πŸ”… Stealth πŸ”… 》KookMin

By lusiaby

502K 48.9K 58.9K

. "Dengar, manis, apapun yang telah memasuki kapal ini, akan selalu menjadi milikku." ... More

πŸ”… Prolog πŸ”…
πŸ”… Chapter 1 πŸ”…
πŸ”… Chapter 2 πŸ”…
πŸ”… Chapter 3 πŸ”…
πŸ”… Chapter 4 πŸ”…
πŸ”… Chapter 5 πŸ”…
πŸ”… Chapter 6 πŸ”…
πŸ”… Chapter 7 πŸ”…
πŸ”… Chapter 8 πŸ”…
πŸ”… Chapter 9 πŸ”…
πŸ”… Chapter 10 πŸ”…
πŸ”… Chapter 11 πŸ”…
πŸ”… Chapter 12 πŸ”…
πŸ”… Chapter 13 πŸ”…
πŸ”… Chapter 14 πŸ”…
πŸ”… Chapter 15 πŸ”…
πŸ”… Chapter 16 πŸ”…
πŸ”… Chapter 17 πŸ”…
πŸ”… Chapter 18 πŸ”…
πŸ”… Chapter 19 πŸ”…
πŸ”… Chapter 20 πŸ”…
πŸ”… Chapter 21 πŸ”…
πŸ”… Chapter 22 πŸ”…
πŸ”… Chapter 23 πŸ”…
πŸ”… Chapter 24 πŸ”…
πŸ”… Chapter 25 πŸ”…
πŸ”… Chapter 26 πŸ”…
πŸ”… Chapter 27 πŸ”…
πŸ”… Chapter 28 πŸ”…
πŸ”… Chapter 29 πŸ”…
πŸ”… Chapter 30 πŸ”…
πŸ”… Chapter 31 πŸ”…
πŸ”… Chapter 32 πŸ”…
πŸ”… Chapter 33 πŸ”…
πŸ”… Chapter 34 πŸ”…
πŸ”… Chapter 35 πŸ”…
πŸ”… Chapter 37 πŸ”…
πŸ”… Chapter 38 πŸ”…
πŸ”… Chapter 39 πŸ”…
πŸ”… Chapter 40 πŸ”…
πŸ”… Chapter 41 πŸ”…
πŸ”… Chapter 42 πŸ”…
πŸ”… Chapter 43 πŸ”…
πŸ”… Chapter 44 πŸ”…
πŸ”… Chapter 45 πŸ”…
πŸ”… Chapter 46 πŸ”…
πŸ”… Chapter 47 πŸ”…
πŸ”… Chapter 48 πŸ”…
πŸ”… Chapter 49 πŸ”…
πŸ”… Chapter 50 πŸ”…
πŸ”… Epilog πŸ”…

πŸ”… Chapter 36 πŸ”…

10.5K 875 1.5K
By lusiaby

        Derap langkah kupu-kupu terdengar di lorong hunian dua tingkat. Membelah kedamaian cuaca terik yang tak lagi sunyi. Pemilik letuk kaki berjalan menyusuri kediaman kapten Hawkins Jack, menjelajahi sekaligus mencari-cari keberadaan pria bajak lautnya.

        Pasalnya Si Manis bermata biru terbangun di atas ranjang seorang diri. Tubuhnya reflek membutuhkan presensi pria yang menawan hatinya, dan ia sedikit sebal karena Jungkook tidak berada dimanapun. Mungkin karena hari sudah melewati pukul tengah hari, jadi Jungkook harus melakukan sesuatu dan meninggalkan pemuda manis sendirian di kamarnya.

        "Aku akan segera kembali."

        Langkah kaki terhenti, empat baris kata yang terucap sukses mengejutkan Jimin. Sepasang alisnya terangkat penuh tanya usia menyaksikan dua orang yang dikenalinya sedang berbagi afeksi satu sama lain. Dua orang, satu adalah sahabatnya dan satu lagi adalah dokter bajak laut. Mereka saling memeluk di ambang pintu kamar sang Dokter.

        "Aku akan menunggumu." Yoongi mengangguk dengan senyuman gusinya. Ia memejamkan mata saat Taehyung akan mencium kening-

        "Ahem!" Deham keras terlayang dari pemilik sapphire biru, kontan membuyarkan romansa yang terjadi dari dua anak adam.

        Keduanya reflek menoleh, "A-aku masih mengantuk! Pergilah!" Dan Yoongi yang pertama bereaksi. Ia mendorong tubuh Taehyung sekuat tenaga dan langsung berlari terbirit memasuki kamarnya. Malu karena tertangkap basah oleh orang lain, lebih-lebih itu adalah Jimin.

        Taehyung tersihir layaknya bongkahan batu. Tubuhnya mematung di tempat dengan mata mengerjap-ngerjap bingung dan bibir yang melongo. Tersentak atas perubahan sikap dari pemuda bersenyum gusi yang dicintainya. Padahal semalam mereka saling berbagi kasih, kenapa sekarang Taehyung seperti dicampakkan begitu saja?

        "Explain to me, mister Devonte." Jimin kembali bersuara. Lengan melipat di depan dada dan sebelah alisnya terangkat menuntut jawaban. Sahabatnya telah menyimpan suatu rahasia darinya.

-

        "Jadi?" Tanpa pikir panjang Jimin kembali menuntut penjelasan lugas dari pemuda bermanik emerald.

        Keduanya sekarang berada di taman terbuka kediaman nuansa Rustic. Duduk bersebelahan di bangku kayu, tepat di hadapan danau berisi puluhan ikan hias. Jimin memutar tubuhnya menghadap Taehyung seutuhnya, mengejar jawaban dari tanya yang dipendam sejak beberapa hari yang lalu.

        Taehyung mengusap tengkuknya, "Aku dan Yoongi memutuskan untuk memberikan kesempatan bagi hubungan kami."

        Mendengarnya membuat Jimin terlonjak di dudukannya. Rasanya seperti digigit semut rang-rang tiba-tiba. Karena pengakuan Taehyung terurai tanpa keterangan pengantar terlebih dahulu. "Tu-tunggu dulu, sejak kapan kalian menjadi dekat?"

       Iya, itu adalah salah satu pengantarnya. Jimin akui jika Taehyung dan Yoongi memiliki secuil kedekatan. Apalagi mereka terpaut hubungan dari masa lalu yang lucu, hanya saja sejak kapan hubungan itu tumbuh kian merekah menjadi sesuatu yang lebih serius?

       "Sejak hari itu, di balai Buckingham." Tutur Taehyung sambil menggali ingatannya.

        Kekedakatan yang menjadi pertanyaan sesungguhnya sudah terjalin sejak belasan tahun lamanya. Pertolongan yang diberikan oleh seorang remaja bersenyum gusi, tak bisa dipungkiri berhasil menjerat seorang bocah berumur delapan tahun. Pertemuan singkat itu, mampu membelenggu Taehyung dengan atas nama kekaguman. Dimana kekaguman itu bertumbuh menjadi sesuatu yang meminta lebih seiring bertambahnya usia.

       "Aku tahu, kita berpisah selama bertahun-tahun, tetapi sejak kau mengatakan jika Yoongi adalah remaja itu. Tidak sekalipun aku tidak merasa senang berada di dekat Yoongi." Pada akhirnya, pencarian untuk menemukan seseorang yang didamba telah menemui titik terangnya.

       "Aku mengamatinya setiap hari, dan dia memang laki-laki itu, Jimin. Aku berhasil mengenalinya." Senyuman lebar terukir di bibir Taehyung. Kedekatan yang berbalut pertikaian ringan antara label Pasien dan Dokter, diam-diam dimanfaatkan Taehyung untuk menelisik kebenaran mengenai jati diri dari Yoongi.

       Kebenaran yang juga terpaut dengan debaran yang sudah tertanam selama bertahun-tahun, dan kembali menggebu ketika bertemu dengan pemiliknya.

       "Ya, mu-mungkin beberapa sifatnya membuatku sering tidak mempercayainya, tetapi aku yakin jika Yoongi adalah dia."

       Dia yang membuatku terkagum dan diam-diam mengisi hatiku – bisik Taehyung.

       Jimin melepaskan senyum deret giginya. Begitu lebar karena merasakan kebahagiaan dari sahabatnya. "Sudah kuduga, dialah cinta pertamamu, Tae."

       Netra emerald menoleh secepat kilat, "U-uh?! Kau tahu?" Maksudnya kenapa Jimin bisa menyimpulkan hal yang sama?

       "Tentu, aku tahu!" Jimin membalas dengan antusias. "Aku mengetahuinya sejak lama, Tae. Kau selalu mengigaukan Yoongi saat kita masih kecil."

       Semenjak pertemuan Taehyung dan Yoongi, tidak ada sehari pun Taehyung tidak membahas kekagumannya pada seorang remaja berusia empat belas tahun. Ia terus mengoceh dengan penuh semangat kepada Jimin. Saat itu dimata Taehyung, laki-laki tak bernama begitu mempesona dan baik hati. Menciptakan keinginan besar untuk bertemu sekali lagi.

