Love Me Again (REPOST)

Por MyappleCherry

17.8K 3.4K 2.6K

FOLLOW DULU SEBELUM BACA Rate 16+ Bijak karena ada kekerasan, kata umpatan/kasar, bullying. Sedang di repost... Más

Love Me Again : 00.00
LMA 01.00
LMA 02.00
LMA 03.00
LMA 04.00
LMA 05.00
LMA 06.00
LMA 07.00
LMA 08.00
LMA 09.00
LMA 10.00
LMA 11.00
LMA 12.00
LMA 13.00
LMA 14.00
LMA 15.00
LMA 16.00
LMA 17.00
LMA 18.00
LMA 19.00
LMA 20.00
LMA 21.00
LMA 22.00
LMA 23.00
LMA 24.00
LMA 00.30
LMA 01.30
LMA 03.30
LMA 04.30
LMA 05.30
LMA 06.30
LMA 07.30

LMA 02.30

346 81 24
Por MyappleCherry

Bacanya pelan-pelan ok. Happy Reading..
Typo or eror bisa komen aja.

***

Sisi terdiam, sama halnya juga dengan Alvino. Lalu mereka yang berhadapan hanya terus bertatapan satu sama lain. Udara dingin dari embusan angin malam seolah hanya numpang lewat tidak mengusik mereka sama sekali. Rambut Sisi yang terkena angin berembus agak beterbangan membuat matanya berkedip sesekali tanpa menyingkirkan itu.

Alvino maju satu langkah, tangan kanannya mengambil sulur anak rambut Sisi, menyelipkan nya di telinga. "Sekali lagi, gue tanya sama lo."

Sisi mulai berkaca-kaca, mungkin karena dia jarang berkedip hingga angin membuat matanya terasa agak perih dan berair.

"Gue Alvino, bilang kalau sayang sama lo, Sivana Putri. So, lo mau jadi pacar gue?"

Waktu berjalan sesuai putaran, tapi Sisi merasa waktu terhenti seketika. Tidak ada pergerakan dari sekitarnya, termasuk daun yang menari sekarang berhenti seketika. Alvino, cowok yang belum lama dia kenal, berdiri di hadapannya menatap dia dengan serius, tidak mungkin, apa dia sedang bermimpi?

Lalu waktu berjalan lagi, Sisi mulai bisa mendengar suara deru angin berembus cukup kencang. Gelap malam yang tidak pekat berhiaskan beberapa bintang di langit sana.

"Gue sayang lo."

Tidak ini bukan mimpi. Sisi berbicara di dalam hatinya.

Avin meraih tangan Sisi dengan tangan kirinya, lalu tangan kanannya menyentuh sebelah pipi Sisi. "Love me again. If you're not love me anymore,"

"Please, love me again."

Dada sisi kembang-kempis mendengar Alvino mengutarakan dengan jelas kata-kata itu. Mantera cinta yang tidak pernah dia sangka akan dia dengar dari Alvino.

"Sisi?"

"It's a dream?" ucap Sisi dengan pertanyaan yang dia ragukan jawabannya bahwa itu adalah kenyataan sebab ilusi selalu menyakitkan baginya jika itu terlalu indah.

"No, i say that i love you, and please, love me again."

Lidah Sisi mendadak kelu, bias haru ataukah itu sebuah keraguan yang ada di mata Sisi sekarang? Alvino mengusap lagi pipi Sisi, kali ini keduanya, dengan senyum kecil.

"Kamu nggak punya rasa yang sama?"

Itu pasti bukan Alvino. Mendadak dia berubah manis, amat manis bahkan jadi agak menakutkan bagi Sisi.

"Vin. Ini beneran? Tapi kenapa?"

"Kenapa apanya?" Tangan Avin masih di pipi Sisi, menyentuh, menetap di sana beberapa saat.

"Cinta, maksudnya...." Sisi memutus ucapannya, bulir bening lolos tanpa perkiraan begitu saja dari ujung matanya.

Dia harus selalu memastikan. Apa yang ada dihadapannya tulus, atau malah membahayakan hatinya sendiri. Tapi kali ini Alvino, cowok yang disukainya sejak awal.

"Ya, aku cinta kamu. Itu sih yang biasanya orang-orang bilang kalau mau nembak cewek yang dia sayang. Apa ada larangan untuk cinta sama lo, Si?"

