Siren (Ft Hogwart Boys) ✓

By Amarine05

98.2K 15.5K 1.4K

FANFICTION Rosie, gadis Siren yang tinggal di danau hitam, Hogwarts. Memiliki rasa penasaran yang tinggi pad... More

Cast & First Word
0. Roseanne
1. Rosie History
2. New Student's
3. Gryffindor VS Slytherin
4. Problem
5. Weasley's Sister
6. Luna Lovegood & Lockhart
7. Quidditch Slytherin VS Gryffindor
8. Terror
9. The Chamber of the Secret's
10. Tom Marvolo Riddle
11. Tom Marvolo Riddle II
12. The Missing Man
13. Black Dog
14. The Truth
15. Ending Sirius and Buckbeak
16. Walpurgis Knight
17. Legilimency
19. Jealousy
20. Durmstrang & Beauxbatons
21. Cedric & Cho problem's
22. The Dragon's
23. Dance Partner
24. Yule Ball 1994
25. Siren & Mermaid
26. Last Turnament
27. I ain't Sharing
28. Siren Tears
29. Goodbye Tom
30. Liar and Killer
31. Umbridge Dolores
32. Different Path
33. He Knows
34. Draco Problem's
35. Tom Riddle secret's
36. Dumbledore Death
37. Malfoy Manor
38. Rosie & Nagini
39. Love and Hate
40. Luna and Dean
41. Green Ring
42. Trio Golden
43. The Confrontation
44. The First War
45. Forest
46. The Last War
47. Ending of the Story
Facts about Tom & Rosie

18. Attention

1.5K 276 15
By Amarine05

Menginjak tahun keenam, Tom baru saja kembali dari rumah Tom Riddle senior setelah membuat Horcrux keduanya. Ia menggunakan cincin Marvolo Gaunt atau batu kebangkitan sebagai media penempatan jiwanya. Rasa sakit hati dan penghinaan yang diterimanya membuat amarah Tom berkobar. Tak banyak kata, setelah membunuh ayahnya, Tom membagi jiwanya.

Diperjalanan, Tom berniat kembali ke kastil Hogwarts. Tom tahu jika Dumbledore tak pernah menyukainya dan selalu menolak ketika ia meminta ijin untuk tinggal atau menetap di kastil. Tapi, sekarang, Tom tak peduli.

Tom bisa saja bersembunyi di ruang kebutuhan atau meminta bantuan pada profesor Slughorn untuk memberinya ijin tinggal di dalam kastil. Proses pembagian jiwa ini begitu menyakitkan, wajah Tom tampak pucat dan tubuhnya dipenuhi oleh keringat.

Ia melangkah sembari menahan rasa pusing. Di sisi lain, Tom tanpa sengaja menangkap figure Rosie yang duduk di salah satu bangku dengan kening berkerut. Melihat betapa seriusnya Rosie berpikir, Tom tersenyum geli. Amarahnya tiba-tiba menghilang berganti dengan senyuman.

Tom melangkah mendekati Rosie. "Apa yang kau pikirkan?"

Rosie mendongak, matanya membulat lucu. Tom tahu bahwa wanita ini terkejut melihatnya berada di dalam kastil. "Kenapa kau di sini?"

Tom melipat kedua tangannya, pura-pura memasang gurat heran. "Apa ada larangan untukku kembali?"

Rosie menggeleng. "Ini hari libur, Tom."

"Lalu?"

"Kau seharusnya menghabiskan waktumu di luar kastil." Kata Rosie.

Tom mendudukkan dirinya di sebelah Rosie, ia mengamati area kastil. Begitu sepi dan sunyi. Wajahnya yang pucat membuat Rosie curiga. Wanita itu menyentuh dahi Tom tanpa ijin, ada gurat khawatir pada wajahnya. "Kau sakit?"

Tom menikmati sentuhan Rosie, ia menggeleng pelan. "Aku hanya pusing,"

"Mau mendengarkan sesuatu?"

Tom menunjukkan senyum menawannya. "Apa kau mau bernyanyi untukku?"