       Keinginan itu begitu besar hingga Taehyung sering bermimpi dan menggumamkan kata 'Malaikat bersenyum manis.' – sebutan bagi Yoongi yang tidak meninggalkan sebaris nama bagi Taehyung kala itu.

       Dan Jimin yang sering mengadakan pesta piama dengan sahabatnya, selalu terbangun di malam hari jika Taehyung sudah mengigaukan Yoongi. Tak hanya itu, Jimin juga menjadi saksi dimana Taehyung yang menginjak usia pubertas rela melalang buana di seluruh pelosok Britania demi bisa menemukan Yoongi. Begitu gigih agar bisa berjumpa dengan Yoongi.

       Hal itulah yang menjadi salah satu dari sekian banyak alasan Jimin tidak bisa membalas cinta Taehyung. Karena Taehyung sebenarnya sudah terjatuh untuk orang lain tanpa disadarinya.

       "Ketika aku mengetahui siapa Yoongi sebenarnya, satu-satunya yang terpikirkan olehku adalah kau, Taehyung. Rasanya aku ingin berlari memberitahumu tentang hal itu." Masih teringat perkenalannya dengan Yoongi. Jimin yang demam di atas kapal berbagi cerita dengan keturunan bangsawan Garvyson itu.

       "Aku bertemu dengan orang yang kau cari-cari selama ini, tetapi saat itu aku juga berpikir bahwa mustahil kau datang dan bertemu dengan Yoongi secara langsung." Saat itu tidak terbesit sekalipun di kepala Jimin bahwa Taehyung akan membelah samudra untuk menyelamatkannya. Mengingat Hawkins Jack membawanya berlayar di lautan lepas.

       Tetapi nyatanya takdir berkata lain....

       Taehyung menghela panjang, "Aku juga tidak menyangkanya." Niatnya untuk membawa Jimin kembali pulang pada kota kelahiran, justru membawanya bertemu dengan cinta pertamanya. Sungguh, takdir terkadang bermain dengan ironi yang lucu.

       Kelereng emerald menengadah, "Jimin- HUH?! APA ITU?!" Mendadak teriakan panik lolos dari lidahnya.

       "APA?! APA?!" Jimin berjengit kaget dan langsung bergerak-gerak acak mencari apa yang Taehyung ributkan.

       "ITU DILEHERMU!!" Telunjuk Taehyung menuding-nuding pada tulang selangka Jimin yang tersingkap dari kerah baju.

       "APA?! TAE, JANGAN MEMBUATKU TAKUT!"

       "ITU!! ITU!!"

       "TAEE!! JIKA ITU SERANGGA SINGKIRKAN SEKARANG JUGA!!!"

       "ITU!! RUAM UNGU ITU!!"

       "HUH?!"

       Barulah Jimin tersentak oleh kebenaran. Kontan tangannya terangkat melingkari lehernya. Menutupi bercak-bercak yang timbul akibat gigitan seorang nyamuk manusia. "O-oh....I-ini.....I-ini-"

       Taehyung langsung meraih pundak sempit, dan menyibak kerah pakaian Jimin. Netranya melotot tidak percaya pada titik-titik keunguan yang terlihat masih baru. Kepalanya diserang pening dan penuh akan prasangka terburuk.

       "Jimin, katakan kepadaku apa yang dilakukan laki-laki itu kepadamu?" Air muka Taehyung mendatar. Intonasinya tenang, menyimpan kemarahan yang siap menyeruak.

       "Ta-tae....i-ini...."

       "Katakan, Jimin. Biar aku menghajarnya sekarang juga!" Taehyung semakin naik darah. Tidak akan ia biarkan seseorang menyakiti apalagi mengambil keuntungan dari sahabat manisnya.

       Bibir Jimin bergerak terbuka dan menutup, bingung merangkai kalimat yang tepat. Agaknya malu untuk mengungkapkan hal privasi yang berbau intim.

       Alhasil keterbataannya membuat Taehyung menjadi semakin tenggelam dalam kesimpulannya sendiri. Taehyung melipat lengan bajunya dan beranjak dari bangku taman. "Lihat saja, aku akan memukul wajahnya!"

       Kedua Sapphire biru membola, "Ta-tae, tunggu!"

       Naas, sahabatnya sudah kelewat berang. Taehyung melangkah lebar-lebar. Kedua tangannya mengepal hingga deret kukunya memutih.

       "Taehyung, ini keinginanku sendiri!" Seloroh Jimin tanpa pikir panjang. Sudah panik jika Taehyung akan memulai perkelahian dengan Jungkook.

       "A-apa?" Serta merta memutus letuk mendidih di dalam dada Taehyung.

       Jimin menarik napas, memenuhi rongga paru-parunya dengan keberaniannya. Ia menggapai lengan Taehyung untuk dibawa kembali duduk di atas bangku. "Tae, aku dan Jungkook......kami memutuskan untuk melangkah lebih serius."

      Jimin menatap takut kepada Taehyung. Ia khawatir jika pemilihan katanya akan membuat Taehyung semakin marah. "Aku telah mempercayakan diriku kepada Jungkook."

       Napasnya, tubuhnya, nyawanya, bahkan seluruh jiwanya telah diberikan kepada seorang kapten bajak laut. Penyerahan yang tersemat dalam simbol kata 'cinta'. Jimin sudah memutuskan bahwa ia akan berlabuh untuk Jungkook.

      Pundak pemuda Devonte merosot seketika. Pendar jelaganya nanar kepada sapphire biru. "Jimin, kau sadar apa yang sudah kau lakukan? Dia adalah seorang penjahat." Karena itu artinya Jimin sudah menyerahkan semuanya untuk terbelenggu di dalam tangan seorang perompak.

      "Iya, dan aku mencintai penjahat itu, Tae." Jimin mengangguk, tidak ada keraguan sama sekali. Ia ingin menentukan kebahagiaannya sendiri, dan kebahagiaannya adalah dengan seorang kapten bajak laut.

      "Aku mencintai Jungkook."

      Taehyung terdiam, matanya mematri Jimin lekat-lekat. Sirat keyakinan dari sapphire biru menyerupai cerminan baginya. Malam lalu dirinya telah mengungkapkan isi hatinya kepada Yoongi, seorang bangsawan yang dulu dikaguminya dan sekarang menjadi salah satu buronan tempat kelahirannya.

      Dan Taehyung juga mendeklarasikan hal yang sama seperti Jimin. Sebuah kerelaan untuk menukar darah biru demi bisa berkubang bersama orang yang dicintai.

       Jimin meremas lembut tangan besar milik Taehyung. "Tae, apakah aku bersalah jika aku merasa nyaman pada kehidupan yang baru ini?"

       Taehyung mencelos hingga titik terdalam dari kewarasannya, "Ji-jimin-"

       "Aku tidak ingin kembali pulang, Tae." Sapphire biru menera asa. Ia sudah terjebak dalam pesona bahar biru yang menjelma dalam rupa manusia. Terjebak dan tidak mau mencari jalan untuk berenang ke permukaan.

       Taehyung menunduk, gusar setelah mendengar keinginan Jimin. Satu hal yang ia sadari, ia dan Jimin sudah tidak bisa membedakan batas antara kata 'Benar' dan 'Salah'.

       "Kita berdua benar-benar sudah terjebak, Jimin."

🔅🔅🔅🔅🔅🔅🔅

       "Kapten, Britania mulai mendekati wilayah selatan Bahama. Mereka mengirimkan kapal-kapal yang mengangkut budak untuk membuka ladang perkebunan di sana."

      Tiga kru kapal yang bertugas sebagai first mate, second mate, dan third mate berjajar di hadapan kapten tertinggi. Tugas mereka merangkap untuk mengawasi wilayah kekuasaan Hawkins Jack, dan sekarang terdapat masalah krusial yang bisa mengganggu ketentraman Hawkins Jack.

       "Mereka mencoba mengambil selatan Bahama sedikit demi sedikit, kapten." Second mate melaporkan apa yang ditangkapnya dari patroli selama beberapa hari ke belakang. Wilayah selatan dari Bahama memang belum, dan masih akan, di pijaki Jungkook beserta kru kapalnya, tetapi Britania sudah berniat mengusik.

      Tujuh ratus pulau, baik berpenghuni maupun tidak berpenghuni, dan Jungkook berusaha merambah untuk bisa menguasai Bahama seutuhnya. Ia sudah menetapkan garis batasan dan memperingatkan siapapun untuk tidak mencari perkara di wilayah kekuasaannya. Bahkan kelompok bajak laut lainnya tidak berniat mengklaim pulau yang masih kosong, dan sepertinya Britania datang tanpa mengetahui aturan main di Karibia.

      Jungkook mengetuk-ngetukkan telunjuknya di atas meja, ada beberapa skenario yang sudah disusunnya. "Pukul tiga dini hari. Aku ingin kapal-kapal itu tenggelam tanpa jejak." Finalnya.

