My Roommate Is a Badgirl

By jiaathe

12.7M 1.4M 324K

(SUDAH TERBIT, TERSEDIA DI GRAMEDIA) Agatha terpaksa tinggal bersama Raka. murid paling teladan dan juga keba... More

00 - Prolog
01 - Raka Anjing!
02 - Tinggal Se-atap
03 - Keras Kepala
04 - Cewek Nakal
05 - Dahlah, Capek
06 - Iblis Penggoda
07 - Tidur Satu Kamar
08 - Sialan!
09 - Toilet Pria
10 - Patah Hati Pertama
11 - Bertemu
12 - Menjalankan Misi
13 - Dasar Cowok
14 - Jahat
15 - Hanya Kasihan
16 - Kembali Berulah
17 - Mau Taruhan?
18 - Jadi Baik
19 - Menyesal
20 - Menggemaskan
21 - Rooftop
22 - Gay?
23 - Kejam
24 - Maaf dan Terimakasih
25 - Jarak
26 - Lebih Buruk
27 - Miris
28 - Baikan?
29 - Musuhan, bye!
30 - Ancaman Raka
31 - Milik Raka?
32 - Tidak Boleh
33 - Lo Lucu
34 - Rebutan
35 - Mulai Berubah
36 - Raka Marah
37 - First Kiss
38 - Tidak Kuat!
39 - Terkejut
40 - Pilihan
41 - Cemburu
42 - Mengejutkan
43 - Maaf
44 - Selamat Menderita
45 - Sangsi
47 - Iblis Cantik
48 - Ayo Ciuman
49 - Bingung
50 - Berakhir
51 - Happy Birthday
52 - Pernyataan Terakhir
53 - Kenapa?
54 - Rencana Raka
55 - Ketakutan Agatha
56 - Kecelakaan
57 - Terbongkar
58 - Menyerah
59 - Kehidupan Baru
60 - I Love You
VOTE COVER + GIVE AWAY
61 - Menginap
62 - Hak Milik
63 - Agatha Cemburu
64 - Peluk Cium
65 - Langkah Serius
66 - She's Mine (End)

46 - Saksi Bucin

156K 18.9K 9.4K
By jiaathe

***

Raka tidak pernah main main dengan ucapannya, murid-murid yang kemarin ikut membuli Agatha benar-benar di keluarkan dari sekolah. Agatha sendiri hanya bisa menganga mendengar berita itu, dia tidak menyangka Raka benar benar melakukannya.

Total kurang lebih 43 murid yang di keluarkan.

Agatha merasa sedikit bersyukur karna tidak semua warga sekolah ikut-ikutan membulinya kemarin, jika tidak pasti sekolahnya sudah berubah menjadi kuburan karna semua muridnya di keluarkan.

Meskipun berita jika Agatha tinggal bersama Raka sudah menyebar ke sepenjuru sekolah, tetapi hanya beberapa orang gila yang nekat menghampiri Agatha seperti kemarin hanya untuk mensumpahserapahinya dan melempari Agatha demi melampiaskan emosinya.

Jika di pikir-pikir ulang, Agatha rasa mereka kurang kerjaan melakukan hal itu. Sama halnya seperti Raka yang mengeluarkan mereka semua begitu saja.

Dia memang sakit hati atas perbuatan mereka kemarin, tapi Agatha masih memiliki sisi kemanusiaan. Menurutnya ini berlebihan jika seseorang harus putus sekolah hanya karna hal seperti ini, padahal sebenarnya dia sudah terbiasa di perlakukan buruk oleh mereka.

Agatha juga sudah berusaha berbicara dengan Raka untuk mengubah keputusannya, namun berakhir sia-sia. Raka adalah salah satu manusia yang memiliki pendirian teguh dan sulit di goyahkan. Laki-laki itu begitu tegas akan keputusan dan ucapannya.

Jika Raka tidak mudah goyah, sama halnya dengan Agatha. Gadis keras kepala itu juga tidak mudah menyerah. Dia akan melakukan segala cara untuk mewujudkan keinginannya.

