C'etait pas mon genre de mec = dia bukan tipe pria idaman aku
Kuliah sudah selesai. Ini hari pertama liburan semester. Kelas akan dimulai lagi Januari. Regi dan Maya bisa bangun siang dan sambil bersantai di common room. Sambil menikmati sarapan, mereka menunggu hasil nilai yang akan dikirim lewat surel.
Tidak banyak mahasiswa yang ada di ruangan ini. Banyak yang sudah pulang kampung atau liburan.Common room terlihat begitu lenggang.
"Aku udah dapat email," seru Maya ketika muncul notifikasi di ponsel..
Regi menoleh ke arah ponsel yang juga memunculkan notifikasi.
Mereka sama-sama terdiam macam menguatkan diri sebelum mengecek nilai yang tertera dalam email. Sistem penilaian selalu dikirimkan lewat surel. Mereka tinggal mengecek lewat akun khusus siswa yang sudah disediakan.
Regi menarik napas lega. Nilainya memuaskan dengan skor 15.00 yang termasuk dalam bien (bagus) atau setara dengan nilai B di kampus di Indonesia. Sistem penilaian kampus di Prancis dalam rentang angka dari nol sampai dua puluh. Regi masuk dalam range 14-15.9 yang tergolong bien.
"Nilai kamu berapa?" tanya Maya.
"Nilai aku 15.00," ucap Regi dengan senyum. Dia merasa lega sudah membuktikan pada orangtuanya kalau pun dia kuliah jauh dari pengawasan, dia bisa meraih nilai yang memuaskan.
"Aku mau kasih kabar ibu dulu," ucap Regi dengan gembira.
"Regi, gimana nilai kamu?" sapa Ibu ketika mendapat telpon dari Regi. Ibu punya seluruh jadwal perkuliahan anaknya. Dia tahu kapan Regi ujian dan liburan.
"Lumayan, Bu. Skor aku 15.00," Regi melaporkan dengan senang.
"Lima belas point nol artinya apa?" tanya Ibu
"Artinya termasuk bagus. Dapat B,"jelas Regi.
"Ibu senang mendengarnya. Tapi kalau dapat A skornya berapa?"
Regi menarik napas. Dia bisa menebak Ibunya ingin dia bisa dapat nilai lebih tinggi lagi.
"A itu antara nilainya antara 16 sampai 20, Bu."
"Sedikit lagi nilai kamu harusnya bisa 16. Semester depan ya," ucap Ibu.
"Aku usahain, Bu."
"Nanti kamu kirim semua nilai-nilai mata kuliahnya. Ibu mau lihat. Lalu, kapan kamu balik ke Jakarta?" tanya Ibu.
"Kayaknya aku enggak bisa pulang, Bu," jawab Regi.
"Enggak bisa pulang? Kenapa? Kamu enggak ada kuliah lagi kan?" cecar Ibu dengan nada meninggi.
"En, Enggak ada ta-tapi aku ada kegiatan tambahan juga di kampus jadi kalau pulang kagok,"ucap Regi berbohong.
"Kegiatan di kampus? Kok aneh sudah libur ada kegiatan," tukas Ibu tidak percaya.
"Benar, Bu. ini kegiatan ekstra kulikuler tapi penting. Kan aku masih mahasiswa tahun pertama. Biar nambah nilai juga," ucap Regi sengaja berkelit.
Terdengar gerutuan panjang pendek dari seberang sana. Alasan agar dapat nilai lebih bagus cukup mengurangi kebawelan ibunya.
"Tahun depan aku pasti pulang," ucap Regi lagi.
"Kalau begitu, kamu harus ke rumah Mbak Naya. Nanti ibu koordinasikan juga," Ibu mengambil keputusan.
"Bu! Tempat Mbak Naya di Sévres. Di pinggir Paris. Jauh dari kampus," protes Regi.
"Tapi kan masih sekitaran di Paris. Sudah jangan ngeluh lagi atau kamu ibu suruh pulang!" ancam Ibu.