Rosie terkekeh pelan. "Ya, jika kau mau," katanya. "Berbaringlah!"

Dahi Tom berkerut. "Apa?"

"Berbaringlah!" Rosie menepuk-nepuk pahanya.

"Tapi--"

Rosie memaksa Tom untuk berbaring. Wanita itu menarik bahu Tom dan menidurkan laki-laki ini ke pahanya. Rosie mulai bersenandung kecil, suaranya mengalun merdu.

Ajaib!

Kemampuan Rosie benar-benar ajaib, hanya dengan mendengarkan nyanyian Rosie, rasa sakit yang menderanya menghilang. Biasanya Tom akan seharian menahan sakit dan mengurung dirinya di ruang kebutuhan. Namun, kali ini berbeda. Rosie mengobatinya begitu saja.

Tom terlalu menikmati nyanyian Rosie sampai ia baru menyadari bahwa wanita itu telah mengganti warna rambutnya. Tom mendengus. Menurutnya, Rosie adalah makhluk yang atraktif. Wanita ini kerap kali mengganti warna rambutnya.

"Kau mengganti warna rambutmu?"

Nyanyian Rosie terputus, wanita itu menundukkan kepala menatap mata kelam Tom. "Yeah, aku suka warnanya."

Tom menyentuh rambut Rosie, memainkan anak rambut wanita itu.

"Rosie,"

"Ya, Tom?"

"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu," katanya pelan. Laki-laki itu kemudian bangkit dari paha Rosie, kembali mendudukkan dirinya. "bisakah kau membantuku?"

"Seperti apa?"

"Jangan..." Tom menghembuskan napasnya, butuh keberanian untuk mengucapkannya. "Jangan pernah meninggalkanku, Rosie."

Seumur hidup, Tom tak pernah meminta atau memohon. Biasanya gadis-gadis bodoh itu akan suka rela datang padanya dan membuang harga diri mereka. Tapi, Rosie berbeda. Wanita ini memperlakukannya dengan begitu baik. Tak pernah memandangnya rendah, bahkan menghinanya, terlebih status darah campurannya.

Rosie membeku, ia menatap Tom tak percaya. Apa maksudnya Tom berkata seperti itu? Namun, wanita itu tak menjawab, ia hanya tersenyum.

"Can i really trust you, Rosie?"

Rosie memandang langit, matanya menyipit saat terkena sinar matahari. "Don't trust me, Tom,"

"Why?"

Wanita itu kembali menatapnya, ia tersenyum walaupun matanya memancarkan kesedihan. "Trust?" Ulangnya. "Never, how can we trust other's when we're betrayed by ourselves the most."

"Apa itu artinya kau menyuruhku untuk tidak mempercayaimu dan memilih untuk tidak berada disisiku?"

"Aku tak akan pergi ke mana pun, Tom. Aku tak berada di sisi siapapun," katanya pelan. "mungkin kau yang akan pergi meninggalkanku." Katanya geli.

"Aku tidak--"

"Yeah, kau akan," sela Rosie. "aku tak pernah punya teman dalam waktu yang lama." Jelasnya.

"Mereka semua yang lulus dari Hogwarts tak pernah kembali lagi." Sambung Rosie.

Hening. Tom mengamati wajah Rosie yang terkena sinar matahari. Wanita ini begitu cantik dan mempesona, satu hal yang membuat Tom menyukainya, Rosie tak mudah goyah pada ketampanannya, tidak seperti gadis-gadis lain. Menggoda mereka hanya membutuhkan waktu beberapa menit agar jatuh kepadanya.

Merasa topik yang dibahas membuat atmosfer menjadi canggung, Rosie berdeham. "Apa rencanamu setelah lulus?"

"Entah, aku belum memikirkannya,"

"Kau harus, itu hanya tersisa dua tahun lagi,"

"Mungkin... aku akan melamar posisi guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam."

Rosie mengangguk-anggukan kepalanya. "Sangat kau sekali."

