The Rain on The Grass

By theundomiel

3.4K 645 59

Neferuti merasa gagal menjadi anak yang berbakti karena tidak dapat menolong adiknya yang sakit-sakitan. Oleh... More

The Words from Me Pt.1
1. Pasir dan Senja
2. Tekad dan Dendam Membawa Mimpi Berambisi
3. Alam, Energi, dan Sumber Kehidupan
4. Perjalanan Yang Baru
5. Seperti Emas dan Batu Ambar
6. Dasar-Dasar Kebijakan Penyembuh
7. Goresan Pada Batang Pohon
8. Sebuah Keyakinan
9. Hati Yang Kering
10. Kebijakan Kherep
11. Suatu Sore di Aswan
12. Pesta Bangsawan Makedonia dan Seorang Anak Lelaki
14. Daun yang Gugur
15. Penyembuhan Terbaik
16. Di Sebuah Festival Opet
17. Keberadaan Tak Kasat Mata
18. Berdiri Sendiri
19. Kehangatan Dalam Dinginnya Malam
20. Bintang Sothis yang Baru
21. Luka Dalam
22. Muara dari Masa Lalu

13. Cerita Okpara

107 33 1
By theundomiel

Vote, komen, share!

"Untuk pasien kemarin, pastikan apakah ruam di kulitnya bertambah lebar. Jika bertambah, kau harus memeriksa aliran ke hatinya, apakah ada sumbatan atu tidak," jelas Ini-Herit kepada Resnet yang sedang menunjukkan hasil laporannya. "Setelah itu, kita akan putuskan untuk memberikan obat-obatan atau meminta para Wab melakukan ritual."

Resnet segera menuliskan perbaikan gurunya di papirusnya, sambil mengangguk.

"Baiklah, Guru. Kalau begitu, aku akan pergi sekarang untuk memeriksanya kembali," kata Resnet, kemudian keluar dari ruangan itu.

Setelah Resnet menutup pintu ruangan itu rapat, Neferuti segera menghampiri Ini-Herit.

"Guru, aku ingin bertanya sesuatu," katanya, terdengar bingung di awal.

Ini-Herit, yang sedang menulis di atas papirusnya, menjawab, "Soal apakah itu?"

"Itu... jadi, ada sebuah kondisi..." Neferuti memulai, "Seorang anak memiliki benjolan yang terasa dingin ketika disentuh, dan mengeras. Teksturnya seperti kulit buah Hemat yang belum diberishkan. Dan dia terlihat sangat pucat. Apakah kira-kira diagnosis itu, Guru?"

"Banyak hal. Apakah dia pernah digigit oleh binatang buas? Apakah benjolan itu mengeluarkan nanah?" tanya Ini-Herit.

"Tidak," sahut Neferuti.

"Bisa saja dia menderita HnHnt atau Bnwt, yang dalam pelafalan bangsa Yunani adalah 'Karkinos'," jelasnya. "Kau juga harus memeriksa apakah bagian tubuhnya yang lain juga sakit. Karena jenis penyakit ini bisa menyebar ke seluruh tubuh dengan cepat."

Neferuti sudah menduga. Mendadak, telapak tangannya terasa dingin.

"Dan apakah kondisi ini bisa disembuhkan, Guru?"

"Entahlah," katanya. "Tidak ada papirus yang bisa membantu, menurutku."

Neferuti terdiam sejenak, sebelum melanjutkan, "Menurutmu, apakah pemotongan benjolan dengan pisau bisa dilakukan?"

"Aku belum pernah membacanya," jawab Ini-Herit, ragu. "Tetapi, aku tidak yakin apakah metode dari para Kherep bisa diterapkan dalam kondisi ini."

"Namun, tidakkah pada dasarnya proses penggunaan benda tajam itu memiliki prinsip yang sama?" tanyanya lagi.

Ini-Herit berhenti menulis, lalu mendongak ke arahnya. "Apakah ini hanya seputar pertanyaan teoritik ataukah kau memiliki maksud yang lain?"

