ALVIVA (END)

By Kagaminetiv

1M 81.2K 23.1K

Sebuah perjodohan yang membuat Alvian dan Adiva harus terikat hubungan pernikahan tidak berjalan mulus. Fakta... More

Prolog 🌷
1. Undangan Pernikahan dari Pacar 🌷
2. Arabelle Pulang 🌷
3. Manusia Bertopeng Dua + Cast 🌷
4. Masa Lalu 🌷
5. Di rumah Alvian 🌷
6. Diari Vivian 🌷
7. Tandai Adiva 🌷
8. Keributan dan Pembelaan 🌷
9. Leo Samudera Oktofernandus 🌷
10. Isi Diari Vivian 🌷
Visual + Latar Belakang Tokoh 🌷
11. Pemakaman + Kuis ber-uang 🌷
12. Balikan? 🌷
13. Ketakutan 🌷
14. Dalang Kejahatan 🌷
15. Psikolog 🌷
16. Cie ... Nyariin 🌷
17. Kartu Kuning 🌷
18. Adu basket 🌷
19. Kecewa 🌷
20. Razia 🌷
21. Curahan Hati 🌷
22. Hukuman 🌷
23. Amnesia? 🌷
24. Ancaman? 🌷
25. Pindah? 🌷
26. Ambang Penyesalan 🌷
27. Penyesalan 🌷
28. Kritis 🌷
29. Harapan Hidup? 🌷
30. Hamil? 🌷
31. Penyakit 🌷
32. Adiva Menghilang! 🌷
Haiii
34. Kehilangan Masa Depan 🌷
35. Titik Terang 🌷
36. Mencari Bukti 🌷
37. Bersemi 🌷
38. Sebuah Janji & Pesta Ultah 🌷
39. Hari Donor 🌷
40. Keberadaan Dira 🌷
41. Boleh Peluk Aku?🌷
42. Cerai? 🌹
43. Epilog
Pecinta Mistery/Thriller Merapat!
Info Terbit
Open PO

33. Kerusakan Mental 🌷

22.6K 1.8K 489
By Kagaminetiv

Jangan jadi pembaca gelap 😭

Vomentnya tolong dikondisikan supaya semangat up 👍

"Ajarkan aku bagaimana caranya memaafkan orang yang menyakitimu - ALVIVA 2021"

"Ka-kamu pasti nyesal, Kak Rean! Neraka menunggumu!"

Rean ketawa meledek atas perkataan Adiva. "Neraka? Klo neraka itu ada, aku akan nikmati indahnya surga di duniawi dulu."

Rean merayap ke atas kasur. Tangannya menyentuh wajah mulus Adiva. Cowok itu menatap Adiva penuh sensual. "Cantik. Menggoda ba--AW!"

Laki-laki itu menjerit. Kaget mendapat gigitan dari Adiva.

PLAK!

Wajah Adiva langsung memanas di kala Rean menamparnya.

"Berani banget lo gigit gue?!" Rean mengamuk seraya mengusap jarinya yang membekas gigitan.

"Gak cuma jarimu yang kugigit! Habis ini aku akan gigit lidahku sendiri. Aku rela mati daripada disentuh cowok brengsek seperti kamu!" seru Adiva mati-matian berteriak.

"Kalo gitu, gue akan nikmati tubuh lo sebelum lo mati!" Rean langsung menimpah tubuh Adiva.

"Minggir penjahat!" Adiva berusaha melawan, tapi hasilnya nihil. Tenaga Rean terlalu kuat.

Rean mencengkeram kedua bahu Adiva erat. Cowok itu mulai mencium leher Adiva secara babi buta.

Bulir air mata Adiva menetes deras.

Ia gagal.

Gagal melindungi dirinya sendiri lagi.

Apa salahnya Tuhan?

Adiva selama ini memakai pakaian tertutup. Kemeja berlengan panjang, celana panjang, tapi mengapa lelaki-lelaki bejad itu tidak pernah mengampuni dirinya.

Adiva salah apa?

Adiva lelah sekali.

Adiva yang semula merontah. Kedua tangannya yang mencubit pinggang Rean sekuat tenaga. Kedua kakinya yang terus menggesek kasur. Kini terdiam kaku. Adiva pasrah membiarkan Rean meninggalkan cupang di lehernya.

