12. Lamaran Anin Marel
Kue-kue sudah siap dipiring-piring. Beberapa jenis makanan sudah tersaji dengan menggoda di meja prasmanan, Bunda tidak pernah gagal kalau urusan menjamu tamu. Apalagi kali ini adalah jamuan pertama Bunda untuk lamaran putrinya yaitu Anin. Sudah pasti spesial dan sangat hati-hati dalam menyiapkannya.
Caca dengan tunik dress berwarna manis hampir mirip dengan gaun milik Anin. Ya, mirip karena waktu itu Caca membelinya bersama Anin.
Caca membantu Bunda merapihkan tatanan kue dan makanan. Setelah itu dia duduk diam di dekat Dilan yang datang juga, diantara banyak sepupu-sepupunya, hanya Dilan saja yang Caca percaya untuk berbagi cerita.
"Gue beliin es krim buat Lo, jangan kusut gitu lah. Ntar ketauan banget lo kenapa-kenapa," ujar Dilan memberikan sebuah es krim dan cokelat.
"Thanks, sepupu!"
Diln berdehem, melihat Caca yang sudah memulai mengigit es krimnya.
"Ca, Lo cantik banget asli dah. Banyak cowok yang mau sama Lo, jadi please jangan stay di tempat. Udah saatnya Lo move on dari perasaan yang bikin Lo sakit ini."
"Apaan sih, Lan. Mendadak jadi Dilan Bandung aja Lo!"
"Kan gue emang Dilan dari Bandung, maneh lupa aing urang Bandung?"
Caca tergelak, "Lupa gue, lu kan pernah casting dunia terbalik."
"Anjing, masih inget aja!"
"Inget lah anjir, Lo casting perannya Idoy. Sebenarnya kalau gue sutradaranya udah pasti Lo keterima, soalnya gobloknya Lo tuh natural, nggak perlu repot-repot kasih skrip juga Lo udah meranin dengan baik!" ujar Caca yang memberikan satu jari jempolnya.
"Lo kalau ngehina gue semangat banget ya, gue cium juga lu!"
"Najis! Lo tuh pengen banget ya nyium gue? Sorry gue nggak pernah ada kepikiran buat bersedia di cium soang."
"Sialan Lo, sepupu tai!"
"Apa nih kok seru banget?" Mas El datang dengan senyum tengilnya.
"Eh, Mas El anaknya Pak Ahmad Dhani," sapa Dilan.
"Lan, gue tampol ya lu?"
"Jangan gitu, Lan. Jangan samain Mas El sama El anaknya Bunda Maya, soalnya speknya beda," ujar Caca
"Iya Mas lebih ganteng kan dibanding El adiknya Al?"
"Dih kata siapa? Yang ada mah El terlalu baik disamain Mas El," sambar Dilan yang dibalas jitakan Mas El. Dilan kesakitan, Caca yang bahagia. Melihat adiknya tidak lagi murung, Dilan dan Mas El sama-sama meresa lega. Setidaknya senyum Caca kini terbit setelah mendung seharian kemarin.
"Caca sama Dilan makan dulu, kalian belum makan dari pagi tadi loh!" ujar Tante Gita alias Mama Dilan.
"Iya, Te. Caca abisin es krim dulu."
"Gue ambilin ya, Ca. Takutnya sepupu lain pada ngabisin ayam kecap."
"Gih, gue nggak pake bihun ya!"
"Siap kanjeng nyai."
Dilan pergi ke prasmanan dan kembali membawa dua piring nasi. Untuk dirinya dan untuk Caca.
"Lo nggak kira-kira ya ambil nasi?" omel Caca saat melihat banyaknya nasi yang Dilan ambil.
"Kan Lo kuli, porsi makannya harus double."
"Dilaaannn, sumpah gue nggak mau tau ini nasi Lo ambil sebagian! Gue nggak abis, Dilan!"
"Lemah Lo, makan banyak aja nggak sanggup. Bilang aja Lo diet kan?"
Caca tak menjawab, dia malah menuangkan sebagian nasi itu ke piring Dilan.
"BUSET CA INI MAH SEMUANYA LO TUANG KE PIRING GUEE!"
"Bodo!"
***
Keluarga Marel datang. Papa Marel sudah lama meninggal, jadi yang menggantikan posisi Papanya adalah Adik laki-laki dari Papa Marel, Om Darma. Dia datang membawa istri dan anaknya juga.
