✓LOVORENT

By heyItsWinka

2.5K 597 81

16+ "Kalau begitu, boleh nggak, saya ganti agennya sama Mbak operatornya aja?" Bukan sekali dua kali, tetapi... More

Say Hi!
LOVORENT
User 00127-0920-99
Visualisasi LOVORENT
Eps. 1: Bisa Diganti Enggak?
Eps. 2: Jatuh Cinta Pada Panggilan Suara Pertama
Eps. 3: Benar-benar Imut, Ternyata
Eps. 4: Kriteria Khusus
Eps. 5: Ditunggu Pembayarannya
Eps. 6: Salah Fokus
Eps. 7: Makan Malam Keluarga
Eps. 8: Jalan Tuhan?
Eps. 9: Hari Terakhir?
Eps. 10: Kekasih?
Eps. 11: Lari dari Tanggung Jawab?
Eps. 12: Enggak Tahu Terima Kasih
Eps. 14: Lockscreen
Eps. 15: Perkara Motor Baru
Eps. 16: Perkara Bulan Lahir
Eps. 17: Problem Anak Gadis?
Eps. 18: Chat
Eps. 19: Rumah
Eps. 20: Pekerjaannya adalah Membantu Seorang Anak Berbohong?
Eps. 21: Ezra dan Keluarganya
Eps. 22: Video
Eps. 23: Undangan
Eps. 24: Thrifting
Eps. 25: Terbongkar
Eps. 26: Calon Pasangan
Eps. 27: Sepasang Sandal
Eps. 28: Ibu
Eps. 29: Minimarket
Eps. 30: Hari Sabtu?

Eps. 13: Buaya Darat, Agaknya

48 15 4
By heyItsWinka

Mulanya, Ezra berpikir jika sang nenek sudah melupakan niatnya untuk mengenal Lavisha lebih dalam lagi waktu itu—lewat ajakan makan malam di kediamannya—karena kemalangan sudah menimpa cucunya hingga mengalami fraktur tulang.

Ternyata, Ezra salah besar.

Sang nenek malah tiba-tiba saja datang ke apartemennya tanpa aba-aba apa pun sebelumnya. hal itu jelas membuat dirinya dan Lavisha dibuat terkejut, apa lagi, neneknya itu datang di siang bolong saat Ezra sendiri tengah asyik-asyiknya tidur.

Lavisha yang menyambut wanita tua itu  dan meminta beliau untuk menunggu sebentar, sementara dirinya akan pergi ke kamar Ezra untuk membangunkan lelaki itu. Akan tetapi, pertanyaan dari nenek Ezra itu seketika membuat Lavisha terdiam, tidak dapat menjawab selama kurang lebih tiga puluh detik  lamanya.

"Kamu kok ada di apartemennya cucu saya?" tanya wanita tua itu, lengkap dengan dahi berkerut. "Baru pacaran, kan? Kok sudah kumpul kebo begini?"

Lalu setelahnya, lagi-lagi tanpa aba-aba apa pun, wanita tua itu melangkah masuk melewati Lavisha yang terdiam di tempatnya begitu saja. Suaranya yang masih terdengar cempreng pun mendadak memenuhi ruangan. "Ezra!"

Padahal, wanita tua itu sudah tahu jika cucunya sedang sakit. Jelas saja panggilannya tadi langsung membuat Ezra terbangun secara mendadak dengan kedua mata yang terbelalak karena kaget. "N-Nenek?"

Berhubung ia tidak bisa bangun sendiri, alhasil Ezra memilih menunggu saja di kamar hingga sang nenek datang atau bahkan, lelaki 24 tahun itu berharap Lavisha saja yang datang untuk membantunya bangkit dari tempat tidur. Sayangnya, sang nenek tercinta yang lebih dulu tiba dengan Lavisha yang mengekor di belakang.

"Kenapa pacarmu itu ada di sini?" tanya sang nenek dengan raut penuh penasaran. "Kamu kumpul kebo, ya, sama dia!?"

"Astaga, Nek. Nggak gitu!" Inginnya sih, ia berdiri dan menghampiri sang nenek, kemudian memegang kedua bahu wanita tua itu sambil berusaha menjelaskan. "Memangnya Mama atau Papa nggak bilang ke Nenek?"