"Ah, mungkin ngagetin. Aneh, tapi cinta itu nggak butuh waktu lama. Gue cuman nggak mau kalau gua telat ngutarain kayak yang udah-udah, nanti gua nyesel, atau mungkin keburu lo di ambil sama yang lain." Alvino terus melontarkan perkataan manis itu pada Sivana. Amat manis sampai memabukkan.

"Kalau lo terima, gue janji akan jaga lo, nggak akan nyakitin lo, Sisi."

Sisi malah terkekeh. "Lo ngomong campursari gitu sih. Coba ngomong yang bener. Lucu denger lo ngomong 'aku kamu' please, apa boleh di ulang?"

"Jangan ketawa ini aku lagi serius, Sayang. Kamu mau menerima cinta aku? Kalau kamu nggak cinta lagi sama aku, karena sikap aku yang nyebelin mungkin. Kamu mau kan, please, cintai aku lagi."

Avin memukul mulutnya sendiri, dia tidak terbiasa berbicara selembut itu, kecuali hanya pada Sisi. Kalau Lavina tahu, sudah pasti ini akan jadi bahan Lavina membully-nya.

Sisi tertawa pelan sembari menyeka air matanya. Tapi, kalau dia menerima Alvino, apakah itu adil buat Alvino? Memiliki pacar dengan sejuta masalah di keluarganya, walau hanya karena satu orang figur yang selalu menekannya di dalam rumah, yaitu ayahnya.

"Aku juga cinta kamu, kemarin, dan sekarang. Nggak tahu kalau ke depannya, tapi selama kamu tulus, aku yakin cinta ini nggak akan hilang ataupun berubah. Tapi, apa kamu mau bersama cewek yang punya masalah kayak aku?"

Lalu mereka tertawa bersama. "Aneh banget bicara kayak gini, Vin." Sisi tertawa sambil menangis. Entahlah, tapi matanya terus meneteskan air mata.

Avin mengusap air mata Sisi. "Jadi, kamu mau menerima aku? Nggak apa-apa aneh, kan ini lagi usaha, biar kayak orang lain kalau mau pacaran."

Hanya Alvino yang bisa mengubah kesedihan Sisi jadi tawa bahagia.

Sisi kemudian mengangguk. "Iya, aku mau."

Alvino membulatkan mata, lalu dia mencubit gemas pipi Sisi. "Beneran? Lo nerima gue, Si?"

"Ihh katanya aku kamu, gimana sih lo!" Sisi menyentak Alvino. Tapi Alvino malah tertawa. "Iya, maksud aku, kamu beneran nerima aku?"

Sisi mengangguk-angguk lagi. "Iya."

Avin langsung memeluk Sisi dengan histeris. Sisi malah menangis terisak, sejak tadi dia menahan diri karena jantungnya seperti akan meledak.

"Makasih, Si. Makasih karena udah mau nerima gue ... eh, aku."

"Iya, sama-sama, Vin. Tapi gue lebih suka manggil gue elo kayak biasa aja, karena gue tahu lo nggak biasa."

Avin terkekeh, Sisi juga sama. "Ya, aku usahain."

"Aneh banget sumpah!" Sisi memukul Avin pelan. "Udahlah, gue elo juga yang penting kan di sini." Sisi menyentuh dada Alvino. "Ada nama Sivana di sini kan?"

Avin tersenyum. "Nanti gue ukir yang besar, tenang aja."

Mereka lalu tertawa lagi.

"Jadi, kalau gua bilang love me again, please. Lo bakalan jawab apa Si?"

Sisi yang masih di pelukan Avin lalu mendongak.

"I love you, still the same as before. I will love you again, I hope you do too."

Senyum Avin kembali terulas manis. "Passwordnya, love me again, lo jawab panjang banget, Si."

"Apaan sih, kirain beneran tau! Bercanda mulu!" Sisi memeluk Avin lagi, lalu dia menangis tersedu-sedu seperti anak kecil. Avin menghela napas panjang, dia bukan tanpa alasan mengutarakan perasaannya sekarang. Dia tahu yang dilalui Sisi hari ini, keberadaannya bukan karena semata-mata feeling nya saja. Tapi, Haikal yang memberitahu dia, bahwa Sisi sedang sedih karena sahabatnya, Belva. Belum lagi ayah Sisi yang ingin menjodohkan Sisi dengan Haikal.

"Nangis aja, kalau itu bikin lo lega, Si."