       "Aye, Captain." Tiga anggukan serentak didaraskan. Kemudian First mate merogoh saku coatnya untuk memberikan laporan lainnya. "Dan untuk-"

       Jungkook mengangkat tangannya. Menghentikan apapun yang hendak dikatakan oleh kru kapalnya. Ia melihat ada seseorang yang mengintip di balik pintu.

       "Kemarilah, manis." Perintahnya pada figur kecil yang sudah dikenalinya.

       Pintu terbuka dengan hati-hati, menampilkan satu afinitas bersapphire biru. Tentu Jimin orangnya, maniknya berpendar penasaran pada setiap orang yang berada di dekat Jungkook. Sepertinya mereka sedang membicarakan hal yang serius, dan Jimin sedikit merutuk karena Jungkook mengetahui keberadaannya sebelum telinganya mencuri dengar apa yang sedang didiskusikan.

       "Back to your quarter." Jungkook mengambil gulungan kertas yang belum sempat dijelaskan, lantas menyudahi diskusi singkat sore ini. Awak kapalnya segera berbalik dan meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata.

       Jungkook menyimpan gulungan kertas pada laci mejanya, lalu netra keemasannya bergulir naik dan memadu sapphire biru di ujung ruangan. "Mendekatlah."

       Jimin melipat kedua tangannya di balik punggung. Kakinya mengambil langkah ringan. "Kau sedang membicarakan hal penting?"

       Tangan besar terulur saat si Manis semakin mendekat. Ia langsung menarik Jimin ke atas pangkuannya dengan sangat cepat. Begitu cepatnya hingga pemuda Oswald memekik terkejut.

       Jungkook melingkarkan lengannya di sekitaran pinggul ramping, "Tidak lebih penting dibandingkan dirimu." Jawabnya pada pertanyaan Jimin beberapa detik yang lalu.

       Semburat merah jambu merayap menghiasi pipi gembil. Jimin belum terbiasa dengan kalimat-kalimat manis yang Jungkook berikan. Jadilah ia memeluk leher Jungkook, dan menyembunyikan dirinya di ceruk leher pria bajak lautnya. Menahan diri untuk tidak mengumpat karena sedang salah tingkah.

      Keduanya saling memeluk satu sama lain. Berbagi kehangatan pada langit menjelang pergantian lembayung jingga. Jimin merasakan napas Jungkook di tengkuk lehernya, ia nyaman menerima usapan-usapan lembut di puncak kepalanya. Rasanya ingin tertidur di dalam pelukan Jungkook seperti ini.

      "Katakan." Jungkook memainkan helai dari surai rambut hitam yang wangi. "Aku tahu kau datang ingin meminta sesuatu."

       Jimin meringis di dalam hati, Jungkook tidak bisa dikelabuinya. Padahal ia sudah bertingkah semanis mungkin sebagai pelancar permintaannya, tetapi Jungkook sudah menebaknya tanpa basa-basi. Benar, kedatangan Jimin adalah untuk meminta sesuatu, dan sesuatu itu adalah....

      "Bolehkah aku mengelilingi pulau ini?" Pintanya dengan sapphire biru yang membulat dibarengi kerjapan permohonan. "Please?" Cicitnya.

       Ujung bibir Jungkook berkedut menahan senyuman. Jimin sangat menggemaskan dengan wajah lugu dan bibir yang melengkung sedih, sangat berusaha agar permintaannya dikabulkan. Kelereng emas mengamati wajah rupawan di hadapannya, sebuah ide muncul di kepalanya.

      "Tidak."

      Dan air muka Jimin langsung berubah seratus delapan puluh derajat menjadi kemarahan yang lucu. Alisnya menukik dan kedua pipinya menggembung. Mulutnya sudah siap mengeluarkan seribu macam protes.

       "Jika tanpa diriku." Sambung Jungkook cepat-cepat, lantas membungkam bibir ranum dengan kecupan bertubi.

       "Yess!!" Jimin melepaskan dirinya dari serangan bibir Jungkook. Ia bergegas berdiri dari pangkuan pria bajak laut dan bersiap berlari meninggalkan ruangan.

Grab!

       Jungkook menangkap tubuh gesit dari si Manis bermata biru, kalimatnya belum selesai. "Ada harga yang setimpal, manis."

      Jimin mengerutkan sudut-sudut bibirnya. Satu kaki menghentak tidak terima. "Ck! Ayolaaaaaah...."

      Jungkook mengabaikan rengekan Jimin, "Kau sudah membersihkan dirimu?" Tanyanya.

      Jimin mengangguk. Ia membersihkan tubuhnya cepat-cepat supaya setelah meminta izin dari Jungkook, kakinya bisa melesat langsung menuju pertengahan kota. Angannya sudah sangat senang ingin menghabiskan sore di tengah keramaian penduduk.

      "Kalau begitu kau harus melakukannya lagi." Satu tangan besarnya merayap di bawah lutut, dan satu lagi melingkari pundak si Manis. Jungkook mengangkat Jimin ke dalam gendongan dengan sangat mudah.

      "E-eh?!" Jimin meronta kuat, tetapi Jungkook sudah membawanya menuju kamar mereka kembali.

       Baiklah Jimin harus melaksanakan prinsip kapal terlebih dahulu, Give and Take, dengan kegiatan yang hanya dirinya dan Jungkook ketahui.

       Sepertinya ini menjadi pembelajaran bagi Jimin, bahwa lain kali sebaiknya tidak perlu meminta izin dari Jungkook.

       Huft....

🔅🔅🔅🔅🔅🔅🔅

       Jimin dibuat terpesona dengan keramaian pertengahan kota. Sapphire birunya berbinar-binar karena banyak sekali kegiatan penduduk pulau yang bisa disaksikannya. Sangat padat hingga mirip seperti pasar malam, padahal waktu masih akan mendekati petang, tapi jalanan sudah dipenuhi banyak orang.

       Jika diamati mereka semua pastilah bajak laut, mengingat bagaimana cara berpakaian dan berkomunikasi yang khas. Telinga kanan dan kiri Jimin sampai panas mendengar sumpah serapah bertebaran dimana-mana. Tak urungnya rungu Jimin sudah mulai terbiasa menangkap candaan kasar para perompak, ia bahkan sedikit menghafal beberapa kalimat sapaan bajak laut.

        "Ahoy!! Me Hearties!!" Sapa Jimin pada sekumpulan bajak laut yang sedang berbincang.

       Hal itu sontak mencuri perhatian khalayak umum, tak terkecuali Jungkook. Karena sapaan yang Jimin gunakan adalah sapaan umum bagi semua kalangan perompak. Akibatnya puluhan bajak laut menoleh kepadanya dengan tatapan terkejut. Mereka menatap Jimin yang sumringah setelah bertegur sapa ala perompak.

       Salah satu dari mereka tertarik dengan kehadiran Jimin, dan berniat membalas sapaan Jimin. Namun, segera menciut ketika ditatap tajam oleh kapten tersohor yang berdiri tepat di belakang Jimin. Jungkook orangnya, ia mengirimkan sinyal peringatan kepada siapapun agar tidak mendekati pemuda manis kepunyaannya.

       Jimin tentu tidak menyadari aura kelam yang menguar di balik punggungnya. Ia sibuk menoleh ke segala sudut. Takjub dengan kehidupan bajak laut. "Woaaah?! Kenapa bisa seramai ini?"

       Kaki lincahnya tanpa sadar membawanya berbelok ke kanan, penasaran dengan keramaian yang berada di salah satu gang sempit. "Aduh?!"

       Tetapi, sepertinya ia harus mengurungkan niat. Karena ketika kakinya melangkah, kerah bajunya sudah ditarik untuk tetap berada di jalur yang semestinya.

       "Tetap berada di dekatku." Jungkook menggeram, lalu melingkarkan lengannya di pinggang si Manis bermata biru. Was-was jika Jimin hilang di tengah keramaian.

       Jimin memberengut tidak suka, tujuannya mengelilingi pulau adalah untuk berpetualang. Tapi dengan adanya Jungkook, semuanya jadi tidak seru. "Kau ini seperti orang yang kolot! Tidak mengasikan!" Gerutunya keras-keras.

       "Diam, atau kita kembali pulang." Jungkook membalas dengan meramas lembut pinggang Jimin.

       "Waaah dia sangat hebat!!" Jimin berseru keras. Ia melepaskan tangan Jungkook, dan melesat ke ujung jalan. Di sana terdapat pertunjukan adu pedang dengan penonton yang sibuk melepar pundi-pundi uang taruhan.

       Jimin menelusup di antara kerumunan dan itu membuat Jungkook kalang kabut. Tubuh Jimin yang proporsional dan kecil memberikan keuntungan baginya untuk menerobos hingga barisan terdepan. Tiba di barisan paling depan, Jimin memandang takjub pada kemampuan pedang dari dua orang yang saling berlawanan.

       "Uwaaah! Aku tidak pernah mempelajari teknik itu."

