Tala dan Alin ☑️

By liliofvalley

10.2K 2.2K 195

[CERITA SELESAI DAN LENGKAP] "Dia adalah Khandra Arutala Vijendra sesosok pria yang selalu sempurna dimata ku... More

1. Sekretaris bayangan
Chat: Udah suka Alin belum?
Chat: kesehatan Tala melebihi gengsi Alin
3. Bingung harus apa
Chat: Khandra galau?
4. Karena dia Khandra
5. Pengakuan
6. Kejutan
7. Jujur itu baik, namun menyakitkan
8. Kecupan untuk omong kosong
9. Sekilas kenangan
10. Hanya Alin.
11. Worst
12. Help!
13. Ajarkan aku untuk melupakan mu
14. Know your place!
15. Final
16. Tala dan Alin [Ending]

2. Alin cemburu

580 149 20
By liliofvalley

Gais ini lagunya dengerin deh sambil baca, biar lebih afdol awokwowkwo

Jangan lupa vote ygy, happy reading!!

Playlist: Jadi aku sebentar saja - Judika

_________

"Alin!"

Alin hanya melirik dan kembali berjalan. Seolah tak peduli jika pria di sampingnya akan menyampaikan hal penting. Langkahnya terhenti begitu mengingat sesuatu, "Pak Dendra nitip ini, Aku sudah memeriksanya, dan mungkin bapak ingin memastikannya kembali? mungkin saja ada yang kurang." ujar Alin sambil menyerahkan dokumen yang ia pegang tadi.

Khandra menarik nafas lalu menghembusnya pelan, dan mengambil dokumen yang disodorkan Alin.

Deringan dari handphone Alin, membuat gadis itu menatap Khandra, "Pak izin sebentar ya" ujar Alin yang hanya diangguki Khandra sambil mengamati punggung Alin yang menjauh.

"Halo mas Dendra, gimana istri mas?" Sapa Alin di susul pertanyaan khawatirnya. Ya Dendra yang tiba-tiba minta izin pulang karena istrinya yang muntah-muntah tentu membuat Alin sebagai seorang perempuan merasa khawatir.

Dendra disana terkekeh kecil, "Alhamdulillah Lin, ternyata istri mas itu ngisi bukan sakit"

Alin membulatkan matanya dan tersenyum puas, "turut senang, selamat untuk kedatangan anggota baru! mas gk usah pusingin masalah kantor! Aku akan mengurusnya sebaik mungkin!"

Dendra yang disana bernafas lega, karena biar bagaimanapun Alin baru empat hari menjadi sekretaris bayangan namun sudah di bebankan tugas yang cukup bikin kepala pusing.
Yang bahkan sekretaris berpengalaman bisa gila.

"Apa pak Khandra merepotkan mu, Lin?" Tanya Dendra seolah-olah paham.

Alin menggeleng, "Aman kok"

"Alin".

"Mas, aku matiin ya. Salam ke istri mas Dendra. Pak Khandra sudah manggil hehe. Dadah" dengan cepat Alin mematikan handphonenya dan menghampiri Khandra.

Khandra mengerutkan alisnya, dengan tatapan tak suka "Mas? Sejak kapan hubungan kalian sedekat itu?" Tanya Khandra bingung dan heran.

Alin hanya menatap Khandra tanpa minat menjawab. "Sesuai jadwal hari ini ada jadwal makan siang dengan pemimpin dari perusahaan Alam Pertiwi. Perusahaan ini setahun lalu menjadi sponsor di event kita yang di selenggarakan di Korea."

Alin menjelaskan apa yang perlu ia jelaskan, tanpa mempedulikan tatapan Khandra padanya. Tatapan yang masih menuntut jawaban.

