✓LOVORENT

By heyItsWinka

2.6K 598 81

16+ "Kalau begitu, boleh nggak, saya ganti agennya sama Mbak operatornya aja?" Bukan sekali dua kali, tetapi... More

Say Hi!
LOVORENT
User 00127-0920-99
Visualisasi LOVORENT
Eps. 1: Bisa Diganti Enggak?
Eps. 2: Jatuh Cinta Pada Panggilan Suara Pertama
Eps. 3: Benar-benar Imut, Ternyata
Eps. 4: Kriteria Khusus
Eps. 5: Ditunggu Pembayarannya
Eps. 6: Salah Fokus
Eps. 7: Makan Malam Keluarga
Eps. 8: Jalan Tuhan?
Eps. 9: Hari Terakhir?
Eps. 10: Kekasih?
Eps. 11: Lari dari Tanggung Jawab?
Eps. 12: Enggak Tahu Terima Kasih
Eps. 13: Buaya Darat, Agaknya
Eps. 14: Lockscreen
Eps. 15: Perkara Motor Baru
Eps. 16: Perkara Bulan Lahir
Eps. 17: Problem Anak Gadis?
Eps. 18: Chat
Eps. 19: Rumah
Eps. 20: Pekerjaannya adalah Membantu Seorang Anak Berbohong?
Eps. 21: Ezra dan Keluarganya
Eps. 22: Video
Eps. 23: Undangan
Eps. 24: Thrifting
Eps. 25: Terbongkar
Eps. 26: Calon Pasangan
Eps. 27: Sepasang Sandal
Eps. 28: Ibu
Eps. 29: Minimarket

Eps. 30: Hari Sabtu?

161 19 7
By heyItsWinka

Sejak belasan menit yang lalu, tidak ada yang bisa keduanya lakukan kecuali diam. Entahlah, tidak tahu siapa yang memulai kecanggungan ini karena baik Lavisha dan orang yang menyapanya tadi, masing-masing belum ada yang kembali membuka suaranya sama sekali.

Omong-omong, keduanya masih berada di depan minimarket bernama LovasMart dan duduk di kursi yang memang disediakan tepat di depannya. Mulanya sih, Lavisha ingin langsung pergi saja, tetapi Ezra lebih dulu menahannya. Lelaki itu bahkan sempat-sempatnya masuk dulu ke minimarket tersebut untuk membeli minuman dan bodohnya Lavisha menunggu Ezra hingga kembali.

Iya, siapa lagi memangnya orang yang menahannya tadi kalau bukan Ezra? Lelaki yang sudah sekian lama tidak ia cari tahu keberadaannya, kini muncul lagi dengan penampilan yang jauh lebih tampan daripada sebelum-sebelumnya. Lavisha bahkan sempat mengingat kata-kata orang yang mengatakan, 'orang kalau sudah menjadi mantan, pasti semakin cakep'.

Akan tetapi, kan, memangnya Ezra adalah 'mantan'-nya? Kalau saja tidak pernah terlibat dalam hubungan di atas kontrak, pastinya status itu tak akan pernah ada, bukan?

"Lo gimana kabarnya, Sha?" Lama tidak bersuara, akhrinya Ezra memberanikan diri untuk bertanya tepat setelah minuman soda yang dibelinya tadi tersisa setengah.

Sementara itu, Lavisha yang mendengar pertanyaan yang Ezra ajukan barusan, tiba-tiba saja tertawa kecil. "Kan, tadi lo udah nanya hal yang sama, Zra."

"Oh iya."

Akhirnya, kedua manusia dengan usia sama itu tertawa. Mentertawakan kebodohannya sendiri sampai-sampai tidak sadar kalau mereka menjadi perhatian orang-orang yang datang untuk berbelanja. Walaupun pelanggan-pelanggan yang datang hanya memberikan lirikan, tetapi dari lirikannya, kentara sekali jika mereka benar-benar penasaran.

"Btw, ada yang mau lo omongin, nggak? Soalnya gue mau balik. Belum nyuci piring, soalnya."

"Bentar, bentar." Lavisha yang baru saja hendak berdiri dari duduknya, langsung ditahan oleh Ezra dengan cara mencekal pergelangan tangan gadis itu. "Ada yang perlu gue bicarain."

Gadis berusia 24 tahun itu akhirnya mengangguk saja, kemudian berusaha menatap Ezra untuk menanggapi apa pun yang nantinya akan dibicarakan oleh lelaki itu. "Ngomong aja."