"Semua hal ada konsekuensinya, anggap aja itu pelajaran buat mereka supaya gak ngulangin hal yang sama, bukan ke lo aja tapi ke manusia lain juga." Raka berbicara dengan nada biasa seraya merapihkan rak buku di sisi kamarnya.

Agatha manyun, dia terus membuntuti Raka sejak tadi untuk membujuknya. "Tapi ini berlebihan, Raka. Gue gak papa kok, lo liat keadaan gue baik-baik aja kan?"

Raka hanya diam, dia sibuk menata ulang koleksi bukunya membuat Agatha sedikit geram. Gadis itu menghentakan kakinya ke lantai, ini hari kedua dia berusaha membujuk Raka untuk mengubah keputusannya, namun reaksi Raka masih saja seperti ini.

Tidak perduli dan masa bodo.

"Kaaa!" rengek Agatha kesal, berusaha mengalihkan perhatian Raka dari buku-buku biadab itu. Memang apa bagusnya buku itu di bandingkan wajah cantiknya sih?!

Raka menghela nafas. "Tetep enggak. Gue gak akan masukin mereka lagi ke sekolah."

Jawaban tegas dan lugas Raka hampir membuat Agatha ciut. Namun gadis itu segera menggeleng dan menguatkan tekatnya lagi. "Kasian mereka, andai gue salah satu dari mereka gimana pandangan lo? Gue di drop out cuman karna satu kali ngebuli orang, terus--"

"Cuman?" potong Raka.

Agatha mengerjab begitu punggung tegap Raka yang sejak tadi ia tatap bergerak dan berbalik hingga kini dia bisa melihat wajah Raka dan juga tatapan tajamnya.

Agatha menelan ludahnya kasar.

Raka terus menatapnya tanpa melemahkan tatapan sama sekali, membuat Agatha menggigit bibir bawahnya. Hanya Raka yang bisa mengintimidasinya seperti ini melalui tatapannya.

Laki-laki itu melangkah maju, satu tangannya terangkat menyentuh pipi Agatha membuat sengatan aneh pada gadis itu. Agatha bisa melihat tatapan frustasi Raka saat ini.

Ibu jari Raka bergerak pelan mengelus permukaan pipi Agatha, ada sebuah goresan kecil di sana. "Lo lupa luka ini lo dapetin dari mana?" tanya Raka.

Agatha mengalihkan tatapannya dari wajah Raka. "T-tapi itu bukan apa-apa, cuman lecet dikit," balas Agatha jujur, luka itu memang tidak menyakitkan sama sekali, Agatha ingat luka itu didapat dari benda yang di lempar oleh mereka dan tidak sengaja menggores wajahnya.

Raka terkekeh samar. "Sedikit atau banyak bukan tolak ukurnya, yang jelas lo luka karna mereka," katanya datar. "Mereka buat gue ngerasa lemah karna gagal jagain lo."

"Gue udah janji buat jagain lo, Atha. Dan ini salah satu cara yang gue pake buat itu," bisik Raka sebelum menarik lengkungan manis di bibirnya. "Jangan mikirin orang lain, lo cukup mikirin diri lo sendiri. Sisanya biar gue yang urus. Paham?"

"Tapi--"

"Syutt!" Raka meletakan telunjuknya ke depan bibir gadis itu. "Udah malem, jangan berisik. Lo ngoceh terus dari tadi."

Agatha cemberut. "Ka, gue serius. Mereka gimana?"

"Ya gitu," jawab Raka masa bodo dan kembali fokus merapihkan buku-bukunya.

Wajah Agatha memerah mendengarnya. "RAKA ANJING!" pekiknya emosi.

"Tapi gue anjing paling ganteng yang pernah lo temuin kan?" tanya Raka membalik tubuhnya, menatap wajah kesal Agatha yang lucu.

"Ngaku juga kalau lo anjing," balas gadis itu judes.

"Gue cuman anjing di depan lo."

"Bodo."

