IMPRISONED āœ“ [TERBIT]

By tansapphira

2.4M 287K 99K

ā€¼ļø PART MASIH LENGKAP ā€¼ļø Pre-order 1: Start 5 Januari 2022 Pre-order 2: Start 30 Maret 2022 THE GERRARDS : BO... More

CAST
PROLOG
IMP | 1
IMP | 2
IMP | 3
IMP | 4
IMP | 5
IMP | 6
IMP | 7
IMP | 8
IMP | 9
IMP | 10
IMP | 11
IMP | 12
IMP | 13
IMP | 14
IMP | 15
IMP | 16
IMP | 17
IMP | 18
IMP | 19
IMP | 20
IMP | 21
IMP | 22
IMP | 23
IMP | 24
IMP | 25
IMP | 26
IMP | 27
IMP | 28
IMP | 29
IMP | 30
IMP | 31
IMP | 32
IMP | 33
IMP | 34
IMP | 35
IMP | 36
IMP | 37
EPILOG
EXTRA PART 1
EXTRA PART 2
EXTRA PART 3
SEBASTIAN-ISABELLA
VOTE COVER!
BACA YUK!
OPEN PO!
INFORMASI + CERITA TAMBAHAN
HAI!
KARYA KARSA
OPEN PO 2!
THE GERRARDS

IMP | 38

53K 7K 3.7K
By tansapphira

Baca pelan-pelan ya! 😡

Enjoy! ❤️

"Mama menyayangimu, Ethan. Mama menyayangimu, Sheersha."

"Mereka juga menyayangimu, Mama."

Estelle tersentak kaget. Saat ia memutar kursinya, kedua matanya langsung membulat saat melihat Lucian berdiri di ambang pintu dengan kedua tangan di dalam saku. Netra abu-abu muda milik suaminya itu menatapnya lurus.

Estelle berusaha mengabaikan perutnya yang tiba-tiba menegang dan bangkit. Perasaan Estelle langsung tidak enak saat mendengar langkah kaki Lucian yang menggema.

"Mama, hm?"

Lucian mengangkat tangannya, menyusuri wajah cantik Estelle yang menunduk. Ia mengangkat dagu Estelle, lalu menatap mata Estelle yang berkaca-kaca dengan begitu dalam.

Estelle menggelengkan kepalanya lemah, ia ketakutan. Lucian pasti marah karena dirinya lancang sekali barusan.

"T-tidak, aku ... a-aku tidak bermaksud—"

"Mama juga tidak buruk," potong Lucian. Ia menghapus air mata Estelle, lalu mengecup bibir gadis itu lembut.

"Kalau kau dipanggil Mama, berarti aku akan dipanggil Papa?"

Estelle tidak langsung menjawab. Beberapa saat kemudian, barulah ia mengangguk ragu, lalu menggeleng. "T-tidak, maaf, itu h-hanya omong kosongku saja. A-aku tidak punya hak menentukan."

Lucian menuntun Estelle untuk kembali duduk, lalu berjongkok hingga wajahnya sejajar dengan perut istrinya.

"Ethan, Sheersha. Saat kalian lahir nanti, kalian akan memanggilku Papa, dan Estelle Mama. Paham?"

Estelle merasa ada pergerakan dari anak-anaknya. Lalu, ia kembali merasakan sebuah tendangan yang langsung disusul dengan tendangan lain di sisi kiri perutnya. Ia menggigit bibirnya, berusaha untuk tidak meringis di depan Lucian.

"Mereka menendang lagi?"

"Iya," jawab Estelle.

Lucian kembali memusatkan perhatiannya pada perut Estelle. Ia mengusapnya, lalu menciumnya lembut. Tidak hanya satu kecupan, tetapi dua.

Estelle mencengkram kedua lengan kursi. "L-Lucian."

Lucian mendongak.

"Kau berjanji, kan, akan menyayangi mereka berdua?"

"Hm."

"Dua-duanya?"

Lucian mengangguk.

"Janji?" Estelle menyodorkan jari kelingkingnya.

Lucian berdecak, lalu menepis tangan Estelle pelan.

"Tidak perlu janji seperti itu. Kau bisa melihatnya sendiri nanti."

Estelle tersenyum tipis. Secara tidak langsung, Lucian sudah berjanji.

"Terima kasih," ucap Estelle.

"Jadi, kau suka warna kuning?" tanya Lucian, mengabaikan ucapan terima kasih Estelle.

