GENTAR [END]

By 17disasalma

311K 29.6K 2K

"Ganteng beraksi, pantang patah hati!" Salah satu slogan yang dibuat oleh Gentario Dewanggara, pencetus PERGA... More

GENTARIO DEWANGGARA
01. PESTA
02. BERTEMU KEMBALI
03. TOPIK HANGAT
04. KEPUTUSAN
05. PERBEDAAN
06. AZKIRA & KEPEDULIANNYA
07. PERLAKUAN MANIS GENTAR
08. JANGAN GOYAH, GENTAR!
09. PERLAKUAN MANIS GENTAR (2)
10. GENTAR DITUNGGU SESEORANG
11. MASA LALU & MASA DEPAN
12. BERUNTUNG
13. KELUARGA AZKIRA
14. RIBUT
15. GEN
16. PERTEMUAN DUA KELUARGA
17. MASALAH
18. BADMOOD
19. NEW PARTNER : LADIOTA
20. SENIORITAS
21. GENTAR PACARABLE?
22. MAIN BOWLING
23. GENTAR VS REVAL
24. GENTAR PASSWORDNYA
25. SISI BRUTAL GENTAR
26. INSECURE
27. CEMBURU?
28. MARAH
29. BAIKAN
30. GENTAR MOVE ON?
31. JAILIN GENTAR
32. CANTIKNYA GENTAR
33. NIGHT CALL
34. JAILIN GENTAR (2)
35. KAMU RATU & AKU RAJANYA
36. DINNER
37. BIDADARI
38. INSIDEN
39. WHO ARE YOU?
40. GENTAR JADI AYAH
41. AZKIRA KENA LAGI
42. OVERTHINKING
43. KEDATANGAN SI EX
44. GENTAR BUCIN AZKIRA
45. AKU CEMBURU
46. DEEP TALK W/AYAH
47. CLUE DARI REVAL
48. ISI PIKIRAN GENTAR
49. PERGANTA BUKAN GENG
50. BAZAR & ZIO
51. SALTING TERUS
52. GANANG & AZKIRA
53. DATE
54. OBROLAN RINGAN
55. ACCIDENT
56. AYO BANGUN, RA.
57. PANIK
58. AZKIRA BANGUN?
60. TAMAN RUMAH SAKIT
61. CASE CLOSED
62. KESALAHAN GENTAR
63. SUDAH YAKIN?
64. AZKIRA & JELLA
65. SATU PER SATU TERBONGKAR
66. AZKIRA PULANG
67. HEALING BERUJUNG PUSING
68. TIDAK PERCAYA
69. INTI MASALAH
70. PENYESALAN
71. LARANGAN BERTEMU AZKIRA
72. INTROGASI
73. KESEMPATAN TERAKHIR GENTAR
74. BACK TO YOU
75. TERIMA KASIH [END]
MAHANTA SERIES

59. SLEEP TIGHT, KIRA

2.3K 249 35
By 17disasalma

Kesedihan Itu Pelengkap Kebahagiaan. Yay Or Nay?

SELAMAT MEMBACA💘

•••

59. SLEEP TIGHT, KIRA

Sinar matahari yang sangat terik menyorot langsung ke sepasang mata yang mengerjap terusik. Pengar akibat mabuk semalam masih terasa. Gentar mengusap wajahnya kasar.

Pandangannya mengedar ke langit-langit ruangan. Dalam hitungan detik ia tersadar jika ini bukan kamarnya. Gentar langsung menegakkan tubuhnya, menyender pada headboard dan menyibakkan selimutnya.

"Baju gue?" gumam cowok itu merasa ada yang berbeda dengan pakaiannya. Ia masih ingat betul kemarin bukan memakai kaos hitam polos dan celana selutut.

Decitan pintu di dalam kamar itu mengundang tolehan Gentar. Mata cowok itu langsung membulat sempurna melihat Jella keluar menggunakan bathrobe dan rambutnya basah.

"Lo ngapain di sini?" Kalimat itu yang pertama kali Gentar tanyakan.