***

Memasuki tahun ajaran baru, Rosie seperti biasa mendapat salam perkenalan dari murid-murid tahun pertama. Tak ada yang lebih menggemaskan selain tatapan polos mereka. Mereka menatapnya penuh kekaguman. Druella terkekeh ketika menghampirinya, gadis itu sudah lama menyadari bahwa Rosie sangat menyukai anak-anak. Terkadang Druella merasa kasihan padanya, hidup seorang diri tanpa satupun kawanan dari pihaknya, pasti Rosie kesepian.

Melihat anak-anak tahun pertama menjauh bersama Kettleburn, Druella melangkah mendekat. "Hai, Rosie."

"Druella, bagaimana harimu?"

"Menyenangkan," balasnya, gadis itu tersenyum merekah. "aku kemari ingin mengantarkan gaun untukmu,"

"Gaun?" Rosie membeo. "kau terlalu sering memberiku gaun, Ella."

Druella tersenyum bangga, ia menyerahkan kotak hitam berpita hijau pada Rosie. "Memberimu gaun tak akan membuatku jatuh miskin, lagipula gaun itu akan berguna nantinya," katanya.

"Untuk apa?"

"Tahun ini Hogwarts akan mengadakan Yule Ball party," terang Druella. "kurasa kau pasti datang karena Dumbledore tak mungkin melupakanmu, jika Peeves bisa hadir mengapa kau tidak."

"Albus belum memberitahuku, tapi aku akan menanyakannya nanti," kata Rosie. "Terima kasih banyak, Druella."

"Sama-sama."

Druella hanya melakukan tugasnya, gadis itu sebenarnya mulai mencurigai mengapa Riddle memberi perintah untuk mengantarkan sebuah gaun pada Rosie. Druella mengira bahwa Riddle telah menyukai Rosie. Sayangnya, Rosie adalah Siren dan mereka masih menjunjung tinggi supremasi darah. Seandainya Rosie adalah penyihir, mungkin Riddle akan memiliki jalan yang mudah.

Sepeninggal Druella, Rosie mencoba membuka kotak tersebut. Sebuah gaun panjang berwarna hijau mengundang perhatiannya. Sangat Slytherin sekali. Rosie merasa geli, apa karena yang memberinya adalah murid Slytherin maka ia menerima gaun berwarna hijau?

Sesaat ia teringat Albus yang pernah memberinya gaun berwarna merah.

Tibalah pada bulan Desember, Rosie mengamati seluruh peri rumah dan para guru yang bekerja keras. Mereka dibantu ketua murid dan prefek untuk menghias kastil, berusaha menyulap aula besar menjadi aula pesta yang megah.

Matanya menyorot satu persatu orang-orang yang berlalu lalang hingga ia bertemu dengan sosok Fleamont dan teman-temannya yang duduk di bangku Gryffindor.

"Hai, Fleamont," sapa Rosie. Wanita itu berjalan mendekat ke arah bangku mereka.

Fleamont yang kesusahan dengan benang kusut hiasan gantung mendongak. "Oh, hai, Rosie, aku tak menyadari kehadiranmu."

Rosie mengangguk. "Kalian sepertinya sibuk,"

Eugene mendumal. "Sebenarnya ini bukan pekerjaan kami, tapi Fleamont meminta tolong. Oh, astaga," erangnya, laki-laki itu kesusahan memasukan benang kusut pada jarum untuk hiasan gantungnya. "kenapa tidak meminta bantuan peri rumah saja..."

Rosie terkekeh pelan. Ia mengambil salah satu hiasan gantung yang tergeletak di atas meja. Hiasan gantung yang ia pegang belum selesai dengan baik.

"Aku bisa membantu," wanita itu kemudian menjentikkan jarinya, dan hiasan gantung yang mereka pegang melakukan tugas mereka sendiri, benang-benang kusut itu tampak menurut dan menyatu pada kumpulan tali. Pekerjaan yang dilakukan Rosie hanya membutuhkan beberapa detik.

"Nah, selesai!" Serunya seraya menunjukkan hiasan gantung tersebut pada mereka.

Septimus menatap Rosie, pandangannya berbinar menunjukkan kekaguman pada sihir sang Siren. "Wow, Rosie, aku tak tahu bila kau punya kemampuan sihir seperti tadi."