Ezra terlihat menghela napas panjang, seolah-olah tengah meyakinkan diri bahwa ia siap menyuarakan apa pun yang berada di dalam pikirannya. "Soal ... waktu itu."

Dahi Lavisha otomatis berkerut samar kala mendengarnya. Saat menyadari waktu itu yang Ezra maksud, ia kemudian mengangguk tanpa mengerti. "Oh, yang waktu acara perusahaan lo itu ya?"

"Bukan-bukan, eh, maksud gue iya." Ezra menggaruk dahinya yang mendadak terasa gatal. "Gini lho, kalau yang lo tebak tadi soal acara perusahaan, iya bener. Tapi itu perusahaan punya bokap gue."

Mendengar pembelaan Ezra barusan, Lavisha jelas tertawa karenanya. Rasanya lucu saat melihat bagaimana Ezra berusaha menjelaskan, tetapi dalam kondisi gugup seperti itu. Tidak tahu jugalah apakah lelaki itu benar-benar gugup atau tidak, Lavisha hanya berani menebak-nebak saja.

"Iya, iya. Kan sama aja, Ezra."

Lagi-lagi, keduanya diam. Masih sama awkwardnya dengan suasana tadi, tetapi bedanya kali ini, keduanya diam seolah-olah lupa apa yang harus dibicarakan, terutama Ezra. Setelah kejadian barusan, lidahnya bahkan terasa kelu dan susah sekali untuk melanjutkan apa yang akan ia omongkan. Pertemuannya kembali dengan Lavisha, malah jadi sekaku dan setidak menyenangkan ini.

Sampai akhirnya, Ezra pun kembali memberanikan diri untuk melanjutkan apa yang ingin dibicarakannya tadi. Akan tetapi, sumpah, ya, saking beraninya, lelaki itu malah bertindak agak kelewatan beraninya.

Bagaimana tidak? Kalau tadi berbicara sambil meremas jemari satu sama lain, kini Ezra dengan beraninya meraih salah satu tangan Lavisha dan menggenggamnya dengan erat. Otomatis, perhatian gadis itu langsung terfokus kepada Ezra yang kini terlihat memperhatikannya tepat di mata dengan tatapan yang begitu tulus.

"Untuk semua omongan gue waktu malam itu, jujur aja, Sha. Sama sekali nggak ada kata bohong atau setingan supaya orang tua gue anggap kalau gue serius sama lo. Bener-bener nggak pernah gue berpikiran kayak gitu sebelumnya. Lo bisa liat mata gue sekarang." Tangan yang semula menggenggam jemari Lavisha, kini berpindah. Memegang kedua bahu gadis itu cukup erat, meminta supaya Lavisha hanya menatap tepat ke arahnya saja.

"Liat mata gue. Apa gue terlihat lagi bohong?"

Sementara itu, Lavisha yang dibegitukan hanya bisa tertawa kecil. "Ya, sori," ujarnya. "Gue nggak bisa lihat lo beneran jujur apa enggak. Gue nggak tau caranya, haha."

Lagi-lagi tertawa. Memang receh agaknya mereka berdua ini. Tidak tahu bagaimana jadinya semisal keduanya menjadi pasangan yang tinggal di bawah satu atap yang sama. Pasti kehidupan mereka akan menjadi sangat-sangat berwarna atau malah sebaliknya?

"Btw, gue pengin mastiin satu hal deh."

Lavisha kembali mengerutkan alisnya. "Apa?"

"Bentar, ya." Tanpa menunggu reaksi dari Lavisha, Ezra langsung beranjak. Kembali memasuki minimarket entah untuk melakukan apa. Gadis itu hanya diam sambil menggoyangkan kakinya untuk menghilangkan bosan. Ah, ia juga bahkan baru menyadari kalau dirinya belum menghubungi sang bibi jikalau kemungkinan, ia akan pulang terlambat. Sedikit lebih lambat daripada seharusnya, memang.

Mungkin sang bibi akan memarahinya karena untuk pergi membeli sabun pencuci piring saja, Lavisha membutuhkan waktu berjam-jam seolah-olah gadis itu pergi mencarinya langsung ke pabriknya. Diraihnya ponsel yang sejak tadi dimasukkannya ke saku, tetapi saat dilihat, ternyata ponsel yang dikantunginya itu adalah ponsel kantor!

Astaga, Lavisha kontan menepuk dahinya. Merasa bodoh dengan yang ia lakukan. Seharusnya, ia meninggalkan ponsel milik kantor di kamar dan membawa ponsel miliknya untuk pergi ke minimarket. Lah, ini!? Ia malah membawa ponsel yang hanya digunakan untuk melayani pelanggan.

