama kamu," celetuk Rui dari bangku depan tanpa menoleh sedikit pun.

Setelah mendengkus kecil, Pari beralih pada Sra yang duduk tepat di sebelahnya. Anak itu sudah sibuk mengorek isi tas.

Diangsurkannya buku kepada Pari. "Jangan lupa dikembalikan."

Mata Pari berbinar seketika, mengamati buku tersebut bak mendapatkan barang berharga. Pari bahkan sampai memeluk buku tersebut. "Sip, hari Minggu aku kembalikan."

Setelah memasukkan buku ke dalam tas birunya, Pari beralih pada Haidar. "Uncle, besok pagi Daddy pulang, katanya, Uncle Haidar sama Bibi Illiya diundang makan malam besok."

Memutar kemudi di belokan, Haidar membalas, "Wah, pasti kami datang. Pari dibawakan apa kali ini?"

Sudah biasa, tiap ayahnya pulang, Pari pasti heboh bercerita pada oleh-oleh yang dia terima. Terakhir kali, ia mendapat sepeda baru, hanya saja, tak sering dipakai. Anak itu terlalu sibuk mengikuti les ini-itu. Balet empat kali seminggu, les piano tiap hari Jum'at, dan kadang ada guru privat yang datang ke rumah untuk membantunya belajar. Pari hanya memiliki sedikit waktu untuk bermain. Jikapun semua kegiatannya libur, Pari akan lebih memilih membaca dongeng atau menghabiskan waktu di rumah si kembar.

Namun, untuk ukuran anak kecil, Pari jarang sekali mengeluh. Baginya, itu cukup menyenangkan, meski kadang kala juga jenuh.

"Buku dongeng yang banyak." Wajah anak itu semringah, ujung-ujung bibirnya tertarik tinggi ke atas. "Tapi bukan Hansel and Gretel. Kalau buku itu, pinjam aja sama Sra."

"Loh, kenapa begitu, Pari?" Haidar terus menanggapi celotehan anak perempuan itu. Sungguh seperti anaknya sendiri.

"Suka aja, Uncle."

"Paling dia suka lihat tulisan Kla di belakang buku, Pa." Rui sengaja menoleh ke belakang, menaikturunkan alis beberapa kali. Sedang, bibirnya menyunggingkan senyum jahil.

Haidar terkekeh.

"Nggak, kok," kilah Pari, "buat apa lihat tulisan Kla yang jelek? Masih bagus tulisan aku, tau."

Kla menggerakkan bibir, tanpa suara seolah menirukan Pari berbicara.

"Pari jadi malu, Rui." Sra ikut terkikik, jarinya menunjuk pipi porselen Pari. "Lihat, pipinya merah."

Pecah sudah tawa Haidar hingga sampai di sekolah anak-anak. Kenapa mereka masih begitu menggemaskan di matanya?

"Ya sudah, sana. Belajar yang rajin. Ingat kata Papa ...."

"Iya," potong Kla cepat, "nanti aku buat Pari nangis."

Sangat tipikal Eero Kla.

Pari langsung berkacak pinggang, menatap Kla tajam. "Apa kamu?!"

Sebagai balasan, Kla hanya mengedikkan bahu tak acuh, lalu pergi lebih dulu meninggalkan yang lain.

"Ayo!" Sra menyusul, diikuti yang lain dengan hentakan kecil Pari.

Di depan ruang kelas empat, mereka berhenti, bahkan Pari ikut masuk dengan santai. Memperhatikan Kla yang tampak mematung di samping bangkunya. Ada anak perempuan duduk di sana, tampak asing.

Kla menunjukkan ekspresi tak suka.

"Halo," sapa anak itu dengan senyum cerah, lantas mengulurkan tangan. Sayangnya, Kla tak kunjung menyambut. Sedikit malu anak itu melanjutkan, "Aku Gardenia, baru pindah hari ini."

Kla benar-benar tidak peduli. Alih-alih ikut memperkenalkan diri, ia justru berujar, "Ini tempat aku."

"Ish, Kla jahat banget," bisik Pari pada Rui. Sayang, suaranya masih terdengar jelas di telinga Kla, membuat anak lelaki itu melirik tajam.

Gardenia juga mendengarnya. Suara Pari terlalu keras untuk bisa disebut bisikan. Alhasil, ia ikut mengalihkan pandangan ke depan kelas. Matanya membulat. "Wah, kalian kembar."

Sra menyunggingkan senyum, mengangguk.

"Kami kembar tiga," jawab Rui ramah.

"Bisa minggir? Aku mau duduk." Sebelah alis Kla terangkat.

Anak perempuan berambut hitam ikal itu segera bergeser, memberi ruang agar Kla bisa lewat. "Maaf. Tadi ada yang bilang bangku sebelah kamu kosong. Jadi, aku duduk di sini."

Kla hanya bergumam sebelum menelungkupkan kepala di lipatan tangan.

"Yang sabar ya, jadi chairmate dia. Dia galak." Pari berucap agak lirih, lalu beralih pada Rui dan Sra di sampingnya sebelum pergi. "Aku ke kelas dulu. Dah, Sra, Rui."

"Gardenia, kalau kamu mau, kita bisa tukar tempat duduk." Rui menunjuk salah satu bangku paling depan. "Di situ tempat dudukku."

Gelengan pelan diberikan Gardenia. "Nggak deh, terima kasih. Aku nggak biasa duduk di dekat guru."

Tanpa ada yang tahu, Kla meringis sebal. Ia sudah nyaman duduk sendirian.

-o0o-

Si Kla mah gitu🙂

Amaranteya

20th of August 2022

Continue Reading

You'll Also Like

6.5M 567K 72
|| FiksiRemaja-Spiritual. || Rabelline Maheswari Pradipta. Wanita bar-bar, cuek dan terkadang manja yang terpaksa masuk pesantren sang kakek karena k...
121K 9.5K 38
"Yayah! Mau kan jadi Yayah benelannya Aila?" tanya Aira dengan begitu gemas. Fadhil tersenyum lembut sambil mengusap puncak kepala gadis kecil di gen...
253K 15.1K 43
FOLLOW TERLEBIH DAHULU!! SEBELUM BACA! 📌 Dilarang untuk plagiat karena sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha melihat. kisah ini menceritakan...
2.8M 188K 40
[ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴜʟᴜ sᴇʙᴇʟᴜᴍ ʙᴀᴄᴀ!] ʀᴏᴍᴀɴᴄᴇ - sᴘɪʀɪᴛᴜᴀʟ "Pak Haidar?" panggil salah satu siswi. Tanpa menoleh Haidar menjawab, "Kenapa?" "Saya pernah menden...