Kesempatan?

Bởi MatahariSenjamuAku

468K 24.2K 1.7K

Seorang laki-laki yang berusaha memperbaiki kesalahannya kepada perempuan yang pernah ia curangi Xem Thêm

Prolog
Kejujuran yang Pahit
Kopimu Teramat Pahit
Keinginan
Pulang
Selamat Datang
Kebahagiaan
UPDATE: Mohon Maaf
Haruskah (?)
Alasan
Bunga Layu
Mekar
Lepas
Dear Readers
Langkah
Keputusan
Bertemu
Awal
Rencana
Bersama
Ragu
Bunga
Back With Info and Story in Sunday
Rasa
Jengah
Retak
Kamu Segalanya
Alasan Lagi
Ikhlas
Menyerah
Harapan
Kerendahan Hati
Penerima Rindu
Berhenti Merindu
Sudah
Melepas Rindu
Harapan yang Tersimpan
Mengambil Asa (Part 1)
Mengambil Asa (Part 2)
Di antara Surga dan Neraka (1)
Di antara Surga dan Neraka (2)
Di antara Surga dan Neraka (3)
Di Antara Surga dan Neraka (5)
Informasi UPDATE!

Di Antara Surga dan Neraka (4)

2.4K 134 37
Bởi MatahariSenjamuAku

Disclaimer: Ada beberapa episode yang akan dipublikasikan hari ini, tapi tidak sekaligus dan bisa saja berlanjut sampai besok karena ketatnya acara😌... 🙏🏻🙏🏻  Mohon doa restunya ya readers untuk pernikahan saya hari ini... Terima kasih banyak,, semoga doa-doa baiknya berbalik kebaikan... Aamiin...🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🌷🌷🌷
.
.
.


P.O.V. Ziyah- 

Aku masih melihat laki-laki yang aku sayangi sedang tertidur lelap. Di luar masih gelap rasanya. Dengan sedikit berjinjit aku pergi ke kamar Ara. Ara masih terlelap. Aku lebih memilih untuk segera bersiap dan kemudian membangunkan suamiku, Mas Fakhri.

Aku sangat bahagia akhir-akhir ini. Membayangkan menjadi keluarga yang ideal untuk Ara selalu menjadi angan-anganku. Kini, aku sangat bersyukur melihat keadaan kami. Bagaimana tidak? Tinggal di rumah yang bagus, lingkungan yang nyaman, sering bertemu dengan Mas Fakhri, dan hampir tidak ada gesekan antara aku dengan Mbak Anaya.

*****

.

.

.

.

Sudah sekitar dua pekan Mas Fakhri cukup sering menginap di rumah. Sering aku tanya bagaimana dengan Mbak Anaya, tapi kata Mas Fakhri itu tidak perlu dipusingkan. Aku hanya tersenyum dan memutuskan untuk tidak melanjutkan pertanyaanku. Aku telan bulat-bulat rasa penasaran pada sikap Mbak Anaya yang membiarkan begitu saja Mas Fakhri untuk sering berkunjung ke rumah ini.

Mas Fakhri masih memangku Ara sambil bergurau dengannya, sementara aku masih berdiri sambil mengoleskan selai coklat ke atas roti. Senyum merekah tidak ada habis-habisnya saat menatap keduanya. Aku memutuskan untuk duduk saat rasanya badanku tidak terlalu nyaman.

"Kenapa?" tanya Mas Fakhri.

"Gak apa-apa mas, pengen duduk aja.. rasanya agak gak nyaman aja.." jawabku.

"Yakin? Atau mau aku antar periksa? Kalau kamu sakit, gimana sama Ara.. Jangan sampai sakit.." kata Mas Fakhri.

"Iya mas.. tenang aja.." kataku menjawab Mas Fakhri yang tampaknya sedikit khawatir padaku.

Mas Fakhri mengambil handphone-nya dan mengetuk layarnya beberapa kali. Tidak lama handphone-ku bergetar. Ada dua notifikasi. Sebuah alamat dan notifikasi uang masuk.

"Itu. Kalau kamu mau periksa sendiri.. Pakai uang itu ya.. Itu juga alamat rumah sakit dekat sini. Naik taksi saja.. Sekalian kalau kamu mau jalan-jalan.. Aku masih gak bisa ngajak kamu keluar jalan-jalan" kata Mas Fakhri.

Aku mengangguk. Senyuman lagi-lagi muncul. Rasanya benar-benar senang. Satu kata, bahagia.

