[DS #3] Save Me Hurt Me

By Fionna_yona

427K 41.7K 2.5K

Dimitra Series yang ketiga Putra ketiga dari keluarga Dimitra yang bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sak... More

Wajib Baca
Prolog
Rio Arseno Kenneth Dimitra
Bocah Besar
Have A Nice Dream
Scare Arsen Up
Be Careful!
Bolehkah?
Terlalu Takut
Seorang Pengecut
Coming Home?
Arsen and His Anger
Titip
Tolong Bantu
Menunggu
Sudah Pernah Lihat
Ternyata
Makan Malam
Arsen's Anger
Tidak Akan Pernah Melepaskan
Kemanjaan Arsen
Pergi Berkencan
Menjaga Naira dan Adik-Adiknya
Siapa?
Kapan Menikah?
Film Horor, Ketakutan Naira, dan Penyesalan Arsen
Ancaman Arsen
"Dia"
Ketika Alesha Masuk Dapur
Menjaga Mereka
Officially
Jangan Pernah Pergi!
Membuat Perhitungan
Kemarahan Alvaro
Semoga
Tersadar
Bukan Update!
Naira dan Kegemarannya
Terungkap
Paling Kuat
Kekhawatiran
Kenneth - Dimitra - Eginhardt
Wedding Day
Kehilangan Kesempatan
Wejangan Reihan
Penyesalan Arsen
Tunggu Saja!
Family Time Ala Arsen
Mari Berkencan
Perdebatan
Selamat Datang Kembali
Keanehan
Sleep Tight
Alvaro and Trio Ar
Alvaro and His Daughters In Law
Papa-Mama
Menuju Sidang
Sidang
Terserah
Menemukan Yang Lebih Baik
Apa Kamu Mencariku?
Tunggu Aku!
Tunggu
Mimpi Indah
Dasar Laki-Laki!
Sehat-Sehat
Mertua & Menantu
Insomnia
Cuddling
Keterlaluan
Prioritas
Kemanjaan Arsen
Gara-Gara Arsen
Terselesaikan
Kelahiran dan Kepergian
Yakin
Rio Zachary Kenneth Dimitra
Alvaro-Ardan
Alvaro-Arman
Alvaro-Arsen (Part 2 of 2)
Bisa-Bisa Menangis
Sakit
Out of Control
Arsen oh.. Arsen
Ketika Arsen Merajuk
Akhir Dari Rajukan Arsen
Kemarahan Arsen
Berkabung
Kesayangan Arsen
OTW to Germany
Sebuah Tatapan
Lotta's Wedding
Incident
The Truth
Keputusan
Janji
Tolong Bantu
Perbincangan
Kemurkaan Axeon
Dihukum
Arsen & Zachary
Rapat Komite Sekolah
Kesayangan Arsen
Lihat Saja
Istirahat
Ketenangan
Special Chapter #1
Special Chapter #2
Special Chapter #3
Special Chapter #4
Special Chapter #5
Special Chapter #6
Special Chapter #7
Special Chapter #8
Special Chapter #9
Special Chapter #10
Special Chapter #2 Part 1
Special Chapter #2 Part 2
Special Chapter #2 Part 3 (End)

Alvaro-Arsen (Part 1 of 2)

1K 204 20
By Fionna_yona

Malam begitu tenang, rembulan bersembunyi di balik awan. Semua orang terlelap dan beberapa masih terjaga untuk menjalankan tugasnya. Kediaman Alvaro pun tenang dan hanya beberapa orang saja yang masih terjaga. Seisi rumah besar itu tengah berada di alam mimpi, walau satu orang nampak tidur dengan gelisah. Wajah tampannya penuh dengan keringat walau kamar itu sudah dingin oleh pendingin ruangan. Keningnya juga berkerut dan sesekali ia mengerang kecil.

"Kak... Kakak..." Panggilan itu membuatnya terbangun dengan sedikit terlonjak.

"Aira..." Panggilnya.

