GENTAR [END]

By 17disasalma

312K 29.6K 2K

"Ganteng beraksi, pantang patah hati!" Salah satu slogan yang dibuat oleh Gentario Dewanggara, pencetus PERGA... More

GENTARIO DEWANGGARA
01. PESTA
02. BERTEMU KEMBALI
03. TOPIK HANGAT
04. KEPUTUSAN
05. PERBEDAAN
06. AZKIRA & KEPEDULIANNYA
07. PERLAKUAN MANIS GENTAR
08. JANGAN GOYAH, GENTAR!
09. PERLAKUAN MANIS GENTAR (2)
10. GENTAR DITUNGGU SESEORANG
11. MASA LALU & MASA DEPAN
12. BERUNTUNG
13. KELUARGA AZKIRA
14. RIBUT
15. GEN
16. PERTEMUAN DUA KELUARGA
17. MASALAH
18. BADMOOD
19. NEW PARTNER : LADIOTA
20. SENIORITAS
21. GENTAR PACARABLE?
22. MAIN BOWLING
23. GENTAR VS REVAL
24. GENTAR PASSWORDNYA
25. SISI BRUTAL GENTAR
26. INSECURE
27. CEMBURU?
28. MARAH
29. BAIKAN
30. GENTAR MOVE ON?
31. JAILIN GENTAR
32. CANTIKNYA GENTAR
33. NIGHT CALL
34. JAILIN GENTAR (2)
35. KAMU RATU & AKU RAJANYA
36. DINNER
37. BIDADARI
38. INSIDEN
39. WHO ARE YOU?
40. GENTAR JADI AYAH
41. AZKIRA KENA LAGI
42. OVERTHINKING
43. KEDATANGAN SI EX
44. GENTAR BUCIN AZKIRA
45. AKU CEMBURU
46. DEEP TALK W/AYAH
47. CLUE DARI REVAL
48. ISI PIKIRAN GENTAR
49. PERGANTA BUKAN GENG
50. BAZAR & ZIO
51. SALTING TERUS
52. GANANG & AZKIRA
53. DATE
54. OBROLAN RINGAN
56. AYO BANGUN, RA.
57. PANIK
58. AZKIRA BANGUN?
59. SLEEP TIGHT, KIRA
60. TAMAN RUMAH SAKIT
61. CASE CLOSED
62. KESALAHAN GENTAR
63. SUDAH YAKIN?
64. AZKIRA & JELLA
65. SATU PER SATU TERBONGKAR
66. AZKIRA PULANG
67. HEALING BERUJUNG PUSING
68. TIDAK PERCAYA
69. INTI MASALAH
70. PENYESALAN
71. LARANGAN BERTEMU AZKIRA
72. INTROGASI
73. KESEMPATAN TERAKHIR GENTAR
74. BACK TO YOU
75. TERIMA KASIH [END]
MAHANTA SERIES

55. ACCIDENT

2.3K 298 18
By 17disasalma

Kalau Orang Yang Kita Sayangi Sudah Bersama Orang Lain Sebaiknya Sadar Diri.

❗Bagi kalian yang memiliki trauma tentang darah, kecelakaan, dan semacamnya, skip saja bagian ini jika sudah baca sampai Jella datang ya. Kesehatan mental kalian jauh lebih penting daripada cerita ini, Terima kasih❗

SELAMAT MEMBACA💘

•••

55. ACCIDENT

Tongkrongan Perganta masih terlihat sepi. Baru ada sekitar sepuluh orang yang datang. Ditambah Gentar dan Azkira yang jauh lebih dulu sampai ketimbang Fiki, Arin, Adi, Ganang, dan Alizka. Entah mereka sudah sampai mana.

Gentar menggoyang-goyangkan pod yang ia kalungkan talinya ke leher. Menoleh ke arah Azkira sembari memperlihatkan cengirannya.

"Boleh nggak, Ra?"

Azkira yang sedang bermain game di ponsel lalu menoleh. "Emang kalo aku larang, bakal kamu buang pod-nya?"

Gentar langsung menggelengkan kepalanya. Menjauhkan pod yang ia pegang dari jangkauan Azkira. Takut tiba-tiba disambar dan dibuang beneran.

