Tala dan Alin ☑️

By liliofvalley

10.2K 2.2K 195

[CERITA SELESAI DAN LENGKAP] "Dia adalah Khandra Arutala Vijendra sesosok pria yang selalu sempurna dimata ku... More

1. Sekretaris bayangan
Chat: Udah suka Alin belum?
2. Alin cemburu
Chat: kesehatan Tala melebihi gengsi Alin
3. Bingung harus apa
Chat: Khandra galau?
4. Karena dia Khandra
5. Pengakuan
6. Kejutan
7. Jujur itu baik, namun menyakitkan
8. Kecupan untuk omong kosong
9. Sekilas kenangan
10. Hanya Alin.
11. Worst
13. Ajarkan aku untuk melupakan mu
14. Know your place!
15. Final
16. Tala dan Alin [Ending]

12. Help!

398 91 8
By liliofvalley

Cerita ini ditulis untuk melampiaskan rasa sedihku, ya ibaratnya pelarian dari masalah yang terjadi di hidupku. Wkwkw. Enjoy semua~

____

"Aku turut sedih atas kepergian Alin." Ucapnya yang bahkan tak minat menatap guci yang dipegang pria itu.

"Makasih." Balas Khandra yang masih menunduk dan meremas kuat guci yang ia pegang, rasanya sangat sakit.

Setelah Khandra sadar dari pingsannya, tak makan waktu yang lama upacara pemakaman langsung dilaksanakan, bahkan ketika pria itu belom bisa mencerna semua yang terjadi.

Karena hingga detik ini, ia masih linglung hilang arah, otaknya menolak apa yang terjadi padanya.

Banyak yang datang, bukan karena mereka dekat dengan Alin. Tapi karena mereka adalah kolega dan orang-orang yang merasa dekat atau memang dekat dengan keluarga Vijendra. Yang sejujurnya tak dipedulikan oleh Khandra dan keluarganya.

Masa perkabungan sudah selesai, namun tidak dengan Khandra. Pria itu masih diselimuti kabut yang gelap, yang siapapun akan tersesat didalamnya.

Khandra kacau, benar-benar kacau. Ia mengurung diri dalam kamar, tanpa ingin menunjukkan dirinya pada siapapun bahkan kepada ibu atau ayahnya. Semua terasa palsu, semua terasa tak masuk akal, semua terasa sangat sakit.

Lagi dan lagi ia menangis, berteriak, memaki, dan menyalahkan dirinya. Ia begitu terpukul atas apa yang terjadi dan menimpanya.

Semua sangat tiba-tiba hingga dirinya tak mampu berpikir logis lagi, ia bahkan tak bisa membedakan dunia nyata dan palsu. Dirinya terjerat dalam kesakitan yang sepertinya diciptakan hanya untuknya.

Dirinya bahkan meragukan apakah Tuhan itu benar-benar ada? Apakah Tuhan tak memiliki sedikit belas kasihan padanya?

Bibirnya tak mampu mengucapkan satu kata pun, ia berdiam diri layaknya orang bisu. Dirinya hanya mampu berteriak kesakitan, berteriak tak terima atas apa yang terjadi.

Rosalina tak kalah terluka, ibu dari dua anak itu ikut menangis dibalik pintu. Sangat menyakitkan mendengar anaknya meraung-raung tiada henti, menangis tiap harinya, ikut memohon meminta agar Alin dikembalikan ke sisinya agar semua kesedihan ini berhenti.

Beruntung Vijendra membawa anak bungsunya untuk pergi, jika tidak bisa ia pastikan anak itu akan ikut menangis tanpa henti sama seperti yang dilakukan Khandra dan semua akan semakin kacau.

"Nak.." lirih Rosalina yang bahkan tak mampu menghibur anaknya itu, kalimat apa yang mampu ia ucapkan? Ketika sakit itu menjalar juga ke dalam tubuhnya.

Bukan hanya Khandra yang merasakan sakit dan pahit atas kepergian Alin, tapi Vijendra dan Rosalina yang menyaksikan secara langsung pertumbuhan Alin ikut merasakan perih dalam luka yang tercipta. Dan penyesalan yang tak kalah besar dengan apa yang Khandra rasakan.

Khandra sekarat, dirinya benar-benar membutuhkan Alin.

Tolong! Siapapun! Katakan padanya bahwa semua ini hanya tipuan belaka! Bahwa ini semua hanya mimpi buruk!

"Apa yang harus aku lakukan Lin? Beritahu aku!? Kumohon!!! Aku harus apa sekarang!?" Lirih Khandra kesakitan, akhirnya setelah seminggu lamanya ia berucap yang pada akhirnya melukai hatinya -lagi.

Khandra melempar bingkai foto itu, ia tak sanggup.. bahkan mendengar nama gadis itu saja ia tak sanggup.

Ini sangat menyakitkan.

_______

Tiga bulan sudah berlalu, pagi ini semua orang menatap tak percaya dengan kehadiran direktur mereka, Khandra.