Senyum Estelle langsung pudar. Gadis itu memilin jari-jarinya, lalu mengangguk. "Tapi merah muda juga bagus."

"Kenapa tidak pernah memberitahuku?"

"Nanti ... kau marah."

"Kau juga tidak suka blueberry?"

"Suka!" jawab Estelle cepat. "Aku ... aku hanya ... ehm ... blueberry bukan buah favoritku."

Lucian menarik hidung Estelle secara tiba-tiba sampai gadis itu merasa kesakitan. Ia bangkit, lalu mengajak Estelle berdiri. "Kalau begitu, tidak usah makan blueberry lagi selamanya."

"T-tidak, aku akan tetap memakannya kalau kau ingin. A-ak—"

"Ingin makan malam apa?" potong Lucian.

Estelle menatap Lucian terkejut. Meski bukan pertama kalinya— sejak dirinya hamil, tetapi Estelle masih saja belum merasa terbiasa dengan pertanyaan Lucian. Tidak, yang benar adalah Estelle masih belum terbiasa dengan Lucian yang seperti ini.

"Ehm ... terserah saja," jawab Estelle akhirnya.

"Salmon lagi?"

Estelle mengangguk antusias. "Boleh."

Tangan kiri Lucian memeluk pinggang Estelle, membawa gadis itu turun menuju ruang makan.

***

Pukul sebelas malam, Estelle dan Lucian sedang bergelung di balik selimut tebal yang bertugas menghangatkan tubuh mereka.

Lucian terpaksa bangun tengah malam saat mendengar rintihan Estelle. Ia langsung bangkit saat melihat Estelle meringkuk dengan tubuh yang bergetar.

"Estelle, apa yang terjadi?" Lucian membalikkan tubuh Estelle. Istrinya itu sudah menangis, bibirnya berdarah karena sejak tadi ia gigit. Saat ia membuka selimut mereka, ia langsung mendapati sprei di dekat paha Estelle sudah basah.

"Perutku ... s-sakit ...."

Lucian langsung turun dari ranjang, dan mengambil apa saja yang dapat ia raih untuk menyelimuti tubuh Estelle. Lalu, ia menggendong tubuh istrinya dan membawanya ke pintu utama, tempat mobilnya terparkir. Sejak usia kehamilan Estelle memasuki bulan ke-delapan, Lucian selalu memarkirkan mobilnya di depan pintu utama.

"Siapkan Dokter Ivy dan timnya. Aku ke rumah sakit sekarang. Kabari orang tuaku juga bahwa Estelle akan melahirkan hari ini," titah Lucian sambil mengemudikan mobilnya secara ugal-ugalan. Di sampingnya, Estelle masih memegangi perutnya sambil merintih dan menangis tertahan.

"S-sakit ... sakit sekali ...," lirihnya.

"Sebentar, bertahanlah." Lucian meraih tangan Estelle, menggenggamnya lembut. Tangan Estelle sudah benar-benar dingin dan gemetar. Saat Lucian melihat lengan istrinya, ia mendapati lebam yang mulai membiru di sana.

"Apa yang kau lakukan pada tubuhmu?!" tanya Lucian dengan nada bicara yang meninggi. "Kau menyakiti dirimu sendiri?"

Estelle tak menjawab. Ia tak bisa lagi mengatakan apa-apa karena perutnya sangat sakit. Tanpa sadar, Estelle menancapkan kuku pada kulit tangannya agar ia tidak berteriak atau merintih.

"Berhenti menyakiti dirimu, Estella!"

Lucian berdecak keras. Ia menekan pedal gasnya semakin dalam, menyalip sana-sini agar bisa lebih cepat sampai di rumah sakit. Ia tak menduga Estelle akan melahirkan empat minggu lebih cepat dari perkiraan.

Begitu sampai, Lucian langsung menggendong tubuh Estelle. Di depan rumah sakit sudah ada tim Dokter Ivy yang menunggu dengan sebuah brankar. Lucian membaringkan Estelle di sana.

Lucian mengerang keras saat pintu ruang bersalin ditutup. Ia terus mondar-mandir dengan perasaan gelisah. Tak lama kemudian, seorang perawat memintanya untuk masuk karena proses persalinan akan segera dilakukan.

"Pembukaannya sudah lengkap, Tuan. Proses persalinan akan segera dimulai. Nyonya, tolong ikuti instruksi saya."