Alih-alih menjawab Jella malah tertawa pelan dan balik bertanya, "Kamu lupa semalem kita ngapain?"

"Jangan ngawur, Jel!"

"Aku nggak ngawur, Baby," kata cewek itu sembari mengeringkan rambutnya.

Gentar terdiam. Tidak tahu harus bereaksi apa sekarang. Pengarnya belum terurai ditambah ucapan Jella yang amat sangat menambah pening kepalanya.

"Ah sayang banget semalem aku nggak rekam omongan kamu," ucap Jella membalikkan tubuhnya menjadi menghadap ke Gentar.

"Kamu sadar nggak sih, semalem kamu ngomong I'd fuck you all the time." Jella menyunggingkan senyum miringnya.

"Ngaco lo!" sambar Gentar tidak pernah merasa mengatakan kalimat itu pada Jella.

"Aku serius, Gentar. Kamu ngomong kaya gitu semalem. Mungkin kamu lupa, karena semalem kamu mabuk. Aku ketemu sama kamu di kelab, kamu juga enggak nolak kok pas aku ajak ke sini," balas Jella sangat pintar memainkan kata-katanya.

"Gila lo."

Jella mengangguk. "Aku kan gila juga karena kamu," katanya begitu santai. "Oh iya baju kamu ada di keranjang pakaian kotor. Semalem abis main sama aku, kamu ganti baju."

"Jangan macem-macem, Jel!" Gentar berujar tegas saat Jella maju mendekatinya.

"Kenapa? Harusnya kamu seneng bisa berduaan sama aku sekarang," ucap Jella dengan senyum menggodanya.

"Sakit lo," hardik Gentar lalu bangkit dan mencari bajunya di keranjang kotor yang dimaksud Jella.

"Kamu mau ke mana, Baby?" tanya Jella melihat Gentar bersiap untuk pergi.

Tidak ada jawaban dari cowok itu. Gentar berjalan menuju pintu keluar apartemen Jella. Langkah tegasnya tiba-tiba terhenti saat mendengar Jella berkata, "Kamu nggak mau tanggung jawab ke aku dulu, Gentar?"

Jella melipat kedua lengannya. Ia masih memakai bathrobe dan menatap Gentar dengan senyum miringnya.

"Mana seorang Gentario Dewanggara yang selalu menjadi panutan semua orang karena sangat memuliakan perempuan? Kamu sadar nggak sih udah ngelakuin sebuah kesalahan? Aku juga perempuan loh, Gen. Aku punya harga diri," ujar Jella dengan maksud meminta pertanggungjawaban Gentar.

"Lo mau apa dari gue, Jella?" tanya Gentar sembari berbalik badan, menghadap ke arah Jella. Ia sudah sangat lelah meladeni cewek itu.

"Ya kamu tanggung jawab dong! Jangan main pergi gitu aja. Kalo aku hamil anak kamu gimana?"

"Jaga ya mulut lo. Gue nggak nyentuh lo sama sekali!" tegas Gentar menunjuk wajah Jella penuh kekesalan.

Jella berdecak dan menggeleng pelan. "Tau dari mana kamu nggak nyentuh aku? Semalem kamu mabuk, Gentar!"

Apa yang Jella katakan tidak sepenuhnya salah. Semalam Gentar memang mabuk, bahkan sampai pagi seperti ini pun ia tidak ingat apa saja yang ia lakukan selama di bawah pengaruh alkohol.

Helaan napas Gentar terdengar sangat berat. Kenyataan yang ia terima hari ini benar-benar di luar dugaan. Hidupnya semakin berantakan. Lagi-lagi ia mengecewakan orang-orang di sekitarnya.

Bagaimana cara ia jujur pada mereka? Bagaimana cara ia jujur pada Azkira? Apa kata orang tentang Gentar yang selalu memiliki image baik ini ternyata seorang bajingan?

"Gentar ..." panggil Jella lirih, tidak menggebu-gebu seperti tadi.

