Arshan Gentala [End]

Af Anurayyan

428K 28.5K 2.8K

⚠️Mampir aja dulu, sapa tau suka⚠️ Genre: #FiksiRemaja #Humor #Fantasi ••• Rank in 2 #humor Rank in 1 #fiksiu... Mere

00||00
00||01
00||02
00||03
00||05
00||06
00||07
00||08
00||09
00||10
00||11
00||12
00||13
00||14
00||15
00||16
00||17
00||18
00||19
00||20
00||21
00||22
00||23
00||24
00||25
00||26
00||27
00||28
00||29
00||30
00||31
00||32
00||33
00||34
00||35
00||36
00||37
00||38
00||39
00||40
00||41
00||42
00||43
00||44 End?
Extra Part 01
Extra Part 02
Extra Part 03
Extra Part 04
Extra Part 05
Extra Part 6

00||04

15.5K 1.1K 89
Af Anurayyan

PART 04

Rasanya Jadi Ghafi

•••

  Hari ini, Arshan sedang bersiap di kamarnya untuk pergi ke sekolah. Sebelum turun ke bawah, ia menatap pantulan dirinya di cermin.

  Sangat aneh menurutnya. Penampilan seperti ini bukanlah dirinya. Saat berada di raga aslinya ia berpakaian layaknya badboy, bukan nerdboy seperti sekarang.

  Tapi mau bagaimana lagi, ini sudah kesepakatan bersama. Setelah kemarin ia tertidur berdua dengan Athaya, mereka lanjut membahas tentang Ghafi. Dan ia setuju untuk memulai kesehariannya sebagai Ghafi.

  Sebenarnya Arshan ragu, ia tak yakin jika bisa bertahan lama. Apalagi mendengar cerita Athaya yang mengatakan jika Ghafi selalu dirundung oleh anak-anak sekolah.

"Pagi Mi, Pi." Arshan menyapa kedua orangtuanya dengan kaku.

"Pagi anak gantengnya mami."  Elvisyah tersenyum cerah pada putranya.

"Pagi Son." Begitupun dengan Yudha.

"Selai coklat, Mi." Ia memberi tahu saat Elvisyah ingin memberi selai pada rotinya.

"Loh, bukannya kamu suka stroberi ya?"

"Pengen coba yang coklat," jawabnya kikuk, lagi-lagi menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

  Elvisyah hanya mengangguk saja, lalu memberikan roti dengan selai coklat pada putranya.

"Makasih, Mi."

"Sama-sama, sayang."

  Mereka pun makan dengan tenang tanpa ada yang bersuara. Arshan menikmati rotinya dan meneguk susunya hingga tandas. Hari ini benar-benar sangat berbeda dari hari-harinya yang dulu. Dulu sangat buruk dan suram.

  Bertepatan saat mereka selesai makan, bel mansion berbunyi.

Tingg....

"Kayaknya Athaya udah datang, kalau gitu Ghafi berangkat dulu ya Mi, Pi." Ia tahu jika itu Athaya, karena gadis tersebut baru saja mengirimkan pesan.

  Arshan mencium tangan Elvisyah dan mengecup pipi wanita itu atas inisiatifnya sendiri. Rasanya sangat menyenangkan memiliki seorang ibu. Dan ia beruntung bisa menempati raga ini.

  Berganti pada Yudha, ia sempat mematung saat pria yang menjadi papinya itu menepuk pelan kepalanya.

  Ingatannya seketika terpusat pada sang Ayah, Kin. Apa mungkin ayahnya sedih atas kepergiannya? Atau mungkin sangat senang karena ia sudah pergi. Bukannya itu yang ia mau? Jadi Arshan tidak perlu lagi muncul dihadapan ayahnya.

  Namun jauh di lubuk hatinya ia sangat ingin menemui sang ayah dan mengatakan jika ia masih hidup.

"Ghafi." Lamunan Arshan buyar saat sang mami menyentuh lengannya.

"Kamu ngelamun ya?"

"Hah? Enggak kok, Mi."

  Kening Elvisyah berkerut, menatap aneh putranya. "Yaudah sana berangkat, Athaya nungguin kamu loh."

  Arshan mengangguk dan berlalu pergi dari sana.

"Lama banget sih Lo!" Protes Athaya.

  Arshan tak merespon, ia langsung mengambil alih motor sport milik Athaya, membuat sang empu melotot. "Ngapain Lo?!"

"Gue yang bawa motor," kata Arshan, meminta kunci motor.

"Nggak, Lo kan nggak bisa bawa motor."

"Ck." Ia berdecak, memutar bola matanya malas.

"Lo lupa siapa gue? Gue Arshan bukan Ghafi, kalau Lo lupa."

"Pokoknya nggak boleh. Nanti kalau mami sama papi liat, mereka bisa curiga."

"Tenang aja, mami sama papi ada di dalam."

  Dengan tak rela Athaya menyerahkan kunci motornya dan pasrah dibonceng oleh Arshan.