Regi menghela napas. Sudah ada jauh di negeri orang saja dia masih kalau berdebat dengan ibunya. Dia memang belum sepenuhnya dipercaya oleh orangtua.
"Iya deh. Nanti aku telepon Mbak Naya juga." Regi mengalah.
"Benar ya! Kamu jangan macam-macam. Ibu bisa ngecek langsung ke Mbak Naya."
"Iya, Bu.Iya," tukas Regi berusaha enggak emosi.
"Hati-hati kamu di Paris," ucap Ibu sebelum mengakhir percakapan.
Regi nyaris membanting ponsel saking kesal kalau tidak ingat dia sedang ada di common room.
"Kamu berantem dengan ibu kamu?" tanya Maya yang sedari tadi ikut menguping.
"Enggak berantem cuma sedikit berargumen. Ibu aku itu kolot banget. Enggak percaya sama aku. Bete," jawab Regi masih dengan suara emosi.
"Kamu masih dianggap anak kecil terus?"
"Iya, makanya sebal. Padahal aku enggak bakal ngapai-ngapain juga pas liburan ini."
"Apa rencana kamu untuk Natal dan Tahun baru?" tanya Maya.
"Belum tahu tapi ibu aku pengin aku balik ke Jakarta, aku malas. Pengin di sini aja," ucap Regi.
"Di Paris aja maksud kamu?"
"Mungkin di Paris saja atau hanya di dorm. Aku lagi enggak pengin ke mana-mana. Pingin tidur dan makan aja," ucap Regi.
Maya tergelak. Berbeda dengan Regi yang anak rebahan. Maya lebih aktif dan senang gaul. Setiap ada tanggal merah dia akan pergi entah ke mana.
"Aku mau liburan sama Atilla,"ucap Maya seraya mengaduk-aduk kopi.
"Liburan lagi?" tanya Regi heran.
"Ini liburan pertama kami," jawab Maya tersipu.
"Kalian kan udah liburan ke Lyon," tukas Regi.
"Beda. Ini liburan setelah dia jadi pacar aku," kata Maya sembari menyeringai.
Setelah berlibur bersama di Lyon. Maya dan Atilla memproklamirkan diri sebagai pasangan. Sambutan ibu Maya yang hangat pada Atilla macam restu tidak langsung dan membuat Maya mau jadi pacar resmi Atilla. Regi tidak heran keduanya jadian. Pada masa PDKT saja udah begitu intens dan penuh membara, ending-nya pasti jadi pacar.
"Kalian ada rencana ke mana?"
"Mungkin ke Corsica atau Côte d'Azur. Kami cari daerah Prancis Selatan biar lebih hangat. Kamu kalau di sini aja, bisa ajak Gaël jalan-jalan," ucap Maya.
"Aku udah mau jalan sama Mathias," ucap Regi dengan nada pamer.
"C'est vrai (serius)?"
Regi mengangguk dengan senyum lebar.
"Dia ngajak ke mana?"
"Christmas market."
"Romantis juga. Barangkali tahun baru kamu diajak pesta sama dia dan bisa ngesek," ucap Maya dengan suara jahil.
"Maya!" protes Regi sambil melotot.
Maya terkikik.
"Tahun baru moment yang tepat lho. Bukannya kamu penasaran kan?"
Regi terdiam. Dia tidak memungkiri kalau pikiran soal bisa berhubungan seks akhir-akhir ini kerap melintas dalam benak. Regi menyimpan baik-baik kondom pemberian Maya dalam tas.
"Kalau enggak sama Mathias, sama Gaël pun bisa," celetuk Maya.
"Kamu pikir aku perempuan apaan. Gonta-ganti pasangan," omel Regi.
Maya tergelak.
"Bukan gitu. Aku rasa kamu dan Gaël juga semakin dekat. Enggak ada salahnya kamu memilih. Aku ngeliat kamu lebih akrab dibandingkan sama Mathias. Kalian cocok," kata Maya.