"Apa, Jel? Lo jebak gue kan? Lo setting semuanya seolah-olah gue yang salah. Gue yang bajingan," ujar Gentar beranggapan jika ini semua hanya rekayasa Jella dan ia tidak benar-benar menyentuh cewek itu.

"Gue salah apa sih sama lo? Kenapa lo jahat sama gue sama Azkira? Dia koma di rumah sakit gara-gara mau nolongin lo. Sekarang lo mau rebut gue dari dia? Jahat lo, Jel," ujar Gentar lagi sudah tidak habis pikir dengan kelakuan cewek di depannya itu.

"Kita lupain kecelakaan itu ya? Aku minta maaf. Sekarang kita fokus dulu sama hubungan kita. Kamu mau tanggung jawab kan, Gentar?" Jella masih berusaha agar keinginannya terwujud.

"Aku tau kamu bukan cowok berengsek, Gentar. Kamu mau tanggung jawab kan? Iya kan, Baby?"

Jella berjalan mendekat dan menggapai tangan Gentar. Ia menggenggam tangan kanan Gentar dan mendongak sedikit untuk menatap sepasang mata yang menatapnya enggan.

"Kalo gue emang terbukti bersalah, gue bakal tanggung jawab."

Mendengar kalimat itu membuat raut wajah Jella bahagia sampai memeluk tubuh Gentar dengan erat.

"Dengan syarat, jangan sampe ada yang tau masalah ini. Ini urusan kita berdua," tambah Gentar sembari melepaskan pelukan Jella padanya.

"Kenapa?"

"Kalo lo nggak mau terima syarat dari gue, ya udah lo urus aja hidup lo sendiri."

Jella menggelengkan kepala, ia tidak mau menanggung semuanya sendiri. Meskipun janin yang ia kandung bukan anak Gentar, setidaknya masih ada yang mau bertanggungjawab padanya.

"Oke, aku enggak bakal cerita ke semua orang. Aku juga bakal pastiin papa sama mama aku nggak tau. Mereka sekarang tinggal di luar negeri. Aku jamin mereka nggak akan tau. Tapi beneran kan kamu mau tanggung jawab?" Tatapan Jella terlihat begitu memohon.

Gentar yang memang tidak tegaan dengan orang pun mengangguk pelan. "Kalo gue emang salah gue bakal tanggung jawab, Jel."

"Kita sama-sama salah, Gentar. Jadi ayo kita sama-sama tanggung jawab," ucap Jella pada akhirnya.

"Gue mau pulang, lo jangan macem-macem di sini," ujar Gentar. "Urusan gue sama lo juga belum kelar. Kalo sampe Azkira nggak bangun gara-gara lo, hidup lo nggak akan tenang sama gue, Jella."

Jella membiarkan Gentar pergi. Senyum miringnya kembali terulas. Ternyata mendapatkan Gentar kembali tidak sesulit itu. Perempuan dan kehormatan perempuam itu adalah kelemahan Gentar.

"Kelemahan lo bener-bener menguntungkan gue, Gentar," ujar Jella. Ia menunduk mengusap perutnya yang masih rata. Jika ayahnya tidak mau bertanggungjawab, biarkan Gentar yang menggantikan posisinya.

"Bagus deh kalo Azkira nggak bangun artinya Gentar jadi milik gue seutuhnya." Jella tersenyum senang membayangkan itu terjadi.

"Dan lo yang ada di perut gue, tolong kerja samanya ya," ucapnya pelan sembari mengusap perutnya lagi.

•••

Tujuan Gentar ke apartemen abangnya. Cowok itu tidak mau ambil resiko pulang ke rumah dalam keadaan berantakan seperti ini. Namun, keputusannya pulang ke apartemen Tegar ternyata salah. Calon papa muda itu marah besar padanya.

"Bagus lo ya, calon tunangannya koma malah mabuk-mabukan!" Tegar berteriak marah membuat Gentar terdiam, sementara Tasqia memilih untuk menyingkir.

"Kalo ayah tau lo mabuk lagi abis lo, Gen!"

"Makanya lo jangan cepu ke ayah," sahut Gentar sembari mendongak agar bisa menatap mata nyalang abangnya.

