The Royal Elite • vm

By scorpioels

7K 667 112

" Three lives, we still meet again " " But, in every meeting we have, someone will die, between us there is n... More

0 • 0 - Opening Sequence
0 • 2 - Levantarse
0 • 3 - Let's Begin
0 • 4 - He it's
0 • 5 - Soon To Be
0 • 6 - Control
0 • 7 - I meet you
0 • 8 - Beautifull
0 • 9 - No One
1 • 0 - Alium Hominem
1 • 1 - Floating Dance
1 • 2 - Blue Flower
1 • 3 - Him & I
1 • 4 - It's So Hard To Be Romantis
1 • 5 - Jealous
1 • 6 - The Night In The Pouli Clan
• HUÁNG : The Royal Elite •
1 • 7 - Opening Sequence

0 • 1 - Luna Ilena

729 67 10
By scorpioels

| Author By scorpioels
Edit By scorpioels
Copyright ©scorpioels |

|¦|

Seokjin menghela napasnya lelah. Mendapati Jimin dengan wajah murung dan aura buruk rupanya yang tidak mengenakkan hidung miliknya. Seokjin harus apa?, Kalau segalah permasalahan ada pada Jimin itu sendiri. Pertengkaran hebat dua hari lalu sudah menguras tenaganya untuk memisahkan mereka agar berpikir jernih. Setahu dirinya, Jimin dan Taehyung tidak pernah terlibat dalam pertengkaran sehebat itu. Bahkan untuk pertama kalinya Seokjin melihat dengan mata kepala sendiri, Taehyung yang hampir saja ingin menonjok Jimin jika saja sang suami tidak menahan Taehyung. Mungkin sekarang Jimin sudah berada di rumah sakit.

"Oke, sekarang apa maumu?". Terlalu lelah melihat wajah Jimin yang ingin sekali ia bilas lalu ia putar-putar agar tidak terlihat sedemikian buruk. Jimin mendekat pada tubuh Seokjin. Anak itu menggenggam tangan Seokjin seakan dialah harapan terakhir yang Jimin punya. Kedua omega itu saling bertatapan. Tetapi beda dengan Seokjin yang menatap Jimin horor. Dia sedikit menjauhkan wajahnya dari Jimin karena terlalu dekat.

"Tolong aku, tolong aku untuk bisa menghubungi Taehyung lagi. Aku bersumpah hyung, bahwa aku menyesal telah membuatnya terluka, - maksudku, dengan kata-kataku kemarin lusa itu sangat menyakitinya. Aku tahu aku salah tidak seharusnya aku mengatakan hal buruk padanya". Sesal Jimin. Tercetak jelas wajah penyesalannya.

"Bukan hanya hal buruk Jimin, kau juga menolaknya". Geram Seokjin. Jimin kembali menunduk, meremas pelan tangan Seokjin.

"Aku tahu-"

"Bukan hanya aku tahu Jimin!, kau melukai Alpha mu. Apa kurangnya Taehyung?". Kekesalan Seokjin hampir saja membuat dia melepas semua urat-urat dan amarah yang dia pendam sendiri sangking kesalnya pada Jimin.

"Hyung-". Rengek Jimin. Seokjin berdiri dari duduknya.

"Sebaiknya kau pulang". Belum sempat Seokjin melanjutkan ucapanya, Jimin terburu untuk menyela. "Kau mengusirku?". Tatapan tidak percaya dari Jimin dengan mulut terbuka.

"Aku tidak mengusirmu!. Namjoon sebentar lagi pulang dan aku harus menyiapkan makan malam untuknya. Dengar Jimin, kau tahu, aku tidak tahu Taehyung ada dimana. Dia juga belum menghubungi diriku, dengar sweety aku tahu mungkin kata-kata ku ini akan menyakitimu". Sebelum Seokjin melanjutkan ucapannya dia mengambil napas banyak-banyak. Untuk menceramahi seorang Park Jimin yang keras kepala butuh tenaga dalam yang banyak.

"Dengar ya-, jangan di potong atau menyela ucapanku sebagai seorang Omega yang sudah berumah tangga". Seokjin menarik napasnya panjang.