***

.

.

.

.

Sudah tengah hari saat aku masih menidurkan Ara. Jika biasanya aku menidurkan Ara dengan menggendongnya, sekarang aku lebih memilih untuk menggendongnya sambil duduk. Rasanya benar-benar aku merasa lelah.

Sudah 30 menit sejak aku menggendong Ara dan kemudian menidurkannya ke kamarnya. Aku melenggang ke kamar saat ada satu hal penting yang baru aku ingat. Aku baru ingat. Benar-benar baru ingat. Sudah sekitar dua minggu aku terlambat tidak haid.

"What if.." pikirku yang mulai kalut.

Tiba-tiba rasanya pandangan di sekitarku berputar. Aku terduduk lemas di tepi ranjang saat membayangkan apa yang bisa saja terjadi saat ini padaku. Sekitar seperempat jam aku lebih memilih untuk diam dan merenung seolah sedang memproses apa yang harus aku lakukan.

Di detik ke sekian aku memutuskan untuk meraih pegangan laci dan memutuskan untuk memeriksa bagaimana keadaanku sebenarnya.

.

.

.

.

Detik jam di kamar rasanya benar-benar terdengar keras. Aku bingung. Ternyata benar. Ada dua garis merah yang jelas aku lihat. Tidak buang waktu tanganku langsung meraih handphone dan mengabari Mas Fakhri.

"Assalammualaikum mas" sapaku.

"Wa'alaikummussalam... Iya, ada apa Ziyah?" tanya suara berat di seberang.

"Mas bisa pulang cepat? Sebentar saja.. Ada hal penting yang perlu mas tahu.." aku agak memaksa.

"Harus banget? Jam makan siang sudah lewat ini.." kata suara Mas Fakhri lagi yang membuatku semakin gusar.

"Ini penting mas.." kataku mencoba sabar.

"Penting gimana? Kerjaan aku juga penting Ziyah.. Aku gak bisa seenaknya keluar gitu aja dong.." kata suara itu lagi.

"Emergency ini mas.." kataku ngotot.

"Mulai lucu kamu ya.. Jangan aneh-aneh.. Aku gak suka kamu bersikap keterlaluan gini biar buat aku pulang ke sana..." Sepertinya Mas Fakhri menganggap aku bercanda atau hanya karena alasan sepele.

"Ini menyangkut Mbak Anaya mas.." Akhirnya mau tidak mau aku menyebut nama Mbak Anaya. Rasanya aku sedikit menyesal setelah menyebut nama itu.

Tidak ada suara balasan.

"Mas.." panggilku.

"Sebentar.. Nanti aku telfon lagi.. Tunggu di rumah ya.." kata Mas Fakhri.

Aku mengiyakan, kemudian segera berpamitan dan menutup telfon kami.

POV's Ziyah End.

****

.

.

.

.

Dahi Fakhri mengerut saat mengingat perbincangannya dengan Ziyah. Ziyah menyebut nama Anaya.

'Memangnya ada apa..' batin Fakhri.

"Guys, aku pulang sebentar ya sambil on the way ke tempat meeting" pamit Fakhri ke beberapa rekan kerjanya yang ada di ruangan. Tidak ada yang menyela dan mengiyakan saja apa yang dikatakan Fakhri, seakan yang lainnya paham apa yang sedang dihadapi Fakhri.

Fakhri dengan cepat langsung pergi menuju kediamannya dengan Ziyah. Tidak lama kemudian mobil Fakhri sampai ke halaman rumah yang ia kenali. Pintu sudah dibuka oleh Ziyah dengan wajah yang tidak bisa Fakhri gambarkan.

Fakhri melihat Ziyah dengan bingung dan langsung mendekat pada Ziyah.

Setelah tangan Fakhri dikecup oleh Ziyah, secara reflek Fakhri menarik Ziyah untuk duduk bersama di ruang tamu rumah itu.

Ziyah duduk di samping Fakhri dan seperti enggan memulai pembicaraan.

"Kenapa?" tanya Fakhri. Ia menatap Ziyah dengan khawatir. Fakhri langsung bertanya pada Ziyah yang sedang di hadapannya, seakan tidak mau menunggu Ziyah menjelaskan apa yang ia maksud.

"Ada apa tentang Anaya? Apa hubungannya? Maksudnya gimana?" tanya Fakhri bertubi-tubi dengan perlahan.