Dia memeluk sosok yang membangunkannya dengan erat. Sosok itu istrinya. Orang yang menariknya dari mimpi menyeramkan yang dia lihat.

"Kakak kenapa?" Tanya sang istri.

Dia menggelengkan kepalanya. Tidak berniat memberitahu sang istri.

"Maaf membuatmu terbangun, sayang. Kamu tidur lagi saja," Ujarnya.

"Lalu kakak?"

"Aku mau keluar dulu saja,"

Sang istri hanya bisa mengangguk. Dia pun keluar dari kamarnya dengan perlahan. Takut membangunkan bayi kecil yang sedang bermimpi indah di dalam box bayi.

"Hhh..." Dia menghela kecil.

Kakinya berjalan menyusuri lorong dan akhirnya berhenti di depan pintu kamar sang ayah. Tangannya terulur hendak mengetuk pintu di depannya namun, keraguan melanda dirinya.

"Papi pasti sudah tidur. Besok saja aku kesini lagi," Gumamnya.

Kakinya hendak beranjak ketika pintu kayu itu terbuka. Dia terkejut, kedua matanya terbuka lebar. Kekehan kecil itu dia dengar sebelum bahunya ditepuk pelan.

"Kenapa malah pergi? Masuklah,"

"Arsen pikir papi sudah tidur,"

Alvaro tersenyum pada putra bungsunya itu. Alvaro tidak benar-benar terlelap sebenarnya. Dia masih melihat beberapa album foto keluarganya saat telinganya mendengar gumaman Arsen sang putra dari balik pintu.

"Tidak. Belum, papi belum tidur. Papi belum mengantuk. Kamu mau menemani papi?"

Arsen mengangguk kecil dan masuk ke dalam kamar sang ayah. Arsen melihat lampu kamar ayahnya memang sudah dipadamkan. Hanya lampu tidur yang masih menyala. Alvaro duduk di atas ranjang dan Arsen tanpa ragu ikut naik ke atas ranjang sang ayah.

"Apa yang membuatmu masih terjaga sampai jam segini, dek?" Tanya Alvaro.

"Arsen tadi sudah tidur, pi. Hanya saja mimpi Arsen membangunkan Arsen,"

Alvaro mengangguk kecil.

"Mau papi menepuk punggungmu seperti saat kamu masih kecil?"

"Pi..."

Alvaro terkekeh kecil dia mengusap rambut Arsen dengan perlahan. Alvaro akhirnya mematikan lampu tidur di nakas dan dia merebahkan badannya.

"Mau bercerita pada papi?"

"Arsen tidak tahu harus bercerita apa,"

"Apa saja, dek. Ceritakan saja apa yang ingin kamu ceritakan. Siapa tahu dengan begitu kamu bisa tertidur,"

Arsen diam. Dia menatap langit-langit kamar ayahnya. Memikirkan apa yang harus dia katakan pada sang ayah.

"Dek,"

"Iya?"

"Papi mau tanya,"

"Tanya apa, pi?"

"Alasan kamu mengambil Zack,"

"Itu karena Arsen sudah merasa sayang padanya saat pertama kali Arsen menggendongnya ketika menunggu Naira di ruang bersalin. Kalau pun Qenan hidup, Arsen tetap akan membawa Zack pulang,"

"Dari mana kamu tahu kalau Zack anak Axeon?"

"Papi tidak merasa familiar kah dengan tatapan mata Zack?"

"Papi tidak terlalu memperhatikan,"

Arsen terkekeh kecil kala mengingat tatapan anak itu pertama kali.

"Jujur saja, sampai saat ini Arsen takut. Takut kalau nanti kak Xeon datang ke Jakarta dan bertemu dengam Zack. Arsen takut dia menyadari kalau Zack adalah anaknya hanya dengan sekali lihat. Karena, Arsen pun menduga hal itu saat pertama melihat Zack,"

"Kamu tidak mau mencoba memberitahu Axeon saja?"