"Kedatangan kami kesini untuk meminang putri Bapak Dhanu yang bernama Anindya Kartika Dhanu untuk putra kami Marelino Baskoro," ujar Om Darma.
Ayah tersenyum, "Kami menyambut dengan baik niat keluarga Marel. Jujur untuk niat baik ini sangat kami nantikan, Pak."
"Kalau begitu, sudah resmi toh?"
"Belum atuh Pak, kan semuanya melalui persetujuan perempuan yang dipinang," sahut Bunda. "Ca, panggil Mbak Anin ke sini ya."
"Kok-, hm, Caca panggil."
Caca ingin protes namun tidak bisa. Harusnya dia tidak di sana saja, kalau bukan paksaan dari Dilan, Caca mungkin sudah kabur ke kamar atau duduk di luar. Terpaksa dia melangkahkan kakinya menuju kamar sang saudari perempuannya.
"Mbak kata Bunda Mbak udah boleh keluar," ujar Caca. Alih-alih mendengar jawaban, Caca malah melihat Kakaknya itu terdiam duduk di atas ranjang.
Lagi-lagi Caca terpaksa masuk lebih dalam ke kamar Anin. "Mbak?"
Caca dikejutkan dengan pelukan tiba-tiba Anin. Dia mendengar isakan kecil dari bibir Mbaknya itu.
"Mbak kenapa nangis?"
"Ca, Mbak minta maaf."
"Maksud mbak?"
Caca panas dingin mendengar kata maaf tiba-tiba dari Anin, bukan apa-apa, tapi pikiran Caca malah mengatakan bahwa Anin tau sesuatu yang seharusnya tidak dia tahu. Dan itu mengenai perasaan Caca pada Marel. Apa jangan-jangan dia tau?
Anin melepaskan pelukannya, dia menatap sang adik yang keheranan sekaligus khawatir.
"Kita pernah janji kan buat nikah barengan, maaf mbak nggak bisa menuhin janji itu."
Entah Caca harus bernapas lega atau merasa kecewa.
"Mbak nggak usah pikirin itu, sekarang udah takdirnya Allah ngeduluin Mbak maju ke pelaminan. Lagian Caca masih terlalu muda buat nyusul Mbak, juga Caca belum ada calon."
Anin mengelus pipi Caca, "Mbak yakin jodoh kamu pasti pilihan terbaik yang Allah punya. Karena untuk gadis semanis kamu, harus mempunyai laki-laki sebaik mungkin."
Caca tersenyum sumir. "Yaudah yuk Mbak, kita keluar."
Anin mengangguk, sembari digandeng Caca kedua putri Dhanu itu keluar dari kamar.
Anin nampak manis dengan warna peach ini, apalagi Anin memang sudah cantik dari sananya. Apapun yang Anin pakai sudah pasti akan indah untuk dipandang, contohnya saat ini semua orang menatap penuh kagum pada si perempuan yang sedang dinantikan jawabannya.
Dia duduk di depan Marel dan diantara Bunda dan Ayah. Dengan senyum malu-malu Anin menatap Marel yang sudah membeku dengan tatapan kagumnya.
"Jadi Mbak Anin mau jawab apa buat lamaran Mas Marel?" tanya Bunda.
"Bismillahirrahmanirrahim, atas restu Ayah Bunda, dan ijin Allah. Anin terima lamaran Mas Marel."
"Alhamdulillah!" ujar seluruh orang di rumah.
"Mas Marel biasa aja atuh liatin Mbak Aninnya. Sampai nggak bisa mingkem gitu," ujar Tante Gita yang dibalas tawa semua orang.
Caca hanya tersenyum tipis, dia lantas berdiri dan melarikan diri ke taman belakang rumah. Duduk di ayunan dengan Ilon yang ada di pangkuannya.
"Lon, udah beneran tertutup jalannya. Ini gue yang telat atau emang nggak dikasih kesempatan ya?" ucap Caca bermonolog menertawakan diri.
Sembari mengelus bulu halus Ilon, Caca merenung meratapi nasibnya.
"Rasanya bahagia diatas kesedihan gini banget ya? Belum siap jadi badut selama acaranya selesai, atau gue bakalan selamanya jadi badut?"
Bersambung...
***
Gimana hari pertamanya di 2022? Makanan apa yang kalian makan pertama kali di tahun ini??
Yang sedang bergalau
Yang sedang berbahagia