       Jimin membandingkan kemampuan seni pedang yang dipelajarinya. Selama belajar beberapa bulan, ternyata teknik-teknik yang dihafalnya masih jauh dibandingkan dengan dua orang bajak laut yang berduel di depan sana.

      "Ck! Minggir!" Jimin menggeser tubuh besar yang tiba-tiba menghalangi pandangannya. Jimin tahu betul siapa pelakunya.

       "Jungkook, aku tidak bisa melihatnya!" Jimin mengerang jengkel. Ketika dirinya bergeser ke kiri, maka Jungkook juga bergeser ke kiri. Jika ia mencoba ke kanan, Jungkook juga berpindah ke kanan.

       "Kau ini kenapa sih?!" Jimin menyentak marah.

       Jungkook bersedekap di depan dada, dan bersikukuh memblokir akses Jimin untuk kembali menonton. "Jangan memuji laki-laki lain di depanku." Ungkapnya dengan nada tidak suka.

       Jimin memutar matanya jengah, "Kalau begitu sekarang menghadap ke sana." Jimin memutar tubuh Jungkook untuk menghadap ke arena pertarungan, lantas mengintip adu pedang dari pundak tegap Jungkook. "Uwaaaah dia benar-benar pintar bermain pedang!" Lanjutnya memuji.

       Kekesalan Jungkook langsung naik hingga ke ubun-ubun. Hampir tangannya menarik flintlock dan menanamkan sebutir peluru pada orang yang menerima sanjungan dari pemuda manisnya. Tetapi, Jungkook memilih menoleh ke belakang dan menatap sengit kepada Jimin.

      "Apa? Aku kan memujinya di belakangmu, tidak di depanmu." Jimin membela dirinya, kedua alisnya mengernyit dan bibirnya memberengut. Dia benar, kan? Coba katakan mana yang salah?

      Hmm....

       Jungkook membuang napas dengan helaan kasar, "Kita pergi, sebelum aku mematahkan leher mereka." Meraih tangan Jimin, lalu menyeretnya keluar dari tengah kerumunan.

       "Tapi...tapi pertarungannya belum selesai, Jungkook! Aku bahkan belum memasang taruhan!"

       Jungkook mengabaikan rengekan Jimin seraya memijat keningnya, Jimin sudah terkontaminasi kehidupan bajak laut terlalu banyak. Ia membawa Jimin pada area yang tidak terlalu ramai. Melanjutkan perjalanan hingga ke ujung kota, dekat dengan dermaga.

       Langit semakin berwarna oranye, satu jam lagi matahari akan menukar tugasnya dengan bulan. Lentera-lentera minyak di sepanjang jalan setapak mulai dibakar. Mengingat keramaian pulau bajak laut yang tidak pernah padam, membuat Nassau menjadi pulau yang gemerlap ketika malam tiba.

      "Pergilah!!"

      Dua pasang kaki terhenti sejenak. Sebuah seruan amarah terdengar dari ujung dermaga. Jimin dan Jungkook saling menatap satu sama lain, karena seseorang yang baru saja menghardik adalah Hoseok. Weather boy milik Hawkins Jack tengah naik pitam karena mendapatkan teror dari seorang bajak laut yang paling ia hindari.

       "Hoseok, my sunshine." Pria dengan pakaian nyentrik mengekori kemanapun Hoseok berlari. Sampai-sampai Hoseok bersembunyi di balik tong-tong barrel sebagai tameng. Ia benar-benar takut berhadapan dengan pria aneh dengan sifat perayu ulung.

       "Pergi, Axton!! Atau aku akan melemparimu dengan ini!" Hoseok mengacungkan belatinya dari balik saku coat. Berharap bisa memukul mundur pria bajak laut yang begitu ngotot mengajaknya berkencan.

       Axton berubah murung. "Hoseok, kau sudah berjanji akan pergi berkencan denganku." Tuturnya.

       "Apa kau meninggalkan isi kepalamu?! Kapan aku pernah berjanji seperti itu?!" Hoseok ternanap dua kali. Kemarahan membuatnya ingin segera melesatkan jajaran belatinya. Axton sangat jelas sedang membual omong kosong.

      "Pernah, cintaku." Raut wajah Axton sangatlah sedih, seakan Hoseok telah mengkhianatinya.

      "Ka-kapan?!"

      "Di dalam mimpiku."

      "Dasar tidak waras!!" Hoseok meradang hingga wajahnya memerah padam. Ia melemparkan belatinya, namun Axton menghindar dengan gesit.

       "Hoseok-"

       "Lora, tolong aku!!" Hoseok berlari kocar-kacir menghampiri wanita bajak laut. Ia bersembunyi di balik punggung Lora dan menunjuk-nunjuk Axton. "Usir dia, Lora. Dia semakin menakutkan!"

       Decak bosan dan malas terhasil dari Lora, ia memicing tajam kepada Axton. "Pergilah. Hoseok jelas-jelas menolakmu. Kau bisa merayu orang lain, Axton. "

       "Diam, wanita. Kau tidak mengerti cintaku kepada Hoseok. Harusnya kau yang pergi!" Axton bersungut-sungut. Tidak masalah Hoseok menolaknya ribuan kali, bahkan menusuknya dengan ratusan belati. Ia akan tetap mengejar pemuda impiannya.

       "Ck!" Lora mulai hilang kesabaran. Ia ingin segera menyelesaikan urusan di dermaga tetapi Axton menghalangi jalan pulangnya. Lora melajukan kaki jenjangnya, mengangkatnya tinggi saat mencapai batas terdekat dari keberadaan Axton, dan-

Duagh!

       Menendang kemaluan Axton hingga sang Empu terguling-guling di atas tanah.

       "Aaaarghhh!!" Teriakan Axton menggema di seluruh penjuru pelabuhan. "Wanita sialan!! Bagaimana jika aku mandul dan tidak bisa menikahi Hoseok?!" Ujung matanya membasah oleh air mata kepedihan.

       "Lebih baik kau memotong kepunyaanmu sekaligus, ketimbang kau gunakan untuk merayu setiap orang." Lora berkomentar pedas, lantas berlalu dari hadapan Axton bersama Hoseok.

       "Cepatlah bertobat, kau buaya darat!" Hoseok menjulurkan lidahnya dan berlari mengikuti Lora.

       "Tidak, Hoseok!! Cintakuuuuuuuuu!" Axton menggeliat di atas tanah. Kakinya mati rasa akibat denyut perih yang tidak kunjung selesai di selangkangannya.

       Jimin terkikik menyaksikan kegigihan Axton yang berujung kesialan. "Apakah Axton begitu menyukai Hoseok?" Tanyanya kepada Jungkook. Mereka berdua merajut langkah bersama setelah mendapatkan interupsi konyol sejenak.

       "Dia sudah mengejar Hoseok sejak tiga tahun yang lalu." Terang Jungkook. Ia mengingat pertemuan Hoseok dan Axton. Saat itu Axton sedang mabuk dan membuat onar, hampir saja sekumpulan bajak laut menghajarnya hingga babak belur. Berungtunglah Hoseok berada di sana dan menolong Axton. Sejak saat itu Axton menaruh hati kepada weather boy Hawkins Jack.

       "Wah, selama itu?" Mulut Jimin menganga. Jika dipikir-pikir Axton tidak terlalu buruk, ia memperjuangkan Hoseok selama itu. "Tapi kenapa Hoseok tidak mau menerimanya?"

       Jungkook mendengus dengan gelak tawa tipis. "Axton merayu setiap orang yang dianggapnya menarik, dan Hoseok tidak menyukai sifat itu."

       Bahkan Axton pernah merayu Jimin secara terang-terangan. Sifat itulah yang membuat Hoseok meragu dan takut berdekatan dengan Axton, karena Axton pria yang sangat agresif dan tidak tahu malu.

       Jimin memanggutkan kepalanya. Kembali menelusuri pinggiran dermaga sambil melihat-lihat kapal-kapal bajak laut yang semakin ramai memadati pelabuhan. Ia menikmati semilir angin sore sambil bergandeng tangan dengan Jungkook.

       "Oh?! Lihat itu!" Sapphire biru Jimin menangkap sesuatu. Tepat lima meter di depannya ada sebuah rumah jahit. Terlihat beberapa topi pelaut yang berhasil merebut fokus Jimin. Ia menggeret Jungkook memasuki rumah jahit itu.

       Jungkook tidak berkomentar apapun. Ia membiarkan Jimin menariknya kesana-kemari. Meneliti satu persatu topi Tricorne yang dijahit langsung oleh tangan-tangan handal.

       "Aku rasa warna ini cocok untukmu." Tricorne coklat menarik atensi Jimin. Diraihnya, kemudian berjinjit-jinjit supaya bisa memasangkannya di atas kepala Jungkook.

       Jungkook terkekeh melihat usaha Jimin. Ia menunduk sedikit dan menerima topi Tricorne pilihan Jimin. "Kenapa kau tiba-tiba memilih tricorne untukku?"

       "Karena kau tampan saat menggunakan ini, apalagi jika sedang mengemudikan kapal."

