HALLO AYANG, APA KABAR?
MAAF YA KEMALAMAN UPDATENYA.
ABSEN DULU YUK YANG SIAP MERAMAIKAN DAN BACA RAJAWALI!
SPAM KOMENTAR EMOJI BUNGA KALIAN DI SINI SEBANYAK-BANYAKNYA. 🌷🌸🌹🌺🌻🌼🪷
SATU KATA UNTUK RAJAWALI?
HARI INI MAU BERAPA KALI UPDTAE? 1,2, ATAU 3?
AYOK SPAM ❤️ LAGI SEKALI LAGI! BANYAK-BANYAK YA!
SUDAH SIAP MENJADI SAKSI HIDUP EVALINA DAN ALEXANDER?
KITA KERJA SAMA YUK! AYO SPAM VOTE DAN KOMENTAR DI SETIAP PARAGRAF YA. AYO RAMAIKAN!
JANGAN LUPA VOTE, KOMENTAR, SHARE, DAN TAG INSTAGRAM AKU YA: HENDRA.PUTRA13
***
Setelah pulang jogging, Evalina mengurung diri di kamar. Ia hanya baring-baring sambil mendengarkan lagu. Angkasa membuatnya jadi tidak mood ngapa-ngapain. Tapi untunglah sekarang cowok itu sudah balik ke Bandung. Ia cukup merasa lega, setidaknya tidak ada lagi yang tiba-tiba datang ke rumahnya dan meminta maaf.
Karena ulah cowok itu ia terseret kembali ke dalam kenangan waktu dulu bersamanya. Semalam sebelum tidur ia juga mengingat pertama kali bisa kenal Angkasa dan sekarang ia mengingat momen bahagia mereka dulu.
Harus diakui, Angkasa anak yang peduli, perhatian, penyayang, bisa dibilang paket komplit. Semua yang diinginkan perempuan ada di dalam dirinya. Namun semuanya sirna ketika Evalina mengetahui cowok itu mengingkari janji setianya. Mencurangi hatinya. Mengkhianati cintanya.
Evalina memang tidak akan melupakan kebaikan Angkasa tetapi ia juga bukan perempuan bodoh yang bisa diajak balikan karena hanya mengingat kenangan manis di masa lalu. Inilah sebabnya ia tidak menyukai sejarah.
Evalina menatap langit-langit kamarnya menerawang jauh di sana, beberapa saat setelahnya bayang Alexander ada di sana. Ia jadi mengingat saat mencium cowok itu. Perempuan itu tersenyum. Ia kangen banget sama Alexander.
Biasanya Evalina tidak suka hari senin. Tapi saat ini ia pengen cepat-cepat hari berganti. Soalnya ia ingin segera bertemu Alexander.
Evalina tahu, rumah cowok itu dekat dengan rumahnya tapi ia bingung harus mencari alasan untuk dapat ke sana. Ya kali anterin nasi goreng spesial lagi. Yang ada diusir!!!
Dubrak!
Pintu terbuka dan terbanting.
Membuat Evalina tersentak dan langsung bangkit.
Mata perempuan itu melotot. Seperti biasa tingkah laku adeknya itu minta disliding.
"Kak..." seru bocah bertopi itu.
"Apa sih?" Evalina mengerutkan keningnya heran. Heran banget punya adek yang sifatnya pengganggu. "Jangan ganggu kakak deh."
"Kakak nggak mau mainan sama kamu." lanjutnya dengan nada meninggi.
Sang bocah itu hanya diam dan menyipit sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Mending kamu cari teman deh. Tuh anak tetangga banyak yang seumuran kamu."
Evalina mengerti pasti adiknya sedih, bagaimana pun ia tetap anak kecil yang butuh perhatian dari kakaknya.
"Siapa juga yang mau ganggu. Jangan geer deh." Bocah itu mendengus.
Evalina menggerutu. "Jadi buat apa panggil-panggil."
"Itu di luar ada cowok ganteng." ucapnya membuat bulu kuduk Evalina meremang.
Perempuan itu memutar bola matanya lalu beberapa detik berpikir. "Hah? ganteng? Siapa?"
Dasar adek kurang ajar! Ditanya bukannya ngejawab malah langsung pergi tanpa dosa.
Harusnya ia memberi tahu dulu ciri-ciri yang lainnya. Biar Evalina bisa menebak!
Evalina mengintip dari jendela. Namun ia tidak melihat siapapun. Atau mungkin cowok itu sudah duduk di pelataran rumahnya sehingga tidak terlihat.
Perempuan itu melangkah gontai ke luar kamar. Ya, kakinya masih pegal karena tadi lari sampai lima kali putaran di stadion. Lumayan lah membakar lemak membandel.
"Siapa sih dihari minggu ini yang cari gue?" Evalina mengerang seperi singa betina yang kelaparan.
Kalau saja tidak ada info ganteng mungkin ia sudah menggeliat malas seperti ulat bulu. "Ganggu aja deh orang lagi istirahat."