Lucian memegang tangan Estelle yang sudah sedingin es. Air mata dan keringat bercampur menjadi satu, membasahi wajah cantiknya. Bibirnya yang berdarah sudah berubah pucat, napasnya tersenggal-senggal.

"Estelle, dengarkan aku. Lakukan yang terbaik, mengerti? Kau bisa melakukannya. Sebentar lagi, kau akan menjadi seorang ibu," bisik Lucian. Estelle memejamkan matanya, dahinya berkerut samar. Tanpa ia sadari, ia semakin mengeratkan genggamannya pada tangan Lucian.

Sedikit lagi, Estelle. Sedikit lagi.

Tak ada yang bisa menggambarkan betapa mengerikannya kondisi Estelle sekarang. Tubuhnya bergetar kecil, air mata dan isakan terus keluar dari mata dan bibirnya. Bahkan, Lucian yang sudah terbiasa menghilangkan nyawa orang merasa ketakutan. Berbagai kekhawatiran terus bermunculan dalam benaknya.

"Kau bisa, Estelle. Kau bisa."

Untuk pertama kalinya, Lucian menyemangati Estelle. Ia mengusap wajah Estelle yang dipenuhi keringat. Gadis itu mengejan sekuat tenaga.

"Aaargh! S-sakit ...," lirih Estelle.

"Lakukan lagi, Nyonya. Anda bisa melakukannya. Tarik napas dalam-dalam dan hembuskan," ucap Dokter Ivy menyemangati. Lucian meremas tangan Estelle lembut, ia terus mengusap kepala Estelle sambil terus membisikkan kata-kata penyemangat.

Estelle tidak tahu sudah berapa kali ia mengejan. Rasa sakit yang ia rasakan seperti menjalar hingga kepala dan sekujur tubuhnya. Gadis itu bisa bernapas lega saat mendengar tangisan bayi yang begitu kencang.

"Bayi pertama dengan jenis kelamin laki-laki lahir dengan sehat dan sempurna," ucap Dokter Ivy. Estelle kembali merebahkan kepalanya di bantal, menarik napas sebanyak-banyaknya sekaligus beristirahat karena waktunya yang singkat. Benar saja, tak lama kemudian, perutnya sudah kembali berkontraksi.

Dokter Ivy kembali meminta Estelle untuk mengejan. Estelle menghembuskan napasnya berkali-kali sesuai instruksi, namun rasa sakit itu masih saja tidak mau pergi.

"Mengejan, Nyonya. Mengejan," pinta Dokter Ivy untuk yang kesekian kalinya.

"Tidak kuat, s-sakit sekali ...." Estelle menggeleng lemah. Ia merasa jiwanya ditarik-ulur sejak tadi. Bahkan, ia sudah tidak kuat lagi menangis.

"Sedikit lagi, Estella. Sebentar lagi Sheersha akan lahir," bisik Lucian. Ia mengecup pelipis Estelle berulang kali.

Mungkin, kalau Alicia berada di sana, ia sudah pingsan di tempat saat melihat mata kakaknya memerah. Lucian yang tidak punya hati, bisa menangis karena melihat istrinya merasakan sakit yang luar biasa sampai terlihat seperti mayat hidup. Apalagi, Estelle terus-menerus mengatakan bahwa dirinya tidak kuat lagi menahan sakit yang luar biasa.

"Mengejan, Nyonya. Sedikit lagi," tutur Dokter Ivy. Estelle mengerahkan seluruh kekuatannya yang tersisa, lalu mengejan sekuat tenaga. Saat itu juga, suara tangisan bayi yang jauh lebih keras terdengar.

"Bayi kedua dengan jenis kelamin perempuan lahir dengan sehat dan sempurna."

Lucian tersenyum tipis. Ia mengusap air matanya, lalu bangkit dan mendekati putra dan putrinya. Ia melepas genggaman tangan Estelle begitu saja.

"Selamat Tuan, selamat Nyonya," ucap Dokter Ivy sambil tersenyum.

Lucian tak menggubris. Ia menggendong bayi-bayinya di sisi kanan dan kiri, lalu membawanya mendekati Estelle. Istrinya sudah setengah tak sadarkan diri, tetapi matanya masih sedikit terbuka karena Estelle memaksakan diri demi melihat anak-anaknya untuk pertama kali.

"Mereka sudah lahir, Estelle," tutur Lucian. Sesuai saran Dokter Ivy, Lucian meletakkan anak-anaknya tepat di dada Estelle.