Raut Adiva tampak tidak ada hasrat hidup lagi. Cewek itu memejamkan matanya erat. Bersiap untuk menggigit lidah sendiri.

Sudah ia katakan, lebih baik ia mati saja daripada tubuhnya harus disakitin lagi.

Cukup sudah.

Roh di tubuh Adiva rasanya ingin lepas meninggalkan jiwa.

Adiva ingin berpamit.

Teruntuk papa, maafin Adiva yang nggak berguna. Adiva harus pergi dulu. Adiva udah gak kuat lagi.

Teruntuk Leo, aku titip papa. Papa sering lupa minum obat korestrolnya, tolong selalu ingetin.

Teruntuk Alvian, mungkin kita emang gak berjodoh. Aku udah rusak dan semakin rusak. Aku gak ada muka buat ketemu lagi. Semoga kamu bisa cepat move on dari aku dan bahagia sama perempuan lain.

Adiva pasrah begitu saja. Ia hendak menggigit lidah. Pada waktu bersamaan, bunyi dobrakan pintu terdengar keras.

BRAK!

Tatapan Adiva dan Rean langsung mengarah ke sana. Ada Alvian dan juga Leo yang berdiri di ambang pintu.

"Bajingan!"

Alvian mengepalkan kedua tangan erat. Cowok itu langsung maju memisahkan Rean dari tubuh Adiva.

BUGH!!

Rean tersungkur ke lantai. Belum juga sempat berdiri, Alvian sudah menerjang dan menonjok rahangnya habis-habisan.

"Adiva salah apa sama lo sampai lo tega berbuat seperti itu, Babi?!"

Tanpa menunggu jawaban Rean, Alvian lanjut menonjoknya.

BUGH!
BUGH!
BUGH!

Rean memuntahkan segumpal darah segar. Sudut bibirnya robek. Gigi putih Rean patah, tapi Alvian tidak ada niat mengampuninya sama sekali. Cowok itu seperti kerasukan setan, terus menghajarnya.

"Cukup. Dia bisa mati." Leo memisahkan Alvian dari Rean.

"Lo bawa Adiva pulang!" seru Alvian menatap marah Leo. "Tenang aja. Gue gak akan ngebiarin bajingan itu mati semudah ini. Gue akan siksa dia sampai akhir hayat dia!"

"Okay. Fine." Leo meninggalkan Alvian yang kembali menghajar Rean.

Leo segera menghampiri adik kandungnya yang berada di atas kasur.

Leo melihat kondisi Adiva. Pakaian Adiva masih utuh, tapi di lehernya sudah tertinggal banyak bekas ciuman dari Rean.

"Setan!" geram Leo emosi. Cowok itu segera mengusap leher Adiva dengan sapu tangan.

Adiva hanya terdiam diperlakukan seperti itu oleh Leo.

"Div? Respon." Leo menepuk-nepuk pipi Adiva pelan.

Tatapan Adiva kosong. Matanya agak menggantung ke atas. Wajahnya pucat sekali. Adiva terlihat seperti mayat hidup.

"Div. Jangan ngagetin gue!" panik Leo.

Tanpa berlama lagi, Leo segera mengangkat Adiva, membawanya ke psikolog untuk menenangkan jiwanya.

🌷🌷🌷

Leo bernapas lega ketika memastikan Adiva sudah tertidur lelap di atas pangkuannya.

Leo mengusap rambut pendek Adiva seraya menatap ibu angkatnya. "Kondisi dia udah baikan?"

Dokter Clarie yang tengah menyelimuti Adiva mengangguk. "Udah. Setelah dikasih terapi psikolog, keadaannya udah membaik. Cuma ...."

"Cuma?"

"Dia mengalami trauma kedua kalinya. Kasihan sekali."

Leo menghela napas berat setelah mendengar perkataan dokter Claire. Andai bisa dipindah, Leo bersedia jika trauma Adiva dipindahkan ke Leo semua.

"Dia butuh perhatian dari keluarga. Jangan pernah lelah untuk menyayanginya," pesan dokter Claire seraya menepuk bahu Leo dua kali.

