Love Me Again (REPOST)

By MyappleCherry

19K 3.5K 2.6K

FOLLOW DULU SEBELUM BACA Rate 16+ Bijak karena ada kekerasan, kata umpatan/kasar, bullying. Sedang di repost... More

Love Me Again : 00.00
LMA 01.00
LMA 02.00
LMA 03.00
LMA 04.00
LMA 05.00
LMA 06.00
LMA 07.00
LMA 08.00
LMA 09.00
LMA 10.00
LMA 11.00
LMA 12.00
LMA 13.00
LMA 14.00
LMA 15.00
LMA 16.00
LMA 17.00
LMA 18.00
LMA 19.00
LMA 20.00
LMA 22.00
LMA 23.00
LMA 24.00
LMA 00.30
LMA 01.30
LMA 02.30
LMA 03.30
LMA 04.30
LMA 05.30
LMA 06.30
LMA 07.30

LMA 21.00

395 94 45
By MyappleCherry

"Lo mau mampir, Vin?"

"Enggak."

Sisi mencebik. "Kenapa sih? Jutek amat. Lo nggak ikhlas nganterin gue pulang?"

"Emang lo nggak apa-apa naik motor? Gue bilang naik taksi. Kenapa batu banget, sih!"

"Demi apa? Sumpah barusan lo perhatian banget sama gue, Vin!"

"Nggak usah mulai!" sentak Avin lalu menutup helmnya. "Gue balik."

"Vin! Tunggu bentar!"

Avin membuka helmnya lagi. "Apa?"

"Makasih, ya." Sisi mengusap tangan Avin sebentar, lalu dia tersenyum kecil. "Makasih karena lo udah mau nolongin gue tadi. Gue seneng banget," ucapnya.

Avin menutup lagi helmnya, lalu dia mengacungkan ibu jarinya sambil menyalakan mesin motor. Avin berlalu dengan motornya meninggalkan Sisi yang sedang senyum-senyum sendiri.

"Sedang apa kamu di sana, Si?"

Suara itu?

Sisi langsung berbalik. "Ayah?"

Ayahnya berdiri bersama dengan seorang wanita, dia adalah wanita yang pernah dia lihat saat di Bandung.

"Nggak ada ayah selama beberapa hari, kamu sudah berani bawa cowok ke rumah? Kamu keterlaluan, ya."

Sisi menatap Hermawan sekilas lalu berjalan tegak tanpa rasa takut. Dia tidak melalukan kesalahan, dia tidak perlu merasa takut, batinnya. Tapi ayahnya mencengkeram pergelangan tangannya mencegah dia pergi begitu saja.

"Seperti itu rasa hormat kamu sama orang tua?"

"Siapa? Orang tua yang ayah sebut itu siapa? Orang tua yang pergi dan pulang tanpa memberi kabar, orang tua yang nggak peduli tentang keadaan anaknya?"

Wanita muda di sebelah Hermawan terlihat malas, dia tidak melepaskan gandengan tangannya. "Om, kita jadi pergi, kan?"

"Jadi, Sayang. Tunggu saya selesaikan urusan saya dulu, ya."

Kemudian Hermawan menarik paksa Sisi ke dalam rumah. Sisi memberontak, dia memang sudah tahu akan begini, tapi dia benci melihat wanita muda yang ada bersama ayahnya. Baru kali ini Sisi melihat ayahnya membawa wanita murahan seperti itu.

"Lepasin Sisi, Yah! Jangan pukul Sisi lagi, udah cukup! Sisi nggak akan biarin Ayah menyiksa Sisi!"

"Kenapa? Sekarang kamu merasa sudah ada yang membela, iya!"

"Bukan urusan Ayah! Sisi nggak mau di sakiti Ayah lagi! Cukup Yah! Sisi selama ini sakit, Sisi terluka, Sisi hampir depresi dan Ayah sama sekali nggak peduli! Sebenarnya Sisi anak ayah atau bukan?!"