"Oh dan satu lagi, untuk nanti malam, pak Khandra akan makan malam dengan ERITHEL MAIMARA MODEL YANG AKAN MENJADI WAJAH PERUSAHAAN KITA SELAMA 6 BULAN!!" Alin menutup ucapannya dengan penekanan dan rasa kesal. Ekspresi wajahnya tak berbohong, ia benar-benar tak suka.

"Kalau gitu, aku balik ke ruangan dulu, 10 menit sebelum rapat aku akan mengingatkan bapak." Ujar Alin yang segera pergi. Meninggalkan Khandra tanpa membiarkan pria itu menjawabnya.

"Alin"

"Ya pak? Ada yang kurang?"

Khandra kesal tapi dia bingung dengan apa ia kesal, karena Alin tidak melakukan kesalahan hanya rasanya ini menyebalkan.

"Untuk makan nanti malam-"

"Iya pak betul sekali! Makan malam dengan Erithel Maimara model paling cantik! Yang bapak KEJAR waktu KULIAH." Alin menyindir Khandra, tidak sebenarnya Alin cemburu, sangat. Fakta bahwa pria yang ia cintai pernah mengejar perempuan cantik bernama Erithel, membuat kewaspadaan dan ketidaksukaan tersurat dengan jelas diwajahnya.

Khandra melipat tangannya di dada, sambil memandang wajah Alin yang begitu datar walau nafas gadis itu tak teratur karena menahan rasa kesal. Ya untuk sebatas ekspresi, Alin adalah seseorang yang mudah diketahui isi hatinya, menurut Khandra. "Alin, begitu cara kamu bicara sama atasan mu?"

"Oh iya, maaf pak jika aku berlaku tak sopan." Sindir Alin dengan wajah sinisnya. Walau dalam hati ia mengumpat, mengapa harus Erithel yang menjadi wajah perusahaan? Kenapa Erithel harus menjadi model!? Kenapa Khandra suka dengan wanita seperti Erithel!??

"Untuk makan nanti malam, kau ikut denganku." Ujar Khandra menyelesaikan kalimat yang sebelumnya di potong Alin.

Alin mendengus tak suka, matanya menatap Khandra semakin sinis, "Dan aku harus menyaksikan kemesraan bapak yang beberapa tahun lalu belum di balas?! Eh maksud ku, aku tak ikut karena pak Dendra yang akan menemani bapak."

Khandra tertawa kecil, "dasar anak kecil" tangannya mengacak pelan rambut Alin, membuat wajah gadis itu memerah memerah.

Setelah itu Khandra kembali ke mejanya dan Alin ke ruangannya. Meninggalkan Alin dengan debaran jantung yang entah harus bagaimana gadis itu menanganinya.

"Pak waktunya makan siang" sebagai sekretaris dan calon istri yang baik Alin sudah berdiri tepat di depan Khandra yang menatapnya kemudian menaruh lembaran kertas itu.

Khandra berdiri dan hanya mengangguk.

Keduanya kini sudah tiba di restoran yang sudah di reservasi.

Alin hanya diam dan sesekali tersenyum.

"Khandra, apa dia sekretaris mu?"

"Ya, tapi hanya sementara." Jawab Khandra yang mendapat respon anggukan. Tatapan memuji yang diberikan para pria disini membuat Khandra muak.

Ayolah apa spesialnya Alin? Sampai kalian menatapnya begitu lapar?

Khandra tak habis pikir dengan isi dari pikiran para lelaki yang jatuh hati pada Alin.

Yang bertanya itu tersenyum, "untuk berapa bulan?" Tanya nya lagi.

"3 bulan."

"Boleh kah aku mengetahui namamu, nona?" Tanyanya yang kini menatap Alin yang baru ingin membereskan makanan untuk Khandra. Alin mengangkat kepalanya dan tersenyum.

"Alin Andhira pak, tidak perlu memanggil saya nona, cukup Alin saja" jawab Alin dengan senyum ramahnya.

