Trust

By trissella

98.1K 10.1K 557

Gue gak pernah minta sebuah cinta yang sempurna. Gue cuma mau bahagia dengan cinta yang ada. Semua orang tahu... More

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Epilog
Ja Altea

Part 15

2.8K 406 23
By trissella

A/n thanks to shantapanjaitan, di ujung Indonesia bagian manapun kau berada, thanks a bunch ya kakaaaak :* buat bomb plus random comment semalem. Btw, entah kenapa aku masih pingin si Igo balik lagi. Entah kenapa :" hihihi. Oke pingin tau kenapa di a/n ini ada nama Igo? Yap silahkan baca potret persahabatan punya shantapanjaitan yaaaa.

Oke sampai part ini di publish, aku masih aja bayangin, seandainya nulis skripsi bisa lancar kayak gini ya

Ttd: mahasiswa tingkat akhir slash skripsi fighter.

Selamat menikmatiii

*****

Aruna menyedot jus alpukatnya dengan perlahan. Menikmati aliran jus kental berjalan pelan melewati kerongkongan. Gerry yang ada di hadapannya sedang menikmati bakso dengan kuah yang pedasnya bahkan sudah bisa Aruna perkirakan rasanya melalui aroma cabai yang dihirup oleh hidungnya. Bahkan dengan sepedas itu, Gerry tak terganggu sedikitpun. Hanya sesekali mengelap bulir keringat yang muncul di dahinya.

"Lo sama Ilan gimana, Na?" Gerry bertanya setelah menyendokkan potongan bakso terakhirnya ke dalam mulut. Menegak sebotol air mineral dingin sampai tersisa setengah.

"Udah tenggelam." Aruna menjawabnya dingin.

Kedua bola mata Gerry berbinar cerah. "Akhirnya." Gerry terkikik geli.

"Bahagia lo?"

Gerry menjawabnya dengan anggukan semangat.

"Udah gondok gue, Ger. Mana ada cuma temen tapi manggilnya sayang-sayang. Perhatian banget, lagi. Brengsek emang si Ilan. Bisa-bisanya deketin cewek lain sementara gue masih punya status sebagai pacarnya." Aruna mengaduk-aduk jusnya dengan kesal.

Sebelah tangan Gerry bergerak seperti mengipas sesuatu tepat di atas kepala Aruna. "Whoaa! Lo ngebul, Na." Gerry tertawa lagi-lagi menggoda Aruna.

Telapak tangan Aruna bergerak cepat memukul bahu Gerry yang duduk di hadapannya. Bibirnya mengerucut kesal.

Setelah tawanya mereda, Gerry menangkup sebelah tangan Aruna yang ada di atas meja. "Na, gue prefer Reno daripada Ilan." Suara Gerry terdengar serius di telinga Aruna.

Kedua mata Aruna mengerjap-ngerjap bingung. "Tapi gue gak suka sama Reno, Ger."

"Nanti, Na. Nanti."

Dahi Aruna semakin berkerut dalam. Momen langka Gerry mengeluarkan keseriusannya. Dan kelangkaan tersebut sedang dialaminya saat ini.

*****

"GERRY!!!" Aruna meneriakkan nama sahabatnya itu saat ia lihat Gerry yang sedang mengoper bola basket di tengah lapangan. Kemejanya sudah dilepas. Menyisakan kaos putih polos di tubuh bagian atasnya.

Refleks, Gerry menoleh saat mendengar teriakan Aruna menggema di lapangan sekolah. Ia melihat Aruna berlari dari arah parkiran depan. Reno yang sedang mengambil ancang-ancang untuk memasukkan bola ke dalam ring, ikut menoleh ke arah Aruna. Beberapa siswa menatap Aruna dengan heran. Penasaran, hal apa yang membuat primadona sekolah mereka berlarian sesiang ini. Mendadak, permainan basket berhenti.

"Tolongin gue." Aruna menggamit lengan Gerry dengan erat. Kedua matanya menatap penuh permohonan ke arah Gerry. Beberapa siswa yang ada di sekitar mereka, menatap Gerry dengan iri, berharap bisa berganti posisi dengannya. Penasaran, Reno melangkahkan kaki mendekat ke arah Aruna dan Gerry.