"Jimin, sekarang kau sudah menemukan mate mu. Dan dengan cara kau menolaknya sama saja kau juga merusak harga diri seorang Alpha. Jimin, kita Omega yang dimana takdir sudah tertulis, aku tahu masalalumu tapi seharusnya itu menjadi pelajaran bukan sebuah ketakutan. Aku tahu kau takut kehilangan -.

Tapi Jimin, di setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Dan aku yakin Taehyung tidak akan seperti ayahmu. Dia Alpha baik yang pernah aku temui dan percaya padaku Taehyung tidak seburuk ayahmu sweety. Cha--sekarang kau pulang kalau kau mau makan malam disini silakan. Aku akan membantumu mencari Taehyung, mungkin saja dia pulang ke Daegu atau kemana. Namjoon dan aku akan selalu membantumu oke. Kalau Taehyung menghubungi ku, akan aku kabari". Akhirnya dalam tarikan nafas panjang Seokjin mengutarakan semua kegundahan hatinya. Dia mau Jimin sadar bahwa menolak Alpha yang sudah di takdirkan untuknya itu sama saja melukai diri sendiri. Tetapi karena Jimin belum mendapat klaim, rasa sakitnya masih bisa di tahan.

Jimin semakin merasa buruk. Dia tidak bermaksud menolak Taehyung. Dia hanya sedang bimbang. Taehyung adalah sahabatnya di kala senang atau susah dan mendadak menjadi Alphanya itu terasa aneh dan bahagia. Entahlah Jimin merasa bimbang dan tidak semudah itu ia menerima Taehyung sebagai alphanya begitu saja.

Berdiri dari duduknya, mengambil tas yang ia taruh di sofa. Dia akan segerah pulang, mungkin Heolmoni sedang mencarinya karena belum mengabarinya. Jimin mengangguk kecil dengan lesuh. "Aku akan pulang Hyung, kalau, kalau ada kabar soal Taehyung tolong kabari aku ya". Pintahnya.

Seokjin jadi prihatin melihat Jimin jadi lesuh tidak bersemangat. Biasanya anak itu memiliki energi banyak setiap kali datang ke rumahnya. Bahkan Namjoon sampai pusing melihat tingkah Jimin dan Taehyung kalau sudah berkunjung.

"Pasti akan aku kabari, kalau perlu aku langsung datang ke rumahmu dengan menyeret Taehyung. Aku akan panggilkan taksi untukmu, tunggu sebentar".

Lagi-lagi Jimin mengangguk dan kembali duduk, sempat melihat Seokjin yang masuk untuk mengambil ponselnya. Ini adalah penthouse Seokjin dan Namjoon. Dia sering mampir kesini setelah pulang kuliah sekadar untuk menumpang makan atau bermain game.

Seokjin kembali duduk di sampingnya setelah meletakkam ponsel di atas meja. "Oh ya Jimin, apa kau sudah tahu kalau Jungkook dan Yoongi akan menikah bulan depan?".

Jimin menggeleng pelan dengan kepala tertunduk. Lalu selang beberapa detik ia menyentak kepalanya mendongak dengan wajah berkerut. "Tunggu menikah? Siapa?".

Menoleh dengan kasar menatap Seokjin. "Jungkook dan Yoongi. Kau tidak tahu?". Kini malah Seokjin yang tidak percaya melihat jawaban Jimin dengan gelengan kepala.

"Tunggu, kapan kau di beri tahu mereka?". Jimin tercengang.

"Dua hari lalu ku rasa, mungkin saat Taehyung yang kau kabarkan menghilang itu". Seokjin mencoba berpikir mungkin iya hari itu.

Kedua alis Jimin mengerut mencoba berpikir, sepertinya dia melewatkan sesuatu hal yang penting yang tidak dapat ia ingat.

"Tunggu aku rasa aku melewatkan sesuatu hal yang penting, mungkinkah waktu Hoseok hyung menelfonku tapi tidak aku angkat karen terlalu memikirkan Taehyung ada dimana?". Gumam Jimin.

"mungkin, aku juga di beri tahu oleh Hoseok malamnya sekitar pukul 8". Jawab Seokjin.

"Pantas, tapi Hyung-, Yoongi hyung baru saja lulus dua minggu yang lalu, dan Jungkook bahkan belum lulus kuliah".