Maka Neferuti mulai menceritakan kejadian kemarin sore, mengenai seorang anak yang kemungkinan menderita penyakit itu. Ini-Herit mendengarnya dengan seksama, seskali menautkan alisnya.

"Kau jelas sudah tahu jawabannya," kata Ini-Herit, setelah Neferuti selesai menjelaskannya. "Yang pertama harus dilakukan adalah melihat separah apa penyakit itu sudah menyebar atau belum. Tetapi mengingat Swnw yang lain tidak bisa membantunya, kupikir kondisinya sudah memburuk."

"Tidakkah kau harus melihatnya sendiri, Guru?" tanya Neferuti, mendesak. "Aku sudah berjanji kepadanya bahwa guruku akan melihatnya."

Ini-Herit menghela napas. "Baiklah. Kalau begitu, kau tahu dimana mereka tinggal? Kita akan pergi sekarang."

***

Mereka berdua segera menuju ke rumah Okpara, yang berada di sudut Alexandria. Rumah mereka kecil, dengan atap rendah dan sepetak halaman rumah. Pohon kurma tumbuh di sekitar halaman mereka, dan terdapat sebuah kandang bebek di sana. Halamannya sedikit kotor, tetapi Neferuti bisa memakluminya.

Mereka melangkah ke arah pintu, kemudian Neferuti segera mengetuk pintunya. Butuh waktu beberapa saat hingga pintu itu terbuka.

Ibu dari Okpara, Bahiti, segera membuka pintu itu hingga lebar.

"Nona Neferuti," sapanya, terdengar sangat lega. "Saya sudah menunggu Anda. Silahkan masuk, silahkan. Okpara sedang tidur di kamarnya."

Neferuti masuk terlebih dahulu, disusul oleh Ini-Herit. Mereka masuk ke dalam ruangan yang kecil, sedikit sempit, dan memiliki kursi kayu panjang di sudutnya. Beberapa patung tanah liat menghiasi sudut ruangan itu.

Bahiti mempersilahkan mereka duduk, lalu buru-buru mengambil dua gelas air dari dapurnya.

"Nyonya, saya datang bersama guru saya," jelas Neferuti, membantu Bahiti meletakkan gelas itu di atas meja kayu kecil. "Dia adalah Wer Swnw yang sangat handal. Dia akan memeriksa Okpara terlebih dahulu."

"Selamat siang, Nyonya," kata Ini-Herit, mengangguk ramah.

"Selamat datang, Tuan. Maafkan karena rumah kecil yang tidak nyaman ini," kata Bahiti.

"Mohon jangan berkata seperti itu," kata Ini-Herit. "Jika Anda berkenan, bisakah kami memeriksa kondisi anak Anda?"

"Tentu saja," Bahiti segera bangkit, lalu mempersilahkan mereka untuk mengikutinya.

Mereka pergi ke sebuah kamar kecil, dimana di atas tempat tidurnya tengah terbaring anak lelaki kecil. Neferuti pikir, wajah anak itu mengurus hanya dalam satu malam. Okpara memejamkan matanya, wajahnya masih sepucat sebelumnya.

Bahiti menghampiri anaknya, lalu membangunkannya dengan lembut, "Anakku... bangunlah terlebih dahulu. Para Swnw sudah datang, dan mereka akan memeriksa keadaanmu."

Okpara mengerjap, lalu duduk dengan perlahan. Dia menoleh, kemudian memamerkan senyumannya ketika melihat Neferuti.

"Apa kabar, Okpara?" tanya Neferuti, segera menghampirinya dan menggenggam tangannya.

"Baik sekali," jawabnya, terdengar menyembunyikan rasa sakitnya. "Kau akan datang menyembuhkanku, kan?"

Neferuti mengangguk. "Aku datang bersama seorang penyembuh yang hebat. Dia akan memeriksamu, jadi, aku minta kepadamu untuk tidak merasa takut."

Okpara mengangguk.