       Jimin menjawab jujur. Kedua tangannya langsung bersembunyi di balik punggung, memilin-milin malu jari-jemarinya. Rona merah muda timbul di kedua pipinya, dan ia menggigit bibirnya sendiri. Ini pertama kalinya Jimin memuji Jungkook secara terang-terangan, tanpa mencoba untuk mengelak lagi dan berkedok 'keceplosan'.

       Jungkook menaut sapphire biru dalam-dalam. Ia paling senang jika melihat Jimin bertingkah malu-malu, membuatnya ingin membanting Jimin dan membuat bibir itu mendesah berulang kali. "Aku akan lebih tampan jika kau mengemudikanku dengan menggunakan tricorne ini di atas ranjang."

       Dan senyuman beserta semburat merah jambu sirna bersama angin laut. Wajah Jimin berubah mendatar seperti papan kayu. "Bisakah kau membersihkan isi pikiranmu sehari saja?"

       Jungkook mengedikan bahunya, "Bisakah kau tidak menjadi seksi sehari saja?"

       Sapphire biru merotasi sebal. Momen yang seharusnya manis rusak seketika. "Ck! Aku ambil ini, kau yang bayar!" Perintahnya kepada Jungkook, dan ia melengos pergi meninggalkan rumah jahit.

       Jimin mengetuk-ngetuk ujung sepatunya, wajahnya pepat karena ulah Jungkook yang tak ada habisnya. Ia menunggu Jungkook sampai selesai membayar topi Tricorne dan keluar dari rumah jahit.

       "Oh?! Caspian?!" Seorang wanita berambut hitam sepinggul berlari mendekat. Diikuti dua orang wanita lainnya yang kegirangan menemukan Jungkook keluar dari rumah jahit.

       "Waaah ini benar-benar Caspian!" Satu dari mereka langsung menempeli Jungkook dan memberikan pelukan erat.

       "Hello handsome, it's been a long time." Tangan wanita lainnya merayap di dagu Jungkook "Kau berlayar sangat lama." Lalu mencubit pipi Jungkook kegemasan.

       Jungkook terkesiap. ingatannya sama sekali tidak mengenali tiga orang wanita asing. Dua kali kelabakan karena matanya mencuri-curi pandang kepada Jimin yang mengawasi dalam keterdiaman. Ujung sepatu Jimin berhenti meletuk, lengannya melipat di dada, dan memperhatikan dengan seksama apa yang sedang menempeli pria bajak lautnya.

       "Caspian, sebagai tanda perayaan kembalinya dirimu, bagaimana jika malam ini kita berempat memanaskan ranjang?" Wanita bergincu merah mengusap dada Jungkook. Ia dan dua temannya begitu menggilai kapten tersohor di seantero Karibia.

       "Seperti dulu, kau sangat kuat bermain dengan tiga orang sekaligus." Yang paling ujung menimpali dengan semangat. Mengingat kenangan sewaktu Jungkook berinteraksi dengan mereka dalam waktu yang singkat, yaitu hanya satu malam.

       Jungkook mendadak menjadi orang terlinglung di dunia. Mulutnya terbuka dan menutup seperti ikan terdampar. Tubuhnya seperti tidak bisa melawan karena ditatap intens oleh Sapphire biru. Seperti tertangkap basah secara terang-terangan.

       Ia berusaha melepaskan diri dari tangan-tangan yang menggerayanginya. Cukup sulit, ketika ia tidak bisa bersikap kasar kepada wanita. "Aku tidak-"

       "Kenapa? Dulu kau tidak bisa menolak kami." Mereka menyerobot kalimat Jungkook. Sebelum berlayar selama nyaris setahun lebih, mereka pernah menghabiskan malam sunyi bersama kapten Hawkins Jack itu.

       Jakun di pertengahan leher Jungkook bergerak naik dan turun, tengkuknya meremang oleh antisipasi. Ia melihat Jimin begitu diam dan tenang mengamati wanita-wanita tanpa nama. Jungkook menelan ludahnya, Jimin yang tidak berkomentar apapun entah mengapa bisa membuatnya gugup.

       "Aku-"

       "Maaf mengganggu, nona-nona." Pemuda Oswald menusuk rongga mulutnya dengan lidah. Sudah jengah melihat tingkah wanita-wanita yang mengelilingi Jungkook. Ditambah Jungkook sendiri hanya diam dan tidak sanggup mengusir.

       "Tanpa mengurangi segala hormat, singkirkan tangan kalian dari suamiku." Senyuman Jimin terkembang sopan layaknya pemuda bangsawan yang beretika sebagaimana mestinya.

       "A-apa? Apa maksudmu?" Tiga wanita tergemap di tempatnya berdiri. Mereka menatap satu sama lain, lantas menatap aneh kepada Jimin. Seingat mereka Jungkook bukanlah tipikal yang bersedia untuk berkomitmen, apalagi menikah. Jungkook lebih sering bermain 'cinta satu malam'.

        Wanita berambut sebahu menoleh dan memberikan tatapan menuntut kepada Jungkook. "Caspian, kau sudah menikah?"

       "Ya, dia sudah menikah, dan dia tidak memiliki waktu untuk orang lain, selain diriku." Jimin menimpali dengan tenang. Ia menaikkan sebelah alisnya dan menatap segan kepada tiga wanita yang datang tanpa diundang.

       "Step away, ladies." Jimin menyingkirkan satu persatu tangan yang melekat di lengan Jungkook.

       "He. Is. Mine." Gigi geliginya mengerat dan menekan di setiap kata.

       "Lebih baik kalian mencari kegiatan yang lebih bermanfaat." Jimin menarik lengan besar Jungkook, kemudian kembali membungkus tangan besar itu dalam genggaman.

       "Permisi, nona-nona." Lantas Jimin pergi menyeret Jungkook. Kapten Hawkins Jack itu diam tidak berkutik usai melihat sikap Jimin yang kelewat tenang menghadapi situasi.

       Jujur saja, Jungkook tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini.

-

       Sapphire biru menyorot semua hal yang melewatinya, termasuk saat berpapasan dengan bajak laut bertubuh gempal yang menjadi salah tingkah usai ditatap tajam oleh manik biru. Bertanya-tanya apa kesalahannya hingga seakan-akan sedang dihakimi oleh pemilik netra cerminan samudra.

       Dan pemilik kelereng bahar biru tidak peduli sama sekali. Kakinya terus melangkah lebar-lebar. Entah kemana kakinya membawa, yang terpenting ia tidak berhenti dan menatap laki-laki yang mengekorinya seperti anak hilang.

      Iya, semasih Jimin dilingkupi kemarahan, Jungkook mengunci bibir rapat-rapat. Memilih mengikuti Jimin dari belakang, sekaligus memastikan Jimin tetap dalam pengawasannya. Dibarengi dengan memutar isi kepala untuk memberikan alibi yang masuk akal. Tetapi, jika dipikir-pikir alibi yang dipunyainya jelas akan tertolak, karena Jimin menyaksikan dan mendengar langsung di tempat kejadian.

      Jungkook menggaruk tengkuknya, baru kali ini ia menghadapi kemarahan orang lain tanpa kemarahan juga. "Manis, kau sedang marah?"

       "Menurutmu?" Jimin membalas ketus dengan intonasi acuh. Kakinya terus bergerak selagi panas di dadanya terus mengobar.

      "Tentang mereka-"

      "Aku tidak peduli." Kalimat Jimin datar dan benar-benar tersirat tidak sedang ingin mendengarkan apapun. Ia juga menukas Jungkook tanpa menoleh sedikitpun.

      Jungkook tidak tahan lagi, ia menggapai pundak sempit dan memutar lembut untuk dibawa menghadapnya. Kendati demikian Jimin malah membuang wajahnya dan menolak bersitatap dengan netra keemasan.

      "Sudah kukatakan, jangan menyimpan kemarahanmu sendiri." Jungkook mengusap kulit dari wajah yang memerah padam karena diselimuti buncahan emosi.

      "Berapa?" Jimin memejamkan matanya, menarik napas dan membuangnya. "Berapa wanita yang sudah kau tiduri?" Dengan diselingi rasa sakit, Jimin mengajukan pertanyaan menohok. Ternyata selain Lora masih ada banyak wanita di masa lalu Jungkook.

       Jungkook tidak langsung menjawabnya, sedikit ragu apabila jawabannya setelah ini tidak cukup meyakinkan Jimin. "Aku tidak mengingatnya, dan aku tidak berniat mengingat mereka." Jelasnya tanpa dibuat-buat.

       Jika diperlukan Jungkook akan mengambil sumpah di bawah bendera Jolly rogernya. Sebagai bajak laut ia tidak bisa berbohong di atas sumpah pelautnya. Apa yang dikatakannya adalah kebenaran, ia memang kerap sesekali berhubungan dengan seorang wanita untuk memenuhi kebutuhan biologisnya.