Ziyah menarik nafas dalam. Di tangannya sudah menggenggam testpack yang hendak ia berikan pada Fakhri.

"Ini mas.." kata Ziyah sambil menyerahkan testpack pada Fakhri.

Fakhri mengamabil testpack itu dan langsung menatap tajam pada Ziyah.

"Maksudnya? Kamu hamil?" tanya Fakhri lagi seperti hendak memastikan apa yang ia pikirkan.

Ziyah mengangguk pelan.

Fakhri mengulum bibirnya dengan perlahan seolah menelan bulat-bulat emosi yang hendak membuncah. Ia seakan tidak percaya dengan apa yang ia ketahui.

"Kamu yakin?" tanya Fakhri lagi dengan serius.

"Ya mas.. Sepertinya begitu.." ujar Ziyah.

Fakhri menghela nafas lagi dan mengingat apa yang terjadi beberapa malam sebelumnya saat ia merasa kalut pada sikap Anaya dan memutuskan pulang ke rumah ini.

'Aduh bisa jadi runyam... Tapi..' batin Fakhri.

"It's okey... Aku beryukur kamu hamil.. Aku happy... Makasih Ziyah... Aku benar-benar bersyukur" ucap Fakhri mencoba lebih bijak.

"Tapi mas.. Aku takut.. Gimana dengan Mbak Anaya.. Gimana kalau Mbak Anaya tahu.." keluh Ziyah pada Fakhri.

Fakhri memeluk Ziyah. Fakhri mencoba untuk menenangkan Ziyah.

"Itu yang sedang aku pikirkan.." ujar Fakhri.

Fakhri melepas pelukan Ziyah dan menatapnya dengan penuh keyakinan.

"Aku minta kamu untuk tidak berkata apa-apa dulu ke Anaya ya.. Jangan bilang ke siapa-siapa dulu soal ini.. Aku mohon" ujar Fakhri yang mencoba meminta pengertian wanita di hadapannya.

Ziyah mengeryitkan dahinya.

"Maksudnya gimana mas?" tanya Ziyah mencoba mencari tujuan sebenarnya dari pernyataan suaminya itu.

"Begini, lebih baik kamu periksa dulu kepastiannya bagaimana.. Agar lebih akurat.. Baru setelah itu memikirkan Anaya.." Terang Fakhri.

"Mas mencoba untuk menyembunyikan ini dari Mbak Anaya?" Selidik Ziyah. Dalam batinnya ia merasakan ketidakrelaan.

"Bukan begitu... Aku gak ada omongan kayak gitu juga kan... Jangan langsung mengambil kesimpulan yang tidak jelas... Aku hanya minta kamu untuk sabar dulu sambil harus diperiksa apa kamu benar-benar hamil atau tidak.." Jelas Fakhri

"Oh ya?" kata Ziyah.

"Aku gak akan terima atau tinggal diam kalau mas berniat seperti itu. Mbak Anaya bijak menerima aku dan Ara.. Berarti dia pun juga bisa kan nerima kehamilanku ini mas..." imbuh Ziyah.

"Sudahlah.. kamu periksa saja dulu ke alamat yang aku rekomendasikan tadi pagi. Aku tidak bisa antar karena harus ketemu client dulu... Okey?" Terang Fakhri pada Ziyah.

Ziyah hanya mengangguk sambil disusul dengan Fakhri yang pamit untuk segera pergi. Tidak lupa sebelum Fakhri pergi, ia menanyakan kabar Ara yang sedang tidur.

Fakhri yang melihat raut wajah Ziyah yang masam mencoba menenangkan Ziyah, bahkan setelah ia sudah berada di dalam mobil.

"Udahlah, jangan cemberut gitu... Kalaupun kamu hamil, bukan jadi masalah yang berlebihan.. Itu rezeki... Aku senang kok.. Tapi soal Anaya.. aku minta untuk kamu mengerti.. Ya? Atau sekalian aku pesankan taksi saja?" ujar Fakhri

Ziyah menggeleng tanda menolak.

"Aku pamit dulu ya..." ujar Fakhri yang disusul dengan salam. Ziyah hanya tersenyum.

Kamar pintu Ara dibuka perlahan oleh Ziyah yang ternyata membuat Ara sedikit terkejut dan terbangun. Ziyah segera meraih dan menggendong Ara.