"Gue nggak akan cepu ke ayah, tapi biarin gue gantiin ayah buat mukul lo," ujar Tegar mencengkeram kerah jaket Gentar lalu memukul rahangnya keras.

Gentar mengusap sudut bibirnya yang terasa perih. Ia melirik sekilas ke arah punggung tangannya yang kotor dengan bercak darah dari sudut bibirnya yang sedikit robek.

"Lo udah gede, harusnya tau mana yang baik mana yang enggak! Gue nggak pernah ngajarin lo mabuk-mabukan kaya gini. Lo udah tiga kali ngelanggar aturan ayah. Kali ini apa alasan lo pergi dugem lagi, hah?" geram Tegar tak henti-hentinya berteriak pada Gentar.

"Gue pusing, Bang! Lo nggak tau apa yang gue rasain, gue pikirin!" sahut Gentar ikut berteriak.

"Tapi enggak dengan mabuk-mabukan, Gentario Dewanggara!" Tegar menyentak lagi.

"Azkira di rumah sakit lagi berjuang buat hidup tapi lo malah clubbing," ucap Tegar menurunkan intonasi suaranya.

"Sayang, jangan marah-marah terus. Kita bicarain baik-baik ya," pinta Tasqia, memeluk lengan suaminya.

"Adik ipar kamu tuh cari masalah terus. Nyari Jella aja nggak becus malah nambah masalah," balas Tegar.

Mendengar nama Jella disebut, Gentar jadi teringat kejadian tadi. Jella benar-benar mempersulit hidupnya. Mengapa ia harus terlibat masalah serius dengan Jella seperti itu?

"Oh iya Jella gimana, Gentar? Bukannya kamu pernah cerita kalo Opanya Azkira minta kamu buat segera selesein masalah kamu sama dia ya?" tanya Tasqia berjalan mendekati Gentar dan duduk di sampingnya.

Gentar memejamkan matanya. Cowok itu meremas rambut dan mengacaknya kasar. Setiap nama Jella disebut pikirannya langsung kalut.

"Kenapa lo?" Tegar bertanya. "Kenapa, Gentar?" tanyanya lagi.

"Sayang, jangan marah-marah. Biar aku aja yang ngobrol sama Gentar. Kamu diem," sahut Tasqia tidak mau Tegar malah menambah beban pikiran Gentar.

"Kamu udah ketemu sama Jella?" tanya Tasqia pelan.

Gentar menganggukkan kepalanya. "Masalah aku sama dia belum sepenuhnya selesai," ujarnya. Malah makin rumit sekarang, Kak, tambahnya dalam hati.

"Gentar nggak pa-pa, masih ada waktu buat selesein masalah kamu sama Jella," ucap Tasqia lembut dan mengusap puncak kepala adik iparnya itu.

"Bentar, Kak, ada telpon dari Ganang," ujar Gentar lalu menerima panggilan dari sahabatnya itu.

"Kenapa, Nang?"

"Azkira udah sadar. Lo cepetan ke rumah sakit!"

Gentar menghela napas lega dan mengucap syukur mendengar kabar baik itu. Meskipun dalam hati ia merutuki dirinya sendiri karena tidak bisa menjadi orang pertama yang Azkira lihat saat membuka mata.

"Gue secepatnya ke sana." Gentar langsung menutup sambungan teleponnya.

"Kenapa?" tanya Tasqia.

"Alhamdulillah, Azkira udah sadar."

Tasqia dan Tegar sontak mengucap syukur mendengarnya. Tegar langsung menahan Gentar yang hendak pergi.

"Mandi dulu lo, bersihin tuh lukanya. Jangan bikin Azkira tambah sakit liat lo berantakan kaya gini," suruh Tegar.

"Iya, bawel," balas Gentar lalu lari menuju kamar tamu yang sering ia tempati kalau menginap di apartemen abangnya.

•••

Beberapa saat sebelum Azkira sadar, papinya datang menjenguk untuk kali pertama setelah kembali dari tugasnya. Di rumah sakit hanya ada Ganang dan Alizka pagi ini.