•••

"Kok berhenti?!" Athaya menepuk pundak Arshan saat cowok itu menepikan motornya di tepi jalan yang sepi.

"Ada yang dikeroyok," tunjuknya tepat di seberang jalan.

"Lah, terus? Lo mau ikut dikeroyok?"

"Ck. Cerewet."

  Arshan mengabaikan gadis itu dan menyerahkan helmnya. Ia berlari menghampiri geng motor tersebut yang sedang mengeroyok seseorang. Jika di lihat dari jumlahnya, sepertinya mereka sepuluh orang.

   Sebenarnya ia malas jika harus berhadapan dengan bedebah yang selalu mencari gara-gara seperti mereka. Tapi karena melihat satu motor yang tidak asing di sana membuatnya harus ikut campur. Dan ternyata yang sedang melakukan pengeroyokan adalah geng Dexo, musuh bebuyutan Marvenus.

"BERHENTI!" Sontak mereka semua berbalik pada Arshan. Dirinya ditatap remeh karena berpenampilan cupu. Ingat! Ini raga Ghafi, bukan raganya.

"Siapa Lo?! Jangan ikut campur kalau nggak mau mati!"

"Cih! Dasar geng abal-abal, bisanya main keroyokan. Banci!"

  Seketika ucapannya mengundang emosi mereka.

"HAJAR!"

  Sepuluh orang itu langsung mengerumuninya dan menghajarnya, namun ia cukup lihai untuk menghindar dan membalas.

  Sedangkan Athaya yang melihat dari kejauhan, melotot dengan mata nyaris melompat keluar.

"ARSHAN AWAS!" Athaya reflek berteriak saat ada yang ingin memukul Arshan dari belakang.

  Ia bernafas legah saat cowok itu berhasil menangkis pukulan tersebut dengan gerakan cepat.

  Tanpa Athaya sadari, teriakannya mampu mengalihkan mereka semua, termasuk korban yang tadi dikeroyok.

  Remaja tersebut bergulat dengan pikirannya, mengabaikan lebam pada tubuhnya. Tiba-tiba saja otaknya dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan saat mendengar gadis di sebrang jalan itu meneriaki nama sahabatnya.

  Apa mungkin orang yang kini menolongnya memiliki nama yang sama dengan sahabatnya. Apalagi saat melihat cara cowok itu berkelahi, caranya menghindar dan membalas lawan sangat mirip dengan Arshan.

  Sangat asik bergulat dengan pikirannya, ia sampai tak sadar jika geng motor yang tadi mengeroyoknya sudah pergi.

"Lo nggak papa?"

  Seketika lamunannya buyar, menatap tangan yang terulur didepannya, dan tanpa ragu menerima uluran tangan tersebut.

Tepat saat ia mendongak, Arshan langsung terbelalak.

"Fagan!"

  Ia tak menyangka jika yang sekarang dirinya tolong adalah sahabatnya sendiri.

"Lo kenal gue?" Fagan menatap Arshan, mencoba mengingat-ingat di mana ia pernah bertemu dengan cowok di depannya ini.

"Gue Arshan."

  Fagan mundur selangkah dan terkekeh, "Lo ngaco."

"Ini gue, Gan."

"Sahabat gue udah meninggal, dan gue nggak kenal sama Lo. Ini pertemuan pertama kita."

"Thanks udah nolongin gue," lanjutnya, menepuk pundak Arshan.

  Melihat respon Fagan seperti itu membuatnya terdiam. Mungkin lain waktu ia akan menjelaskan semuanya. Lagipula sekarang bukanlah waktu yang tepat.

"Tunggu, gue boleh minta nomor Lo?"

  Fagan tidak jadi memasang helmnya, ia meraih ponselnya di saku celana, lalu memberikannya pada Arshan.

"Gue pergi dulu," pamit Fagan setelah bertukar nomor dengan Arshan.

"Hati-hati."

  Arshan segera pergi setelah motor Fagan sudah menjauh. Ia menghampiri Athaya yang saat ini sedang komat kamit tak jelas.

"Lo tau nggak sekarang jam berapa, hah?!"

"Jam 07.48," dengan santainya Arshan menjawab, lalu naik ke atas motor tanpa beban sedikit pun.

  Athaya menggepalkan tangannya, ingin rasanya menceburkan Arshan ke got.

"Lo mau ke sekolah atau diam di situ?" Arshan menengok kebelakang dan langsung terkekeh saat mendapati wajah kesal Athaya yang menurutnya sangat menggemaskan.

"Mau gue tinggal?" Bukannya mendapat jawaban, ia malah mendapat pukulan.

Blam!

  Arshan terkejut, Athaya tiba-tiba memukul helmnya cukup keras.

"Kdrt!"

"Kdrt pala Lo botak! Mana ada kdrt."

"Cerewet. Buruan naik, mumpung masih ada waktu."

"Waktu?! Heh, kita udah telat tiga puluh sembilan menit ya asal Lo tau." Athaya menekan setiap katanya.