"Kenapa, Baby? Tadi katanya mau pulang?"

Aruna menggoyang-goyangkan lengan Gerry. "Please please ada Ilan di depan, please." Aruna mencebikkan bibirnya.

Dahi Reno dan Gerry berkerut bersamaan. "Ilan?" suara Reno terdengar penasaran. Aruna hanya mengangguk lesu.

Gerry menghela napas panjang. Melepaskan gelayutan Aruna di lengannya. Satu tangan Gerry menepuk puncak kepala Aruna. "Oke, tunggu di sini." Gilang mengalihkan pandangan ke arah Reno. "Gue titip Aruna, Kak." Reno menjawabnya dengan anggukan mantap. Gerry berjalan menjauh, menuju parkiran depan. Seolah tahu bahwa Ilan sedang berdiri di sana menunggu Aruna.

"Duduk, Na." Reno menepuk-nepuk bangku panjang yang sedang didudukinya. Meminta Aruna untuk duduk di sampingnya. Beberapa siswa yang tadinya berlarian memperebutkan satu bola di tengah lapangan, seolah tak minat lagi melanjutkan permainan mereka. Banyak siswa memandang Aruna dengan sorot penasaran.

Tadinya, beberapa detik setelah bel berbunyi nyaring, Aruna berjalan keluar kelas untuk langsung pulang. Sepulang sekolah, Gilang minta ditemani mencari kado untuk ulangtahun Clara. Beberapa meter sebelum mencapai beetlenya, Aruna melihat seseorang yang ia kenal sedang bersandar di kap mobil kesayangannya dengan kedua tangan disembunyikan di saku celana. Refleks, Aruna berbalik dan berlarian mencari Gerry. Ia berlarian ke arah kelas, tapi nihil. Kelasnya sudah kosong. Dan ia baru menemukan Gerry ada di tengah lapangan sedang bermain basket. Juga ada Reno di sana.

Aruna berdecak kesal saat melihat Gerry berjalan ke arahnya. Kemudian mendengus kasar saat ada seseorang yang mengikuti langkah Gerry. "Malah dibawa kesini," Gerutu Aruna.

Mendengar Aruna berdecak kesal, Reno mengikuti arah pandangan Aruna. Dari tempat mereka duduk, ia melihat seseorang dengan celana abu-abu dan kemeja putih yang terbungkus zip hoodie berwarna hitam. Tampan. Terbukti dari banyaknya siswi yang refleks memandang ingin tahu. Perpaduan yang sempurna jika disandingkan dengan Aruna.

Gerry memandang Aruna dengan tatapan sarat permohonan maaf. Pelan, ia menepuk bahu Aruna. "Selesaiin, Na." Gerry kemudian berdiri di sebelah kiri Reno yang sedang duduk tanpa mau beralih dari tempat duduknya untuk meninggalkan Aruna dan Ilan.

Reno mendongak ke arah samping. Mengalihkan pandangan ke arah Gerry. "Lo yakin?"

Gerry mengangguk mantap. "Gue tau, Aruna kali ini bisa kendaliin emosinya."

Entah karena apa, ketegangan tiba-tiba menyelimuti mereka yang sedang memerhatikan empat orang yang kini menjadi pusat perhatian. Gerry yang sedang berdiri di samping Reno, Reno dan Aruna yang sedang duduk bersebelahan, serta seseorang yang tak mereka kenali.

Pelan, Ilan berjongkok di hadapan Aruna. Memandang Aruna yang sedikitpun tak mau balik memandangnya. "Na...," panggilnya lembut. Reno dan Gerry hanya memerhatikan, tanpa berniat untuk mengganggu sedikitpun.

"Mau apa lagi, Lan? Kita udah kelar," Potong Aruna dengan tegas.

Ilan menghela napas panjang. Menyentuh dagu Aruna agar gadis itu balik memandangnya. Dengan terpaksa, Aruna mengikuti pergerakan jemari Ilan. Dari kedua mata Aruna, Ilan melihat sorot kecewa dan kesal ada di sana.

"Maaf."

Aruna tersenyum sinis. "Cukup, Lan. Gue udah capek. Lo ngelakuin kesalahan, lo minta maaf, gue maafin, tapi lo ulang kesalahan lo lagi, gitu aja terus sampai lebaran ayam kelar. Gue udah berhentiin alur itu, Lan. Gue udah gak bisa."