"Ya udah." Azkira kembali sibuk dengan ponselnya. "Dari tadi juga udah kamu pake kan?"

"Iya lupa izin."

"Nggak perlu izin. Kalo mau pake ya silakan."

"Boleh?"

Decakan kecil keluar dari mulut Azkira. Lama-lama kesal juga. "Kalo kebanyakan nanya malah aku buang pod kamu."

"Iya-iya maaf jangan galak-galak," pinta Gentar kemudian menyesap pod-nya dan mengembuskan asap ke udara.

"Jauh-jauh bau asep!" Cewek yang mengenakan style casual itu mengibas-kibaskan tangannya.

"Iya Sayang." Gentar pindah meja, meninggalkan Azkira sendirian. "Kamu baik-baik ya di situ."

"Hm."

"Jangan marah, Ra." Gentar memelas.

"Enggak marah, Gentar. Diem dulu ya nanti aku susah naik levelnya."

"Oke." Gentar menurut.

Beberapa saat kemudian orang-orang yang mereka tunggu datang. Arin langsung mengambil bangku dan duduk di samping Azkira. Menatap sinis Alizka yang duduk berseberangan dengannya.

"Bahas sekarang aja?" Adi membuka suara.

"Bentar dulu. Kasih gue waktu buat napas," ucap Ganang sembari menyenderkan punggungnya ke dinding dan menyugar rambutnya ke belakang.

"Oh lo barusan sesak napas? Perlu gue cariin oksigen? Atau mau langsung ke rumah sakit?" tawar Adi mencecar.

"Lo aja yang ke rumah sakit. Rontgen kepala lo masih ada otaknya apa enggak?" sahut Fiki membuat yang lain tertawa renyah mendengar candaannya.

"Ini gue diajakin ke sini mau bahas apa sih sebenernya?" Alizka mengedarkan pandangannya. "Buruan, gue sibuk."

Arin berdecih pelan dan memalingkan wajahnya. "Sok sibuk banget," gumamnya pelan.

"Rin," tegur Azkira menyentuh lengan sahabatnya. "Nggak boleh kaya gitu."

"Iya, maaf."

"Siapa yang mau ngomong duluan?" Gentar bertanya pada Ganang, Fiki, Alizka, dan Arin.

"Lo ngapain lihatin gue kaya gitu, Nang? Biasa aja dong matanya. Ada masalah lo sama gue? Perasaan dari bazar waktu itu muka lo nantangin banget," sungut Arin karena tatapan sinis Ganang sangat mengganggunya.

"Nggak usah ngotot ngomongnya biasa aja," balas Ganang sembari menegakkan tubuhnya. "Lo mending jauh-jauh dari Kira, nggak pantes lo duduk di situ."

Semuanya diam saat mendengar kalimat itu diutarakan oleh Ganang dengan sangat lancang. Sementara Arin tersenyum getir, hatinya tersentil.

"Maksud lo ngomong kaya gitu apa?" Arin bangkit, membanting slingbag-nya ke meja.

"Arin, tenang dulu ya," pinta Azkira menarik pelan lengan Arin agar kembali duduk.

"Nggak bisa, Ra. Ganang bener-bener udah nggak bisa gue diemin lagi. Mulutnya makin ke sini makin lemes!" balas Arin menggebu-gebu dengan penuh emosi.

Fiki bangkit dan pindah duduk di sebelah Arin. Menahan cewek itu agar tetap duduk di tempatnya. Ia juga tidak terima Ganang berkata seperti itu. Tetapi ia akan bersabar untuk sementara waktu agar semuanya cepat clear.

"Nggak cewenya, nggak cowoknya, sama-sama prik!" hardik Arin seraya melipat kedua lengannya.

"Lo ngomong apa barusan?" Alizka tersungut emosi mendengar hardikan Arin.

"Kenapa? Nggak terima?" balas Arin nyolot.

"Oh emang ngajak sibut ya lo!"

"Ayo sini, nggak usah banyak omong!"

"UDAH!" tegas Gentar melerai keduanya. "Lo berdua bisa tenang dulu? Kita bicarain baik-baik nggak usah pake otot ngomongnya."