Estelle menatap wajah Ethan dan Sheersha yang masih merah. Ia ingin merengkuh kedua buah hatinya, tetapi untuk menggerakkan tangan saja rasanya Estelle tidak sanggup. Estelle harus mengerjapkan matanya berkali-kali karena pandangannya terus memburam dan membuatnya kesulitan.

"E-tha-an, S-Sheer-Sha," sapa Estelle lirih. Senyum Estelle mengembang tipis melihat kondisi bayinya yang tampak sehat dan masih merah. Ia terus meneteskan air mata haru.

Estelle bisa. Untuk pertama kalinya, Estelle berhasil melakukan sesuatu. Ia berhasil merawat bayi-bayinya selama sembilan bulan dengan sangat baik dan melahirkan mereka dengan sempurna.

Estelle bangga pada dirinya sendiri.

Rasa kehilangan langsung menguasai Estelle saat Dokter Ivy mengatakan bahwa mereka harus memindahkan Ethan dan Sheersha agar Estelle bisa beristirahat.

"Boleh-kah aku ... mencium mereka d-dulu?" mohon Estelle.

"Tentu, Nyonya," jawab Dokter Ivy sambil tersenyum. Ia membantu Estelle mengangkat kepalanya, lalu mengecup kening Ethan dan Sheersha dengan sangat hati-hati.

"Terima kasih," ucap Estelle lirih.

"Aku akan mengikuti mereka," ucap Lucian. Ia mengecup pelipis Estelle sekali lagi, lalu mengikuti para perawat yang membawa bayinya keluar.

Estelle menatap langit-langit kamar. Senyumnya tak berhenti mengembang. Ia tak lagi bisa mendengar ucapan Dokter Ivy yang sedang menjelaskan bahwa dirinya akan dipindahkan ke ruang rawat VVIP. Bagian bawah tubuhnya sudah dibius karena Dokter Ivy harus menjahit bagian yang sempat ia gunting tadi untuk memperlebar jalan lahir.

Pandangan Estelle tertuju pada sepasang sosok pria dan wanita berambut oranye kemerahan yang tampak samar di pojok ruangan. Keduanya tersenyum bangga ke arah Estelle. Sang pria mengacungkan kedua jempolnya, sedangkan si wanita bertepuk tangan tanpa suara.

Papa, Mama, aku berhasil.

Kedua sosok itu mengangguk. Sang wanita melebarkan tangannya, seolah meminta Estelle untuk memeluknya.

Sudah waktunya, ya?

Mereka mengangguk lagi.

Apa aku tidak boleh tinggal lebih lama? Sebentar saja ... aku ingin melihat mereka tumbuh.

Kedua orang itu menggeleng.

Estelle menghela napas lirih. Begitu lirih, seperti sedang membuang sisa-sisa napas terakhirnya.

Ya sudah kalau begitu. Lucian sudah menikahiku dan aku sudah melahirkan. Aku sudah melihat anak-anakku dan mengecup kening mereka. Lucian ... dia juga berjanji akan membahagiakan Ethan dan Sheersha.
















































































Papa, Mama ....

Tugasku ....

Selesai.















Frederick Ethan Gerrard
Catharina Sheersha Gerrard

Siap untuk epilog? 🌝

11.11.21 bakal publish 2 cerita baru. Jangan lupa follow Instagram aku : tansapphira biar dapet info ter-update! 😝

Jangan lupa nabung karena cerita ini bakal terbit akhir Desember!



Imprisoned.
1-11-2021.

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 116K 70
Dira tidak tau kalau menyatakan perasaan pada Jeno, sama dengan dia yang menyerahkan diri secara langsung ke neraka sebuah hubungan.
7.8K 542 16
Andaikan ku bisa lebih adil Pada cinta kau dan dia Aku bukan nabi yang bisa sempurna Ku tak luput dari dosa -Naruto-
1K 155 9
"Saat Dirimu Terus Tenggelam Dalam Kegelapan, Cahaya Yang Menerangi Dirimu Akan Perlahan Lahan Menghilang, Hingga Suatu Saat Kau Menyadari Bahawa, Ap...
3.9M 50.4K 39
Cerita Dewasa! Warning 21+ Boy punya misi, setelah bertemu kembali dengan Baby ia berniat untuk membuat wanita itu bertekuk lutut padanya lalu setela...