"Tante nggak ikut, Om?" tanya Ganang menyambut kedatangan pria paruh baya yang masih terlihat gagah itu.

"Maminya Azkira nemenin Renal di rumah. Kalian cuma berdua, Gentar mana?"

"Gentar semalem pulang. Kami gantian buat jagain Azkira. Mau saya telponin Gentar biar ke sini sekarang?"

"Tidak perlu, Ganang. Biarkan Gentar istirahat dulu," balas Papi Azkira. "Kalian udah sarapan? Kalau belum sarapan dulu. Biar Om yang tunggu Azkira di sini."

"Udah kok, Om," balas Alizka sopan.

Papi Azkira mengangguk. Kemudian menepuk bahu Ganang pelan. "Pacar kamu?" tanyanya membuat Ganang tersenyum malu dan mengangguk.

"Pantes jarang main sama Azkira lagi."

"Main kok Om, Om sibuk jadi nggak tau kalo saya sering main sama Azkira," balas Ganang.

Papi Azkira mengangguk membenarkan ucapan sahabat kecil anaknya itu. Pria paruh baya itu menoleh ketika melihat seorang perawat keluar dari ruang ICU yang Azkira tempati.

"Sus, apa saya boleh menjenguk anak saya yang sedang dirawat di dalam?" tanya Papi Azkira pada perawat itu.

"Tentu, Pak. Mari."

"Om masuk dulu." Ganang dan Alizka mengangguk, mempersilakan Papi Azkira untuk masuk ke dalam.

Untuk kali pertama melihat putrinya terbaring lemah di rumah sakit berhari-hari seperti ini membuat papi merasa ada yang melukai hatinya. Papi tidak menyangka putri kesayangannya yang selalu ceria dan manja bisa selemah ini.

"Azkira, anak Papi yang cantik ini Papi, Nak. Maaf Papi baru bisa datang sekarang. Seharusnya hari ini Azkira nyambut kepulangan Papi dengan senyum dan pelukan. Bukan tertidur seperti ini," ucap Papi membungkuk dan mengusap lembut pipi halus putrinya.

"Papi udah di samping Azkira sekarang. Papi bakal tunggu Azkira bangun terus kita latihan taekwondo lagi. Azkira masih mau latihan sama Papi kan? Azkira masih mau dengerin omelan Papi kalo kamu cepat lelah karena jarang latihan?"

Papi melihat alat-alat yang menopang hidup putrinya. Matanya berkaca-kaca, hingga sebulir air mencelos dari pelupuknya. Orang tua mana yang tahan melihat anak kesayangannya seperti ini? Bahkan kalau bisa pun papi bersedia menggantikan posisi Azkira detik ini juga.

"Azkira harus bangun ya, Nak? Papi tau kamu anak hebat, anak kuat. Pasti bisa melewati semua ini," ujar Papi Azkira lagi.

"Saat Papi pulang tadi pagi, Papi lihat mami kamu nangis karena Renal setiap malam menanyakan kamu di mana, kenapa kamu tidak pulang? Renal pikir kamu pergi karena Renal nakal, Nak. Dia nangis nyariin kamu terus." Papi mengusap air matanya yang kembali jatuh.

"Renal kangen sama kamu. Papi, mami, opa juga kangen sama kamu," kata Papi pelan.

"Azkira juga punya Gentar kan, Nak? Azkira pernah cerita ke Papi kalo Azkira sayang banget sama Gentar dan nggak mau ninggalin Gentar 'kan?" cecar Papi menggenggam tangan Azkira yang tidak diinfus.

"Azkira harus bangun. Harus ya, Nak?"

Papi yang sedari tadi menunduk, menoleh ke arah tangan Azkira yang ia genggam. Papi dapat merasakan pergerakan kecil dari tangan itu. Pandangannya beralih pada kelopak mata Azkira yang berkedut.

"Azkira bisa denger Papi, Nak?" Papi tersenyum karena Azkira mulai menunjukkan tanda-tanda jika ia akan segera sadar.