       Bagaimanapun Jungkook adalah pria dewasa yang matang dan bebas. Ia berhak atas hidupnya, dan ia juga berhak menganggap hubungannya dengan wanita-wanita di masa lalunya hanya sebatas penghangat ranjang. Tidak lebih dan tidak kurang.

       Sapphire biru merambah ke atas, dan berhadapan dengan jelaga emas. "Jawab dengan jujur. Apakah kau selalu melakukannya di setiap pulau yang kau singgahi?"

       "Tidak." Jungkook menjawab tegas dan tanpa pikir panjang.

       Dia bukanlah seorang maniak seks. Dia adalah pria dewasa dengan berbagai macam pertimbangan. Jungkook hanya melakukannya ketika sedang suntuk akan permasalahan dan jika memang sedang ingin. Selain dari itu, Jungkook tidak berniat berhubungan dengan wanita tanpa alasan yang tidak penting.

       "Bagaimana dengan Lora?" Jimin terus mengejar, masih belum puas dengan lisan Jungkook. Terngiang kembali pernyataan kru kapal tempo hari.

       "Kami melakukannya hanya untuk keuntungan masing-masing, tidak lebih." Jungkook menjawab apa adanya. Seperti yang dikatakannya 'There is no string attached'. Ia melakukannya bersama Lora untuk keuntungan masing-masing dalam melepas penat selama berlayar berminggu-minggu.

       Jimin menutup mulut, sapphire birunya menatap wilayah sekitar yang masih ramai dengan lalu lalang penduduk. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Apakah reaksinya ini sudah benar atau malah terkesan berlebihan?

       Jelas Jimin menyadari bahwa semua yang dilakukan Jungkook adalah bagian dari masa lalunya. Itu jauh sebelum kehadirannya, pun dengan Lora juga seperti itu. Semenjak kedatangan Jimin, Jungkook tidak pernah 'bermain api'. Baik sebelum menyadari keseriusannya kepada Jimin ataupun mulai menyatakan keseriusannya kepada Jimin.

      "Maafkan aku." Jungkook bersuara setelah hening melanda keduanya, dan dua kata itu langsung merebut perhatian Jimin. "Aku adalah pria bajingan dengan masa lalu yang brengsek, manis."

       Masa lalu yang gelap, dan juga sikap yang tidak tahu aturan. Jungkook merasa tidak sebanding jika mendapatkan berlian yang begitu berharga seperti Jimin. Mungkin, jika ada pertanyaan 'siapa paling beruntung dalam hubungan ini?', maka Jungkook akan mengakui bahwa dirinyalah orang yang paling beruntung bisa mendapatkan Jimin.

       "Aku tidak akan menutupi apapun darimu," Jungkook sudah memperlihatkan seluruh kegelapannya. Bahkan ia meruntuhkan tembok pembatas dan tanpa malu menunjukkan kelemahannya di depan Jimin.

       "Tetapi.....mereka pernah menyentuhmu." Jimin tidak memungkiri bahwa ada setitik perasaan takut dan juga merasa kalah banding dengan wanita-wanita di masa lalu pria bajak lautnya. Ia manusia biasa dan memiliki ketakutannya sendiri.

       "Mereka memang menyentuh fisikku, tetapi hanya kau yang bisa menyentuh segala kewarasanku." Jungkook masih baru dalam hubungan yang serius, dan ia ingin belajar agar menjadi pantas untuk bisa memiliki berlian seperti Jimin.

       "Mereka tidak sanggup menerima kegelapanku." Dalam pencarian pemilik takhta dari kursi di dalam hatinya, tidak ada satupun yang bisa menggapai kegelapannya dan mengusir mimpi buruknya. Sekian tahun berkelana, pada akhirnya langit menuliskan pertemuannya dengan sapphire biru.

      "Hanya kau Jimin. Kau mampu membuatku menjadi gila dan waras secara bersamaan." Jungkook menatap putus asa kepada sapphire birunya.

      "Kau berbeda dengan mereka. Jauh berbeda. Kau sangat berharga, dan kau tidak bisa dibandingkan dengan siapapun."

      Jimin mengait kelereng emas, menggali di dalamnya untuk menemukan kebohongan. Tetapi, tidak ada lapisan kepalsuan di dalam sana. Mendorongnya untuk tersentil dan berpikir lebih bijaksana.

        Jimin menundukkan wajahnya, "Maaf....aku....aku hanya merasa takut."

       "Jangan memikirkannya. Mereka adalah bagian dari masa laluku." Jungkook menarik tangan Jimin, mengikis bentang agar semakin bisa berdekatan dengan pemuda manisnya. "Sekarang aku hanyalah milikmu, dan aku hanya ingin menjejaki masa depan bersamamu."

      Satu hal yang Jungkook ingin wujudkan. Ia ingin memberikan segalanya kepada Jimin, berliannya yang berharga. Ia ingin belajar dan menggenggam lebih erat tangan Jimin. Melangkah dan memperlakukan Jimin selayaknya mahkota di singgasana raja.

       Jungkook menyibak poni Jimin, menyelipkan anak rambut di balik telinga Jimin. Mengangkat tangan Jimin, lantas mengecupnya di tengah-tengah ratusan mata yang memandang. "Aku mencintaimu."

       Jimin tersenyum simpul merasakan hangat dari perlakuan Jungkook. "Aku juga mencintaimu, Caspian." Ia menarik Jungkook dalam pelukan terhangat. Tidak memperdulikan semua mata yang melotot karena melihat kapten Hawkins Jack bersikap lembut kepada seseorang.

       Jungkook mendekap Jimin erat-erat. Menghirup aroma wangi yang menguar dari kulit Jimin. Keduanya berdamai dengan cara mereka sendiri.

       "Bisakah kau memanggilku seperti itu?" Jungkook tergelitik untuk mendengar panggilan yang Jimin sematkanya untuknya beberapa ratus detik yang lalu. Panggilan yang Jimin sebutkan tanpa sungkan di depan orang lain.

       Pipi Jimin kembali memanas, "Se-seperti apa?" Sepertinya ia tahu kemana arah pembicaraan Jungkook. Lantas ia berpura-pura tidak mengerti maksud permintaan Jungkook. "Ki-kita kembali berkeliling saja." Kedua tangannya mencoba melepaskan diri dari pelukan Jungkook.
     
       "Aku tidak akan melepaskanmu jika kau tidak melakukannya." Jungkook merengkuh dua kali lipat lebih kencang.

       "Jungkook! Banyak orang sedang melihat!" Jimin menggeliat, sayangnya Jungkook lebih kuat. "Ck! Kau ini keras kepala sekali."

       Jungkook tidak bergeming sedikitpun, pokoknya ia ingin mendengar Jimin memanggilnya dengan sebutan baru.

       Jimin lelah menggeliat, ia mengalah dengan helaan pasrah. "Suamiku."

       Jungkook merasakan jantungnya berdebar dengan taluan yang siap mendobrak dadanya. "Lagi."

       Tengkuk leher Jimin merinding. Mereka masih berpelukan di tengah-tengah penduduk yang memadat. "Suamiku." Lirihnya malu-malu.

      "Lagi."

      "Suami-"

       "Sekali lagi." Pinta Jungkook tanpa henti.

       "Aku akan menendangmu sekarang juga!" Lama-lama Jimin jadi menyesal. Ia memaksa melepaskan pelukan Jungkook, lalu memutar tungkai kaki dan menghentak langkah cepat-cepat.

       Sedikit berjalan tergesa-gesa karena kepalang malu usai mengucapkan kata yang membuatnya salah tingkah.

-

       Penjelajahan kembali berlanjut. Kali ini Jungkook yang menentukan destinasi. Iris keemasannya berkelana kesana kemari untuk menemukan tempat yang ditujunya.

       "Itu dia." Akhirnya Jungkook menemukan tujuannya. Sebuah rumah sederhana yang bertuliskan 'Tattoo parlor'. Ia lekas membawa Jimin mendekat.

       Sesampainya di kediaman yang tersusun dengan balok batu-bata kuning, Jungkook tak langsung masuk. Ia melepaskan tautan tangannya bersama Jimin, lalu menghadapkan dirinya di depan sapphire biru. Menimbulkan kernyitan bingung bagi Jimin, karena perubahan sikap yang aneh dari Jungkook.

       Jungkook menatap lekat, dan mengambil napas besar. "Jimin, kau pernah mengambil sumpah di atas kapal bahwa kau telah menjadi bagian dari Hawkins Jack." Mulainya. Jelas teringat kejadian dimana Jimin terpaksa mengambil sumpah demi menukarnya dengan nyawa Taehyung, dan sekarang Jungkook akan mencoba menagih sumpah itu.

       "Setiap bagian Hawkins Jack memerlukan identitas, yaitu sebuah tato." Tangannya menggapai pergelangan Jimin, dan mengusapnya perlahan. Mengusap kulit putih yang tak bercela, membayangkan simbol Hawkins Jack akan terlukis di sana.

       "Tetapi aku tidak akan memaksamu." Imbuhnya.