"Diem kamu!"

Plakk!

Satu tamparan dengan ringannya dilayangkan Hermawan ke sebelah pipi Sivana.

"Ayah keterlaluan! Ayah jahat!"

"Masuk kamu!"

Hermawan mendorong paksa Sisi masuk ke dalam gudang. Sisi dibiarkan sendirian, dan di kunci dari luar.

"Buka pintunya, Yah! Buka! Bibi! Bi Jemi tolong Sisi, Bi!!!"

Bi Jemi sengaja di tugaskan pergi keluar dan baru pulang besok. Awalnya Bi Jemi menolak, karena dia cemas dengan keadaan Sisi. Tapi, Hermawan meyakinkan Bi Jemi, bahwa Sisi akan baik-baik saja.

"Kamu harus merenungi kesalahan kamu, Si! Padahal Ayah sudah bilang jangan dekat-dekat dengan cowok itu dan kamu tidak mendengarkan! Bi Jemi nggak akan datang, dia ayah tugaskan ke rumah teman Ayah mengantar sesuatu. Kamu di dalam sana, renungi kesalahan kamu, ngerti!"

Langkah kaki Hermawan terdengar makin menjauh. Sisi hanya bisa menangis dari balik pintu. Lututnya bahkan berdarah karena terkena kayu yang cukup tajam dari patahan kursi saat Hermawan mendorongnya tadi.

"Ya Tuhan, tolong Sisi!"

Diperjalanan menuju apartemennya. Avin mendadak menghentikan motornya. "Kenapa gue ngerasa ada yang ketinggalan, ya? Ya ampun! Helm gue masih ada di halaman rumah Sisi, kan?"

Avin menghela napas panjang. "Balik lagi atau enggak? Tapi kalau hilang, itu helm pemberian Ghe-" ucapnya terputus.

Akhirnya Avin memutuskan untuk kembali ke rumah Sisi mengambil helm yang dia letakkan di atas rerumputan halaman rumah Sisi.

"Itu?" Avin berhenti sekitar beberapa meter dari halaman rumah Sisi. Di sana, dia melihat ayah Sisi masuk ke dalam mobil bersama dengan seorang perempuan muda.

Avin tidak mempedulikan hal itu sebelum dia teringat bahwa ayah Sisi sering bertindak kasar pada Sisi.

Akhirnya Avin kembali melajukan motornya dan berhenti tepat di halaman rumah Sisi, waktu itu mobil yang di kendarai ayah Sisi sudah jauh dari pandangannya.

Helm Avin masih ada di tempat semula di meletakkannya. Avin turun, dia mengambil helm itu lalu menaruhnya di motor.

Namun, dia memikirkan apa Sisi baik-baik saja? Avin berinisiatif mengirimkan chat pada Sisi.

Lo lagi di rumah?
15.26

Sisi masih menangis di dalam gudang, dia mendengar suara ponselnya berdering. Sisi mengambil ponselnya sambil menangis, dia memikirkan bagaimana kabar bi Jemi, wanita itu pasti tidak bisa menolak perintah ayahnya. Sisi, di saat dia sendirian sedang kesakitan menahan perih di lututnya yang terluka. Lebih dari itu, hatinya dan mentalnya jauh lebih sakit memiliki ayah seperti Hermawan.

Sisi terkejut melihat pesan dari Avin. Dia bingung, apa yang harus dia katakan, dia tidak mau memberitahu siapapun tentang keadaannya. Tapi, dia juga ingin kabur, dia ingin pergi dari rumah itu.

"Apa gue kasih tahu Avin? Tapi gue malu, gue nggak mau Avin tahu gimana keadaan gue."

Sisi menggeleng, dia menaruh lagi ponselnya dan beralih melihat luka di lututnya.

"Argh! Kalau dibiarin bisa infeksi," ringisnya.