"Iya," jawab Leo singkat sembari menatap dalam Adiva yang tertidur.

"Okay. Tugas malam ini selesai." Dokter Clarie menguap lebar. "Kamu nggak mau mindahin Adiva ke kamar?"

"Biarin dia tidur di atas pangkuanku," jawab Leo datar.

"Okay. Hati-hati pahamu akan kesemutan." Dokter Claire terkikik geli lalu mematikan lampu. "Good night, Kakaknya Adiva."

"Too."

Dokter Claire pun masuk ke dalam kamar.

Kini di ruang tamu hanya ada Adiva dan Leo.

Leo segera mengeluarkan ponsel dari saku. Ia mengetik pesan ke grup ALEPOO untuk mengabarkan kondisi Adiva.

Setelahnya, ia menaruh ponsel di sebelah. Baru juga Leo ingin memejamkan mata, ia mendengar Adiva bergumam.

"Jangan, tolong, jangan," gumam Adiva dalam mimpi buruknya. "Jangan nyakitin aku. Tolong. Tolong."

"Nggak. Nggak. Tenang. Ada gue di sini. Gak ada yang nyakitin lo." Leo berusaha menenangkan Adiva. Ia menggenggam erat tangan Adiva untuk menyalurkan sedikit kehangatan.

"Kamu beneran akan ada di sisi aku selamanya?"

"Iya. Benar. Tidur yang tenang. Gue jagain lo dari sini."

"Makasih."

"Sama-sama."

"Makasih, Alvian."

Perasaan Leo langsung dibuat sesak nendengar ucapan Adiva.

"Selama ini, gue jagain jodoh orang."

🌷🌷🌷

Pada sisi lain.

Alvian pulang ke rumah setelah puas menghajar Rean.

Alvian membersihkan tangannya yang bernoda darah dengan air yang mengalir deras di wastafel. Tekukan jarinya bagian atas robek semua, karena menghajar Rean tadi.

"Maafin gue, Adiva. Gue hampir telat nyelamatin elo." Cowok itu bergumam sendiri. Ia menatap diri di depan cermin seolah Adiva berada di hadapannya.

"ARGH!"

Alvian menonjok tangannya ke kaca.

"Tetep aja! Lo trauma! Lo trauma kedua kalinya! Mental lo dibikin rusak sama si Reanjing! Gue gak akan maafin si Reanjing! ARGH!!"

Tangan Alvian menonjok kaca terus-menerus untuk melampiaskan emosinya.

"Astagaa! Alvian?!"

Alvian memberhentikan aktivitasnya. Ia menatap sosok Lia dari pantulan kaca. "Bunda."

"Kamu baru pulang?" Lia mendekati Alvian. Bola wanita itu membulat melihat kondisi tangan Alvian. "Tanganmu terluka. Biar Bunda obatin dulu!"

"Nggak usah. Bunda ...." Alvian segera mematikan keran dan memeluk Lia.

"Kenapa? Ada apa?"

"Aku hampir gagal menyelamatkan Adiva."

"Hah? Kok, bisa?"

Alvian segera menceritakan apa yang terjadi kepada Lia. Cerita Alvian membuat Lia berdecak tak henti. Cewek itu lalu mengusap pucuk kepala Alvian.

"Kamu udah usaha, Sayang. Seenggaknya Adiva masih selamat, kan?"

"Nggak! Adiva udah dicium sama cowok brengsek itu. Aku marah banget. Rasanya ingin bunuh orang itu juga."

"Cukup, Sayang. Kalo kamu bunuh orang itu, kamu akan masuk penjara. Gak pantas kamu ngorbanin kebebasanmu untuk orang seperti itu."

"Tapi makin dipikir, aku makin kesal, Bun. Aku nyesal kenapa tadi gak bunuh dia aja."

Lia menggeleng. "Jangan berpikir seperti itu lagi. Orang seperti dia patutnya dipenjarakan aja. Biar tobatnya di dalam penjara. Nanti Bunda bantu lapor ke polisi."

🌷🌷🌷

Alvian baru saja bangun dari tidurnya. Sudah berapa lama ia tidur? Kepalanya terasa berat sekali.