Agatha kesal setengah mati melihat sikap Raka yang makin menyebalkan. Dia membalik tubuhnya hendak keluar dari kamar Raka. Di langkah ke-empat gadis itu memekik ketika tubuhnya melayang begitu saja. Raka mengangkatnya ke bahu laki-laki itu.

"KAA TURUNIN!"

Agatha memukuli punggung Raka brutal. "Gue pusing kalau lo gendong kayak gini. Dasar gabisa romantis!"

Raka terkekeh lalu menurunkan Agatha ke ranjangnya. Dia berjongkok didepan gadis yang kini menatapnya seakan ingin membunuh. Raka menarik kedua pergelangan tangan Agatha lalu menggenggamnya.

"Tha," panggilnya lembut. "Buat sekarang fokus sama diri lo sendiri bisa kan? Gue fikir kejadian kemaren udah cukup buat lo, gue gak mau ada kejadian yang sama atau lebih parah. Jadi stop fikirin orang lain atau apapun, semuanya serahin ke gue."

Suara Raka benar-benar terdengar tulus. Agatha menatap lekat-lekat wajah tampan yang selalu bisa membuat darahnya berdesir hebat itu.

Genggaman tangan Raka semakin mengerat. "Apapun yang gue lakuin, semua demi kebaikan lo. Gaada yang berlebihan atau keterlaluan, gue akan lakuin apapun selama itu bisa lindungin lo."

Raka tersenyum, mencetak dua lesung pipinya yang manis. Dia menarik tangan kanan Agatha lalu mengecupnya beberapa saat. "Tuan puteri Agatha gak boleh di lukain siapapun lagi," bisiknya lembut.

Agatha terdiam kaku. Dadanya berdebar sangat keras dan tidak beraturan. Sikap manis Raka yang ini memang sangat berbahaya dan mematikan.

"Ka," panggil Agatha dengan suara tercekat. "B-bisa jauhan dikit gak? Jantung gue kaya mau lompat keluar, gue takut," katanya membuat Raka tertawa, benar-benar tertawa.

Raka menggeleng kecil. "Gak mau."

"Kenapa?"

Raka tidak menjawab, dia naik ke atas kasur lalu berbaring di sana dan merentangkan sebelah tangannya kemudian menepuk-nepuknya pelan. "Sini, gue pengen di peluk."

Wajah Agatha memerah. Kenapa semakin hari Raka semakin manis saja?

"Atha," panggil Raka membuat Agatha mengerjab. Dia mengangguk lalu mendekati Raka dan berbaring di lengan laki-laki itu, mencari posisi ternyamannya. Agatha memang butuh pelukan saat ini.

Gadis itu tersenyum saat merasakan dekapan di bahunya. Dia melihat Raka yang memeluknya seraya memejamkan mata. Sejak kejadian itu, Agatha memang selalu tidur dengan di peluk Raka seperti ini. Meskipun pagi harinya dia akan terbangun di kamarnya sendiri dan tanpa Raka tentunya.

Raka paling mengerti dirinya. Meskipun Agatha tidak mengatakan apa-apa, namun Raka tau gadis itu sedang berada di titik terendahnya dan butuh seseorang di sisinya.

"Raka," panggil Agatha yang di balas deheman pelan. "Gue mau terus kaya gini, sekarang gue cuman punya lo. Jadi bisa kan terus ada di samping gue kaya sekarang?"

"Lo selalu nanya itu dari kemarin," gumam Raka masih dengan mata terpejam, ada nada kesal yang terdengar. "Dan gue udah bosen jawab 'iya'."

Agatha terkekeh. "Gue cuman mastiin. Gue gak pengen kehilangan siapa-siapa lagi di hidup gue. Gue gak mau sendirian lagi, sepi, sesak, dan rasanya gak enak," ucapnya getir.

Raka membuka matanya, netranya langsung berubrukan dengan milik Agatha yang kini tengah menatapnya.

Raka tersenyum. "Lo gak akan pernah kehilangan gue, gue janji," ucapnya serius membuat senyuman Agatha mengembang.