Kemudian, Ini-Herit bergabung bersama mereka, duduk di sisi kasur Okpara. Dia tersenyum seraya mengusap rambut anak lelaki itu.

"Anak tampan, bisakah aku melihat di bagian mana yang sakit?" tanya Ini-Herit. Okpara segera mengangkat lengannya, memperlihatkan bagian bawah ketikanya yang memiliki benjolan. Ini-Herit menyentuh benjolan itu perlahan, kemudian memeriksa bagian tubuhnya yang lain. Pemuda itu melontarkan berbagai pertanyaan, yang dijawab dengan sigap oleh Okpara.

Di akhir pemeriksaan, Ini-Herit menarik tangannya, lalu bangkit berdiri.

"Pemeriksaannya sudah selesai, anak muda," katanya. "Kami akan kembali dulu ke Per Ankh untuk berdiskusi. Untuk sementara, kau harus banyak beristirahat. Kau mengerti, kan?"

"Baiklah," katanya. "Terima kasih banyak, Tuan. Terima kasih, Neferuti."

Mereka berpamitan kepada Okpara dan ibunya. Lalu, mereka kembali ke Per Ankh dalam diam. Entah mengapa, Neferuti bisa meraskaan hawa mencekam dan perasaan tidak enak selama perjalanan. Seakan sesuatu yang buruk akan terjadi nantinya.

Dan dugaannya benar.

Karena sesampainya di Per Ankh, Ini-Herit segera menyatakan kebenaran yang menyakitkan namun tertebak.

"Sakitnya sudah menyebar," kata Ini-Herit, ketika ia duduk kembali di kursinya. "Hanya ada satu pernyataan yang tertulis di papirus mengenai hal ini. Yaitu: tidak melakukan apa pun, dan berdoa."

Lidah Neferuti kelu. Dia memandang Ini-Herit tak percaya. Gurunya, orang yang paling bisa ia andalkan, menyerah dengan hal ini? Gurunya yang luar biasa pintar, tidak bisa mencari solusi untuk masalah ini?

"Tidak mungkin. Guru hanya sedang bingung sekarang," katanya, pelan. "Pasti ada yang bisa kau lakukan. Bagaimana dengan penyembuhan bangsa Yunani? Bukankah kau keturunan dari Makedonia? Tak bisakah kau berdiskusi dengan orang-orang di sana?"

"Tidak," jawabnya, tegas. "Memang tidak ada, Neferuti. Belum ada yang bisa menyembuhkan penyakit ini."

Neferuti mengerjap. "Kalau begitu, kita harus mencari cara! Ada banyak catatan yang bisa kita baca. Kita bisa mencobanya dan terus berusaha."

"Apa kau sudah lupa bahwa seorang Swnwt harus bisa idealis dan realistis?" tanya Ini-Herit, suaranya meninggi. "Sekarang, sudah saatnya kau melihat kenyataan. Kita tidak bisa melakukan apa pun untuk kondisi ini."

"Tapi..." dia mencoba menyangkal lagi. "Aku sudah berjanji kepadanya."

"Maka kau harus belajar ke depannya untuk tidak sembarangan berjanji," ujar Ini-Herit, mulai terdengar marah. Ia meraih gulungan papirusnya lagi, dan bersiap untuk melanjutkan tulisannya. "Kau harusnya tahu itu. Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada janji yang tak akan bisa ditepati."

Kata-kata itu tertancap tepat di hatinya. Dia kembali teringat, ketika ia berjanji kepada ibunya untuk menjaga adiknya. Atau ketika ia berjanji kepada adiknya untuk menjadi seorang penyembuh yang hebat.

Kemarahan Neferuti sampai pada puncaknya. Dia mengatur napasnya, berusaha bersikap tenang.

"Baiklah, jika Guru tidak ingin melakukannya, maka akan aku lakukan seorang diri," katanya, lancar. "Aku akan mengusahakan segala cara untuk menyembuhkannya."

"Neferuti!" tegur Ini-Herit.