Setelah tiga bulan akhirnya ia memutuskan untuk kembali bekerja. Berusaha untuk terlihat tegar dihadapan semua orang, walau sejujurnya rasa sakit itu masih sama, bahkan semakin sakit.

"Dendra, atur jadwalku. Jangan ada yang terlewat, berikan semua laporan dari divisi paling bawah." Ucapnya yang dapat anggukan tanpa bantahan.

Dendra tentu bahagia dengan kehadiran Khandra, walau ia merasa cemas melihat kondisi Khandra yang jauh dari kata baik.

Pria itu terlihat semakin tirus dan kurus, kantong matanya begitu hitam, rambutnya sudah panjang, kulitnya semakin pucat, ia hidup namun seperti mati.

"Sial!" Khandra membanting kertas yang ia pegang. Memori tentang Alin kembali terlintas.

"Pak Tala, Alin bawa apa ayo tebak? Betul! Bawa cinta untuk pak Khandra hihi"

"Aku mencintaimu."

"Oh Tuhan, apa kau tidak makan siang lagi?! Tala! Berhenti mengetik!"

"Tampan sekali sih!"

Ia pikir dirinya sudah siap untuk kembali keruangan yang menjadi saksi bisu tentang keduanya. Namun ternyata kepingan-kepingan itu kembali dan tersusun teramat manis hingga rasanya ia ingin menabrakkan kepalanya hingga pecah.

Semua potret kekasihnya yang ia abadikan ternyata sekarang terasa begitu menyakitkan entah mengapa semua menjadi bumerang untuknya.

"Kau sungguh menyiksaku Lin." Seru Khandra yang kembali menangis.

Mengapa begitu sulit untuk melupakan semuanya? Semakin ia berusaha, semakin ia teringat.

Apa ini hukuman untuknya?? Apa ini dosa yang harus ia tanggung?? Apa tak ada rasa kasihan sedikit pun untuknya? Haruskah ia mati juga??

______

Vijendra dan Rosalina tak pernah menyinggung apapun tentang Alin dihadapan Khandra. Mereka tau nama gadis itu masih menjadi luka terbesar, terdalam yang terasa begitu perih untuk Khandra.

"Sayang jangan lupa makan? Oke? Mama mohon, kau begitu kurus sayang." Rosalina mengelus pipi putranya itu.

Khandra tersenyum dan mengangguk, "aku pergi." Ucapnya yang keluar untuk berangkat ke kantor.

Sejujurnya Rosalina selalu khawatir dan takut, rasanya menakutkan bahkan hanya mendengar kalimat 'pergi' dari mulut putranya. Ia takut, sangat.

"Pa, apa yang harus kita lakukan? Putraku sedang sekarat." Rosalina menangis dipelukan suaminya itu. Vijendra tak bisa menjawab apapun selain mencium jidat istrinya dan berusaha menenangkannya.

Karena apa yang bisa Vijendra lakukan? Selain ikut menangis dan berharap rasa sakit ini semua kekacauan ini segera berakhir.

Waktu berlalu begitu cepat, hingga tiba saat dimana gadis yang paling ia cintai berulang tahun.

Khandra menatap kalung yang berisi abu kekasihnya itu.

Ia kembali menangis, nyatanya dirinya tak pernah baik bahkan setelah tujuh bulan berlalu.

"Selamat ulang tahun sayang, aku membawakan mawar merah kesukaanmu. Kau cantik, selalu." Khandra mengecup kalung yang ada di genggamannya. Membiarkan air matanya membasahi jari-jarinya dan kalung itu.

"Aku mencintaimu." Ucapnya dengan nafas tercekat, karena rasanya semakin menyakitkan.

"Kembalilah kumohon."

"Aku sekarat disini."

"Aku -aku sangat sangat sekarat."

Khandra menangis hingga matanya terpejam karena terlalu lelah.

"Kau melakukan yang terbaik! Aku bangga!!"

"Tala!! Alin gk suka jeruk!! Aaaaaa!!!"

"Huh? Kau menjatuhkannya lagi Tala!"

"Kau sangat sangat tampan! Kekasihku sangat tampan."

"Aku mencintaimu."

Khandra terbangun dari mimpinya dengan air mata yang sudah mengalir, lagi-lagi ia menangis dalam tidurnya.

"Kau bahkan tak membiarkanku untuk istirahat, sayang." Ucap Khandra frustasi.

Rasanya ia semakin gila, 10 bulan sudah berlalu tapi rasa itu masih sama. Rasa sakit itu menggerogoti dirinya, tidak ada yang membaik semua hanya memburuk.

"BRENGSEK! SEMUA BRENGSEK! SIAL! KAU BRENGSEK KHANDRA! KAU PRIA BODOH! KAU BODOH!!" Ia memukul dinding begitu keras, tak peduli jika hal ini membuat tangannya mengeluarkan darah.