"Dia bukan tipe aku," ucap Regi sambil merengut.
Regi tidak pernah membayangkan jadi pacarnya Gaël. Pria yang cuek tidak romantis itu. Dia tidak sengaja terseret dalam pertemanan dengan Gaël karena Maya dan Atilla. Perjalanan ke Lyon bersama Gaël pun karena kedua temannya itu.
"Kamu lebih suka aku sama Gaël dibandingkan sama Mathias?" tanya Regi.
Maya kembali mengaduk-aduk kopinya. Dia terdiam beberapa saat macam sedang mencari kalimat paling diplomatis.
"Aku terserah kamu saja. Tapi lama-lama aku ngeliat Mathias itu dekat sama kamu karena ada maunya. Dia baik sama kamu karena pingin satu kelompok sama kamu kan? Kalau Gaël lebih tulus. Lebih apa adanya," jelas Maya.
"Oh ya?"
"Aku enggak mau kamu nanti kecewa. Pria kayak Mathias itu bisa punya banyak perempuan di mana-mana. Kamu harus hati-hati." Maya memperingatkan.
"Aku pasti hati-hati. Aku ngeliat di Instagram storynya dia udah enggak dikelilingi perempuan-perempuan lagi. Artinya dia masih lajang." Regi beranalisa.
"Gaël juga masih lajang," ucap Maya dengan tenang.
***
Regi mematutkan rok terusan warna hitam dan melemparnya ke tempat tidur. Ranjangnya sudah penuh dengan tumpukan baju-baju. Namun, tidak ada juga baju yang dirasa cocok untuk pergi ke Christmas Market dengan Mathias.
Mereka akan ke Alsatian Christmas Market di Gare de l'Est. Mathias menyerahkan lokasi Christmas Market dan Regi yang memilih tempat itu. Dari informasi yang dapatkan, ini salah satu tempat yang cantik.
Regi mengambil lagi rok terusan rajut abu-abu dengan pita pada bagian dada dari tumpukan baju di tempat tidur. Khusus untuk acara malam ini dia sudah membeli coat baru di Galeries Lafayette agar maching dengan gaya mahal Mathias. Dia mematutkan berulang kali sebelum memutuskan akan menggunakan baju itu. Warnanya cocok dengan coat merah yang dibelinya.
Mathias akan menjemput jam tujuh malam. Sejak jam enam Regi sudah bersiap. Berulang kali dia menatap arloji dengan gelisah. Khawatir Mathias membatalkan secara mendadak. Lewat sepuluh menit dari pukul tujuh, muncul notifikasi di ponselRegi. Dia sampai terloncat karenanya.
"Aku udah di bawah," Mathias menulis pesannya.
"Aku turun." Regi membalas dengan cepat.
Regi mematutkan diri sekali lagi sebelum keluar dari kamar. Semakin mendekati pintu dorm, jantungnya berpacu semakin cepat. Perasaan cemas dan senang bercampur aduk.
"Bonsoir, kamu cantik sekali," sambut Mathias ketika Regi keluar dari dorm.
Pria itu sudah bersandar di badan mobilnya. Di tangannya ada bouquet mawar yang cantik. Sambil membungkukkan badan, Mathias menyerahkan bouquet itu pada Regi. Regi menerima dengan malu-malu. Sebuah awal yang romantis.
"Kamu juga,"balas Regi tersipu malu.
Mathias tidak pernah salah gaya. Pria itu menggunakan jaket kulit dengan bulu-bulu pada bagian kerah, sweter ketat yang memamerkan otot dada dan lengannya, ikat pinggang dengan logo LV di pada bagian tengah, jins dan booths hitam. Mahal dan berkelas.
Mathias segera membukakan pintu untuk Regi dan membuat dia tersipu-sipu. Perlakukan Mathias sungguh gentleman. Ini akan jadi kencan yang tak terlupakan!
***