Sisi bahagia karena Alvino, tapi dia masih sedih karena sahabatnya menjauh. "Gue cuman suka sama lo, Vin. Tapi Belva benci gue karena ngira gue mau merebut Haikal."

Avin hanya mendengarkan sambil mengusap rambut Sisi pelan.

"Gue jahat ya, Vin."

"Enggak, lo nggak jahat, dan lo nggak perlu marah sama sahabat lo. Bukan dia yang nyebarin video itu."

Sisi terkejut mendengar itu, dia langsung mengangkat wajahnya. "Maksud lo?"

"Bukan Belva yang nyebarin video Derby kecelakaan. Ada orang lain, dan dia punya hubungan dekat dengan Belva, cuman bukan Belva, Si. Temen-temen gue udah cari tahu semuanya."

Sisi yang masih terisak berusaha mencerna semua ucapan Avin. Jadi, dia salah menuduh Belva melakukan itu. Tapi bukanlah Belva mengiyakan?

"Tapi Belva bilang emang dia."

"Dia mungkin aja nggak mau sampai ada yang tahu orang sebenarnya dibalik itu."

Sisi makin tidak paham. "Sebenarnya siapa orangnya, Vin?"

Avin mengelus pipi Sisi. "Nggak penting lagi, Si. Gue udah nggak peduli, selagi dia nggak ngusik orang-orang yang gue sayang. Kayak lo, misalkan. So, lo nggak perlu mikirin itu. Lo juga nggak perlu musuhin Belva, oke?"

Drrrtttttt...

Ponsel Sisi bergetar. Satu pesan masuk dari sahabatnya, Monika.

Monika

Si, Belva pindah malam ini. Lo datang ke bandara ya. Gue udah di sini, please, gue nggak tahu apa yang bikin kalian bertengkar. Tapi Belva nangis sekarang. Lo ke sini ya, please, Si.
19.30

"Astaga, Belva! Vin anter gue ke bandara sekarang! Belva dia mau pindah!"

"Hah? Pindah?"

Sisi mengangguk cepat menarik tangan Avin menuju parkiran motor. Tanpa membuang waktu Avin langsung mengantar Sisi ke bandara.

"Si, kenapa si Belva pindah?"

"Nggak tahu, Vin. Tadi Monik yang bilang."

"Oke. Lo pegangan yang kenceng, gue ngebut."

"Jangan Vin jangan ngebut nanti trauma lo?"

"Nggak. Gue baik-baik aja. Lo pegangan, kasih gue sepuluh menit."

Sisi pun memeluk Avino erat, lalu Avin melajukan motornya dengan kecepatan yang lumayan. Sudah lama Avin tidak berkendara dengan kecepatan tinggi, tapi dia merasa lega, tidak ada lagi ketakutan, semua karena Sisi.

"Sembilan menit ternyata." Avin dan Sisi turun dari motor, lalu berlari menuju ke tempat Belva. Benar saja di sana Monik dan Belva sedang duduk, dan Belva memang sedang menangis.

Sisi berjalan lambat ke arah Belva dengan air mata yang jatuh bercucuran. Monik menepuk bahu Belva. "Ada Sisi, Bel."

Belva mengangkat wajahnya, lalu dia tidak bisa lagi menahan tangisnya. Mereka saling menatap sebentar sebelum tangisan Belva pecah, dan mereka saling memeluk.

"Maafin gue, Bel."

"Gue yang salah, gue emang jahat! Gue bahkan ngatain lo, gue udah bikin lo sakit hati, Si."

"Enggak, lo nggak salah, gue yang udah nuduh lo. Bukan lo yang ngelakuin itu kan. Lo kenapa malah ngakuin sesuatu yang nggak lo lakuin  sih?"

Belva melepas pelukannya lalu mengusap air mata Sisi. "Karena abang gue yang udah ngelakuin itu. Gue baru tahu kalau abang sepupu gue adalah salah satu rival Derby, teman Avin," terangnya.

Alvino hanya terlihat menghela napas. Monika juga tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, yang dia tahu Belva menangis berpamitan bahwa dia akan pindah.

"Jadi beneran bukan lo."

Belva menggeleng. "Tetap gue salah karena nggak ngasih tahu lo lebih awal. Maaf, gue cuman mau buat lo benci gue, biar lo nggak sedih kalau gue tinggal, Si."

"Lo mau ke mana Bel?" teriak Sisi meluapkan emosi dan air matanya. "Lo nggak boleh pergi!!!"