Di saat gadis itu menelusupkan diri ke dada bidangnya mencari kenyamanan, tatapan Raka perlahan berubah sendu. "Tapi gue yang bakal kehilangan lo, Agatha," batinnya.

****

Cici mengembangkan senyum konyol seraya berjalan dengan beberapa paperbag berukuran sedang di tangannya. Dia memasuki gedung Apartemen mewah di depannya, tujuan gadis itu tak lain tak bukan adalah tempat tinggal Agatha.

Cici memang tidak ada saat kejadian waktu itu, namun begitu mengetahui berita yang menimpa temannya itu dia langsung bertindak dan mencari tau segalanya. Dia bahkan mendatangi Apartemen Raka hari itu juga untuk mencari Agatha.

Menemani Agatha yang saat itu memang butuh seseorang di sisinya. Mendengarkan tangisan dan semua isi hati Agatha. Dan saat itulah Cici tau segalanya.

Marah. Cici yang berwajah imut itu memperlihatkan sisinya yang lain, dia tidak terima temannya di perlakukan seperti itu. Dia tau jika Agatha memang tidak di sukai di sekolah bahkan di benci oleh warga sekolah, namun jika mereka sudah melakukan tindakan kekerasan seperti kemarin maka Cici tidak bisa diam saja.

Cici bahkan ikut andil dalam pengeluaran murid-murid itu. Ah, tidak hanya itu, Cici juga menemui Mia dan Irene, memberikan dua tamparan di pipi mereka masing-masing, lalu memaki mereka sampai puas dan menghajarnya membabi buta dengan segala cara. Jambak, cakar, dan hal gila lainnya.

Di antara Mia dan Agatha, sebenarnya Cici lah yang paling anti berkelahi. Gadis itu hanya menyukai pria tampan, kesenangan, dan juga gosip. Cici malas melakukan hal yang menurutnya tidak berguna. Namun demi Agatha, dia bahkan bertarung dengan Mia dan Irene.

Ya. Cici rasa mereka perlu di beri pelajaran.

Sayang sekali Mia dan Irene tidak bisa di Drop-out karna mereka hanya menyebarkan vidio tanpa melakukan kekerasan pada Agatha seperti murid-murid yang lainnya.

Hal itu sangat menjengkelkan untuk Cici, namun setidaknya dia sedikit puas sudah membuat dua wanita berhati setan itu hampir berambut pitak.

"Agatha, oy!" Cici menghampiri Agatha yang duduk santai di sofa seraya menonton televisi. Agatha langsung menoleh dan tersenyum lebar.

"Cici! Bawa apa lo?" tanyanya berbinar melihat banyaknya bawaan Cici.

"Nyokap gue baru balik dari Belanda, dia nyempetin beliin oleh-oleh buat lo segini banyak," kata Cici nyaris kesal. "Gue anaknya cuman di bawain tas sebiji, asem emang."

"Wah, bilangin Mama lo gue cinta banget sama dia!" seru Agatha langsung menyambar semua barang bawaan Cici dan membawanya ke kamar membuat Cici tersenyum geli.

Kalau boleh jujur, Cici sangat kagum pada Agatha. Gadis itu selalu terlihat baik-baik saja dalam keadaan apapun. Senyuman Cici meluntur perlahan, hatinya teriris, dia mengepalkan kedua tangannya. Dia merasa gagal menjadi sahabat Agatha.

Dia bahkan tidak tau masalah Agatha atau membantu menyelesaikannya, tentang gadis itu yang di usir dari rumah saja dia baru mengetahuinya sekarang. Padahal Agatha selalu jadi orang terdepan jika Cici terkena masalah atau musibah.

Agatha pasti membantunya menyelesaikan hingga ke akarnya.

Cici merasa bersalah.

Dia sama sekali tidak berguna sebagai sahabat, bodohnya dia bahkan pernah membenci Agatha dan menjauhinya karna alasan yang tidak jelas. Cici benar-benar menyesal, dia tidak tau Agatha semenderita ini.