"Eh, anjir! Napa lo ceroboh banget, sih, Sha!?" Gadis itu menepuk dahinya kuat-kuat. Begini, deh, kalau tidak fokus. Bawaannya salah-salah terus. Lavisha bahkan sampai pusing sendiri dengan kecerobohannya yang menyusahkan ini.

Akan tetapi, ada gunanya juga ia membawa ponsel milik kantor, sebab beberapa detik setelah ia merutuki segala kebodohannya, ponsel itu tiba-tiba berdering. Pertanda jika ada panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Lavisha segera memperhatikan keadaan sekitar. Takutnya nanti ia akan terlihat aneh karena menjawab telepon dari seseorang dengan gaya suara yang sengaja dibuat mendayu-dayu seperti sinden.

Setelah memastikan sekitarnya terasa aman, Lavisha lantas berdeham sekali. Kemudian segera menjawab panggilan masuk tersebut dengan senyuman. Walaupun pelanggan yang menelepon tidak bisa melihat senyumnya, tetapi tidak masalah. Toh, memang beginilah seharusnya. Tugas seorang operator memang begitu, bukan? Tidak peduli mau sehancur apa pun kehidupan yang tengah menyertaimu, operator harus tetap berusaha profesional walaupun hanya dalam bentuk suara seperti ini.

"Halo selamat pagi menjelang siang, user. Anda tengah terhubung dengan operator LOVORENT. Adakah yang bisa kami bantu?"

Tidak ada jawaban selama beberapa detik, membuat Lavisha mengernyitkan dahinya samar, kemudian menatap layar ponselnya. Dipikir, mungkin saja pelanggan tadi sudah memutuskan sambungan, tetapi saat dilihat, sambungan telepon tadi masih terhubung, kok. Akhirnya, Lavisha memilih kembali bertanya---seperti yang selalu ia lakukan sebelum-sebelumnya.

"Halo selamat pagi menjelang siang, user. Dengan operator LOVORENT di sini. Adakah yang dapat kami bantu?"

"Ya," balas sebuah suara dari sambungan telepon. "Bisa tolong sampaikan kepada perempuan bernama Lavisha Adiastha untuk menerima lamaran saya beberapa bulan lalu?"

Jelas saja, Lavisha langsung membeku di tempat. Akan tetapi, refleks gadis itu bergerak lebih cepat, menoleh dan mendapati Ezra yang berdiri di belakangnya dengan ponsel yang ditempelkan di telinga.

Jantungnya mendadak berdebar begitu keras, terlebih saat Ezra di hadapannya kini terlihat menyunggingkan senyum tipis, tetapi tetap terlihat tulus. Lama terdiam, akhirnya lelaki itu yang kembali bersuara. "Waktu itu saya pernah bilang, kalau saya mau ganti agent-nya jadi Mbak-Mbak operatornya saja. Tapi, kok, telepon saya malah diputus, ya?"

Lavisha masih tidak bersuara sama sekali. Hal itu membuat Ezra merasa gemas dan semakin bersemangat untuk menggoda gadis itu. "Mbak? Halo, Mbaknya masih di tempat, kan? Belum terbang?"

"Ezra apaan sih!?" Gadis itu mendengkus sebal. Diputusnya sambungan telepon tadi, kemudian berujar ketus, "Buang-buang pulsa, aja!"

"Loh?" Ezra mendadak protes. "Saya masih mau dengar suara Mbaknya, lho. Kok malah diputus, sih?"

Melihat Lavisha yang semakin cemberut kesal, Ezra lantas tertawa terbahak-bahak. Lupa kalau keduanya masih berada di tempat umum, apalagi orang-orang yang hendak berbelanja terlihat memperhatikan mereka yang sepertinya sudah dianggap gila. Setipe dengan pasangan-pasangan bucin yang dewasa ini sering pamer kemesraan di depan umum.

Khawatir jika gadis di hadapannya itu merajuk, Ezra akhirnya mendekat. Kemudian meraih jemari Lavisha yang terbebas, lantas menggenggamnya dengan lembut. "Lavisha," panggilnya yang membuat gadis itu mengangkat wajahnya malu-malu. Rona merah mewarnai pipinya hingga membuat Ezra yang melihat semakin gemas karenanya. "Mungkin lo nggak percaya soal kata-kata gue waktu itu. Tapi, lo pasti percaya sama yang gue bilang waktu itu, kan?"