"Seharusnya keluarga itu jadi rumah yang hangat buat seorang anak. Tapi kenapa, kenapa ayah nggak bisa jadi rumah buat gue?"

Sisi terisak sambil menyentuh dadanya. Dia membiarkan darah mengalir di lututnya. Rasa perih itu seolah tidak berarti, rasa perih di hatinya lebih dari apapun yang menyakitkan.

"Ini kenapa dia lama banget balasnya?" Avin memperhatikan layar ponselnya. Sisi baru saja membaca pesan darinya tapi tidak juga membalas.

"Nggak biasanya. Hm? Aneh."

"But bodo amat! Ngapain gua jadi nungguin!"

"Tapi ...."

Avin melakukan panggilan, rasa penasaran mengalahkan gengsinya.

Suara dering ponsel Sisi membuat gadis itu kembali terkejut. Kali ini bukan sekedar chat. "Kenapa dia call gue? Nggak biasanya." Sisi gemetar menekan pilihan reject.

"Sorry Vin. Pertemuan kita udah cukup bikin gue bahagia. Nggak masalah gue mati sekarang, gue udah bahagia, kok. Lo nggak perlu tau apa yang gue alamin separah apa hidup gue, jujur gue takut lo nggak mau lagi jadi temen gue."

"Anjrit! Dia reject?"

Avin mulai terlihat panik. "Ini aneh suer. Kenapa gue jadi mikir dia di apa-apain bokapnya ya?"

"Gue lebih milih mati sebagai teman lo dibanding hidup terus harus dijauhin sama lo, Alvino. Siapa yang mau berteman dengan anak broken kayak gue?" ucap Sisi sambil menyeka kembali air matanya.

"Bunda, kalau Sisi udah waktunya mati, nanti bunda jemput Sisi, kan? Bun, bahkan ayah nggak nunjukin di mana makam bunda. Kenapa ya, kok dia jahat sama Sisi?"

Sementara Avin ragu untuk menghampiri Sisi atau pulang dan membiarkan saja sikap cuek Sisi padanya. Tapi, dia takut, Sisi melakukan hal yang tidak-tidak. Kejadian yang menimpa Ghea cukup menjadi pelajaran berharga buatnya.

"Brengsek! Bodo amat, gue harus cari tau dia kenapa!"

Lo kenapa? Lo nggak biasanya diemin chat gue, reject gue pula! Pertama kali gue call, lo malah reject! Angkat telepon gue! Atau lo nggak perlu kenal gue lagi!
15.43

Sisi langsung membulatkan mata. Dia segera menekan tombol call di ponselnya.

"Vin! Lo kok jadi marah sama gue?" ucap Sisi refleks saking tidak maunya kalau Avin marah padanya.

"Suruh siapa lo cuekin chat dan panggilan dari gue?" jawab Avin santai.

"Gu-gue, bukan gitu! Tapi ...."

"Lo di rumah?"

"I-ya."

"Keluar bentar. Gue di luar."

"Di luar mana?"

"Di luar rumah lo lah."

"Hah? Mau ngapain?"

"Udah, keluar aja!" tegas Avin.

Sisi bingung, kalau dia bisa keluar dia pasti sudah keluar. Tapi, ayahnya mengunci dia dari luar dan sudah pasti pintu rumahnya pun terkunci juga.

"Hallo! Lo kok diem lagi?" Avin melihat layar HP-nya, panggilan tidak terputus tapi Sisi diam saja.

"Gue nggak bisa keluar, Vin."

"Kenapa?"

"Ya, nggak bisa aja."

"Nggak bisa pasti ada alasan."

"Gue, sebenarnya ... intinya, gue tuh nggak bisa."

"Lo di kunciin bokap lo?"

Sisi menutup mulut, dia tidak menyangka Avin bisa menebaknya dengan tepat. "Dari mana lo ...."

"Jadi bener? Gila kali bokap lo! Ya udah gue bantu lo keluar dari rumah."