"Sss.... Cup Cup..." ujar Ziyah menenangkan Ara. Tak lama Ara mulai tenang dan Ziyah memutuskan untuk segera berkemas menuju rumah sakit seperti yang direkomendasikan oleh suaminya.

"Ikut bunda ayo Ara... Nanti yang tenang ya sayang..." gumam Ziyah pada Ara.

Ziyah langsung memesan layanan transportasi online. Tak lama mobil yang mengantar Ziyah sampai. Ziyah beserta Ara segera beranjak.

*****

Fakhri mengeratkan pegangannya pada kemudi dan mengehela nafas dengan berat. Pertemuan dengan klien memang berhasil dengan cukup meyakinkan dan baik, tapi ada hal lain yang membuatnya harus berpikit keras. Kehamilan Ziyah. Rasanya Fakhri sedang terjebak pada dilema.

Fakhri merasa benar-benar bersalah menempatkan Ziyah di posisi sulit, begitu pun dirinya. Malam saat ia tidak menolerir sikap egois dan emosi Anaya, hingga ia yang memutuskan untuk menuju kediaman Ziyah. Malam itu seperti ia melihat Ziyah yang berbeda. Malam itu benar-benar Ziyah tampak menawan dengan kelembutannya. Dan entah bagaimana terjadi begitu saja. Kini hal yang tidak pernah ia sangka terjadi. Lagi-lagi ia merasa bahwa dirinya sedang dihadapkan satu dilema besar.

'Harusnya malam itu aku tidak... Hfftt!' Pikir Fakhri yang ia merasa begitu berdosa karena menyayangkan anugerah-Nya.

Kini ia benar-benar bingung bagaimana menyikapi Anaya. 'Ah Anaya..' pekik batin Fakhri yang tiba-tiba saja juga dibanjiri kerinduan pada Anaya. Begitu bingung mengekspresikan perasaan Fakhri setelah mengetahui apa yang akan ia hadapi.

Di titik ini, lagi-lagi Fakhri sadar bahwa sudah lama ia diabaikan oleh Anaya kendati sebelumnya Anaya begitu getol meminta Fakhri untuk pulang. Saat itu, Fakhri hanya mengatakan tidak bisa pulang karena berbagai urusan dan kesibukan di kantor yang hendak meng-handle klien penting. Fakhri tidak 100% berbohong, karena memang demikian adanya, kecuali kemana tujuannya saat pulang dari kantor. Jawabannya adalah kediaman Ziyah dan Ara.

Fakhri terus diserbu rasa khawatir. Meskipun ia meminta Ziyah untuk tidak mengatakan kehamilannya pada Anaya, tetapi tentu tidak mungkin mengingkari kehamilan Ziyah pada Anaya. Anaya sudah masuk ke trimester kedua atau periode kedua masa kehamilan. Fakhri tidak bisa membayangkan semarah apa Anaya ketika mengetahui kehamilan Ziyah. Anaya memang pribadi yang logis dan keras kepala, dan karena keras kepalanya itulah ia "tidak dapat" melepas sesuatu yang sedari awal diklaim miliknya. Ya. Fakhri memahami ego Anaya dan Fakhri mensyukuri ego itulah yang membuatnya masih bisa bersama Anaya. Tapi dengan kenyataan seperti ini? Fakhri lagi-lagi harus menghadapi kemarahan Anaya.

Fakhri meraih handphone-nya. Ia mengetik nama yang tidak asing baginya. Nama seseorang yang mau tidak mau begitu ia rindukan meskipun juga menjadi sumber dilemanya.

*****

.
.
.
.
.
.
.

Anaya masih dengan santai melihat berkas-berkas yang dikirimkan oleh Om Aldi. Meskipun omnya akan membiarkannya bekerja setelah kelahiran anaknya, tetapi Anaya tidak betah jika hanya diam di rumah.

Anaya masih memeriksa berbagai berkas yang ada di genggamannya dan mencocokkan dengan laporan yang sedang ia teliti di layar laptop ketika ada panggilan telefon yang masuk.