       Jimin menutup bibirnya rapat. Tentu dirinya mengingat hari dimana lidahnya mengucap sumpah untuk menjadi milik Jungkook. Hari itu sumpah sudah menjadi hal yang paling berat, dan jika sumpah itu digenapi dengan simbol tato Hawkins Jack, maka Jimin tidak akan bisa memutar waktu kembali. Ia tentu akan resmi menjadi milik Jungkook dan bagian dari bajak laut.

      Sapphire biru naik membaca tulisan 'Tattoo parlor' kemudian turun memadu netra keemasan. Ada dilema di dalam hatinya. Terutama jika dirinya memiliki tato bajak laut, tentu itu akan bertentangan dengan status bangsawannya. Menyematkan sebuah tato, Jimin akan resmi menukarkan darah birunya untuk menjadi bagian perompak seutuhnya.

      Jungkook menangkap kegelisahan dari sapphire biru, mungkin memang waktunya masih belum tepat. "Lupakan saja, kita kembali-"

      "Tunggu,"

      Jimin menahan pergerakan Jungkook. Relung hati dan akal sehatnya berperang. Akal sehatnya mengatakan bahwa ia adalah kaum terhormat dan tidak seharusnya melepas gelarnya demi kehidupan yang baru saja dicecapnya. Namun, hatinya berkata untuk melepaskan semuanya dan menemukan kebahagiaan seutuhnya.

      Bersama dengan Jungkook, Jimin mengalami berbagai hal yang luar biasa. Rasa campur aduk membangun benang merah dan membiarkannya mengecap hal yang belum pernah diimpikannya sekalipun. Jujur, ia merasa bahagia bersama dengan Jungkook.

      Jadi....

      Kali ini, Jimin membiarkan hatinya yang berbicara.

       "Aku...aku mau, Jungkook." Ia mematut jelaga cerminan sulur emas dari senja. Mengait tangan besar Jungkook, lantas melangkah masuk ke dalam rumah pembuatan tato. Tidak menunggu reaksi Jungkook yang terkejut bukan main.

Klinting!

      Lonceng kecil pada pintu masuk berbunyi, dan pemilik rumah keluar dari salah satu sisi kediamannya.

      "Oh? Caspian?" Seorang pria paruh baya menyapa kedatangan kapten yang dikenalinya selama bertahun-tahun. Kelopak netranya mengerut ketika mendapati satu pemuda asing yang sedang bergandengan tangan dengan kapten Hawkins Jack. "Kau ingin membuat sebuah tato?"

       Yang ditanya tidak kunjung menjawab, masih mengalami guncangan ringan usia mendengar keputusan Jimin. Alhasil pria tua di seberang beralih kepada Jimin yang terlihat lebih antusias. "Kau membutuhkan sesuatu adik kecil?"

       Senyum Jimin menghilang, wajahnya menekuk. "I'm not a minor, sir. I'm a grown ass man." Protesnya, lalu melepaskan tangan Jungkook. "Dan aku ingin memiliki sebuah tato."

       "Hmm...." Pria tua melipat lengannya di depan dada. Tidak percaya dengan niat menggebu dari Jimin. Diam-diam ia bisa menilai latar belakang Jimin, dan itu bukan dari kalangan bajak laut. "Tato apa yang kau inginkan?"

       "Tato Hawkins Jack." Jimin menjawab mantap.

       Netra tua melebar dua kali lipat, itu artinya anak muda di depannya tidak main-main. Ia sudah bertahun-tahun menjadi seniman tato untuk anggota baru dari setiap kru Hawkins Jack. Bahkan ia mengetahui setiap latar belakang setiap awak kapal Hawkins Jack, dan kali ini ada calon kru bajak laut yang sedikit berbeda.

       Ia tak lantas mengiyakan, tetapi bertukar pandangan dengan Jungkook. Satu anggukan Jungkook lakukan, dan itu sudah cukup menjadi konfirmasi.

       "Kalau begitu ikuti aku, anak muda." Pria tua mempersilahkan Jimin masuk, sementara dirinya mempersiapkan semuanya.

       "Kau mengenal dia?"

       "You can call him Felix." Balas Jungkook. "Dia adalah orang yang membuat tato pertamaku." Tato pertama yang Jungkook miliki adalah tato Hawkins Jack, dan Felix adalah orang yang dipercaya oleh Chaiden untuk membuatnya.

       Keduanya kini memasuki ruangan yang ditunjuk Felix, duduk bersampingan dan menunggu kedatangan laki-laki seniman tato.

       Jimin menggapai tangan Jungkook, dan memutar permukaan dalamnya. Ia menyingkap lengan pakaian Jungkook untuk mempertontonkan simbol Hawkins Jack yang terukir. Kepala tengkorak dengan pedang menyilang. Tinta hitam yang tertanam terlihat menakutkan dan menakjubkan secara bersamaan.

      Jemari-jemari Jimin menyapu kulit yang bertato. Membayangkan apa yang telah Jungkook hadapi hingga mampu berdiri sekuat karang lautan hari ini. Tato di pergelangan tangannya sangat cocok menggambarkan karakter Jungkook, begitu pas seperti suratan takdir.

       Menimbulkan sebuah pemikiran di benak Jimin, apakah ia sudah pantas menyandang simbol kebesaran bagi Jungkook dan ratusan kru kapalnya.

       "Jimin, aku tidak ingin kau menyesal. Kita sebaiknya membatalkannya." Jungkook menggandeng Jimin, dan kakinya sudah berancang-ancang untuk pergi.

       "Kenapa aku harus menyesal?" Jimin menarik pria bajak lautnya hingga terduduk di sampingnya kembali. "Memiliki tato tidak ada masalahnya, bukan?"

        Jungkook menggeleng. Memiliki tato bajak laut harus memiliki komitmen yang besar, dan Jungkook tidak ingin Jimin menyesal dikemudian hari. "Ini tato bajak laut, Jimin. Kau tidak akan bisa menghapusnya sampai seumur hidup."

       Jimin tersenyum teduh. "Itu artinya aku akan selalu bersamamu hingga seumur hidup, bukan?"

       Lidah tercekat, Jungkook dibuat kehabisan kata-kata. "Tapi-"

       "Sssssttttt......Felix sudah datang." Jimin semakin bersemangat melihat kedatangan Felix. Ia sudah membulatkan tekad untuk tenggelam di dalam palung tergelap dari lautan.

       Felix menata peralatannya di atas meja kecil, kemudian meminta Jimin mengulurkan pergelangan tangannya. "Kau siap?"

       Jimin mengangguk, dan proses pembuatan tato segera dimulai. Felix membersihkan kulit tangan Jimin, mengukur dan memberikan setiap titik tempat yang sesuai dengan ukuran pergelangan Jimin. Setelah dirasa semuanya sudah pas, jarum mulai ditusukkan.

      Jungkook menelan ludahnya. Padahal Jimin yang mendapatkan tato, tetapi ia yang merasakan ngilu di dalam perutnya. Jemarinya mengusap pipi merona, menyalurkan ketenangan bagi Jimin. Ini kali keduanya menemani Jimin membuat tato, naasnya Jungkook lebih khawatir dari sebelumnya.

      "Sakit?"

      Jimin menggeleng, namun tubuhnya tidak bisa berbohong. Sapphire birunya tergenangi air mata dan hidungnya memerah menahan tangis. Rasanya lebih sakit dari saat pembuatan tato di bahunya.

      "Tahan sebentar lagi." Kapten Hawkins Jack menjadi rusuh sendiri. Ia mengecup setiap jengkal jemari Jimin pada tangan yang bebas. Merasa bersalah karena tidak tega membiarkan Jimin melewati rasa sakit. "Maafkan aku, sayang."

      Jimin mengangguk terbata, bibirnya melengkung sedih dengan cebikan yang bergetar di ujung bibir. Rasanya ingin menangis keras, tetapi ia malu dengan Felix lantaran beberapa menit lalu dirinyalah yang meminta sebuah tato dengan berlagak seperti menantang.

      Sedangkan Felix melirik dengan senyum di ujung bibir. Sungguh lucu melihat dua pasangan yang datang mengunjunginya. Tentu ia bisa menyimpulkan jika Jungkook tengah menjalin hubungan dengan pemuda manis. Tak ayalnya diam-diam merasa lega karena Jungkook telah menemukan tambatan hati.

      Felix melihat perjalanan hidup Jungkook dari pertama kali menjejak pulau bajak laut hingga menjadi kapten terhebat saat ini. Ia melihat dengan jelas bersama Chaiden apa yang dilalui Jungkook hingga bisa mencapai titik ini.

      "Dia sangat berarti untukmu, Caspian?" Maksud Felix mengarah kepada Jimin. Matanya fokus mengukir pola kepala tengkorak.

      Jungkook mengusap kelopak mata cantik yang terpejam. "Dia lebih dari kata 'berarti', Felix. Dia adalah hidupku."

      Felix tersenyum tipis, tangannya menyelesaikan goresan terakhir. "Sudah selesai, anak muda." Lalu tangannya menepuk puncak kepala Jimin sebagai penghargaan atas keberaniannya. "Well done, you're a pirate now."