Pria itu menyukai cara Alin berbicara, "Kenalkan aku, Erick Benjamin." Ucapnya sambil menyodorkan tangan yang tentu di balas oleh Alin.

"Selesai kontrak, mau bekerja di perusahaanku?" Tanya Erick tanpa basa-basi.

Alin mengedipkan matanya, ia bingung harus menjawab apa. Matanya melirik Khandra sekilas, pria yang dilirik hanya mengangkat alisnya sebelum menatap Benjamin.

"Kau tak perlu bingung kenapa aku ingin merekrut dirimu langsung. Bisa masuk ke perusahaan keluarga Vijendra sudah pasti memiliki kemampuan yang tidak perlu diragukan." Ucapan Benjamin tentu tidak salah dan beralasan. Alasan yang sangat masuk akal, hingga tak ada yang bisa membantah bahkan Khandra pun tak bisa.

Alin tersenyum dengan pujian yang ia terima, "terimakasih, aku merasa senang karena artinya aku tak salah memilih perusahaan. Bisa di bicarakan setelah kontrak ku benar-benar selesai pak."

Benjamin tersenyum dan mengangguk.

Makan siang pun berakhir.

"Setelah makan siang, bapak akan ada rapat dengan investor da-"

"Ya ya aku tau." Selak Khandra yang langsung duduk di bangkunya.

"Dan nanti ma-"

"Iya makan malam dengan model yang akan jadi wajah perusahaan." Selak Khandra lagi, wajahnya tampak tak minat dan sedikit muak.

Alin mengangguk namun belum beranjak dari posisinya.

"Tala masih suka sama si model itu?" Pada akhirnya Alin tidak bisa menahan rasa kesal dan cemburunya lebih lama. Ayolah dia begitu menyukai Khandra.

Khandra berdiri dan menghampiri Alin, "ini kepala biasain untuk gk diisi dengan pemikiran yang gk penting."

Alin menatap kesal Khandra, dan menyingkirkan jari telunjuk Khandra dari jidatnya, "ya ini penting Tala! Kalau Tala masih suka sam-"

"Aku sudah tidak ada perasaan apapun dengan dia, Alin. Tidak setelah dia menolak ku. Jadi kau -–"

"Kenapa senyum begitu? Kau tampak menyeramkan!"  Khandra melotot kesal begitu melihat Alin yang sudah senyum lebar. Dia tau bahwa gadis di hadapannya ini pasti sudah berpikir begitu jauh, hingga membuat Khandra ingin menghilangkan dirinya.

Alin hanya menggeleng, "jangan suka sama Erithel lagi ya? Suka sama Alin aja.. oke!" Setelah mengatakan itu Alin segera balik ke ruangannya. Membiarkan Khandra yang tertawa kecil.

"Dasar anak kecil."

Jam menunjukkan pukul 6 sore, Alin sudah selesai dengan persiapannya. Ia harus terlihat cantik! Bahkan harus lebih cantik dari tamu yang harus disambutnya! Dia harus lebih baik dari Erithel!

Dengan senandung kecil ia keluar dari kamarnya dan berjalan menuju Khandra yang sudah menunggunya.

"Talaaa!" panggilan Alin membuat Khandra segera berdiri. Dengan mata yang jatuh pada wajah cantik Alin.

"Talaaa, Alin cantik gk?" Tanya gadis itu dengan mata yang berbinar, berharap akan mendapatkan pujian manis dari mulut Khandra.

Khandra hanya mengangguk sebagai jawaban. Tak memberi respon lebih, apalagi pujian yang dapat membuat kepala gadis itu meledak.

Alin menunduk sedih, "berharap apa sih Lin?"

Alin kembali tersenyum, "Aku sudah beli bouquet bunganya."

"Tunggu, bouquet bunga? Untuk siapa?" Khandra menatap bingung, ia tak pernah meminta untuk di belikan bunga atau semacamnya.

"Untuk ku" jawab Alin asal yang kemudian menatap kesal.