"Nggak, Vin. Gue nggak apa-apa. Lo balik aja."

"Gue bilang lo diam aja, nanti gue dobrak pintunya."

"Vin! Pintu rumah gue nggak segampang itu di dobrak."

Avin terdiam, kata-kata Sisi benar juga.

"Di rumah lo ada jendela, maksud gue tempat lo di kurung sekarang?"

"Hm, jendela?"

"Iya."

"Jendela ...."

Sisi melihat gudangnya, di sana memang ada satu jendela yang cukup lebar.

"A-ada, Vin! Gue coba buka ya."

"Nah, coba lo buka, gue masuk ke dalam ya. Gue manjat pager, mudah-mudahan nggak dikira maling."

"Eeeee plis jangan, kalau lo digebukin gimana? Jangan Vin!"

"Lo diem aja. Kalau gue digebukin ya lo tinggal lapor polisi."

"Hah?"

Setelah itu panggilan terputus. Avin celingukan melihat keadaan. Setelah memastikan sekitarnya, barulah dia memanjat gerbang yang untungnya tidak terlalu tinggi.

Saat memanjat gerbang rumah Sisi, dia teringat Derby dan dia yang pernah memanjat gerbang sekolah.

Dan sekarang Avin sudah berada di halaman rumah Sisi. Dia kembali menelepon temannya itu.

"Lo udah bisa buka jendela?"

"Lo sendiri nggak digebukin masa, kan?"

"Kalau gue digebukin mana bisa telepon lo sayang!"

"Ehhhhh ehhhh apa lo bilang! Sayang!"

Avin memukul bibirnya yang ceroboh. "Bukan, pendengaran lo kurang ya."

"Eh masa sih?"

"Eh eh terus. Udah bisa buka tuh jendela belum?"

Sisi mencoba membuka jendela gudang dan ternyata berhasil.

"Bisa! Gue bisa bukanya!"

Sisi sangat senang, dia bisa keluar dari ruangan itu. Tapi, dia terkejut karena jarak dari jendela ke bawah itu cukup tinggi.

"Lo di sebelah mana? Gue ke sana."

"Sebelah kiri, Vin."

Avin berjalan ke arah yang dikatakan Sisi. Dan dia berhasil menemukan Sisi sedang berjongkok, ingin lompat tapi ragu.

"Lompat!" ucap Avin berteriak, dia menaruh ponsel ke sakunya. "Buruan!"

"Tinggi banget!" jawab Sisi.

"Gue yang akan tangkap lo!"

Sisi membulatkan mata, kenapa Avin bersikap sangat baik padanya, dia juga rela menolong tanpa disangka-sangka.

"Lo beneran bakalan tangkap gue kan?"

"Lompat!" titah Avin.

Sisi pun memejamkan mata, dia kemudian melompat seperti yang di perintahkan Avin.

Saat Sisi membuka mata, dia terkejut menatap kedua mata Alvino yang sudah menangkap tubuhnya.

Detik itulah cinta pertama Sisi bersemi.

Continue Reading

You'll Also Like

327K 9.4K 40
Alskara Sky Elgailel. Orang-orang tahunya lelaki itu sama sekali tak berminat berurusan dengan makhluk berjenis kelamin perempuan. Nyatanya, bahkan...
1.2M 88.6K 56
BOOK 1 > Remake. 𝘐𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘭𝘢𝘱𝘢𝘬⚠️ ⚠️𝘥𝘪𝘴𝘢𝘳𝘢𝘯𝘪𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘰𝘮𝘰𝘱𝘩𝘰𝘣𝘪𝘤 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘤𝘢 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵...
285K 11K 40
"bego ini obat perangsang bukan antimo" #lapakbxb Top : gamma Bot : nelv (mpreg) (BxB)
995K 19K 46
Gadis cantik yang masih duduk di bangku SMA terpaksa menjalankan misi misi aneh dari layar transparan di hadapannya, karena kalau tak di jalankan, ma...