Ada suara salam dari sebrang telfon. Suara yang Anaya kenal. Fakhri. Suaminya yang jarang pulang sejak pertengkaran mereka di beberapa waktu yang lalu. Ini pertama kalinya Fakhri menghubunginya lebih awal. Sebelum ini Anaya menghubungi Fakhri dengan intens, bahkan terkesan agresif agar Fakhri bisa pulang lebih sering sampai Anaya menyadari apa yang sedang terjadi. Fakhri menginginkan itu. Ya. Fakhri menginginkan kendali atas dirinya agar posisi sebagai seorang suami memiliki nilai tersendiri. Anaya sempat mengeryit heran mengapa Fakhri bersikap demikian dan Anaya mulai introspeksi diri. Sejak saat itu Anaya mengurangi tuntutannya agar Fakhri segera atau cepat pulang. Anaya lebih membiarkan Fakhri, bahkan terkesan mengabaikan Fakhri. Sepertinya Anaya cukup cerdas membaca situasi. Akhirnya Fakhri menghubunginya lebih dahulu, atau ada hal penting yang membuat suaminya demikian?

"Ya mas?" Ujar Anaya sambil melirik jam yang masih ada di pukul setengah 3 sore.

"Nanti aku pulang ya?" Entah suara itu meminta izin atau bertanya bagi Anaya. Terdengar seperti keputusasaan bagi Anaya.

"Ya... Mas Fakhri capek? Kok suaranya begitu?" Tanya Anaya yang benar-benar mendengar suara laki-laki yang ia kenal sebagai suaminya itu begitu tanpa tenaga.

"Nggak kok... lagi di jalan aja... tadi ada sedikit macet, bikin pusing.." ujar Fakhri.

"Terus ini mas langsung ke rumah?" Tanya Anaya.

"Nggak... aku ke kantor dulu.. mungkin selepas maghrib 'atau' isya' aku pulang ke rumah.. tunggu ya..." jawab Fakhri.

"Kenapa begitu?" Tanya Anaya yang mulai memahami fakta bahwa kemungkinan besar Fakhri akan berkunjung juga ke rumah yang ditempati oleh Ziyah.

"Maksudnya?" Tanya Fakhri pada Anaya yang mulai tidak paham pertanyaan yang Anaya berikan.

"Ya kenapa harus 'atau'? Kamu mau ke rumah perempuan itu dulu ya?" Tanya Anaya datar menyembunyikan emosinya. Mau bagaimana pun Anaya masih sama. Ia tetap tidak menerima kenyataan bahwa ada keberadaan perempuan dan keluarga lain dari suaminya. Yang harusnya hanya dirinya dan anak yang ia kandunglah menjadi satu-satunya keluarga bagi Fakhri.

Fakhri menghela nafas. Ia memanggil kesabarannya untuk tetap 'bangun'. Fakhri tahu bahwa Anaya hanya cemburu. Pasti juga jarena lonjakan emosi saat mengandung, tapi Fakhri lagi-lagi merasa tak mau terjebak pada 'perintah' Anaya. Ego seperti malam yang lalu hingga membawanya ke rumah Ziyah kembali muncul. Ia merasa perlu membuat Anaya tahu posisi Fakhri sebagai suaminya yang harus ditaati oleh Anaya.

"Nay, namanya Ziyah. Bukan 'perempuan itu'. Dia ibu dari anak-anakku, sama juga dengan kamu yang jadi istriku dan ibu dari anakku" tutur Fakhri menekan intonasinya dan berusaha untuk merendahkan tutur bicaranya.

Anaya mengeryit heran.

"Apa kamu bilang mas?" Tanya Anaya pada Fakhri.

"Sudahlah.. aku tidak mau berdebat. Kamu apa tidak rindu padaku? Aku sangat merindukanmu dan anak kita... tolong, jangan buat kita berdebat seperti ini..." ujar Fakhri yang meminta agar Anaya tidak memancing keributan antara mereka.

Anaya diam seakan mengambil jeda dan berpikir, bahwa seharusnya ia lebih tenang menghadapi suaminya dan keadaan yang memang sudah terjadi.

"Iya mas... maaf.. aku cuma mau memastikan sesuatu.." ujar Anaya.

"Okey... love you..." ujar Fakhri yang kemudian disusul dengan panggilan yang tertutup.

*****
.
.
.

BERSAMBUNG

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

1.6M 130K 28
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
4.7M 34.2K 29
REYNA LARASATI adalah seorang gadis yang memiliki kecantikan yang di idamkan oleh banyak pria ,, dia sangat santun , baik dan juga ramah kepada siap...
6.3M 324K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
192K 1.1K 24
[21+] Diadopsi oleh keluarga kaya raya bukan bagian dari rencana hidup Angel. Namun, ia anggap semua itu sebagai bonus. Tapi, apa jadinya jika bonus...