Alvian menyalakan ponselnya. Ia menghubungi Leo untuk bertanya kabar Adiva. Kata Leo, Adiva baik-baik aja. Dia sedang healing mental.

Alvian ingin menjenguk Adiva habis ini.

Alvian menyibak selimut, lalu turun dari kasur. Ia berjalan keluar kamar untuk bergosok gigi. Setelahnya, ia turun ke bawah untuk menyapa kedua orang tuanya.

"Pagi Ayah, Bunda."

"Udah siang, Sayang. Sini makan siang."

Alvian melirik jam dinding. Sudah pukul 12 ternyata. Alvian menarik kursi untuk duduk di meja makan, bergabung dengan kedua orang tuanya.

"Tunggu, ya. Bunda ambilin nasi ke belakang." Lia beranjak berdiri.

"Makasih, Bund."

Lia hanya tersenyum tipis lalu berjalan ke arah dapur meninggalkan bapak dan anak.

"Dengar-dengar, kemarin kamu jadi preman mendadak? Sok jagoan banget, nih?" Akbar mengajak Alvian bicara. Nada Akbar terdengar seolah menghakimi perbuatan Alvian. Alvian tentu tidak terima.

"Aku gak sok jagoan. Aku hajar orang itu karena orang itu brengsek! Dia maksa Adiva tidur bareng dia!"

"Tenang. Tenang. Saya gak nyalahin kamu. Justru itu kerja yang bagus."

"Heh! Alvian kenapa teriak?" tanya Lia yang baru saja keluar dari dapur dengan sepiring nasi putih di tangan.

"Nggak, Bun. Tadi salah paham aja sama perkataan Ayah," jawab Alvian.

"Jadi gimana, Bun? Udah lapor ke polisi?" tanya Alvian ketika Lia sudah duduk kembali.

Lia mengangguk singkat. "Udah. Polisi lagi ke rumah Rean untuk diselidiki."

"Orang kayak gitu mah mendingan langsung ditangkap aja. Pake selidiki segala!" seru Alvian kesal.

"Sa--"

Ting tong

"Ada tamu, tuh." Akbar mengingatkan.

"Biar aku aja yang buka." Alvian hendak beranjak berdiri, tapi dicegah Lia.

"Kamu makan aja. Biar Bunda yang buka." Usai mengucapkan itu, Lia berjalan pergi membuka pintu.

Bola mata Lia membulat ketika mendapati tiga orang petugas kepolisian berdiri di hadapannya.

"Apakah benar ini rumah Alvian Indomartin?" tanya salah satu dari mereka yang berdiri di tengah.

"Iya. Benar," jawab Lia. "Ada apa? Apa butuh anak saya sebagai saksi atas kasus semalam?"

"Bukan. Dia bukan sebagai saksi lagi, tapi merupakan tersangka."

"Tersangka?" Lia berkerut kening.

"Rean Anggara telah meninggal dunia semalam. Orang terakhir yang berinteraksi sama dia adalah Alvian Indomartin. Kami datang untuk menetapkan dia sebagai tersangka."

"APA?!"

🌷🌷🌷🌷🌷

Duh, drama apa lagi ini 😭

Hiks.

Spoiler next part:

Menurut kalian siapa pembunuh Rean?

Spoiler next part, nyesek 💔

Btw, ada yang mau meluk ALVIVA versi cetak?

Siapin tabungan, yuk 😍

Gimana dengan part ini?

Ada yang mau diomongin ke mereka?

Adiva

Alvian

Rean

Leo

Lia

Akbar

Next part 1K+1K komentar.

Spam next di sini 👋

Continue Reading

You'll Also Like

3.5K 359 55
πŸ’œLavenderWriters Project Season 05. ||Kelompok 03|| #Tema; Kenangan Cinta Pertama. β€’Β°Ketua : Patimah. Β°β€’Wakil Ketua : Azza. β€’ β€’ β€’ Mengertikah dirimu...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.9M 88.7K 40
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
6.7K 430 16
Kehidupan yang terombang-ambing bagai ombak air laut. Menerima kekecewaan yang tak pernah usai, selalu mendapat harapan palsu yang sebenarnya memuakk...
1.8M 130K 50
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...