"Ya menurut bapak!?"

"Begitu caramu bicara sama atasan?" Khandra melipat tangannya. Membuat Alin mengerucutkan bibirnya.

"Buat si Erithel, kesel ah! Alin aja belum pernah di kasih bunga sama Tala." Ujar Alin yang setelah itu langsung berjalan duluan menuju mobil.

"Pak bunganya sudah ada kan?" Tanya Alin kepada sopir perusahaan. Ya gadis itu meminta tolong sebelum dijemput agar pergi ke toko bunga mengambil pesanannya.

"Sudah buk, di bagasi."

"Oke, makasih ya pak" balas Alin.

Setelah itu tak ada lagi pembicaraan dalam mobil. Baik Khandra atau Alin keduanya sama-sama diam. Khandra diam karena memang tak ada yang perlu dibicarakan, sedangkan Alin? Gadis itu bergelut dengan pemikirannya.

Bagaimana jika Khandra kembali menyukai wanita itu?

"Pak Khandra mau bawa bunganya sendiri atau saya bawain?" Tanya Alin yang masih berusaha bersikap profesional.

"Tak usah di bawa jika wajahmu terus tertekuk karenanya." Jawab Khandra yang langsung berjalan duluan ke dalam restoran.

"Eh?" Alin ikut menyusul dan mengetikkan pesan pada pak Dendra agar mengambil bunganya di dalam mobil.

"Halo Khandra"

"Sorry tapi ini bukan Perancis" tolak Khandra pada Erithel, karena perempuan itu ingin melakukan cipika-cipiki.

Alin mengulum bibirnya menahan senyum senangnya. Erithel ditolak!

Sepanjang makan malam, Alin lah yang menggantikan Khandra untuk menjawab pertanyaan yang diberikan wanita dihadapan mereka.

"Brengsek! bisa kah kau diam! Aku berbicara dengan Khandra! Bukan dengan mu! Bodoh!." Umpat Erithel pada akhirnya. Wanita itu menatap sinis tatapannya bahkan terasa ingin membunuh Alin saat ini.

Alin hanya tersenyum, "maaf" ucapnya tak ingin memperpanjang masalah.

Cih! Masih untung dia balas! Berharap Khandra merespon mu? Omong kosong. Alin tak berhenti ngedumel dalam hati.

Erithel tersenyum pada Khandra yang masih memakan pasta di depannya.

"Siapa yang memilih menu makanannya?" Tanya Khandra dengan tampang tak suka.

"Aku dra" dengan senyum bangga Erithel menjawab. Alin hanya terdiam, bagaimana bisa wanita itu tersenyum begitu lebar? Ketika Khandra begitu kesal?

"Besok-besok kau saja yang memilih menunya, ini tidak sesuai lidah saya." Ujar Khandra pada Dendra yang tentu di angguki. Hal ini membuat Erithel terdiam menahan malu, wajahnya memerah. Harga dirinya melesak jauh ke tanah.

Alin kembali menahan tawanya melihat wajah malu Erithel.

Mampus!

"Ini bunga untuk buk Erithel" ucap Dendra sambil memberi bunga yang sudah dipersiapkan oleh Alin.

Bunga apa saja asal tidak bunga mawar. Ya bunga mawar harus untuk dirinya.

Erithel tersenyum, "makasih Khandra." Wanita menjadi besar kepala membuat Alin lagi-lagi menahan tawa.

Kira-kira apa responnya jika tau, bunga itu di beli olehnya? Yang bahkan tak peduli bunga apa yang akan di beri sang penjual.

Khandra hanya mengangguk. "Terimakasih, semoga kerjasama kita bisa terjalin dengan baik." Ujar Khandra sambil mengulurkan tangannya untuk berjabatan.

Bukannya membalas uluran Khandra, Erithel justru memeluk Khandra, membuat Alin di samping pria itu menahan nafas cemburunya.