"Tidak, Guru," katanya, dingin. "Aku tidak akan pernah menarik janjiku lagi."

Setelah berkata seperti itu, dia segera meninggalkan ruangan Ini-Herit. Dia tidak ingin berbalik, atau memberikan kesempatan bagi Ini-Herit untuk mencegahnya.

***

Hari itu terlalu pagi untuk memulai kegiatan di Per Ankh. Akan tetapi, Neferuti sudah berada di ruangan penyimpanan, sedang menyortir dan membungkus bahan-bahan yang ia perlukan.

Resnet datang tak lama kemudian, lalu menyerahkan sebuah kantung terbuat dari kain kepadanya.

"Ini titipanmu," katanya. "Aku tidak mengerti kenapa kau tidak meminta persediaan Guru saja?"

Neferuti tersenyum paksa. "Persediaan miliki Guru sudah menipis. Jadi, aku memintamu untuk mencari yang baru," katanya. "Aku akan membayarnya nanti."

"Jangan pikirkan hal itu," kata Resnet. Dia membantu Neferuti mengangkat kembali keranjang-keranjang berisi akar-akaran ke bagian atas lemari. "Tetapi, siapakah pasien yang sedang kau rawat ini?"

"Seorang anak kecil yang punya mimpi besar," jawab Neferuti seadanya. "Aku minta maaf, Resnet. Sepertinya aku butuh bantuanmu untuk mengambil alih pasien lainnya hari ini."

Resnet menghela napas. "Baiklah. Tapi, kenapa Guru tidak terlibat dengan pasien yang ini? Apakah dia mengetahui pekerjaanmu sekarang? Karena sejauh yang kuingat, Guru tidak menyebutkan apa-apa soal ini."

"Guru mengetahuinya, tapi dia tidak bisa ikut andil," jawab Neferuti setenang mungkin. "Dia memiliki banyak pasien sendiri, jadi aku tidak bisa membebaninya."

Resnet tidak bertanya lebih lanjut. Untuk menghindari pertanyaan Resnet yang lain, maka Neferuti segera pamit. Dia keluar dari gudang penyimpanan, lalu keluar dari gerbang Per Ankh, kemudian pergi ke rumah Okpara. Obat-obatan yang sudah ia bungkus rapih dibawanya dengan hati-hati.

Sesampainya di rumah itu, dia segera disambut oleh Bahiti. Wanita itu sedang merebus ramuan yang ia resepkan, wajahnya terlihat lebih ceria dan penuh harapan. Setelah selesai merebus, Neferuti segera membawanya ke kamar Okpara.

Dia membangunkan anak itu selembut mungkin, membuat anak itu menggeliat pelan.

"Apakah kau bisa duduk?" tanya Neferuti, yang dibalas oleh gelengan. Neferuti berusaha tersenyum, kemudian bergeser ke arah kepala Okpara. "Ayo, bersandar di bahuku."

Okpara bersandar di bahu Neferuti, selagi dia menyuapkan ramuan pahit itu. Anak itu mengerjap, alisnya berkerut menahan pahit.

"Rasanya tidak enak, ya?" tanya Neferuti.

"Tidak, tetapi bukan masalah," jawab Okpara, menerima suapan berikutnya. "Selama aku sembuh, aku akan makan dan minum apa pun."

Neferuti tersenyum. "Benar, kau memang harus memiliki semangat seperti itu. Karena, sepahit apa pun obat, tetap saja dia menyembuhkanmu."

"Ya, dan aku ingin sekali sembuh!" katanya, ceria. "Aku ingin berjalan lagi di pinggir sungai Nil, lalu memetik bunga liar. Kau tahu, aku pernah pergi ke..."

Okpara bercerita dengan penuh semangat petualangan ia menyusuri Nubia dan sungai Nil. Neferuti terus menyuapkan obat itu, telinganya mendengar baik-baik cerita Okpara. Sesekali dia tersenyum, merespon perkataannya.

"... dan ketika aku besar nanti, aku ingin menjadi sepertimu!" kata Okpara, di akhir ceritanya.