Cici pastikan dia akan selalu berada di samping Agatha, dia tidak akan melakukan hal bodoh lagi. Gadis sebaik Agatha pantas dan sangat berhak untuk bahagia, dan Cici yang akan memastikan kebahagiaan gadis itu kedepannya.

Dia akan melakukan apapun selagi Agatha tidak menangis lagi seperti kemarin.

"Raka mana, Tha?" tanya Cici memasuki kamar gadis itu. Melihat Agatha yang sibuk mengeluarkan barang barang yang tadi dia bawa.

"Kantor Papanya."

"Sibuk banget kayanya sekarang."

Agatha mengedikan bahunya. Memang, sekarang hampir setiap hari Raka pergi ke Kantor Niko. Untungnya ada Cici yang selalu kesini sehingga Agatha tidak merasa kesepian.

"Hubungan lo sama Raka ... " Cici menjeda ucapannya. "Sebenernya kalian itu apa? Kalian bahkan tinggal bareng," ucapnya mengeluarkan pertanyaan yang beberapa hari ini ia tahan karna melihat keadaan yang tidak memungkinkan.

Gerakan tangan Agatha berhenti. Gadis itu tersenyum. "Gak ada. Cuman disuruh tinggal bareng aja sama Mami."

Cici menggaruk kepalanya. "Lo gak ngerasa aneh gitu?" tanyanya. "Mungkin di mata Mami lo kesalahan lo emang besar sampe lo di usir, tapi ... kenapa harus tinggal bareng Raka?"

Agatha menautkan alisnya berfikir. "Enggak. Gue rasa itu keputusan terbaik Mami, dia gak mungkin mau jerumusin gue. Lagian gak buruk juga tinggal bareng Raka."

Kali ini ada senyuman aneh di wajah gadis itu.

"Anjir, jangan bilang lo suka sama Raka?" tebak Cici.

"Bohong kalau gue jawab enggak," jawab Agatha. "Niatnya gue mau nembak dia selesai Ujian nanti."

"Sinting," seru Cici. Kini dia percaya Agatha sudah sepenuhnya baik-baik saja. "Dulu rencana lo kan bikin Raka suka sama lo dan nembak lo buat bales si lampir Irene. Sekarang kenapa jadi kebalik?"

Tiba-tiba terdengar suara bell. Agatha melirik Cici penuh harap membuat Cici mendengus namun tetap berjalan keluar membukakan pintu.

"Raka manja banget, emang gak bisa buka pintu sendiri?" gerutu Cici kesal. Namun begitu pintu terbuka, bukan Raka yang dia dapati.

Wajah Cici langsung memerah sempurna. Sial, kenapa harus bertemu lagi?!

"Glen," panggil Cici dengan suara tercekat. Dia memperhatian laki-laki yang mengenakan baju santai, di satu tangannya ada seekor tikus mungil berwarna putih.

Glen terdiam melihat Cici hingga kemudian senyumannya mengembang, Glen mengangkat sebelah tangannya. "Hai, Cici kan? Yang waktu itu kebelet boker di di sekolah?" sapa Glen ramah.

Cici meringis. Sial! Kenapa harus diingatkan lagi sih?!

"M-masuk," ujar Cici lalu berjalan lebih dulu. Glen menatap bingung punggung kecil Cici, apa wajahnya sejelek itu sampai Cici tidak mau lama lama menatapnya?

Glen menggelengkan kepalanya, dia hendak berjalan masuk namun seseorang lebih dulu berjalan mendahaluinya bahkan menabrak bahunya membuat laki-laki itu menggerutu kesal.

"Mentang mentang rumah sendiri, nyelonong aja lo kaya setan."

Tidak ada tanggapan.

Glen menautkan alisnya menatap punggung tegap yang terlihat buru-buru itu. "Kenapa si Raka?"

Raka melepaskan jas nya lalu menaruhnya di sofa, dia juga melonggarkan dasi yang terasa mencekik lehernya seharian ini. Meski tangannya terlihat sibuk namun matanya terus menyapu ke seluruh penjuru Apartemen.