"KHANDRA!!" teriak Rosalina yang langsung berlari dan memeluk anak sulungnya itu.

"Mama bohong! Kalian bohong! Kalian bilang akan menjaga Alin! Khandra brengsek!" Teriaknya yang kembali menyalahkan dirinya.

Khandra menatap mamanya, "ma harusnya Khandra bawa Alin" ucap Khandra penuh penyesalan.

"Ini salah Khandra ma! Ini salah Khandra yang begitu bodoh!"

"Nak..." Rosalina tak bisa mengucapkan apapun selain menangis dan memeluk anaknya itu.

Genap sudah setahun setelah kepergian Alin.

Perlahan Khandra membaik, dirinya perlahan menerima fakta yang terjadi, dirinya perlahan mulai kembali bangkit walau tak mengubah perasaannya yang masih begitu mencintai dan menyayangi Alin.

Hanya Alin. Pemilik hati dan dirinya hanya Alin.

Dibalik keterpurukan Khandra ternyata banyak yang mencoba memanfaatkannya.

Terlebih para wanita yang berusaha mendapatkan dirinya, tanpa menduga bahwa sudah tak ada ruang secela pun untuk mereka.

"Lihatlah pria ini masih begitu serius dengan pekerjaannya."

Khandra mengangkat kepalanya, "keluarlah, kau menggangguku." Ujarnya yang kini tak minat untuk kembali menatap orang itu.

"Cuek sekali, begini begini aku berjasa untuk perusahaanmu tau!" Ujarnya yang tak dipedulikan Khandra.

"Jika kau lupa, aku membayar upahmu tanpa hutang." Balas Khandra yang membuat orang itu tertawa.

"Ya, inilah kau. Huh aku jadi menyesal pernah menolakmu ketika SMA." Ucapnya, ya siapa lagi jika bukan Erithel. Perempuan yang paling Alin tidak suka.

Hal buruk yang terjadi di hidup Khandra, tidak menjadi hal buruk untuk perempuan itu. Justru ini peluang untuknya. Karena saat ini Khandra bukan milik siapapun.

Khandra tak menjawab, ia hanya fokus pada pekerjaannya.

"Bukan kah kau terlalu sombong untuk seseorang yang pernah menyukaiku?" Oceh Erithel membuat Khandra mendengus.

"Jika kau kesini hanya untuk mengucapkan kalimat-kalimat bodoh itu, lebih baik pergi."

"What? Bodoh!? Baiklah aku anggap itu pujian." Acuhnya yang kini menghampiri Khandra.

"Aku hanya mau memberikan ini, kau terlihat begitu kurus. Makanlah, tidak ada racun didalamnya." Ucapnya setelah menaruh bekal makan yang ia pegang dari tadi di atas meja Khandra.

Khandra hanya diam. Ia tak menjawab apapun.

Erithel menarik nafasnya, "bukankah kau harus mengucapkan terimakasih?" Sindirnya yang kali ini berhasil membuat Khandra berdiri.

"Aku tak memintanya, dan aku tak membutuhkannya." Ucapnya yang setelah itu meninggalkan Erithel didalam ruangan.

________

Khandra terdiam di dalam kamarnya sambil menatap foto Alin yang tersenyum begitu cantik.

"Bukan kah ini tidak adil? Aku memujimu setiap hari, tapi kau tak pernah memujiku."

"Apa kau tak cemburu? Erithel belakangan ini gencar mendekatiku. Bukan kah kau harus memarahinya? Sayang apa kau tak cemburu?"

"Ya tak masalah sih kalau kau tak cemburu, asal kau tetap mencintaiku."

"Aish! Haruskah aku menyusulmu? Tapi aku tak seberani itu. Hahaha ya kekasihmu ini begitu pengecut."

"Sayang, aku merindukanmu... Aku ingin memelukmu.. aku -aku mencintai mu.."

Air matanya kembali keluar, setiap malam jika dirinya memiliki waktu kosong ia hanya akan mengoceh dan menangis.

Apa yang harus ia lakukan? Tidak ada yang memberitahu dirinya apa yang harus dilakukan jika ditinggalkan oleh orang yang paling disayangi.

____

Dan izinkan aku memeluk dirimu kali ini saja, tuk ucapkan selamat tinggal untuk selamanya, dan biarkan rasa ini bahagia untuk sekejap saja.

Cinta dalam hati -ungu-

Continue Reading

You'll Also Like

35.4K 3.8K 20
Main Pairing : - Parley (Harley x Peter) - Dr. Frost (Strange x Loki) - WinterFalcon (Sam x Bucky) - HawkSilver (Pietro x Clint) Bagaimana jika yang...
84.6K 428 6
📌 AREA DEWASA📌
7.2K 1.3K 29
[COMPLETED] Tentang Jeslin dan ke-empat laki-laki di sekelilingnya. . Cast. Kim Jisoo as Jeslin Jung Jaehyun as Jefri Kim Mingyu as Mario Cha Eunwoo...