Dahi wanita tua itu berkerut tak mengerti. "Apa? Nggak ada bilang apa-apa, tuh. Setelah Nenek jenguk kamu di rumah sakit waktu itu, belum ada bicara lagi dengan mereka."

Sementara itu, Ezra sendiri diam-diam melirik Lavisha yang kini berdiri sambil menunduk dengan wajah yang sarat akan ketakutan. Ah, atau mungkin gadis itu gugup karena didatangi tiba-tiba oleh neneknya?

"Jadi?" Sang Nenek terlihat menuntut jawaban.

Sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan oleh neneknya itu, lebih dulu Ezra memilih menghela napas panjang. Lewat sudut matanya, ia mengisyaratkan kepada Lavisha yang kebetulan sedang menatapnya, untuk membantu. Tidak sopan juga rasanya meladeni seluruh kata-kata sang nenek dalam posisi berbaring seperti sekarang.

Beruntungnya, Lavisha langsung mengerti dengan kode-kode yang ia berikan. Diam-diam, Ezra melihat bagaimana sang nenek memperhatikan seluruh interaksinya dengan Lavisha barusan dengan wajah datar. Ia sungguhan tidak mengerti, kenapa neneknya itu senang berubah-ubah? Terkadang bersikap baik, lemah lembut dan bijak, tetapi tak jarang pula tingkahnya lebih mirip seperti ibu tiri jahat di dalam dongeng.

"Ya Nenek tahu sendiri, kan, gimana Mama sama Papa?" Ezra menjawab pertanyaan sang nenek tadi. "Makanya, kemarin Mama minta Lavisha buat jagain Ezra."

Sang nenek menghela napas panjang, kemudian duduk di pinggir tempat tidur cucunya itu. "Lagian, kenapa, sih, kamu nggak pulang ke tempat Nenek aja? Semua fasilitas lengkap. Atau kalau perlu, Nenek carikan orang yang lebih ahli buat kamu."

"Males, ah." Ezra menjawab dilengkapi decakan. "Di rumah Nenek nggak asik. Kebanyakan maid, tuh!"

"Lho, justru karena ramai jadinya seru. Banyak orang. Nggak sepi kayak rumah orang tua kamu!"

Sepasang nenek dan cucu itu asyik membicarakan banyak hal, sampai-sampai mereka nyaris melupakan kehadiran Lavisha yang sekarang hanya mematung di tempat tanpa tahu harus melakukan apa. Mendadak, semua hal yang dipelajarinya sebagai seorang agent di LOVORENT lenyap begitu saja.

Lamunan Lavisha bahkan baru saja  menghilang nenek kandung Ezra memberikan pertanyaan serupa seperti yang ditanyakan oleh Om Brian, Ayah Ezra beberapa waktu lalu. "Kamu bisa memasak, kan?"

Lalu di sinilah Lavisha sekarang. Dengan was-was ia menyajikan makanan yang telah dimasaknya tadi ke hadapan Nenek Sintia—nenek kandung Ezra itu.

Hasil masakannya diperhatikan seperti seorang chef yang sedang menilai masakan dari siswa yang sedang diajarinya. Sumpah, ditempatkan dalam posisi seperti ini membuat Lavisha jauh lebih berdebar. Padahal, posisinya hanya sebagai agent yang dibayar oleh Ezra untuk menjadi pasangannya, tetapi kenapa malah rasanya seperti sedang dites sebagai calon menantu benaran, ya?

Di malam itu, acara makan yang sempat direncanakan akan diadakan di kediaman Nenek Sintia, mendadak harus berubah haluan. Sang suami yang notabene adalah kakek kandung Ezra, Kakek Abiantara juga hadir tepat sebelum makan malam berlangsung dengan diantar sopir.

Sebagai kewajibannya, Lavisha akhirnya mau tak mau tetap membantu menyuapi Ezra dan menyediakan segala kebutuhan lelaki itu. Gadis 24 tahun itu tentunya sadar dengan tatapan penuh pengawasan yang dilayangkan oleh Nenek Sintia kepadanya yang entahlah apa artinya. Ia bukan pakar ekspresi sehingga dapat menyimpulkan ini dan itu hanya karena menangkap ekspresi wajah seseorang.

"Kalian tidur sekamar, ya?"

Selesai makan—tanpa ada kata-kata apa pun berupa pujian sama sekali—Nenek Sintia kembali bersuara.