Karena tidak ada tanda-tanda Lavisha akan menjawab, Ezra kembali melanjutkan. "Gue juga nggak ngerti, Sha. Nggak biasanya gue jatuh cinta sama seseorang hanya karena suaranya doang. Waktu gue bilang kalau gue pengin ganti agent jadi operatornya, itu gue serius dan gue bener-bener berharap karena suara si operator memang secandu itu buat gue."

Ezra menghela napas panjang sebelum melanjutkan kata-katanya. "Tapi waktu ternyata sambungan telepon gue malah diputus, gue pikir kayak, ya udahlah. Pasti operatornya merasa terganggu sama tindakan gue yang tiba-tiba, kan? Apalagi waktu hari pertama gue dan lo ketemu."

Lavisha masih diam saja mendengarkan seluruh ucapan yang akan dilontarkan oleh lelaki yang seusia dengannya itu. Sama sekali tidak berniat untuk memotong ucapannya.

"Di hari itu, seketika gue ngebayangin, gimana jadinya kalau ternyata agent yang gue pilih suaranya sama dengan suara operator itu. Tapi sayangnya, ya, ternyata suara lo ketika ngomong normal sama pas jadi operator tuh beda banget!"

"Jadi maksud lo selama ini cara gue ngomong nggak normal, ya!?" Lavisha mendadak merasa kesal, tetapi protesannya barusan malah membuat Ezra tertawa terbahak-bahak.

"Bukan begitu, Lavisha Sayang. Terserah, deh, kalau semisal lo anggap gue punya kelainan atau apa karena bisa jatuh cinta lewat suara. Tapi demi Tuhan, baru lo orang yang bisa bikin gue jatuh cinta ke semua yang ada di lo."

Ezra memang hobi menggombal, bukan? Akan tetapi, entah kenapa rasanya ucapan yang lelaki itu lontarkan kali ini terdengar begitu tulus. Membuat Lavisha merasakan jantungnya berdebar tak menentu.

"Jadi Lavisha, agent LOVORENT---"

"Udah nggak jadi agent lagi." Lavisha menyahut cepat.

"Oke, oke, gue ulang." Ezra berdeham sekali. "Lavisha Adiastha, mantan agent LOVORENT nomor 17, orang yang sama dengan anak kecil yang pernah kasih sandal ke gue dan operator yang lewat sambungan suara pertama udah bikin gue jatuh cinta, lo mau kan, menikah sama gue? Jadi istri gue? Pasangan hidup gue?"

Lavisha memang tidak pernah dilamar seperti ini, tetapi demi apa pun, ia tidak ingin membuat Ezra menunggu lama. Gadis itu pun memilih mengangguk, membuat Ezra hampir saja memekik kesenangan sebelum akhirnya Lavisha berujar, "Gue mau, tapi belum bisa nikah sampai kakak-kakak gue menikah juga, haha."

Hampir tremor, tetapi kalau saja tidak ingat tempat, ingin sekali rasanya Ezra segera mencium gadis di hadapannya itu tepat di bibir.

"Jadi, kita nikah, nih?"

Gadis 24 tahun itu tertawa. "Enggak," balasnya. "Besok gue mau kerja di sini dulu."

"Lavisha astaga! Bilang iya aja kenapa susah banget, sih!?"

Seperti yang sudah dapat ditebak, keduanya kali ini lagi-lagi tertawa entah untuk yang ke berapa kali dalam sehari ini. Bermula dari aplikasi rental jasa bernama LOVORENT, apakah akhirnya mereka akan berakhir bersama?

"Iya, iya. Ini gue bilang iya." Begitu yang Lavisha katakan sebagai balasan dari kalimat protes yang Ezra layangkan.

"Iya apa?"

"Iya, gue mau nikah sama lo, tapi nanti."

"Kapan?"

"Hari Sabtu?"

"Berarti besok?"

"Ya gila aja! Tobat lo sana, Ezra!"

ס+!×
Rabu, 4 Mei 2022

LOVORENT

SELESAI

Continue Reading

You'll Also Like

487K 54.2K 30
Catatan: judul awal My Neighbor ganti jadi A Taste of Delight. Veny merupakan seorang food blogger terkenal. Namun, ketenaran itu tidak berlaku untuk...
1.6M 77K 53
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
620K 60.1K 36
Neoma memiliki kehidupan yang diidam-idamkan oleh banyak orang di luar sana. Ia bisa membeli apapun yang dia mau, bisa pergi kemanapun yang dia ingin...
24.5K 1.6K 34
women's series #1 Pernah denger kata "jomblo" ? Yupsss benar sekali, disini akan diceritakan tentang seorang jomblowati yang ingin menemukan cintanya...