Jimin terheran. Pasalnya Yoongi baru lulus kuliah dua minggu yang lalu dan sekarang mendadak mau menikah dan lagi, Jungkook juga masih belum lulus kuliah. Aneh saja kenapa mereka menikah secarah mendadak alias terburu-buru menurut Jimin. Seokjin tersenyum simpul dengan melipat tangan di dadanya. Lalu kakinya ia angkat bertumpuh dengan satunya.

"Biasa anak mudah, hormonnya tidak terkontrol".

Seokjin terlihat biasa saja. Malahan Jimin dengan wajah pongahnya dia kehilangan banyak berita penting karena terlalu memikirkan Taehyung ia rasa.

"Tapi-mereka sudah mengklaim satu sama lainkan hyung?". Ucap ragu Jimin.

"Jimin, dunia kita sudah modern. Kalau jaman dulu yang penting sudah di tandai oleh Alpah maka di anggap sah. Tapi di jaman paradigma di setiap tindakan juga norma dari pemerintah mengharuskan kita untuk mendaftarkan diri ketika menikah ya walau sebuah pesta itu tidak penting-penting juga, yang lebih penting pernikahanmu sudah terdaftar di buku negara". Ucap Seokjin panjang lebar. Dan Jimin yang kepalanya sekarang hanya terisi tentang 'dimana Taehyung berada', tidak mungkin dapat menangkap setiap ucapan Seokjin.

"Hyung ucapanmu terlalu kritis. Jadi intinya kalau mau di anggap pasangan harus ke pemerintah dan sudah di klaim begitu?".

"Nah iya".

Jimin merotasikan matanya malas. Tinggal singkatnya saja begitu haruskah ada istilah paradigma segala. Sepertinya Seokjin terlalu banyak bergaul dengan Namjoon pemikirannya menjadi terlalu kritis. Ah lupa kalau Namjoon berkerja sebagai anggota pemerintah. Bahkan Jimin ingat kalau Seokjin akan mencalonkan suaminya menjadi presiden tahun depan. Namjoon hanya menggeleng menanggapi Seokjin waktu itu. Lagi pula Jimin yakin Namjoon akan menolak bila menjadi Presiden. Cukup menjadi anggota DPR saja, dan itu sudah membuat Namjoon pusing tujuh keliling.

"Sudah hyung aku pulang dulu, Heolmoni akan mencariku kalau terlalu malam". Ujar Jimin yang mulai bergerak untuk pergi.

"hati-hati, kurasa taksinya juga sudah sampai, hati-hati dijalan. Jangan lupakan suppressant mu dan choker mu". Seokjin mencoba mengingatkan lagi karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Jadi, lebih baik waspada. Seokjin selalu khawatir pada adik-adik Omeganya pabila mereka berkeliaran di luar sendiri. Sebab itu waktu mendengar Jimin bertemu sang mate, Seokjin bahagia tak ketulungan.

Jimin mencibir hyungnya dengan menunjukkan Choker hitam polos dan membuka tasnya menampilkan sekantung suppressant miliknya. Lalu ia mendapatkan ancungan jempol dari seokjin dan mulut membentuk huruf O.

•••

Jimin pulang ke rumah yang berada di komplek tidak jauh dari gedung penthouse Seokjin . Ini perumah biasa tidak semewah penthouse Seokjin dan Namjoon. Ia melempar begitu saja tasnya di atas sofa ruang tamu. Harum wangi ruang tamu Lavender, pasti heolmoni yang mengganti pewangi ruangan. Rasanya seperti pulang ke rumah.

Tempat tinggal Jimin sebenarnya bukan di Seoul namun setelah kedua orang tuanya meninggal. Heolmoni memboyongnya untuk tinggal di Seoul dan bersekolah di sini. Awal pertemuan dengan Taehyung pun saat dirinya masuk kebangku menenga atas. Dan tidak menyangka dirinya akan berakhir dekat dengan pria itu. Banyak kejadian pahit menjadi omega sepertinya.