"Berisik. Ngoceh aja terus di situ, gue mau pergi."

"Dih, motor juga motor gue."

  Buru-buru Athaya naik sebelum dirinya benar-benar ditinggal.

•••

  Arshan dan Athaya sudah berada di sekolah. Keduanya sedang menjalani hukuman dengan berdiri di bawah tiang bendera.

  Setelah berhasil membujuk satpam dengan berbagai macam cara, akhirnya mereka diperbolehkan untuk masuk. Namun, karena nasibnya yang sedang buruk hari ini, mereka berdua berpapasan dengan guru BK dan berakhir dihukum.

"Ini semua gara-gara Lo tau nggak!"

"Hm."

"Dih!"

  Arshan memilih diam daripada meladeni ocehan Athaya, apalagi gadis itu sedang dalam mode singa.

"Ya Allah, panas banget!"

"Haaaa... uuusssss...."

"Berisik, cerewet," gumam Arshan.

"Ngomong apa Lo!"

"Nggak ada."

"Mau ke mana?" Tanya Arshan saat Athaya berlari menjauh.

"Buang air kecil," balasnya.

Kring....

  Bel istirahat berbunyi. Para siswa siswi di Sma Gerpati mulai berbondong bondong keluar dari kelas mereka masing-masing.

  Kebanyakan siswa siswi melangkahkan kakinya menuju kantin. Dan saat melewati lapangan, pandangan mereka banyak yang mengarah pada seorang siswa laki-laki yang saat ini sedang dihukum.

"Weiis, ternyata yang di hukum si cupu gays." Teriak salah satu siswa laki-laki, mengundang banyak perhatian dari siswa lain.

"Moment langkah nih, si cupu kan nggak pernah dihukum."

"Lah, masih hidup ternyata."

"Gue kira udah mati."

"Shuttt... jangan ngomong gitu gays, nanti diaduin sama mami papinya."

"Bhawahahaha."

  Semua menertawakannya, membuat emosi dalam dirinya ingin meluap seketika dan menghajar mereka satu persatu. Ternyata rasanya seperti ini jika berada diposisi Ghafi.

"Bangun dari koma bukannya belajar malah berdiri di tiang bendera."

"Kasian bnget hidup Lo tong," ucap siswa lainnya yang juga merupakan laki-laki, bahkan dengan tidak sopannya menepuk keras pundak Arshan.

  Sang empu yang diperlakukan seperti itu semakin menggepalkan tangannya, bahkan buku-buku jarinya sudah mulai memutih, urat-urat ditubuhnya pun kian menonjol karena menahan emosi.

Sedangkan mereka semakin berkerumun, nyaris membentuk lingkaran yang mengelilingi Arshan, seolah menjadikannya sebagai objek tontonan.

"Kayaknya seru nih kalau kita bully, mumpung pelindungnya lagi nggak ada."

   Yang mereka maksud pelindung adalah Athaya, sedari tadi gadis itu berdiri dari kejauhan, melihat Arshan dikelilingi oleh para siswa siswi.

  Ia sama sekali tak ada niat sedikitpun untuk membantu,
lagipula dirinya sudah tau Arshan seperti apa.

  Jika laki-laki itu terlihat lemah saat berhadapan dengan ayah kandungnya, maka tidak saat berhadapan dengan musuh.

  Athaya tau tentang ayah Arshan? Ya, Arshan sudah menceritakan semuanya.

"Mereka nggak tau aja kalau itu bukan Ghafi," ucap Athaya, membatin.

  Saat sebagian dari mereka akan memulai aksinya, tiba-tiba saja Arshan bersuara.

"Setitik aja kalian sentuh gue, gue pastiin Lo semua masuk rumah sakit!"

  Arshan memberi peringatan dengan penuh penekanan, namun hal itu sama sekali tak membuat mereka takut, melainkan tertawa kencang.

"Lo pikir kita percaya? Cowok cupu kayak Lo mau bikin kita masuk rumah sakit? Serius? Kesandung aja Lo nangis."

Bugh!

•••

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Fortsæt med at læse

You'll Also Like

260K 24K 74
Takdir kita Tuhan yang tulis, jadi mari jalani hidup seperti seharusnya.
1.1M 6.4K 14
Berisi cerita pendek dengan tokoh yang berbeda-beda! ⚠️Mature content with a sex, deep kiss, and vulgar words⚠️ ⚠️Setiap cerita bisa membuatmu sange...
590K 42K 28
"Ikutlah kami ke mansion," "Maaf om ada lilin yang harus saya jaga," ◇~◇~◇ Seorang pemuda yang bernama Faziello XC hanya tinggal berdua dengan ibunya...
227K 11.4K 36
"GW TRANSMIGRASI? YANG BENER AJA?" ... "Klo gw transmigrasi,minimal jangan di peran antagonis lah asw,orang mah di figuran gitu,masa iya gw harus mat...