"Iya dong jangan ribut. Nanti masalahnya nggak kelar-kelar," tambah Azkira sudah lelah dengan drama selama beberapa minggu ini.

Adi menepuk bahu Ganang, meminta cowok itu untuk mengutarakan uneg-unegnya sekarang, sebelum Arin dan Alizka kembali berdebat.

"Ngomongnya satu-satu, dengerin dulu Ganang ngomong apa," ujar Adi kemudian memberi waktu Ganang untuk berbicara.

"Lo waktu itu terima telpon dari siapa pas Kira kepeleset di ruang Taekwondo?" tanya Ganang menatap Arin dengan mata memicing. Tetapi ia tidak memberi Arin kesempatan untuk menjawab.

Ganang kembali bersuara, "Lo sekongkol sama temen ekskul Kira kan? Lo mau celakain sahabat lo sendiri? Atau jangan-jangan semua yang Kira alami itu ulah lo?"

Asumsi Ganang membuat mereka menoleh ke arah Arin. Semuanya sama-sama butuh kejelasan. Arin sendiri justru menyunggingkan senyum gamangnya.

"Lo jahat banget ya Nang sama gue," cicit Arin menggeleng pelan, tidak percaya kalau ia yang menjadi satu-satunya orang yang dicurigai Ganang. "Untungnya apa gue celakain Azkira? Dia sahabat gue. Satu-satunya sahabat gue!"

"Bodoh jangan dipelihara, Nang," ucap Fiki lalu terkekeh hambar. Ia merangkul bahu Arin dan mengusapnya pelan. "Nuduh Arin sama aja lo kasih tau semua orang kalo lo lagi ketar-ketir sekarang."

"Maksud lo apa ngomong kaya gitu?" balas Ganang.

"Intinya lo mau belain Alizka kan? Mau lindungin dia dari semua masalah yang udah dia bikin?" cecar Fiki membuat Ganang dan Alizka saling melempar pandangan. Raut wajah Alizka terlihat sedikit terkejut. Sementara Ganang memasang raut datar di wajahnya.

"Ngaku aja deh lo berdua. Apa nunggu Azkira tau dari orang lain kalo lo berdua sekongkol khianatin dia?" Arin kembali bersuara.

"Ngelantur lo, Rin," sahut Alizka cepat. "Gue nggak ada sangkutpautnya sama semua yang Azkira alami. Kalo nggak percaya sama gue ya udah. Gue nggak peduli."

"Lebih baik gue percaya sama cowok sasimo daripada percaya sama lo," ketus Arin pada Alizka.

"Jangan ribut lagi yaaa?" Azkira memohon. Ia menoleh ke arah Arin. "Waktu itu lo telpon siapa? Kok Ganang bisa ngomong kaya gitu tadi."

"Gue nggak mau banyak membela diri," balas Arin mengeluarkan ponselnya. Membuka histori teleponnya pada hari itu.

"Pas jam lo ekskul gue terima telpon dari Fiki abis ke toilet. Fiki ngajakin gue pergi buat penuhin janji dia," terang Arin memperlihatkan layar ponselnya ke semua yang satu meja dengannya, terutama Azkira.

"Buat apa sih, Ra, gue jahatin lo? Emang muka gue muka-muka kriminal? Gue selama ini sahabatan sama lo pernah gitu bikin lo sengsara?"

Azkira menggelengkan kepalanya. Satu-satunya sahabat perempuan yang ia miliki hanya Arin. Selama itu juga Arin yang selalu ada untuknya dikala susah maupun senang. Azkira sangat beruntung bersahabat dengan Arin di sepanjang hidupnya.

"Gimana Nang masih mau nuduh Arin?" tanya Fiki dengan senyum miringnya.

Ganang berdecih pelan. "Terus kalo bukan lo siapa orang terdekat Kira yang berani senekat itu?"

"Ya gue nggak tau. Cctv yang ada di tempat itu juga mati. Nggak bisa ngecek siapa yang berulah," balas Arin. "Sekali-kali curigain juga tuh pacar lo, Nang, jangan cuma bisanya juduh orang sembarangan."