Langkah lebarnya kini menuju kamar Agatha, berjalan sangat cepat hingga membuat Cici menatapnya bingung. Ekspresi Raka tampak serius, tatapannya bahkan sangat tajam, dia hampir merinding melihatnya.

Raka membuat suasana jadi horor.

Tunggu dulu, apa ada sesuatu yang terjadi?

"Agatha," panggil Raka tegas membuat gadis yang masih sibuk merapihkan oleh-olehnya di ranjang itu langsung menoleh.

Agatha tersenyum lebar. "Raka, udah pulang?" tanyanya semangat.

Raka menatapnya lurus kemudian berjalan mendekat dengan langkah yang terlihat mantap.

Cici memperhatikan dengan serius dari pintu masuk. Jantungnya berdebar-debar keras menunggu apa yang akan Raka katakan pada Agatha, sepertinya ini hal serius.

Membalik tubuhnya, Agatha ikut mendekat ke Raka. Dia memperhatikan baik-baik wajah itu, hingga di detik selanjutnya Agatha terdiam saat Raka memeluk dan menenggelamkan kepalanya ke surai miliknya.

"Gue kangen."

Cici menganga. "Bangsat, gue kira ada apa," gerutunya kesal. Jadi Raka memasang gesture menyeramkan dan mengerikan seperti itu untuk berkata rindu?! Yang benar saja!

"Sialan, gue geli."

Cici berjengkit mendengar suara di sebelahnya. Wajahnya memerah lagi, sejak kapan Glen ada disini?!

Glen bergidik. "Raka bisa kaya gitu? Gue kira hidupnya bakalan lempeng mulu kaya tanah liat." Glen menatap Dinca di tangannya. "Yakan Ca? Kamu tau kan gimana si muka datar itu?"

Aku-Kamu?

Cici menunduk malu, dia menyelipkan anak rambutnya. "Aku Cici, bukan Caca," ucapnya dengan suara yang di maniskan.

"Hah?" Glen mengerjab pelan. "Gue ngomong sama tikus gue."

Cici mengumpat dalam hati. Dia langsung memalingkan wajahnya. Sial. Sial. Sial. Ini sangat memalukan! Mengapa dia selalu membuat kejadian memalukan didepan Glen?!

Ketika memandang ke depan, umpatan Cici lolos. "Shit, masih pelukan. Sialan! Gue malah jadi saksi bucinnya mereka," gumamnya lalu menghentakan kakinya kesal, tanpa sadar jika Glen terus menatapnya sejak tadi dengan tatapan gemas.

—MRiB—

Panjang kan untuk melepas rindu??

Hahaha biar ga kangen lagi jangan pelit vote+komen oke. Target 7k seperti biasa, dan kita bakal ketemu lagi!

Tenang, kali ini aku bakal fokus wattpad lagi dan rajin update, jadi setiap tembus maka secepetnya aku update bab baru. Aku gak akan gantung kalian lagii hehe.

Jangan lupa follow akun ini dan juga instagram aku @jiaathe

See u beibihh!!😙

Continue Reading

You'll Also Like

5.9M 719K 61
SUDAH TERBIT & TERSEDIA DI GRAMEDIA/ TOKO BUKU ONLINE TERPERCAYA Bagaimana jika ia yang selalu menyakitimu, tiba-tiba berubah menjadi seseorang yang...
17.5K 2.1K 5
Keadaan memaksa keduanya menikah. Seorang sejarawan muda, tutor dan guru sejarah yang terpaksa menikah dengan pemilik hierarki tertinggi yang sekali...
13.6M 433K 18
Kata orang, Kenzie itu Kejam. Kata orang, Kenzie itu dingin. Kata orang, Kenzie itu berbahaya. Kata orang Kenzie itu bukan manusia. Namun kata Meira...
32.5K 1.6K 60
-Sneek peak- "Vanya" Vanya berdeham untuk menjawab panggilan Reyhan "jangan pernah bersedih" kali ini Vanya melepas pelukannya dan menatap Reyhan...