"Wah, kenapa begitu?" tanya Neferuti, meletakkan kembali mangkuk obat yang sudah kosong. Dia meraih lap basah dari meja kecil di sebelahnya, kemudian mengusap sudut bibir Okpara yang sedikit kotor, lalu membersihkan sisa peluh anak itu.

"Aku ingin menyembuhkan orang yang sakit seperti ini," kata Okpara. "Sama seperti yang kau lakukan sekarang."

Neferuti tertawa pelan, lalu membantu Okpara berbaring lagi. "Tentu saja, kau bisa melakukannya," kata Neferuti, mengusap kepala Okpara dengan lembut.

"Terima kasih, Neferuti. Kau membuatku bermimpi kembali," kata anak itu, tersenyum lebar.

"Tidak, tidak. Aku yang harusnya berterima kasih kepadamu, karena kau mengingatkanku pada orang yang membuatku bermimpi," jelas Neferuti. "Dan dia adalah adik lelakiku."

Okpara memandangnya dengan mata yang membesar. "Oh, kau punya adik laki-laki? Dimanakah dia? Bisakah aku berteman dengannya?"

Senyum Neferuti sedikit memudar ketika menjawab, "Dia berada di tempat yang sangat jauh sekarang. Nanti, kau akan bertemu dengannya setelah hari-hari yang sangat panjang."

Okpara mengedik, kentara sekali tidak mengerti dengan ucapan Neferuti. Dia menguap, lalu merentangkan sedikit tangannya yang kecil dan kurus.

"Aku mengantuk sekali," ujarnya, matanya kembali terpejam.

"Ya, istirahatlah," jawab Neferuti, dengan lembut menyelimuti Okpara dengan selimut kumalnya. Neferuti mengusap pelan pipi anak itu, sebelum dia pergi meninggalkan kamarnya untuk merebus ramuannya lagi.

***

Kepala Neferuti sedikit pusing ketika ia kembali merebus ramuan itu. Kini di hadapannya, terdapat sebuah pot tanah liat, yang berada di tengah-tengah kayu bakar. Di dalam pot itu, terdapat ramuan yang sedang ia masak. Sesekali, ia memasukkan beberapa pelepah ke dalam kayu bakar.

Dia tengah menyeka keringatnya ketika Nona Bahiti menghampirinya.

"Nona..." panggilnya, membuat Neferuti menoleh. "Terima kasih karena sudah membantu saya."

Neferuti menggeleng pelan, sedikit tersenyum. "Jangan katakan hal itu. Saya senang sekali mengenal dan menyembuhkan Okpara."

"Ya. Saya tahu, dia memiliki harapan kembali," katanya, tertawa lega. "Saya tidak tahu bagaimana cara membayar Anda. Koin saya tidaklah banyak, dan..."

"Saya mohon, Nyonya," potong Neferuti. "Anda tidak perlu memikirkan itu. Yang terpenting adalah menyembuhkan Okpara, kemudian melihatnya tumbuh hingga besar."

Bahiti tersenyum penuh terima kasih. Dia pun segera menyerahkan beberapa tanaman yang sudah ia bersihkan dan potong sebelumnya, untuk memudahkan pekerjaan Neferuti.

Neferuti segera mengambil potongan-potongan itu, lalu memasukkannya ke dalam pot tanah liat. Gerakannya sedikit terhenti, ketika ia melihat kantung berisi garam laut dari Kemet Bawah.

"Darimana garam ini? Seingat saya, saya tidak membawanya ke sini," kata Neferuti kepada Bahiti. Garam laut yang berasal dari Kemet Bawah memiliki harga yang mahal, dan sulit sekali mencari persediannya.

"Ah, Tuan Wer Swnw yang membawanya ke sini," katanya. "Tadinya dia ingin berbicara kepada Anda, tetapi sepertinya dia pulang lebih dulu."

Neferuti terkesiap. Tidak mungkin, kan?