"Selamat malam" ujar Khandra yang setelah itu pergi.

Sepanjang perjalanan Alin hanya diam. Dendra sudah pulang dengan mobilnya sendiri.

"Lin"

"Ya pak?"

"Jadwal untuk besok sudah beres?"

Alin mengangguk, "sudah, saya sudah print juga sesuai dengan yang pak Dendra kasih ke saya."

"Pak antar ke rumah Alin saja ya, mobil saya disana" ujar Khandra mengakhiri perbincangan dalam mobil.

"Makasih pak, salam ke istri sama anak-anak yaa!" Ramah Alin sebelum pamit ke dalam rumah.

"Alin"

"Apa?! Berisik banget" sinis Alin yang setelah menaruh sepatunya kedalam rak.

"Lin"

Alin yang kesal segera berbalik. Menatap wajah Khandra yang sialnya selalu tampan.

"Kenapa? Butuh bantuan? Ganti pikiran? Jatuh cinta lagi?!"

"Kenapa ketawa!? Gk ada yang lucu!" Alin melipat tangannya sambil menatap menyamping. Dia kesal, walau Khandra memang tak memberi respon yang berarti untuk wanita itu. Tapi Alin cemburu karena wanita itu tetap pernah disukai Khandra.

"Kau bukan pacar ku, tapi berlagak seolah aku adalah milik mu. Bagaimana jika aku benar-benar menjadi pacar mu? Wah."

Alin kembali menatap Khandra yang sedang menahan tawa. Entah karena lagi sensitif Alin merasa ekspresi Khandra saat ini adalah ekspresi yang mengejeknya. Hal ini membuat darahnya mendidih.

"Iya paket special panas! Aku cemburuan, posesif, berisik, manja, iya semua semua! Makanya Khandra suka-"

"Apa ulang?" Potong Khandra yang kini melipat tangan, dan menatap Alin seolah gadis itu baru berbuat pelanggaran.

"Apa!?" Sewot Alin tak mau kalah, dia masih marah dan apa Khandra ingin ikutan marah?

"Coba ulang, manggil apa tadi?"

Alin mengernyit sebelum tersadar dan semakin memasang wajah menantangnya. "Khandra"

"Kenapa tersinggung? Karena saya bawahan bapak!?"

"Lin" panggil Khandra yang sudah terlihat capek. Dirinya menatap Alin pening, astagah!

"Apa lagi sih?! Gk mau pulang!??? Capek kan? Iya memang! Kenapa!? nyesel!?? karena disukain sama cewek kayak aku!? Udah enek!??". Alin menahan air matanya, tangannya sudah bergetar. Menatap wajah Khandra yang semakin datar membuat dadanya semakin sesak.

"Terserah." ujar Khandra pada akhirnya sebelum keluar dari rumah dan pergi.

"Hahahaha" Alin hanya tertawa, entah menertawakan dirinya atau takdir yang selalu menolak dirinya untuk berbahagia.

______

JIAKHHH BARU DUA CHAPTER DAH RIBUT AJE 🤭🤣

SEE U DI NEXT CHAPTER <3

Continue Reading

You'll Also Like

15.6K 1.2K 10
Ketika anak-anak kelas sembilan tujuh menjawab pertanyaan seputar keseharian mereka.
7.4K 1.4K 15
Ketika Jisoo si cewek prik pacaran sama Jaehyun yang kalem dan cool abis. Tapi meski begitu, Jaehyun ini tipikal orang yang bucin banget. Nggak perca...
7.8K 803 28
Apa yang akan kalian lakukan jika semua yang kalian mimpikan menjadi kenyataan ?? Mensyukuri atau merutuki ?? *** 'Bagaimana cara untuk menghentikan...
114K 10.4K 46
No Deskripsi. Langsung baca aja Taekook Vkook Bxb 🔞🔞 *** Start : 15 Januari 2024 End : -