"Ayo buka mata, Azkira. Papi di sini, di samping Azkira. Papi tau Azkira pasti denger suara Papi kan?"

"Suster ... Suster!" teriak Papi agar tahu kondisi Azkira usai menggerakkan jari tangannya meskipun matanya masih terpejam.

"Mohon Bapak keluar dulu, kami hendak memeriksa kondisi pasien," ujar salah satu perawat. Papi pun mengangguk dan keluar dari ruang ICU dengan perasaan campur aduk. Kaget, senang, dan cemas memikirkan kondisi Azkira.

"Kenapa, Om?" Saat Papi Azkira keluar langsung disambut pertanyaan dari Ganang yang melihat seorang dokter beserta beberapa perawat tergesa-gesa memasuki ruang ICU.

"Kita berdoa semoga Azkira cepat sadar. Tadi dia menggerakkan jarinya. Om berharap kondisinya semakin membaik," jawab Papi Azkira membuat Ganang dan Alizka menghela napas lega.

"Puji Tuhan, akhirnya doa-doa kita didengar," ucap Ganang menggenggam erat tangan Alizka.

Sementara Alizka hanya tersenyum dan mengusap lembut punggung Ganang. Ia pun turut senang kondisi Azkira semakin menunjukkan progres yang baik. Tetapi masih ada kekhawatiran lain yang mengganggu pikirannya. Ia takut semuanya berakhir dengan kesedihan dan kekecewaan.

"Aku mau ngabarin Gentar dulu," ucap Ganang melepaskan genggamnya pada tangan Alizka lalu menjauh untuk menelpon Gentar.

"Kenapa, Nang?"

Ganang yang mendengar suara Gentar pun langsung menjawab, "Azkira udah sadar. Lo cepetan ke rumah sakit!"

"Gue secepatnya ke sana."

Usai mengakhiri sambungan teleponnya dengan Gentar. Ganang juga mengabari teman-temannya yang lain di grup Tongkrongan Perganta. Mereka juga harus tahu ada kabar baik tentang Azkira.

"Udah?" tanya Alizka saat Ganang kembali. Cowok itu mengangguk dan menerima uluran tangan Alizka, lalu menggenggamnya lagi.

"Dokter, bagaimana kondisi putri saya?" Papi langsung melempar pertanyaan kala dokter yang tadi memerika Azkira sudah keluar.

"Kami sedang melakukan pemeriksaan fisik, dan nanti akan ada pemeriksaan penunjang lainnya seperti tes darah dan foto rontgen untuk memastikan pasien masih perlu menggunakan ventilator lagi atau tidak. Mohon untuk menunggu hasilnya beberapa waktu ke depan," ujar dokter itu.

"Berarti kondisi anak saya kian membaik, Dok?"

"Anak Bapak sudah sadar. Tetapi untuk memastikan kondisinya mari kita sama-sama berdoa agar hasil yang keluar nanti sesuai dengan harapan kita semuanya," ujar dokter itu lagi.

Papi menganggukkan kepalanya. "Terima kasih penjelasannya, Dok."

Bersamaan dengan dokter itu berlalu pergi, Arin datang bersama Fiki dan Adi. Wajah mereka dihiasi senyum lega usai mendapat kabar baik dari Ganang tadi saat di perjalanan kemari.

"Gentar mana?" Dua kata itu keluar dari mulut Arin ketika sampai karena tidak melihat kehadiran cowok itu di sini.

"Mungkin masih di jalan," jawab Ganang.

"Azkira beneran udah sadar, Om?" Arin beralih pada Papi Azkira.

"Iya, Arin. Azkira sudah sadar. Kita berdoa bersama-sama agar hasil pemeriksaan Azkira semuanya bagus dan Azkira tidak harus menggunakan ventilator lagi atau bahkan bisa di pindah ke ruang rawat inap biasa tidak di ICU seperti ini," jawab Papi Azkira di-aamiinkan oleh mereka semua.