"Kenapa jadi gue? Kan gue udah bilang, gue nggak ada sangkutpautnya sama semua yang Azkira alami!" sahut Alizka menekan setiap kata yang keluar dari mulutnya.

"Kayanya ini semua cuma salah paham. Kita cukupin sampe sini aja ya bahasnya? Lagian sekarang kan gue udah nggak kenapa-kenapa. Nggak ada yang jahatin gue lagi juga. Jadi ya lupain aja yang udah berlalu, nggak usah diperpanjang," ujar Azkira ingin masalahnya selesai detik ini juga. Agar teman-temannya bisa akur seperti sediakala.

"Maaf-maafan deh lo berempat, awas berantem lagi. Gue masukin ke sumur satu-satu," suruh Adi diselipkan kalimat ancaman bernada candaan.

Ganang, Fiki, Alizka, dan Arin saling mengucapkan kata maaf serta berjabat tangan sesuai dengan perintah Adi. Sementara Gentar mengingat ucapan Reval beberapa waktu lalu. Pengkhianat yang Reval maksud itu siapa? Pikirnya. Karena tidak ada satu pun teman-temannya yang kini ia curigai sebagai pengkhianat.

"Kamu mikirin apa?" Azkira menyentuh punggung tangan kanan Gentar yang berada di atas meja.

Cowok berambut undercut dan alis codet itu tersadar dan spontan bersuara, "Hah?"

"Kamu mikirin apa?" ulang Azkira.

"Kamu," jawab Gentar dengan senyum terbaiknya. Alih-alih tersipu malu, Azkira malah berdecak kesal.

"Aku nanyanya serius, kamu malah becanda."

"Aku serius. Tadi lagi mikirin kamu." Gentar mencoba meyakinkan. Tetapi senyum jahilnya terlihat jika ia tidak sedang serius.

"Terserah deh." Azkira mengangkat bahunya tidak peduli.

"Gen, ada yang cariin," ujar salah satu anggota Perganta yang baru saja masuk.

"Siapa?"

"Jella."

Gentar menghela napas panjang. Ia menoleh ke arah Azkira. Cewek itu sudah menunjukkan raut tidak sukanya.

"GENTAAAAR!" teriak Jella menyelonong masuk dan langsung memeluk Gentar dari belakang. Mengalungkan lengannya pada leher cowok itu.

"Lepas!" Gentar berusaha menjauhkan lengan Jella, tetapi cewek itu malah lebih menguatkan pelukannya. "Gue mati kehabisan napas kalo lo kaya gini."

"Em, kalo gitu aku ikut kamu mati." Jella tersenyum.

"Sakit jiwa lo?" sinis Ganang.

"Iya, baru tau?" balas Jella mengangkat dagunya angkuh.

"Gentar, belain aku dong. Ganang rese banget tuh," adunya pada Gentar.

"Lepas dulu."

Jella menurut, ia berdiri tegak dan tersenyum senang mendengar suara Gentar yang mulai melunak.

"Udah berapa kali gue minta lo jangan ganggu gue lagi? Masih belum bisa sadar diri?" cecar Gentar.

"Sadar diri gimana sih, Baby? Aku harus gimana biar kamu mau balikan sama aku lagi?" Jella memutar tubuhnya seraya melihat penampilannya.

"Wah gila beneran," bisik Adi pada Ganang.

"Emang. Baru sadar lo?" Ganang membalas.

"Tolong jangan kaya gini. Kita udah selesai. Udah ya jangan ganggu gue. Biarin gue hidup bahagia, Jella," pinta Gentar memohon.

Raut wajah Jella yang semulai ceria sepersekian detik berubah menjadi muram. Cewek itu berkata, "Kenapa kamu ngomong kaya gitu? Kamu nggak bahagia?"

"Selama lo masih ngerusuhin hidup gue, gue nggak bahagia, Jella." Gentar menjawab.

"Gentar kok ngomong kaya gitu?"

"Nggak usah drama. Gue udah muak sama kelakuan lo. Jangan bikin gue marah, Jella."

"Aku cuma mau balikan sama kamu. Emangnya salah ya?"