Dulu waktu masih duduk di bangku sekolah dirinya hampir menjadi ajang pemerkosaan oleh teman-temannya. Kalau saja tidak ada Taehyung yang sigap membawanya ke ruang UKS lalu mengunci pintu UKS. Taehyung menunggunya di luar memastikan tidak ada satupun Alpah jahat mendekati pintu UKS, dia tidak sendiri, ada Jungkook adik kelas mereka. Karena kejadian itu mereka bertiga menjadi sangat akrab. Meski Taehyung mendapatkan beberapa luka karena berkelahi dengan beberapa Alpha begitu pula dengan Jungkook yang hampir babak belur. Padahal bocah itu anak baru kelas 10.

Untungnya guru segera tiba. Jimin di pindahkan ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan karena dia juga mendapat beberapa luka di tubuhnya sebelum kedatangan Taehyung. Lucunya wakti Taehyung datang menjenguknya bersama Jungkook, keduanya mengenakan masker berlapis-lapis.

Jimin terkekeh mengingat awal pertemuan mereka waktu itu. Mengerikan untuk di ingat tapi sulit untuk di lupakan. Ah, sebentar lagi bungsu mereka akan menikah. Masih tidak percaya tetapi itulah kenyataan.

"Haruskah aku menghubungi Jungkook?". Jimin gunda dia takut mengganggu bocah itu di malam-malam seperti ini.

"Kalau mau dihubungi, ya hubungi saja". Celetuk seseorang yang baru saja turun dari lantai atas dengan pakaian yang sudah rapi.

Jimin bangkit dari tidurannya. Melihat sang heolmoni berpakaian rapi dan terlihat cantik membuat Jimin menatapnya heran. "Mau kemana malam-malam?". Pertanyaan Jimin terasa menuntut.

"Malam apanya? Ini masih jam 8, heolmoni mau ke rumah teman tidak jauh dari komplek".

"Haruskah berdanda?". Heolmoni mencibik mendengar ucapan Jimin.

"Sudah lebih baik kau mandi lalu tidur. Oh iya jangan lupa kalau hari ini full moon. Tutup semua gorden, pintu, jendela dan matikan semua lampu. Aku sudah menyiapkan lilin di kamarmu kalau kau tidur matikan dulu lilinnya oke. Bye bye, aku berangkat dulu. Daa-". Heolmoni pergi begitu saja.

Jimin tidak heran akan tingkah laku heolmoninya yang seperti remaja itu. Memang wajahnya terlihat masih segar tapi tetap saja dia sudah berumur 60 tahunan.

"Susah ya, kalau punya heolmoni yang hedon". Jimin menggeleng kecil lalu pergi menuji kamarnya di lantai atas.

•••


Jimin baru saja selesai mandi dan langsung membuka laptopnya untuk mengerjakan tugas miliknya. Ia sangat fokus mengerjakan tugasnya sampai matanya tidak sengaja melirik jam weker di samping lilin. Ia mengambil jam weker miliknya yang berwarna kuning berbentuk chimy kartun kesukaannya. Ia memukul-mukul jam wekernya, dan ternyata jam itu mati. Memang jam itu sudah lama ia gunakan, dan memang sering rusak. Dan ia rasa belum membeli baterai yang baru.

Oh sial. Dia tidak bisa tanpa jam weker itu. Kalau dia tidur sering kali ia mematikan ponselnya jadi ponselnya akan ikut istirahat saat dia terlelap dan jam weker sangat membantunya untuk bangun.

"Seingatku aku punya dua. Kurasa ada di gudang. Tapi siapa yang mau ke gudang gelap-gelapan?". Jimin menghela napas frustasi.

Akhirnya dengan senter lewat ponselnya dia memberanikan diri untuk turun ke gudang. Gudang berada tepat di bawah kamar heolmoni dan itu terasa sangat dingin. Jimin benci gudang demi apapun itu. Benar-benar gelap. Udara dingin dari gudang benar-benar menusuk piyama miliknya.

Dia menemukan jam weker lama miliknya di lemari tepat di depan tangga. Langkah kakinya langsung menuju ke lemari kayu itu dan langsung mengambil jam weker itu. Namun saat ia akan berbalik untuk kembali naik ke atas. Matanya tersihir oleh benda di samping jam miliknya. Cahaya dari fentilasi udara seakan hanya menyoroti satu benda itu. Jimin mendongak untuk melihat fentilasi udara yang menampilkan bulan purnama penuh. Sangat-sangat bercahaya, dan itu membuat Jimin merinding.