Baik Lavisha maupun Ezra, keduanya sama-sama menyadari jika sesi tanya jawab pun baru saja dimulai. Beruntungnya tidak ada kesan gugup sama sekali saat menjawabnya, sebab kedua manusia dengan usia yang sama itu sudah lebih dulu mendiskusikan hal ini—sesuai dengan yang tertera pada kontrak. Keduanya sedang mencoba untuk menjadi profesional sekarang.

"Enggak, Nek." Lavisha menjawab singkat, lengkap dengan senyum yang dipaksakan. "Kamar saya yang di sebelah sana."

Nenek Sintia menatap pintu yang ditunjuk oleh Lavisha menggunakan jempol itu. "Sudah berapa lama?"

Pertanyaan selanjutnya malah terdengar seperti jebakan. Lavisha dan Ezra jelas tidak paham maksudnya. Akan tetapi, berbekal rasa percaya diri dan tingkat sok tahu yang cukup tinggi, keduanya kompak menjawab, "Dua bulan, jalan tiga, Nek."

Jawaban dari keduanya sontak membuat Nenek Sintia dan Kakek Abiantara membulatkan mata tak percaya. Tanpa diduga-duga, nenek dari Ezra itu bahkan sampai menggebrak meja makan cukup kuat hingga Ezra yang memaksakan untuk ikut duduk di ruang yang sama dengan kakek dan neneknya turut merasa kaget.

"Jadi kalian selama ini sudah tinggal serumah!? Tiga bulan!? Astaga, Ezra. Tobat kamu!"

Sempat loading selama beberapa saat. Baik Ezra maupun Lavisha, keduanya sama-sama salah menangkap maksud dari Nenek Sintia. Namun, saat sadar jika berarti pertanyaan yang diajukan sang nenek beberapa saat lalu adalah berapa lama mereka sudah tinggal serumah, barulah masing-masing kelabakan sendiri.

"Eh bukan-bukan, Nek!" Dengan cepat, Ezra berusaha meralat jawabannya tadi. "Ezra salah tangkap. Maksud Ezra tadi yang jalan tiga bulan itu umur hubungan kita, Nek. Kalau tinggal bareng, mah, ya, baru ... um ...?"

Lagi-lagi, Ezra bermain kode. Lelaki itu memberikan lirikannya pada Lavisha yang langsung mengerti jika dirinya tidak ingat sejak kapan keduanya mulai tinggal bersama. "Udah semingguan, Nek," jawab gadis itu kemudian. "Nanti juga kalau Ezra udah sembuh, saya bakal pulang, kok. Nggak tinggal di sini lagi. Atau sampai Om Brian sama Tante Anya pulang aja."

Nenek Sintia tidak memberikan respons berarti. Mengangguk karena mengerti pun tidak. Namun, wanita tua itu kembali bertanya, "Kenapa kamu panggil pacarmu tanpa embel-embel begitu? Berapa usiamu?"

Ezra dan Lavisha otomatis saling lirik. "Kita seumuran, Nek," jawab lelaki itu kemudian. "Lagian, lebih nyaman nggak pakai embel-embel apa pun daripada pake. Soalnya, dengan ataupun tanpa panggilan sayang begitu nggak menjamin sebuah pasangan bisa langgeng sampai akhir pelaminan, kan, Nek?"

Tanpa lelaki itu sadari, diam-diam ada anak gadis orang yang baper karena kata-katanya barusan. Siapa lagi memangnya kalau bukan Lavisha yang sekarang sibuk menggerutu dalam benak?

Ternyata Ezra jauh lebih berbahaya dari yang gue pikirin, ya? Alus banget itu bibirnya ngomong pelaminan-pelaminan.
Begitu kiranya isi pemikiran seorang Lavisha Adiastha malam ini. Buaya darat, agaknya nih makluk satu.

ס+!×
Sabtu, 16 April 2022

Continue Reading

You'll Also Like

792K 74.9K 32
Menjadi gadis paling yang tidak menonjol adalah tujuan Andrea. Selama hidupnya, Ibunya tidak suka jika ia berdandan berlebihan memperlihatkan kemolek...
5.7M 301K 57
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
2.5M 118K 54
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
671K 86.4K 42
Satya, single parent yang bercerai 9 tahun yang lalu ketika anaknya baru berusia 9 tahun. Ini cerita tentang hiruk pikuknya sebagai seorang ayah yang...