"Salah!" Gentar berkata dengan tegas. "Gue udah punya Azkira. Lo, jangan ganggu kami."

Mendengar nama Azkira disebut. Jella langsung menoleh ke arah Azkira. Menatap Azkira dengan kilatan amarah.

"Sini lo!" Jella berhasil menarik lengan Azkira dan membawanya ke depan Tongkrongan Perganta.

Tidak ingin Jella berbuat macam-macam pada Ratunya Perganta, seluruh anggota Perganta sekaligus pentolannya ikut keluar.

"Lo apa-apaan sih? Lepas nggak?!" sungut Azkira. "Gue dari tadi diem ya. Urusan lo sama Gentar, bukan sama gue!"

"Ini semua gara-gara lo! Kalo lo nggak hadir di hidup Gentar dia nggak bakalan berubah ke gue!"

"Jangan limpahin kesalahan lo ke orang lain. Apa lo nggak malu sama diri lo sendiri?" tanya Azkira mengunci tatapan Jella dan mengulum senyumnya.

"Ra, udah nggak ada gunanya ngurusin dia," kata Gentar memegang lengan Azkira.

Tidak, jika Jella sudah menyenggolnya ia tidak akan tinggal diam. Mungkin ini sudah saatnya ia mempertahankan apa yang seharusnya ia pertahankan.

"Aku cuma mau jaga apa yang udah jadi milik aku. Aku nggak akan biarin orang lain rebut kamu dari aku Gentar," balas Azkira tanpa menoleh ke arah Gentar dan terus menatap tajam Jella.

"Nggak akan ada yang bisa ngelakuin itu. Udah ya kita masuk lagi aja. Orang kaya dia nggak usah diladenin." Gentar merangkul Azkira dan mengajak cewek itu masuk ke dalam.

Tetapi tiba-tiba Jella menarik lengan Azkira hingga ke jalan depan Tongkrongan Perganta. Keduanya menjadi pusat perhatian. Bukan hanya anggota Perganta yang melihat tetapi pengunjung Kopi Tujuh Belas dan orang yang berlalu lalang di sekitar tempat itu juga.

"Lo beneran gila ya, Jel?" teriak Azkira menoleh ke kanan dan ke kiri karena jalanan sore ini lumayan ramai.

"Iya gue gila." Jella terkekeh. "Kalo gue nggak bisa dapetin Gentar. Berarti orang lain juga nggak boleh dapetin dia. Kalo perlu kita mati bareng-bareng."

Merasa Jella sudah kehilangan akal sehatnya Gentar menarik tubuh Azkira dan membawa ke pinggir jalan—membiarkan Jella berada di tengah-tengah jalan sendirian.

"Nggak usah peduliin dia," pinta Gentar pada Azkira saat Jella meneriakan berbagai kalimat ancaman.

"Tapi dia bisa celaka Gen. Nanti kalo dia kenapa-kenapa gimana?"

"Kamu kenapa masih bisa khawatirin dia, Ra? Dia mau jahatin kamu. Dia itu bahaya, Ra. Aku takut kamu kenapa-kenapa," ujar Gentar mengusap puncak kepala Azkira dan menatapnya penuh rasa khawatir.

Azkira memegang tangan Gentar yang membelainya. Ia mengulas senyum dan berkata, "Kamu nggak usah khawatir kaya gini. Aku bisa urus Jella sendiri. Kamu nggak usah deket-deket sama dia. Aku nggak suka."

"Dia bahaya, Ra."

"Lebih bahaya kalo kamu balik sama dia, Gentar!"

Azkira berjalan mendekati Jella. Tapi terhenti saat melihat sebuah mobil melaju cepat dari arah kiri. Matanya melotot saat Jella hanya diam saja.

"Jella awas!" Tanpa ragu Azkira berlari lalu mendorong tubuh Jella ke pinggir jalan. Menggantikan posisi Jella hingga dirinya lah yang tertabrak.

"AZKIRA!" teriak Gentar dan yang lainnya dalam waktu yang hampir bersamaan.