Usai menunggu begitu lama hasil pemeriksaan fisik dan tambahan lainnya keluar, kondisi kesehatan Azkira dinyatakan berangsur-angur membaik. Kini Azkira tidak perlu menggunakan ventilator untuk bernapas.

Namun demikian, Azkira masih harus menjalani serangkaian perawatan di ruang ICU selama beberapa waktu ke depan.

Mendengar kabar baik itu membuat keluarga dan para sahabat lega. Terutama Gentar yang sudah sangat menanti kesembuhan Azkira.

"Kapan kita bisa jenguk Kira ke dalam? Dokter udah kasih izin belum?" Gentar yang sudah berada sejak beberapa jam yang lalu bertanya pada Ganang.

"Gue juga nggak tau. Semoga cepet dipindahin ke ruang rawat inap jadi kita bisa lebih leluasa jengukin Kira," jawab Ganang.

Papi yang berdiri di samping Gentar menepuk bahu cowok itu. Kemudian berkata, "Ayo, kamu temani Papi makan. Kira sudah banyak yang jaga di sini."

Gentar pun mengangguk dan mengikuti Papi Azkira menuju kantin yang ada di ujung lorong rumah sakit ini. 

Papi berdeham pelan ketika suasana sangat senyap dan melihat jelas kecanggungan yang Gentar tunjukkan sejak mereka mulai makan.

"Gentar ...."

"Papi maaf, Gentar salah. Gentar udah lalai jagain Azkira. Kalo Papi mau marahin Gentar nggak pa-pa. Gentar ikhlas," ucap Gentar harap-harap cemas saat papi memanggil namanya.

Pria paruh baya yang penuh wibawa itu terkekeh pelan. Apa wajahnya terlihat sedang marah sekarang hingga Gentar bisa setakut itu padanya?

"Papi nggak marahin kamu loh?" sahut Papi membuat Gentar mendongak, menatap matanya.

"Semua yang terjadi sudah kehendak Tuhan, Papi nggak marah sama sekali sama kamu. Papi tadi manggil kamu itu cuma mau bilang makasih udah jagain Azkira selama Papi masih bertugas," jelas Papi Azkira.

Gentar tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Untuk kali pertama ia merasa tidak canggung lagi dengan Papi Azkira.

"Kamu habis berantem sama siapa?" Papi bertanya membuat Gentar menyentuh sudut bibirnya yang luka akibat pukulan Tegar.

"Oh ini kena pukul bang Tegar. Kami udah biasa berantem," ucap Gentar jujur meskipun tidak memperjelas sebabnya.

"Papi belum pernah bertemu abang kamu itu, kapan-kapan ajak mampir ke rumah ya," pinta Papi Azkira.

"Nanti bang Tegar sama istrinya mau ke sini jengukin Azkira kok, Pi."

Papi menganggukkan kepalanya, kemudian membaca pesan yang masuk ke ponselnya. Kata istrinya, Azkira sudah sepenuhnya membuka mata dan mencari keberadaannya.

"Kamu sudah selesai makan, Gentar?"

"Sudah. Kenapa, Pi?"

"Azkira cariin Papi. Kita harus segera ke sana."

Tanpa pikir panjang dua lelaki beda generasi itu beranjak pergi dari kantin. Keduanya sangat sumringah kala menyusuri lorong menuju ruang ICU tempat Azkira dirawat.

"Azkira nyebut papinya terus dari tadi," ucap Mami Azkira pada suaminya.

"Aku masuk ke dalam dulu." Sebelum beranjak Papi mengusap pelan bahu istrinya kemudian masuk ke dalam menemui Azkira.

Sementara Gentar hanya melihat melalui kaca besar bersama yang lainnya. Kini di depan ruang ICU sedikit ramai, mereka bersuka-cita atas kondisi Azkira yang kian membaik.

"Halo anak Papi, makasih ya Sayang masih mau bertahan buat Papi dan yang lainnya," ucap Papi Azkira sembari mengusap lembut pipi putri sulungnya itu.

"Maaf Kira bikin Papi pulang cepet." Azkira berkata dengan sangat lirih, gerak bibirnya pun masih tidak terlalu jelas. Untung saja papinya mengerti.