Arsen menggeleng. Dia belum siap. Dia takut Axeon meminta Zack ikut dengannya. Keheningan melanda disana. Tidak ada suara apapun selain jam yang berdentang.

"Pi... Arsen baru ingat,"

"Apa?"

"Papi pernah pulang dari Singapore dengan tergesa-gesa saat Arsen kelas satu SMP,"

Alvaro mengingat-ingat kejadian yang dimaksud putranya. Dia kemudian mengingat kejadian itu dan menoleh ke arah Arsen.

"Saat itu papi baru sampai di Singapore dan sekretaris papi mengabari kalau kamu tenggelam di kolam renang. Papi langsung kembali lagi ke Jakarta dan menyerahkan rapat pada sekretaris papi,"

"Kabar itu, papi dapat dari siapa?"

"Atnan. Dia menghubungi papi. Atnan juga bilang kalau kakak kamu yang menarikmu keluar dari kolam renang dan membawamu ke rumah sakit,"

"Kak Ardan yang menarik Arsen dari dalam kolam. Saat itu kak Ardan sedang ada di lapangan indoor dan kak Arman sedang ada kegiatan osis. Beberapa anak memberitahu kak Ardan juga kak Arman. Kalau Arsen tidak salah ingat, teman Arsen mengatakan kak Ardan berlari dari lapangan indoor dan langsung menyelam ke kolam tanpa melepaskan sepatunya,"

"Kedua kakakmu sangat menyayangimu dek. Mereka bahkan merengek pada papi agar mereka bisa menjagamu yang waktu itu demam. Papi yang memarahi mereka untuk pulang dan tidur waktu itu,"

"Kak Ardan membalas dendam pada pelakunya,"

"Papi dipanggil oleh kepala sekolah setelah itu,"

"Apa yang mereka katakan?"

"Kakakmu menghajar seorang siswa dengan sangat parah bahkan katanya siswa itu sampai mengalami patah tulang tangan,"

"Apa papi memarahi kakak setelah itu?"

"Tidak. Papi hanya tanya apa alasan kakakmu memarahinya. Lalu, ya... Papi hanya menghukumnya lari keliling blok seperti kamu kemarin,"

"Pantas kakak tidak bilang apapun saat melihat aku berlari waktu itu,"

Alvaro terkekeh. Tangannya terulur mengacak rambut putranya.

"Kakakmu yang satu itu seperti tidak memiliki kata "merengek" dalam kamus di otaknya. Papi suruh dia berlari dua puluh lima putaran saat siang hari dan dia melakukannya tanpa merengek atau mengeluh,"

"Hebat,"

"Dia pingsan sesaat setelah papi menyuruhnya berhenti di putaran ke dua puluh,"

Arsen mengangguk kecil.

"Saat papi menghukummu, kakakmu itu membujuk papi agar menyudahi hukumanmu. Dia bilang kamu sudah kurang tidur sejak beberapa hari lalu karena banyak jadwal operasi. Lalu, kakak keduamu mengatakan kamu nampak tidak sehat sejak tadi pagi. Saat papi menyuruhmu squad jump, ketiga saudaramu terus menatap ke arah papi bahkan Alesha menggoncangkan lengan papi terus menerus,"

"Arsen akan berterima kasih pada mereka bertiga nanti,"

Keheningan kembali datang. Kali ini Arsen menggeser badannya jadi menghadap ke arah sang ayah.

"Pi..."

"Hm?"

"Kenapa papi tidak mau berobat?"

"Papi tidak tertarik. Mungkin dulu ini yang mami kalian pikirkan. That's worthless. Itu menurut papi. Walau pun papi menuruti kalian dan berobat, tingkat kesembuhannya juga tidak tinggi, kan?"

"Tapi pi..."

"Diobati sakit tidak diobati juga sakit. Perbedaannya hanya harapan saja. Kalau diobati ada harapan dan kemungkinan biss sembuh. Sakit dan tersiksanya akan sama saja,"

"Pi,"

"Hm?"