Ketika perempuan berlesung pipi itu membuka pintu depan lalu menoleh ke arah kursi rotan yang ada di pelataran. Ia kemudian tersentak sambil menajamkan penglihatannya. Takutnya salah orang. Ia mengucek mata lalu mengerjapkannya beberapa kali. Ia ternyata tidak salah melihat.
Tapi ngapain Alexander ke rumahnya? Jangan-jangan cowok itu mau melanjutkan aksinya yang di bawah pohon mangga itu.
Jujur, Evalina ingin merasakan ciumannya. Namun belum siap. Etdah!
"Alexander... lo ngapain?" tanya Evalina di ambang pintunya.
Ia sengaja tidak mendekati cowok itu, bermaksud menjaga jarak amannya. Kalau cowok itu macam-macam langsung ia banting aja nih pintu.
Alexander tidak menoleh melihatnya. "Pasti lo lupa."
"Iya sih akhir-akhir ini gue jadi pelupa karena banyak masalah." Perempuan berkepang dua itu memilin bibir sambil memperhatikan Alexander mengeluarkan buku gambar yang berukuran A3 dari ranselnya.
"Ada apa ya?" Perempuan itu mengerutkan kening tanda belum mengerti.
Cowok beralis tebal itu menoleh. "Gue kesini karena mau kerjain tugas kesenian. Kita udah sepakat hari minggu, kan, ngerjainnya."
Evalina menepuk jidatnya. "Astaga... oh iya, iya. Kok gue lupa ya."
"Kita kerjainnya di mana?" Kaki perempuan itu melangkah untuk menghampiri Alexander. Ia merasa saat ini aman sentosa aja sih, karena tidak ada sinyal bahaya apapun.
Cowok itu menatapnya dengan mata berkilatnya yang seperti elang. "Di sini aja. Sekalian menikmati udara segar."
"Kalau gitu gue buatin minum dulu ya." ujar perempuan itu memberi kesan baik.
Cowok itu berdeham. "Jangan manis-manis."
Perempuan itu mengangguk-angguk kemudian bergegas ke dapur untuk membuatkan segelas teh hijau untuk tamu yang tak terduga itu.
Jujur sih Evalina senang banget bisa ketemu Alexander. Hatinya seperti ingin meledak ketika melihat tatapan mata cowok itu. Karena yang ia butuhkan sekarang untuk membuat moodnya jadi kembali baik cuma Alexander.
Setelah berhasil membuat teh yang enggak manis pesanan Alexander, perempuan itu kembali ke pelataran rumahnya dengan nampan di tangan.
"Air panas, air panas, air panas." Ia berteriak ketika adiknya hampir saja menabraknya.
Dasar anak kecil! Bisa enggak sih main sepatu rodanya di luar rumah aja! "Kakak sumpahin jatoh kamu."
Evalina meletakkan gelas ke atas meja dan tak lupa memberikan senyum ramahnya. "Nih minuman buat lo."
Cowok yang lagi sibuk menggambar itu tidak menoleh melihatnya. Evalina memberengut lalu ikut duduk memperhatikan. "Serius banget. Lagi apa?"
"Enggak lihat? Ini lagi gambar." Alexander menoleh dengan alisnya yang bertaut.
"Lihat kok. Maksud gue gambar apa?" Perempuan itu memilin bibir sambil menyampirkan helaian rambutnya yang sedikit berantakan.
"Gambar pemandangan. Ini lagi buat gunung." jawab Alexander cepat.
Secara otomatis Evalina menutup dadanya. "hah?"
"Apa?" Cowok itu menatapnya aneh.
Evalina langsung bergidik. Pasti ia seperti orang gila tadi. "Nggak papa, nggak papa."
"Mau gue bantuin? Nanti gue buatin mataharinya ya. Sama sawah dan rumah petaninya. Hehehe." Evalina menopang dagu menggunakan kedua tangan.
"Lo diam aja udah bagus kok. Jangan berisik." cetusnya datar.
"Iya, iya." Evalina menarik napas panjang.
Evalina merasakan suasana sedang adem ayem dan cukup hangat di antara mereka apalagi ia sudah membuatkan teh hijau ini. Berarti ini adalah waktu yang tepat untuk meminta maaf.
"Oh iya, gue minta maaf ya soal kemarin. Gue bilang lo pacar gue. Dan gue udah ituin lo." Evalina menundukkan kepala karena ia tidak berani melihat Alexander yang sekarang menatapnya serius.
"Ituin?" tanya Alexander.
"Maksud gue cium pipi lo."
Perempuan itu mendongak ketika mendengar suara Alexander berdeham.
"Tapi lo, kan, anak baik pasti lo udah maafin gue, kan, buktinya lo ke rumah gue. Hehehe."
"Lo lupa, sebagai gantinya lo bersedia jadi babu gue, kan, selama seminggu." cetus cowok itu dengan sebelah alisnya yang terjungkit.
Apa?
Dasar cowok nyebelin!
Bisa-bisanya Alexander ingat perkataannya itu!