"No, Papi memang udah selesai tugasnya. Papi juga baru tau Kira masuk rumah sakit pas sampe rumah."

"Papi, Kira minta maaf nggak bisa jaga diri."

Papi menggeleng. "Enggak usah minta maaf ya, kamu kecelakaan karena mau bantu orang kan? Papi bangga banget sama Kira," katanya bersungguh-sungguh.

"Anak Papi cantik banget. Cepet sembuh ya? Renal nangis nyariin kakaknya terus. Kasian dia nggak bisa ketemu sama kamu."

"Kira tidur berapa lama, Papi?"

"Seminggu lebih, Sayang. Pokoknya Kira harus cepet sehat biar bisa pulang. Papi bakal temenin Kira terus," ucap pria paruh baya itu dengan seulas senyum lega mendapati keadaan putrinya yang jauh lebih baik dari pagi tadi.

"Gentar mana?" Azkira berusaha sejelas mungkin menanyakan keberadaan calon tunangannya itu.

"Mau ngobrol sama Gentar? Papi panggilin ya?"

Azkira mengangguk pelan. Rasanya hampir seluruh bagian tubuhnya kaku. Sekadar menggerakkan tangan pun ia masih lemas, hanya jarinya yang bisa bergerak.

Beberapa saat kemudian posisi Papi Azkira digantikan oleh Gentar. Cowok itu berdiri di samping Azkira, mengusap lembut kening cewek itu yang tidak diperban kemudian mengecupnya lama.

"Bibir kamu kenapa?" Sangat di luar dugaan, seharusnya kini Gentar yang bertanya pada Azkira, bukan Azkira yang justru khawatir dengannya.

"Berantem sama bang Tegar."

"Karena dede bayi?" Gentar mengangguk, bohong. Ia belum bisa jujur pada Azkira tentang hubungannya dengan Jella. Ia takut sekali Azkira kembali drop.

"Aku mau duduk, Gentar, tapi lemes banget," keluh Azkira sambil memejamkan matanya.

"Tiduran dulu ya, Sayang? Kamu-nya sehat dulu."

"Kalo aku udah sehat kita jalan-jalan ya?"

"Iya. Yang penting kamu sehat dulu," ucap Gentar sembari menggenggam tangan Azkira dengan lembut. "Maaf ya aku bukan orang pertama yang kamu lihat pas sadar tadi," ucapnya penuh penyesalan.

"Jangan minta maaf, Gentar. Aku nggak pa-pa."

Kini Gentar merasa sangat jahat pada Azkira. Cewek itu benar-benar berhati baik. Di kondisinya yang seperti ini masih bisa seolah-olah tubuh dan mentalnya baik-baik saja.

"Bentar lagi jam besuknya udah habis, kamu harus banyak istirahat ya? Aku tunggu di luar. Pokoknya harus cepet sehat ya, Sayang?"

"Kira mau tidur sekarang, temenin ya, Gentar." Suara Azkira sangat pelan dan halus. Senyumnya terulas tipis. Sementara Gentar mengangguk dan mengusap penuh sayang pipi cewek itu.

"Sleep tight, Kira."

To Be Continue

Maaf kalo cerita ini nggak sesuai espektasi kalian, aku bakal berusaha sebaik mungkin.

Makasih ya yang udah stay sama GENTAR sampe part ini. Siap untuk konflik-konflik berikutnya?

Follow Instagram @perganta_ofc
Follow Twitter @gentariodewa

Selamat bersenang-senang dengan GENTAR & PERGANTA

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 77.8K 44
FOLLOW SEBELUM MEMBACA! NEW VERSION Cerita lengkap sudah tersedia di aplikasi Icannovel Darrel Alvaro Zaydan, siapa yang tidak mengenalnya? Dia adal...
6.2M 639K 62
"Gengsi dan cinta di waktu yang sama." Bagaimana rasa nya di posisi seorang Alena Darendra, menjadi satu-satu nya perempuan yang dapat berdekatan de...
2M 119K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
5.4M 229K 54
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...