"Kalau nanti tante Alexis datang, boleh tidak Arsen mengusirnya?"

Kening Alvaro berkerut. Dia ikut merubah posisi tidurnya hingga kini dia dan Arsen saling berhadapan.

"Keluarga mami sudah tidak papi izinkan lagi untuk menginjakkan kaki di rumah ini. Apa kamu lupa dek?"

"Tidak... Arsen ingat dan Arsen sangat berterima kasih pada papi untuk itu,"

"Kalau papi pikir-pikir lagi. Kamu kenapa sangat benci pada tantemu itu? Bukankah dia tidak tahu menahu soal apa yang oma katakan pada mami?"

"Itu..."

Arsen ragu harus mengatakannya atau tidak. Alasan Arsen benci sekali pada kembaran mami-nya itu. Berpikir beberapa saat Arsen memilih tidak memberitahu sang ayah.

"Arsen mau minta maaf pada papi, ngomong-ngomong,"

"Minta maaf? Untuk apa? Kenapa kamu dan kedua kakakmu tiba-tiba datang bergantian untuk minta maaf pada papi?"

"Karena ada beberapa hal yang Arsen sembunyikan dari papi dan Arsen baru berani bilang sekarang,"

"Baiklah. Apa itu?"

"Arsen pernah diam-diam membawa mobil papi tanpa seizin papi,"

"Kapan?"

"Saat Arsen kelas satu SMA. Saat itu Arsen diajak teman-teman Arsen untuk keluar bermain. Arsen pergi diam-diam saat papi dan yang lain sudah tidur. Arsen membawa mobil papi yang diparkir di tempat parkir keluarga kita,"

"Kemana kamu pergi saat itu?"

"Balapan liar,"

"Apa?! Dek kamu-"

"Maaf, pi..."

Alvaro menghela kecil. Dia mengangguk pada akhirnya.

"Arsen melakukan itu sebanyak tujuh kali,"

Alvaro dibuat tercengang. Kini dia baru ingat. Ada beberapa kali Arsen nampak mengantuk saat sedang sarapan. Alvaro pikir Arsen tidur agak larut karena anak itu belajar. Nasib baik Arsen tidak mengalami kecelakaan.

"Ada lagi pi,"

"Apa lagi?"

"Arsen mau minta maaf karena Arsen pernah mengambil dan meminum wine milik papi,"

"Yang mana?"

"Kalau Arsen tidak salah ingat Chateau Margaux,"

"Papi punya banyak wine di bawah label itu. Pantas papi tidak menyadarinya,"

"Yang Arsen minum yang tahun 1787,"

"Dek!" Alvaro memanggil dengan nada terkejut yang tidak bisa dia tutupi.

"Umur berapa kamu saat itu?"

Arsen menyengir sebelum menjawab.

"13,"

"Dek... Kamu benar-benar... Papi tidak habis pikir denganmu. Pantas saja kamu memiliki toleransi yang lumayan tinggi pada beberapa Alkohol,"

.......

Pinggiran JakBar, March 05th 2022

Continue Reading

You'll Also Like

316K 11.8K 25
"Kamu penuhi kebutuhan saya di ranjang, saya penuhi kebutuhan foya-foya kamu." "Dasar cowok sintingggg!" ••• Dilarang pulang malam malah pulang pagi...
5.5K 384 104
◤─────•~❉✿❉~•─────◥ Siapa sangka jika seseorang yang pernah kau tolak cintanya adalah jodohmu? Mungkinkah dia masih menyimpan rasa padamu dan itulah...
2.2M 107K 99
Cerita ini merupakan cerita keluarga Dimitra Series bagian pertama Tampan? Sudah pasti Kaya? Bukan main IQ? Di atas rata-rata Dialah si Tampan nan A...
951K 37.4K 43
-Gue gak mau married orang karir udah lumayan belum lagi keluarga gue juga udah mapan. masa, gue harus married....- Kanaya Angela Malven -Nikah atau...