Bukan Istri Bayaran [Tamat]

By Evathink

5.1M 72.1K 1.9K

[Sebagian part sudah di unpublish!] ●Masuk katagori "paling digemari komunitas"pada 10 desember 2019 Felicia... More

Hai...
Part 1
Part 2 - 1
Part 2 - 2
Part 3 - 1
Part 3 - 2
PART 4 - 1
PART 4 - 2
Part 5
Part 6 - 1
Part 6 - 2
Part 7
PART 8 - 1
PART 8 - 2
PART 9
PART 10 - 1
PART 10 - 2
versi tamat
ebook murah
INFO UNPUBLISH

Prolog

273K 6.6K 93
By Evathink

PROLOG

Felicia menatap wajah pria tampan nan dingin yang duduk di balik meja di hadapannya dengan perasaan tegang. Di dalam hati, ia sangat berharap pria itu akan menyetujui permintaannya.

"Maaf, Nona, sangat tidak mungkin saya meminjamkan uang sebesar itu pada Anda. Kita tidak saling kenal sebelumnya."

Felicia menghela napas berat mendengar jawaban yang sudah ia duga. Ia menatap dalam-dalam wajah dengan tulang pipi kukuh itu. Rambut tebal nan gelap tersisir rapi dan menawan.

Mata Felicia merambat turun, memandang sepasang iris gelap dibingkai alis rapi dan bulu mata tebal maskulin. Hidung mancungnya terpahat sempurna di atas bibir kecokelatan.

Pria itu benar. Siapa yang berani memberi pinjaman uang sebesar tiga ratus juta rupiah pada orang yang tidak dikenal? Orang bodoh saja tidak mau melakukannya, apalagi seorang pengusaha cerdas yang namanya telah menggaung ke mana-mana oleh sepak terjangnya di dunia perbisnisan.

"Saya berani melakukan apa saja, Pak," ujar Felicia dengan bibir gemetar dan wajah memerah menahan malu. Ia menunduk. Tidak berani menatap wajah pria bertubuh gagah di depannya.

"Yakin?" tanyanya ragu.

Felicia mengangkat wajah. Mata mereka beradu. Debar halus menyapa dada Felicia tanpa alasan yang jelas.

Felicia mengangguk pelan. Ia sudah tidak punya pilihan lain lagi. Apa pun akan ia lakukan demi mendapatkan uang itu saat ini juga.

"Baiklah. Saya akan membantu Anda." Pria itu menatap Felicia dalam-dalam dengan tatapan menilai. "Ada syaratnya," imbuhnya.

Felicia terpaku menatap bibir yang mengucapkan dua patah kata itu. Harusnya ia tidak terkejut. Di dunia ini tidak ada pertolongan yang diberikan cuma-cuma. Tidak ada yang gratis!

"Apa syaratnya?" tanya Felicia dengan suara pelan. Di dalam hati berharap, semoga saja syarat dari pria ini masih bisa ia penuhi karena ia sangat membutuhkan uang itu.

"Jadi istriku."

Sebuah kalimat yang sangat singkat, tapi menghantam Felicia bagai palu raksasa. Wajah Felicia seketika memucat dengan bibir yang sedikit terbuka karena kaget. Sungguh, ia tidak menyangka syaratnya akan seberat ini. Setidak masuk akal ini.

Menikah dengannya? Di usianya yang baru menginjak dua puluh dua tahun? Rasanya sangat mustahil! Apalagi mengingat mereka baru saja beberapa menit berkenalan. Ah, bukan berkenalan. Mereka tidak berkenalan.

Berbekal pengetahuan bahwa Marco, sang CEO usaha developer dan kontraktor, yang pernah mengisi koran-koran dan majalah-majalah bisnis sebagai sosok yang terkenal dengan otak cerdas dan kebaikan hatinya lewat kesuksesan yang diraih dan banyaknya sumbangan yang diberikan pada acara-acara penggalangan dana untuk amal, Felicia yang sudah putus asa menguatkan diri mampir ke kantor ini.

Dan ia beruntung bisa bertemu langsung dengan pria itu tanpa ada siapa pun menghalanginya. Ia tidak tahu ini sebuah kebetulan atau keberuntungan. Ia datang ke kantor ini tepat saat semua stafnya sedang istirahat makan siang. Dan untungnya sang CEO masih berada di posisi dan Felicia bisa bertemu langsung dengannya setelah beberapa kali salah masuk ruangan.

Dengan menebalkan muka, Felicia mengutarakan tujuannya meski sadar kemungkinan besar ia akan ditolak, mengingat mereka tidak saling kenal sebelumnya.

Tanpa diduga, pria itu bersedia membantu, hanya saja syaratnya membuat Felicia hampir tak mampu bernapas.

"Bagaimana?" tanyanya sambil mengangkat alis.

Seketika seluruh tubuh Felicia lemas, seakan tidak bertulang lagi. Jika tidak ada kursi yang menopang, ia pasti sudah ambruk di lantai.

"Tidak ada pilihan lain?" tanya Felicia dengan suara yang sangat pelan dan serak. Air mata tersekat di tenggorokan. Tidak menetes dari mata, tapi sangat menyesakkan dada. Felicia ingin menangis. Ternyata tidak mudah untuk mendapatkan pinjaman uang sebesar itu. Ya, tentu saja. Tiga ratus juta tidaklah sedikit.

Felicia makin lemas saat melihat gelengan kepala pria itu. Bahunya turun. Ia bersandar lesu di kursi.

"Jadi istriku, dan uang itu tidak perlu kau kembalikan," katanya lagi. "Selain itu, kau mendapat fasilitas kartu kredit dan mobil sesuai pilihanmu."