"Aku memang tak pernah menunjukkannya pada siapapun,"

"Mau bergabung bersama kami?" Tawar Fleamont. "Ayo, makan malam bersama kami."

Rosie menganggukkan kepalanya. Ia duduk di bangku jajaran para singa, tepat di antara Septimus dan Fleamont. Eugene kemudian mengayunkan tongkat sihirnya dan hiasan-hiasan gantung itu selesai terpasang pada dinding aula.

Rosie tersenyum ketika matanya menyorot seisi aula, sepertinya acara Yule Ball tahun ini dilaksanakan begitu mewah. Ia juga belum melihat keberadaan Albus hari ini. Lagipula, Rosie tak perlu repot-repot meminta ijin, Dippet cukup menyukainya, selama ia tak mengganggu aktifitas belajar mengajar, Rosie dibebaskan melakukan apapun yang ia suka.

"Aku tak sabar dengan acara Yule Ball nanti," Eugene membuka percakapan. "Sudah memiliki partner?"

Fleamont, Septimus, dan Ignatius sontak menggeleng.

"Kurasa aku hanya perlu berusaha keras untuk mencari partner sebelum diambil oleh para ular licik itu," kata Ignatius.

"Anak-anak Slytherin?" Tanya Rosie.

"Asal kau tahu saja, Rosie. Riddle dan kawan-kawannya sering kali merebut partner orang lain," jelas Ignatius yang diangguki Septimus penuh dengki. "gadis-gadis yang awalnya menerima tawaran kami tiba-tiba berkata tak bisa hadir, sesaat kemudian mereka menjadi partner fucking Slytherin."

"Jangan mengumpat," kata Rosie.

"Kau benar-benar mirip ibuku, Rosie." Kelakar Fleamont.

Rosie memutar bola matanya malas. "Aku memang lebih tua dari ibumu."

"Tapi, kau terlihat muda dari ibuku."

"Keajaiban Siren." Kata Ignatius yang mengundang gelak tawa.

Di sudut bangku jajaran para ular, Tom dan rekan-rekannya baru menyadari bahwa Rosie duduk bersama murid Gryffindor. Sihirnya berderak menahan amarah. Mengapa Rosie harus duduk bersama mereka?

Tom memandangi bloody Gryffindor dengan tatapan benci, terlebih tangan si Weasley menempel pada bahu Rosie tanpa tahu malu. Memang sudah waktunya mereka tahu di mana tempat mereka. Tom menyeringai, ia menatap pengikutnya.

"Apa kalian bosan?" Kata Tom. "Jika kalian bosan kenapa kalian tidak melakukan sesuatu,"

"Apa yang Anda inginkan My Lord?" Kata Malfoy yang sudah tahu maksud Tuannya.

"Si Weasley itu harus tahu di mana tempatnya,"

Mendengar nama Weasley, Malfoy dan Avery yang paling bersemangat. Mereka berdua seperti memiliki dendam tersendiri pada Weasley. Matanya kemudian mengarah pada bangku Gryffindor dan cukup terkejut melihat apa yang Weasley lakukan, tangan laki-laki itu menggantung sempurna pada bahu Rosie.

"Bolehkah kami melakukannya?"

Tom mengangguk-anggukan kepalanya. "Lakukan dengan cara biasa."

***

Tak tahu apa yang terjadi, saat mendekati acara Yule Ball, tiba-tiba Rosie dikejutkan oleh Fleamont yang membawa kabar bahwa Septimus mendekam di sayap kastil, tak ada yang tahu kenapa tapi Ignatius mengira bahwa itu ulah Riddle dan teman-temannya. Dan hal buruknya adalah Septimus dipastikan tidak bisa mengikuti acara Yule Ball.

Sangat tidak masuk akal jika Septimus yang mahir menaiki sapu terbang tiba-tiba terlontar jauh dan jatuh dari sapunya.

Mendekati Hari H Yule Ball, Abraxas terlihat memperbaiki penampilannya, laki-laki itu terlihat tampan, dan selalu membenarkan tata letak surai platina miliknya.