Kejadiannya begitu cepat mereka menyaksikan tubuh Azkira terlempar beberapa meter dari tempat berdirinya tadi. Meskipun mobil yang melaju dengan cepat tadi sudah mengerem, tetap saja bagian depannya sudah lebih dulu menerjang tubuh Azkira.

Gentar langsung berlari menghampiri Azkira yang jatuh menelungkup dengan darah yang terus mengucur dari keningnya.

"Azkira." Gentar memindahkan kepala Azkira ke pangkuannya. Tangannya bergetar saat menepuk pipi Azkira berulang kali.

"Ra, kamu bisa denger aku?" Suara Gentar sedikit teredam karena kebisingan di sekitarnya. Banyak orang yang mengerubunginya dan Azkira.

"Tolong panggil ambulance!" teriak Gentar dengan kepanikan yang amat sangat terlihat.

Rasa paniknya bertambah karena Azkira tidak meresponsnya. Darah yang mengalir dari kening cewek itu juga semakin tidak terbendung.

"Bertahan ya, Ra," pinta Arin sudah menangis melihat keadaan sahabat satu-satunya yang cukup mengkhawatirkan.

"Jella," desis Ganang membelah kerumunan dan mencari keberadaan Jella. Cewek itu sudah tidak ada di tempat kejadian. 

"Bangsat dia kabur." Napas Ganang memburu. Sahabat kecilnya celaka karena Jella. "Gue bakal cari lo sampai dapet. Lo nggak akan bisa lari dari gue."

"Lo telpon ambulance rumah sakit deket sini kan, Di?" tanya Fiki yang sudah gemetaran karena melihat darah.

"Iya, bentar lagi pasti sampe." Adi pun sampai jongkok karena tubuhnya lemas usai melihat kejadian tadi.

"Itu ambulance-nya dateng," kata Zio.

"Bubar-bubar, lo pada jangan ngalangin jalan napa sih?" omel Zio karena yang mengerubungi Azkira semakin banyak.

"Ada orang lagi butuh bantuan bukannya dibantu malah ditontonin. Waras lo pada?" sarkasnya.

Petugas medis mengangkat tubuh Azkira dengan hati-hati ke atas brankar dan membawanya masuk ke dalam ambulance.

"Biar gue yang ikut ambulance, Gen," ujar Arin diangguki oleh Gentar.

"Kalo ada apa-apa langsung kabarin gue."

Arin menganggukkan kepalanya dan segera masuk ke dalam ambulance.

"Gue ikut," pinta Alizka. Arin tidak melarangnya. Ia diam dan membiarkan Alizka ikut naik ke dalam ambulance.

Saat ambulance yang membawa Azkira sudah pergi. Gentar langsung menaiki motornya. Menyusul Azkira ke rumah sakit terdekat.

"Zio, tolong urus sopir mobil itu. Gue sama yang lain mau susul Gentar," ujar Ganang menepuk bahu Zio.

"Lo tenang aja, gue yang handle di sini."

Ganang mengangguk percaya dengan Zio lalu mengajak Fiki dan Adi menyusul Gentar. Bagaimanapun juga Azkira itu sahabat kecilnya. Ia memiliki tanggung jawab yang besar jika ada sesuatu yang terjadi padanya.

Di waktu yang sama, Gentar melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Berulang kali ia membunyikan klakson agar pengendara di depannya memberi jalan.

Fokusnya terpecah sekarang. Melihat kondisi Azkira seperti tadi membuatnya panik sekaligus khawatir.

Cengkeramannya pada stang motor semakin menguat saat mengingat betapa bodohnya Jella membahayakan dirinya sendiri hingga Azkira yang menjadi korban.

Setelah memarkirkan motornya, Gentar langsung lari masuk ke dalam rumah sakit. Kata resepsionis, korban kecelakaan yang tadi datang langsung di bawa ke ruang operasi.

Dengan napas memburu, Gentar lari menuju ruang operasi. Ada Arin yang sedang mondar-mandir di depan pintu sembari menggigit jari. Gentar langsung menghampirinya. Ada Alizka juga yang duduk termenung menatap lampu di atas pintu ruang operasi masih menyala.