Evalina langsung menggeleng cepat. "Eh yang itu sebenarnya gue asal ceplos aja. Enggak sungguh-sungguh."
Tatapan menyipit itu berubah menjadi tajam. Membuat Evalina meneguk ludah dan pasrah. "Iya, iya, deh selama seminggu aja ya. Dimulai hari ini ya. Jadi tinggal 6 hari lagi."
Bahu perempuan itu merosot membuat dagunya jatuh ke atas meja.
Semenit kemudian perempuan itu terpukau dengan setiap garis yang cowok itu tarik untuk menjadikannya sebuah bentuk. Dari gaya arsirannya bisa dibilang cowok itu sangat berpengalaman.
"Gambaran lo bagus loh. Ada bakat ngelukis." puji Evalina.
Alexander tidak menanggapi pujian itu, ia hanya mengunci mulutnya dan fokus berkonsentrasi membuat gambarannya agar terlihat sempurna.
Evalina mendengus. Dasar cuek! Tapi ia tidak boleh menyerah. Perempuan berlesung pipi itu pun kembali berseru. "Oh iya, diminum nih tehnya. Mumpung masih hangat loh."
Dan terjadi lagi. Cowok itu tetap diam. Kehabisan baterai sepertinya pemirsahhhh!
Baru saja Evalina mau mengeluarkan asap dari hidungnya karena sebal dicuekin begitu tiba-tiba terdengar suara kedubrak dan pekikan adeknya dari dalam rumah.
"Kakak..." rengeknya. "Toloooongggg."
Evalina sudah menebak ini akan kejadian. Adeknya pasti jatuh menabrak perabotan rumah. Perempuan itu langsung bangkit dari kursinya. "Tunggu sebentar ya."
Benar saja adiknya sudah memegang lututnya yang kesakitan. Bukannya mendapat belasan kasiahan, Evalina justru mengomelinya. "Makanya jangan main di dalam rumah!"
Sang kakak melepas sepatu roda dari kaki adeknya yang mungil itu. "Ini kakak sita."
Bocah laki-laki itu hanya mengerucutkan bibir lalu pergi ke ruang keluarga untuk menonton tv.
"Dasar galak." cetusnya.
"Biarin."
"Enggak ada cowok yang mau sama cewek galak." Ia menjulurkan lidahnya.
Apa? Seenaknya saja kalau ngomong! Ada kok! Buktinya Angkasa mengejar cintanya!
Tentu saja bocah tengil itu akan mendapatkan kuncian leher dan gelitikan kalau saja ia sedang tidak sibuk sekarang.
Evalina pun kembali ke pelataran rumah untuk mendatangi pacarnya. Eh, temannya, eh musuhnya, eh, tetangganya, eh, siapalah pokoknya.
Tetapi cowok itu sudah tidak ada di kursinya. Evalina menggaruk bagian belakang kepalanya. Kok enggak ada sih? Sudah pulang ya? Kok enggak pamit? Pasti buru-buru ya?
Saat melihat ke atas meja, ada secarik kertas kecil berwana hijau stabilo tertempel di gelas.
Ada tulisan di kertas itu. "Tehnya pait."
"Dasar nyebelin." Evalina mengacak kertas itu menjadi bola lalu dibuangnya ke tong sampah. "Tadi katanya jangan terlalu manis."
Evalina mendengus sambil memberengut. "Salah sendiri minum tehnya nggak sambil lihat gue. Kan bisa menambah kadar kemanisan gitu."
Perempuan itu terkekeh lalu bergidik. Ih apaan sih? Dasar gila! Ia memang sudah gila! Tetapi yang terpenting cowok itu sudah meminum teh pait yang ia buat dengan penuh perasaan.
Terlepas dari itu semua, kehadiran Alexander bukan hanya berhasil mengobati rasa rindunya namun sekaligus memperbaiki moodnya yang berantakan.
***
BERAPA RATE UNTUK BAB INI?!
CIE ADA ALEXANDER TUH!!!
KANGEN YAA SAMA SI CUEK WKWK
SUKA ENGGAK?
GIMANA PERASAAN KALIAN SAAT INI?
JAM BERAPA KAMU BACA RAJAWALI?
SPAM 😊 UNTUK NEXT CHAPTER?
SPAM RAJAWALI DI SINI!!!
SPAM 🔥 SEBANYAK-BANYAKNYA DI SINI!!!
PENASARAN SAMA BAB SELANJUTNYA?
SPAM NAMA EVALINA!
SPAM NAMA ALEXANDER!
UPDATE KAPAN LAGI?
HARI INI/BESOK?
SPAM 😊 SEKALI LAGI SEBANYAK-BANYAKNYA
5K KOMENTAR YUK BISA YUK! SPAM ❤️ DI SINI!
SATU KATA UNTUK CERITA RAJAWALI?
MANA SUARANYA. SPAM 🔥
YUK KOMENTAR SEBANYAK-BANYAKNYA DI SETIAP PARAGRAF YA!!!
TERIMA KASIH, AYANG.
TERTANDA, HENDRA PUTRA