"Tapi saya tidak bisa mengendarai mobil," tukas Felicia polos. Astaga! Ia tidak sadar jawaban itu meluncur dari bibirnya. Ia bahkan belum berpikir untuk setuju menjadi istri pria dingin itu, tapi mengapa ia sudah merespons kalimatnya tentang fasilitas yang akan ia dapat bila menjadi istrinya?

"Itu tidak menjadi masalah. Kau boleh kursus mengemudi atau jika perlu kusediakan sopir untukmu," katanya dengan mimik wajah datar.

Felicia menatap pria itu tidak percaya. Matanya membesar dengan dada sesak. Oksigen seakan pergi dari sekitarnya. Dari paru-parunya.

Pria ini membicarakan pernikahan seolah membicarakan kontrak kerja sama. Dingin, datar, tegas.

Benak Felicia perlahan tapi pasti mulai dipenuhi berbagai pertanyaan. Apa yang membuat pria ini ingin ia menjadi istrinya? Pria ini tampan dan kaya, yang pastinya dengan mudah mendapat wanita mana pun yang ia mau.

Kau seharusnya bersyukur dia bersedia membantumu, Felicia!

Sebuah suara yang bergema di kepalanya membuat Felicia menggigit bibir. Yeah! Seharusnya ia tak perlu banyak berpikir apa yang menjadi alasan pria itu, yang penting ia mendapatkan uang itu saat ini juga.

"Tapi semua itu tidak gratis."

Suara itu menusuk kesadaran Felicia. Oh, tentu saja semuanya tidak gratis. Ia tidak berharap pria itu memberinya uang ratusan juta dan semua fasilitas yang ia sebut tadi hanya untuk sebuah status, yaitu istrinya.

"Layaknya seorang istri, kau harus melayaniku dengan baik," jelasnya dengan mimik wajah datar.

Melayaninya?

Marco menyeringai samar. "Melayaniku sebagaimana mestinya yang dilakukan oleh seorang istri," jelasnya datar.

Wajah Felicia seketika merona. Kalimat itu bukan hanya berhasil membuat darah menyerbu deras ke leher dan wajahnya, tapi juga membuat ia hampir terjengkang dari kursi. Tapi ini memang bukan film kartun yang konyol. Ia tetap berada di posisinya walau sudah tidak kuat lagi untuk duduk tegak. Seluruh saraf di tubuhnya melemah. Dada sesak menahan serbuan rasa gelisah.

Tentu saja! Ia tidak mungkin senaif itu berpikir kalau pria ini tidak akan meminta haknya sebagai suami.

"Kau tentu tidak mau aku mencari wanita lain untuk menyalurkan kebutuhan biologisku, kan?" tanyanya masih dengan nada datar.

Benar. Felicia mana mungkin mau suaminya kelak menuntaskan hasratnya dengan wanita lain mana pun. Tapi—

"Kau juga tidak boleh menjalin hubungan dengan pria mana pun. Bila memang sekarang kau punya kekasih, kau harus meninggalkannya."

Felicia terdiam. Ia tidak memiliki kekasih. Tapi ia sedang tertarik pada seorang pemuda. Kelvin, pemilik toko mebel di samping toko orangtuanya yang baru buka dua bulan lalu.

"Aku butuh istri yang setia."

Felicia terpaku. Setia! Ia diharuskan menjadi istri yang setia.

"Bagaimana? Setuju?"

Felicia terdiam dengan benak yang terus berputar.

"Saya masih banyak pekerjaan, Nona. Jika Anda bersedia, saya akan segera menuliskan cek, tapi jika tidak, mohon segera tinggalkan ruangan ini."

Setiap kalimat itu diucapkan dengan dingin dan formal. Felicia menatap pria itu, yang juga sedang menatapnya.

Jantung Felicia mencelus. Apa yang harus ia katakan?

Felicia tentu saja tidak siap melepas masa lajangnya dan menikah dengan pria yang selama ini hanya ia kenal lewat koran dan majalah. Tapi ia sangat membutuhkan uang itu! Dengan cara apa pun, ia harus segera mendapatkannya, dan Felicia tahu tidak ada cara lain lagi. Tidak ada orang bodoh atau tidak waras yang bersedia memberinya pinjaman sebanyak itu. Sedangkan untuk meminta tolong pada kerabatnya, Felicia tidak berani. Bukan hanya kemungkinan orangtuanya akan tahu, tapi juga ia tidak mau merepotkan siapa pun atas kesusahan mereka. Kerabat mereka sudah cukup banyak membantu dan Felicia tidak mau semakin merepotkan lagi.

Pria itu mengangkat sebelah alisnya dan menatap Felicia dengan tak sabar.

"Baiklah..., saya setuju..., tapi saya juga ada syarat," ucap Felicia dengan jantung berdegup kencang. Ia sudah tidak punya pilihan.

"Apa syaratmu?"

***

bersambung...

suka? penasaran? jangan lupa vote dan komen ya, kawan2. thank you all.

Loveee,

Evathink

(IG : evathink)

*repost, 18 maret 2019














Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 62.4K 54
[TAMAT] Tiga kali serangan pertahanan diri telah dilayangkan Camilla pada Marcell, pewaris perusahaan Ashford Inc tempat dia melamar bekerja. Pertama...
930K 45.9K 47
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
3.3M 38.7K 9
Tersedia di Karyakarsa, judul tetap sama. Nikmati langganan satu bulan hanya dengan 20k ------- Eiden Maxwell, seorang CEO sebuah perusahaan yang sed...
2K 201 18
Blurb... Tiga orang gadis tengah berkumpul di suatu caffe dan tengah memainkan permainan ToD. Putaran demi putaran botol berlangsung tetapi Xaries be...