Jimin mengulurkan tangan untuk mengambil benda yang lebih mirip jam pasir atau memang jam pasir. Entahlah, Jimin tidak terlalu suka barang-barang klasik tetapi benda ini menyihirnya. Terlalu cantik di bawah cahaya bulan purnama. Jimin tidak bisa mengabaikan benda cantik di depan matanya. Maka itu dia ikut membawa serta jam pasir kedalam pelukannya.

Setelah ia sampai di atas dia kembali mengunci pintu.

"aahh! Astaga Lucy!". Jimin berteriak karena terkejut dengan kucing miliknya. Lucy itulah namanya. Lucy hanya menatap bingung sang majikan, kucing putih itu tiba-tiba berlari menjauh darinya setelah menatapnya dengan tatapan polos dan telengan kepala. Jimin juga memilih kembali lagi ke kamar guna mengerjakan tugasnya dan segera dia kumpulkan malam ini.

• •
• •

Malam ini sudah pukul 11.57, dan udara semakin dingin. Jimin juga masih berkutak dengan laptop miliknya. Lelah, matanya juga tinggal beberapa watt. Di temani dengan secangkir kopi yang ia lupa untuk minum dan sekarang mungkin sudah mendingin, tapi Jimin tidak peduli. Dia minum tandas kopi yang dulu pernah hangat.

Jimin tersentak mendengar seperti seseorang menggores pintu kamarnya. Itu pasti Lucy. Dan benar saja saat ia membuka pintu. Kucingnya langsung berlari masuk dan tidur di tempatnya. Jimin kembali menutup pintu dan kembali berkutak dengan laptopnya. Sedikit lagi tugasnya akan selesai dan dirinya akan segera tidur.

"Aa-kenapa dingin sekali? Perasaan semua pintu dan jendela sudah ku tutup dengan rapat". Heran Jimin dalam gumam yang lebih ke menggerutu. Setelah ia mengklik send , dirinya menghela napas lega. Akhirnya bisa tidur. Dia melirik ke jam pasir di sampingnya. Matanya mengelilingi kamarnya mencari spot yang bisa ia taruh dengan benda ini.

Dia melihat dekat dengan jendela miliknya. Dia menemukannya tapi sayang fentilasi jendela tidak mengarah pada jam pasir. Padahal saat di bawah tadi itu terlihat berkilauan. Namun cahaya fentilasi itu mengarah pada kaca besar miliknya.

Akhirnya Jimin memilih menggeser meja aesthetic miliknya dekat dengan jendela. Menggeser posisi kaca yang kini memantulkan cahaya bulan mengenai jam pasir. Jimin tersenyum puas akan itu. Dia akan segera siap-siap untuk tidur. Sebelum itu, ia membalik posisi jam pasir yang di bawah menjadi di atas.

Pasir itu terjatuh dengan cepat memenuhi wadah di bawanya. Jimin tersenyum senang dan berbalik menuju ranjang bersiap tidur. Dia tidak memperdulikan kilatan langit di luar rumahnya. Dia juga tidak peduli pantulan bulan purnama memenuhi ruangannya dan mengenai jam pasir penuh.

Entah mengapa matanya kali ini sangat berat, lebih berat dari apapun.

Lucy kucing kesayangan meringkuk takut di balik selimut ketika bayang kaki jenjang melewati dirinya dan tiba-tiba berjongkok di depannya dengan high heels merah.

Kuku panjang berwarna merah mulai mengelus bulunya yang mana semakin membuat Lucy ketakutan. Bibir merah itu menyeringa melihat kucing itu semakin ketakutan karena elusannya.

"sssstt". Telunjuk dengan kuku panjang berwarna merah menempel pada bibir mawar merah, dia ingin memberi tahu agar Lucy tetap diam.

"Anak pintar". Ujarnya dengan seringai miringnya. Bibir merah merona itu di penuhi dengan seringa arogan. Jubah merah-hitam yang menjuntai di lantai dengan langkah anggun. Ia berjalan mendekati jam pasir yang telah di kelilingi oleh serbuk emas. Semakin dia dekat semakin cepat pula serbuk itu berjalan mengitari pasir.