"Aku gugup sekali,"

Rosie terkekeh. "Aurora pasti menerima ajakanmu,"

Laki-laki itu mengangguk semangat. "Tentu saja, aku kekasihnya."

"Lalu kenapa kau gugup?"

Abraxas melirik Rosie sebal. "Kau tidak berada di posisi pria, kami bisa saja gugup setengah mati hanya demi mengajak gadis ke pesta dansa."

Sesaat Rosie melirik Tom yang tampak santai dengan bukunya. "Tapi, Tommy tidak terlihat gugup." Tunjuknya pada Tom.

"Oh, ayolah, pesona kami tidak ada apa-apanya dibandingkan Riddle, Rosie," keluh Dave, ia kini ikut-ikutan mendumal. "Riddle tanpa perlu melakukan apapun, ia pasti mendapatkan partner dengan mudah."

"Wow!" Puji Rosie.

Dan apa yang dimaksudkan oleh Abraxas dan Dave terbukti. Beberapa gadis tampak malu-malu mendekati Tom dan memintanya menjadi partner mereka. Namun, alih-alih memberi jawaban, Tom menunjukkan senyum menawannya dan berkata akan memikirkannya nanti.

Ugh, dia sudah memberi harapan banyak anak gadis.

"Rosie, apakah kau akan hadir?" Felix berseru di tempatnya.

"Ke pesta Yule Ball?" Tanyanya yang mendapat anggukan. "kurasa ya, Druella telah memberiku gaun, dan Albus sudah memintaku untuk datang."

Felix mendelik kaget. "Kau menjadi pasangan pria tua itu?!"

Rosie tertawa. "Tidak, bukan begitu. Albus hanya berkata aku boleh datang ke acara Yule Ball,"

"Apa kau membutuhkan pasangan?"

Pertanyaan Dave membuat perhatian Tom dari bukunya teralihkan. Laki-laki itu kemudian menutup bukunya, ikut menatap Rosie penasaran.

"Kurasa tidak,"

"Mengapa?" Tom kini ikut bersuara.

"Aku tak berniat untuk berdansa, datang ke acara Yule ball bukan berarti harus ikut berdansa, kan?"

"Tapi, aku membutuhkan partner," kata Tom. "Bagaimana jika kau saja yang menjadi partnerku?"

Rosie mendengus. "Lalu, kenapa kau menolak mereka jika membutuhkan partner, Tom?"

"Tak ingin saja," Jawabnya asal. "Jadi, bagaimana? Aku butuh partner."

Terdengar seperti perintah bukan ajakan. Alhasil Rosie mengangguk. "Baiklah, tapi aku tak ingin berdansa lama-lama,"

"Kau bisa mengandalkanku, Rosie." Kata Tom, ia menyeringai senang.

Tanpa mereka tahu, tujuan Tom sebenarnya adalah memprovokasi Dumbledore. Tom ingin tahu apa yang akan pria tua itu lakukan jika Rosie dekat dengannya. Apakah Dumbledore akan melarang Rosie dekat dengannya atau menjauhkan wanita itu darinya?

.
.
.
.
.

Hai, guys. Update sekalian nemenin kalian sahur bagi yang berpuasa 🤭

With love, Bells.

© Ditulis : 2 April 2022

Publish : 5 April 2022

Continue Reading

You'll Also Like

942K 77.3K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
238K 35.6K 42
Berteman baik dengan Pansy membuat Veena terbiasa terhadap sifat buruk anggota Slytherin. Bahkan dia selalu menyimpan pertanyaan di benaknya mengapa...
2.7K 247 3
Bagi Sasuke, Hinata adalah dunianya. Karenanya saat dunia itu hancur, Sasuke juga tidak memiliki alasan apapununtuk tetap bertahan. Walaupun menyakit...
6.2K 618 23
☘︎ Bagaimana jadinya jika pasangan tersohor Draco Malfoy dan Astoria Greengrass memiliki anak perempuan?? Bukankah mereka hanya memiliki anak lak...