"Azkira lagi ditanganin sama dokter, Gen," ujar Arin memberitahu. "Gue takut Azkira kenapa-kenapa."

Gentar duduk di bangku besi yang tersedia dan menundukkan kepalanya. Mulutnya merapalkan doa agar Azkira baik-baik saja di dalam sana.

"Azkira masih di dalem?" Ganang yang baru saja datang langsung melayangkan pertanyaan sakit khawatirnya.

"Masih, Nang. Kita cuma bisa berdoa sekarang." Arin menjawab.

Ganang mendekat ke arah Gentar dan mengusap bahunya. "Lo nggak sendiri, Gen. Gue juga khawatir sama Azkira. Dia sahabat gue."

"Kalo tadi gue cegah dia, kejadiannya nggak bakal kaya gini," cicit Gentar menyesal. "Gue gagal jaga Azkira."

"Ini bukan salah lo." Fiki menyahut. "Gue nggak suka lo nyalahin diri lo begitu."

"Kenyataannya begitu. Gue bisa apa?" Gentar mendongak dan menatap Fiki dengan senyum getirnya.

"Udah Gen. Udah Ki. Jangan diterusin," cegah Adi tidak ingin ada keributan di keadaan seperti ini.

"Gue mau kabarin tante Adelia dulu." Ganang menjauh sembari mencari kontak Mami Azkira.

Setelah menunggu beberapa jam, lampu di atas pintu ruang operasi padam. Mereka langsung berdiri, Mami Azkira sudah datang pun demikian.

"Apa ada keluarga pasien?" tanya Dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi.

"Saya Maminya, Dok. Bagaimana keadaan anak saya?"

"Mari kita bicarakan di ruangan saya." Mami Azkira mengangguk lalu mengikuti Dokter itu.

Pintu ruang operasi terbuka lebar. Beberapa perawat mendorong brankar yang ditiduri Azkira. Gentar dan yang lainnya langsung mendekat.

"Azkira mau dipindahin ke ruang rawat inap ya, Sus?" tanya Arin.

"Pasien harus mendapat perhatian lebih, kami akan bawa pasien ke ruang ICU." Jawaban perawat itu membuat mereka terdiam.

"Kamu nggak boleh tinggalin aku ya, Ra," ujar Gentar melarang dan menggenggam tangan Azkira yang tidak diinfus. Ia takut, takut sekali Azkira pergi meninggalkannya.

"Maaf nggak bisa gantiin posisi Kira buat nanggung rasa sakit itu," katanya.

Dengan perlahan Gentar mendekatkan wajahnya ke Azkira. Ia mengecup singkat puncak kepala Azkira lalu mengusapnya lembut.

"Cepet sembuh ya."

Saat Azkira dibawa masuk ke ruang ICU, ia hanya terduduk lemas di lantai dan menundukkan kepalanya.

Mereka yang melihatnya pun juga lemas. Berbagai pikiran buruk terlintas di benak masing-masing, karena Azkira tidak kunjung sadar dan malah masuk ruang ICU.

"Gue udah gagal jaga Kira," rutuk Gentar memukuli kepalanya sendiri.

To Be Continue

Makasih ya udah baca sampe part ini. Mohon tunggu part selanjutnya yaa! Sebelum itu kalian udah follow Instagram Perganta_ofc belum? Akunnya masih baru🙆🏻‍♀

Kita seru-seruan bareng qna di sana sama Perganta!

See u on next chapter, bestie!

Continue Reading

You'll Also Like

6.2M 640K 62
"Gengsi dan cinta di waktu yang sama." Bagaimana rasa nya di posisi seorang Alena Darendra, menjadi satu-satu nya perempuan yang dapat berdekatan de...
4M 312K 51
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
ARKAN By ainisz

Teen Fiction

180K 17K 51
ARES [2] : ARKAN REYNAND DAVIDSON Arkan Reynand Davidson, atau sang playboy yang mendapat julukan terkenal yaitu : handsome, young, and rich. Arkan...
320K 13.7K 72
Terbit dan Completed (bisa di PO dengan hubungi @senjasaturnus via IG) "Dengar ini baik-baik ketua geng Evalor yang terhormat. Gue bukan cewek lemah...