"Kapan dia pulang?" tanya Neferuti langsung, membuat Bahiti sedikit terkesiap.

"Ehh, beliau baru saja kembali. Tadi, dia menunggu di depan pintu kamar Okpara lama sekali sebelum memutuskan untuk kembali," jawabnya.

Dengan pikrian sedikit kalut dan tergesa, Neferuti berkata, "Bisakah Anda mengawasi ramuan ini sementara waktu? Saya harus pergi sebentar."

Maka, Neferuti segera meninggalkan halaman belakang rumah itu. Dia pun keluar dari pekarangan rumahnya, setengah berlari. Jantungnya tiba-tiba berdegup, mengabaikan rasa panas akibat sinar matahari di siang hari.

Matanya memandang berkeliling, mencari Ini-Herit dalam jangkauan luas. Pikirnya, dia harus berterima kasih kepada Ini-Herit sekaligus meminta maaf. Penyesalan itu tiba-tiba datang ketika ia mengingat sikap lancangnya tempo hari.

Diantara punggung-punggung orang, ia bisa melihat Ini-Herit yang sudah berjalan jauh. Punggung tegap yang dibalut pakaian berwarna putih kekuningan.

Neferuti pun segera berlari ke arahnya, sedikit tergesa.

Ketika jarak mereka semakin dekat, dia pun memanggil pemuda itu.

"Guru!" serunya. Ini-Herit berhenti berjalan, lalu menoleh ka arahnya. Dia berhenti melangkah, membiarkan Neferuti berjalan mendekat.

Neferuti bisa melihat tatapan Ini-Herit yang penuh perhitungan. Pemuda itu tidak menyahut, tetapi mata ambarnya sedikit memicing. Hanya ketika Neferuti sudah berdiri di hadapannya, dia pun berkata,

"Ramuan itu hanya mampu untuk menghilangkan rasa sakit. Kita harus mencari di catatan bangsa Yunani bagaimana cara menyembuhkannya."

Neferuti mencerna kata-kata itu dengan seksama. Tadi, pemuda itu bilang 'kita'?

"Kenapa Guru memutuskan untuk membantu?" tanya Neferuti, akhirnya. "Aku hanya tidak ingin terkesan sebagai seorang yang pemaksa. Maafkan aku jika membuatmu merasa tersudutkan."

Ini-Herit menyipitkan matanya. "Kalau kau benar-benar menyesal, maka berdiskusilah denganku. Berikan laporan berkala soal ini kepadaku. Dan..." dia berhenti sejenak. "Dan kita lakukan bersama, seperti pasien-pasien sebelumnya."

"Tapi..."

"Membiarkanmu bekerja seorang diri malah membuatku sakit kepala," celetuknya. "Selepas ini, kita harus bertemu di Per Ankh."

Neferuti diam beberapa saat. Telinganya sedikit berdengung, mungkin akibat suara-suara berisik yang timbul dari orang-orang di sekitar mereka.

Tanpa sadar, Neferuti menyunggingkan senyum tipisnya. "Baik, Guru. Terima kasih banyak."[]

karkinos: saat ini disebut dengan kanker/tumor ganas

Continue Reading

You'll Also Like

5.9M 469K 68
Olivia, seorang mahasiswi tingkat tiga meninggal akibat tertabrak mobil saat dalam perjalanan pulang ke rumah untuk merayakan ulang tahun adik nya...
5.9K 1.5K 71
Tatkala sebuah dataran menyimpan suatu hal. Laksana cermin, menyerupai mata pisau. "Dahulu kala, orang-orang dengan pakaian bersih dan bercahaya data...
6.3K 1.5K 34
Tara Wistham berusaha menjadi calon wali kota yang baik. Namun, tak ada yang menghendakinya. Ia bahkan berubah menjadi Host untuk memperjuangkan hak...
20K 1K 14
Lea harus menjalani hidupnya seperti seekor tikus. Tenang, tak terlihat, dan tidak berisik. Hidupnya selalu dihantui kecemasan kapan dia akan ditemuk...