"Please, Na." Ilan memohon dengan putus asa.

"Gue maafin lo, Lan." Mendengar jawaban Aruna, refleks Ilan tersenyum. Seperti dihembus angin surga. "Tapi gue gak bisa tolerir sikap lo. Mana ada yang rela kalo cowoknya main sayang-sayangan di belakang ceweknya?" Senyum Ilan pudar seketika.

"Tapi Na, lo sama-"

"Apa? Gue sama Gerry?" Potong Aruna cepat. "Seenggaknya gue gak pukul rata sikap gue ke lo, sama sikap gue ke Gerry. Itu bedanya gue-Gerry, sama lo-Dara. Kenapa sih lo selalu cari pembenaran di setiap kesalahan yang lo lakuin?" Nada suara Aruna mulai meninggi.

Gerry yang mendengar jawaban Aruna hanya tersenyum sinis. "Topik yang sama," Gumamnya. Reno yang mendengar gumaman Gerry hanya memandang ke arah Ilan dan Aruna dengan tatapan datar.

Telak. Semua kata maaf yang sudah dipersiapkan Ilan, menguap seketika dari otaknya. Merasa membuang-buang waktu, Aruna memutuskan untuk berdiri. Melangkahkan kaki menjauh dari Ilan. Baru beberapa langkah berjalan, Aruna berbalik. Menghampiri Ilan yang sudah berdiri tegak tepat di tempat ia berjongkok tadi.

"Satu lagi, Lan." Aruna menatap kedua manik mata Ilan dengan tajam. "Gue gak pernah nyalahin Dara yang tiba-tiba ada di kehidupan kita. Karena gue tahu, seorang tamu gak mungkin masuk kalo pemilik rumahnya gak bukain pintu," Tandas Aruna. Kali ini ia berbalik tanpa mau menoleh lagi.

Reno yang mendengarnya, hanya tersenyum tipis. Dengan langkah pasti, Gerry menghampiri Ilan yang sedang terpaku menatap punggung Aruna yang mengecil. Ia menepuk bahu Ilan dengan pelan.

"Mending lo cepet pergi dari sini, Lan."

Mendengar suara Gerry yang sangat dekat, dahi Ilan berkerut bingung.

Gerry menghela napas panjang. "Lo gak liat, temen-temen Aruna di sini udah ambil ancang-ancang buat terkam lo?"

Mendengar peringatan Gerry, Ilan mengedarkan pandangan ke sekeliling lapangan. Ia meloloskan satu helaan napas panjang saat menyadari ada banyak pasang mata sedang menatapnya dengan tajam. Dan banyak pasang mata itu berasal dari mereka yang mengenakan seragam bercelana abu-abu. Dengan langkah gontai, Ilan memutuskan untuk pergi dari sana.

Reno memandang punggung Ilan yang terus menjauh dari tempatnya duduk. Gerry masih setia berdiri di sampingnya. Hanya beralih posisi ke sebelah kanannya.

"Physically, Ilan emang keren. Mengingat tadi gue liat ada banyak cewek yang rela dibuat terpesona."

Gerry tersenyum meremehkan. "Emang. Tapi dia gak cukup keren buat jagain hati sahabat gue."

*****

Continue Reading

You'll Also Like

169K 7.5K 59
ခွန်းသမိုးညို × သစ္စာမှိုင်းလွန် အရေးအသားမကောင်းခြင်း၊[+]အခန်းများမြောက်များစွာပါဝင်ပြီး ကိုယ့်အတွက်ဘာအကျိုးမှရမည်မဟုတ်တဲ့စာဖြစ်သည်နှင့်အညီ မကြိုက်လျ...
28.9M 916K 49
[BOOK ONE] [Completed] [Voted #1 Best Action Story in the 2019 Fiction Awards] Liam Luciano is one of the most feared men in all the world. At the yo...
700K 2.7K 66
lesbian oneshots !! includes smut and fluff, chapters near the beginning are AWFUL. enjoy!
9.9M 500K 199
In the future, everyone who's bitten by a zombie turns into one... until Diane doesn't. Seven days later, she's facing consequences she never imagine...