Belva tersenyum dengan air mata. "Orang tua gue bercerai, Si. Gue harus milih ikut siapa. Gue nggak mungkin ikut nyokap, dia nggak peduli sama gue. Jadi, gue harus ikut bokap ke Bali."

Monik langsung memeluk Belva, sebagai sahabat dia tidak tahu kalau sahabatnya memiliki kehidupan yang menyedihkan seperti itu. Sisi ikut memeluk Belva dengan perasaan yang hancur. Selama ini dia mengira hanya dia yang menderita, ternyata sahabatnya juga merasakan hal yang sama. "Kalian jangan nangis, gue nggak apa-apa."

Monika dan Sisi menangis seperti anak kecil sambil memeluk Belva. Avin hanya duduk membiarkan mereka menyelesaikan semuanya.

"Udah, kalian nggak malu, ada Avin tuh." Belva terkekeh, dia tidak mau kalau sahabatnya sedih.

"Kita bisa ketemu lagi nanti, kalau libur gue pasti main untuk ngunjungin kalian kok."

Sisi masih sesenggukan, begitu juga Monika.

"Lo jangan sedih ya Bel. Orang tua gue juga bercerai. Papa gue malah nggak peduli sama gue karena udah menikah lagi. Awalnya emang berat tapi kita sebagai anak kuat pasti bisa lewatin itu."

Sisi kembali dikejutkan lagi. Bagaimana bisa, jadi selama ini dia sahabatnya, Belva dan Monik tidak baik-baik saja di dalam rumah mereka? Jadi, mereka juga sama seperti Sisi?

"Jadi, kalian selama ini mengalami hal yang sama kayak yang gue alami? Bel, Monik?" tanya Sisi dengan air mata yang menetes ke pipinya.

Monik dan Belva menatap Sisi.

"Maksud lo?" kata Belva.

"Astaga, Si?" ujar Monik.

"Ya, gue selalu di pukul ayah gue. Selama ini gue kira hanya gue yang mengalami. Gue nggak mau cerita sama lo semua karena takut kalian nggak mau berteman sama gue lagi nanti."

Monik dan Belva langsung memeluk Sisi.

Avin melihat tiga cewek yang menangis, kenapa mata dia ikut pedih. Beruntung dia terlahir dari keluarga yang bahagia. Dia punya papa dan mama yang saling menyayangi dan juga perhatian padanya, juga pada kembarannya, Lavina.

Akhirnya meski dia harus mengeluarkan air matanya hingga matanya bengkak, Belva tetap harus pergi juga. Sekarang dia hanya berdua dengan Monik saja, walau berat tapi itu yang terbaik untuk Belva. Mereka hanya bisa memberi dukungan dan doa untuk Belva.

Sisi sudah sampai di depan rumahnya. Alvino mengantarnya sesuai janji. Mereka berdiri di depan pagar rumah Sisi, Avin tersenyum mengusap pipi Sisi dengan begitu lembut.

"Jangan nangis lagi. Masih ada gua, kan. Lo lupa sekarang gua pacar lo?"

Sisi tersenyum. "Mana mungkin gue lupa. Makasi ya."

Avin mengangguk. "Ya udah lo masuk gih. Mumpung bokap lo belum balik, mobilnya nggak ada."

"Iya. Gue masuk ya."

"Iya, bye Sisi."

"Bye." Sisi melambaikan tangan. Dia berjalan pelan, sambil memegangi dadanya yang terus berdebar-debar. Lalu Sisi berbalik, ternyata Avin masih berdiri di tempatnya tadi, belum bergeser sama sekali. Lantas Sisi berlari ke arah Avin, dengan mendadak memberikan sebuah kecupan di sebelah pipi Alvino.

"Selamat malam Avin. Gue sayang lo."

***

Semangat buat kalian, anak-anak kuat yang selalu merindukan kasih sayang tulus dari keluarga. ❤️

Seguir leyendo

También te gustarán

2.7M 131K 39
Ini tentang Azalea yang harus menjalani pernikahan semu bersama Hagantara. Seorang gadis yang masih memendam trauma masa lalu dan harus terjebak dala...
1.2M 115K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
1.3M 93.3K 43
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
1.3M 94.3K 58
[ 🔞🔞 Tidak sehat bagi jantung jomblo ] Prinsip hidup Alam sederhana, tidak mencari masalah dan enggan menikah. Sementara prinsip hidup Navella kom...