Tangan kanan dengan lengan telanjang terulur, tidak sampai menyentuh jam pasir. Pasir itu semakin berjalan cepat sangat cepat dan tangan itu mengepal. Bersamaan dengan kepalan tangan jam pasir telah musnah bersama serbuk emas yang kini berjalan ke arah Jimin yang tertidur. Serbuk emas mengelilingi tubuh Jimin.

Wanita misterius itu berjalan mendekati Jimin, dia duduk di samping Jimin. Mengelus pipi Jimin lembut sangat lembut sampai Jimin merasa nyaman akan elusan itu. Wanita itu mendekatkan bibirnya di telinga Jimin.

"Tidurlah, temui takdir dan karmamu"

Itu yang wanita itu bisikkan. Dengan seringa arogan di bibir merahnya dan gigi rapi tertata miliknya. Serbuk emas membawa Jimin melayang membelenggu tubuh Jimin.

Wanita itu berdiri dengan wajah bangga miliknya. Senyumnya benar-benar mencurigakan namun di saat yang sama senyum itu penuh makna. Mata dengan bulu mata lentik, rambut tergerai cantik lalu mendapat terpaan angin malam menari-nari dengan indah. Gaun yang ia kenakan sangat indah meski terlihat sangat gelap dan jahat.

Kedua tangannya terulur, membuka telapak tangannya seakan ingin menerima Jimin dalam dekapan. Bibirnya mulai mengucapkan suatu kata.


"la majestad de la luna llena doy la bienvenida y mando a nuestra descendencia. y yo como madre del dolor, de la alegría, también madre de la fecundidad. cuida de nuestra descendencia y tómalo como tu amante. la luna". [¹]

Bibirnya mengucapkan mantra yang tidak bisa di pahami. Setelah kata terakhir tubuh Jimin penuh dengan cahaya begitu juga dengan teriakan seseorang yang baru saja masuk dengan keadaan kacau juga lelehana air mata. Heolmoni datang di saat waktu telah habis.

"ANDWEE!".

Wanita misterius itu melirik sebentar menampilkan senyum kemenangan miliknya dan mengucapkan kata yang tidak sempat heolmoni tangkap.

Begitu kata itu di ucapkan tubuhnya juga ikut menghilang. Heolmoni berlari mendekati Jimin yang tertidur di atas ranjang lalu dirinya memeluk anak itu erat-erat.

"Syukurlah kau baik-baik saja". Heolmoninya menciumi wajah Jimin haru. Dia bersyukur tidak terjadi apapun pada cucunya. Dia sangat mensyukuri itu.

Sayangnya heolmoni tidak tahu apapun. Dia tidak tahu betapa atau dia hanya lupa betapa liciknya wanita tadi.


•tbc•

[¹] : keagungan bulan purnama. aku menyambut dan menitahkan keturunan kami. Dan aku sebagai ibu kepedihan, kebahagiaan, juga ibu dari kesuburan. Peliharalah keturunan kami dan bawalah dia sebagai kekasihmu. Sang Bulan.


a/n : - Choker : Adalah kalung yang biasa di gunakan untuk Omega yang belum memilikk Alpha atau Mate. Di gunakan untuk menekan kelenjar aroma Omega.

Suppressant : Obat yang diminum Alpha atau Omega untuk menahan pengaruh hormon saat heat atau saat rut. Tapi biasanya Alpha tidak meminum Suppressant dan lebih memilih mengasingkan diri.





...

•aku buat spoiler Chapter 1. Setelahnya kalian harus menunggu sebab, book ini akan kembali setelah semua hutangku terbayar•
...

| Kamis, 19 Mei 2022

Continue Reading

You'll Also Like

566K 57.4K 28
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
806K 59K 53
"Seharusnya aku mati di tangannya, bukan terjerat dengannya." Nasib seorang gadis yang jiwanya berpindah ke tubuh seorang tokoh figuran di novel, ter...
Drie By VAnswan

Fanfiction

30.6K 3.8K 21
Mamanya bilang, Chandra harus mengalah pada adiknya, Nathan, karena Chandra adalah seorang kakak. Lalu papanya bilang, Chandra harus mengalah pada ka...
90.5K 9.1K 37
FIKSI