       Jimin membuka kelopak matanya dan kontan bersirobok dengan bola manik keemasan. Mengerjap-ngerjap bingung pada sebutan baru yang disandangnya.

      "Terimakasih." Jungkook mengucapkan satu kata yang tidak pernah diucapkannya selama belasan tahun. Terakhir kali dirinya merasa bersyukur adalah sesaat sebelum kematian ibunya, dan hari ini dinding keras yang melingkupi hatinya telah hancur lebur dan membuatnya menyecap rasa syukur kembali.

       Jimin termangu, telinganya seperti tersengat oleh lebah. "Ju-jungkook-"

       Jungkook langsung menenggelamkan Jimin ke dalam pelukannya. Memeluk erat seperti dunia akan berakhir. "Terimakasih, Jimin. Terimakasih telah memilih untuk bersamaku."

       Dadanya berdegub dengan kencang. Tersematanya tato Hawkins Jack di pergelangan tangan si Manis Oswald telah menjadi genderam baru yang ditabuhkan. Artinya Jimin telah melepaskan kehidupan lamanya dan memutuskan untuk tinggal.

        Kecupan simpul Jungkook bubuhkan di atas kening pemuda manisnya. "Selamat datang di dunia bajak laut, sayang." Bisiknya.

        Jimin merasakan merinding dari ujung kakinya. Hari ini dalam detik yang terus menggerogoti waktu, ia telah resmi menjadi bagian dari Hawkins Jack.

       Setelahnya Jimin dan Jungkook berbenah dan mengucapkan perpisahan dengan Felix. Langit sudah menggelap, saatnya kembali pulang. Keduanya beranjak dari kediaman Felix dan bergegas menuju kereta kuda yang menunggu di ujung jalan.

Drap!

Drap!

Drap!

      Derap langkah kaki mendekat dengan tergesa-gesa. Empat orang kru Hawkins Jack berlari tergopoh-gopoh usai mencari-cari keberadaan kapten tertinggi.

      "Kapten!" Satu dari mereka berwajah pucat pasih. Bibir terbuka dengan sengalan napas besar-besar. "Kita me-memiliki masalah."

      "Katakan." Jungkook kembali pada mode kaptennya berwibawanya.

      "Kami mendapatkan desas-desus jika kapal angkatan laut Britania berhasil memasuki Nassau dalam penyamaran." Seorang kapten Buccaneers mengatakan jika ada kelompok Buccaneers lainnya yang disewa oleh angkatan laut Britania untuk bisa memasuki wilayah Nassau.

      Rahang Jungkook mengeras, "Temukan mereka malam ini juga."

      "Aye, Captain." Empat kru kapal mengangguk serentak dan melaksanakan perintah sang Pemimpin.

      Jungkook merasakan tangannya dingin dan kosong. Ia menoleh, "Jimin?"

      Dan Jimin telah raib dari sisinya.

🔅🔅🔅🔅🔅🔅🔅

       "Ogra, kenapa kau di sini sendirian?" Nyatanya Jimin mendatangi bayi besar kepunyaan Hawkins Jack yang terlihat sedih pada salah satu gang sepi dan jauh dari keramaian.

      Tangan besar terangkat menghapus air matanya. "Ogra.....Ogra tidak memiliki teman....Mereka semua tidak mau bermain dengan Ogra...."

      Kening Jimin berkerut, ia berlutut di samping Ogra. "Kenapa mereka tidak mau bermain denganmu?"

      "Mereka....mereka bilang sedang membantu ibu, jadi....jadi bermainnya nanti lagi...." Hidungnya menghisap ingus pasca menangis.

      Jimin menghela lega, ia pikir Ogra dijauhi dan mengalami perundungan. "Kalau begitu maukah kau menemaniku dan Jungkook? Mungkin kau bisa menunjukkan tempat-tempat yang menarik di pulau ini?"

      "Bisa!! Ogra bisa!! Ayo, Jimin. Ikut Ogra!" Tangisnya sudah terlupakan. Ia menegap dan mengulurkan tangannya kepada Jimin.

      Jimin tersenyum lebar. Ia dan Ogra akan menghampiri Jungkook terlebih dahulu barulah menjelajahi bagian pulau yang lainnya. Mereka bergandeng tangan dan bergegas meninggalkan gang sempit yang gelap, lalu-

     "Jimin...."

     Yang terpanggil langsung terdiam, tak terkecuali dengan Ogra. Jimin menoleh pada lorong gelap dari gang sempit. Namanya terpanggil dari sumber suara yang terasa familiar.

Tap!

Tap!

Tap!

      Dengung tapak kaki dari alas sepasang sepatu terdengar menggema di dinding-dinding gang. Satu bayangan membentuk figur asing muncul dari kegelapan. Hitam dari siluet memudar ketika mendekati mulut gang yang tersinari cahaya bulan.

      Sapphire biru menyipit. Menelisik hati-hati wajah yang perlahan-lahan muncul ke permukaan.

      Cahaya bulan menyorot dari balik awan....

      Seketika Jimin terpaku di tempatnya berdiri. Kedua bola matanya membelalak sempurna....

      Orang itu adalah....

      "O-oscar?!"

🔅 To be Continued 🔅

Glossary:
First mate, Second mate, Third mate: kru kapal yang menempati posisi semacam tangan kanan kapten (Lebih lengkap ada di Chapter 26)

Tricorne: topi pelaut berbentuk segitiga. (Pict on Chapter 24)

Buccaneer: adalah kelompok bajak laut yang berasal dari penduduk lokal, berisi pria-pria tangguh, yang bersedia dibayar untuk membajak kapal musuh (Pada masa itu Buccaneer sering disewa oleh pemerintah Britania dan Spanyol untuk menjaga wilayah masing-masing dari serangan musuh). Buccaneer bisa diibaratkan sebagai "Preman lokal" di perairan terdekat.

---

Kapten yang kejam dan cerdas.

Erward Teach atau Blackbeard

Balckbeard bernama asli Edward Teach Jr. adalah bajak laut Inggris yang beroperasi di Karibia dan Barat Atlantik. Kapalnya dikenal dengan 'Queen Anne's Revenge'.

Edward Teach 'Blackbeard', bajak laut dan pebisnis yang terampil
(b. 1680 - d. 22 Nov. 1718)

Blackbeard adalah mantan Privateer Inggris pada masa 'Queen Anne's War'. Ia berhenti dan menetap di pulau New Providence, Bahama. Blackbeard menjadi bajak laut berawal dari menjadi kru kapal milik kapten Benjamin Hornigold.

Blackbeard dikenal sebagai laki-laki yang memiliki janggut hitam panjang dan berbahu tegap. Saat bertarung, janggutnya terkenal selalu terbakar api yang tak padam. Hal ini karena terdapat semacam mesin pemantik kecil dibawah topi Tricornenya untuk menakuti lawannya.

Balckbeard adalah bajak laut yang terkenal kejam, dan sering kali mengintimidasi lawannya sebelum berperang agar segera terpukul mundur. Ia terkenal cerdas dan juga terampil. Ia suka berpenampilan dengan topi Tricorne lebar, sepatu boot kulit tinggi, coat hitam panjang, dan juga wajib membawa 6 pistol dan deretan pisau di balik jaketnya.

Blackbeard di Pelabuhan Nassau.
Blackbeard (c. 1736 engraving used to illustrate Johnson's General History)

• Entah apakah hanya sugesti dari lawan ataukah kemampuan Blackbeard yang mengintimidasi, menurut Buku 'A General Historie of the Robberies and Murders of the Most Notorious Pyrates', Balckbeard dituliskan kerap memukul mundur lawannya sebelum melakukan perlawan ataupun sebelum Blackbeard melakukan sesuatu. Ia terkenal mirip menyerupai Iblis.

• Beberapa sejarawan juga meneliti bahwa Blackbeard tidak sepenuhnya kejam. Tidak ada catatan yang mengatakan bahwa ia menindas kru kapalnya, ia juga sebisa mungkin menghindari pertempuran. Blackbeard lebih suka mengintimidasi hingga lawan atau kapal yang dibajaknya memohon pembebasan. Jika Blackbeard dalam kondisi hati yang baik ia akan melepaskan kapal tawanannya tetapi tetap merampas semua harta di dalamnya.

• Arkeolog bernana Lidan Casrnes-McNaughthon kepada Washingtone post, memaparkan bahwa kapal Blackbeard memiliki peralatan medis dan dokter yang handal. Peralatan medis yang terlengkap dari semua kapal bajak laut. Dilansir dari beberapa catatan kru kapalnya, Blackbeard menginginkan kru kapalnya selalu sehat dan prima. Bahkan tercatat juga bahwa ada perawatan untuk penyakit kudis, sifilis, dan disentri.

Blackbeard dengan kapalnya 'Queen Anne's Reveng', dilengkapi 40 meriam dan 300 awak kapal.

Blackbeard pernah berhenti menjadi bajak laut usai kapalnya 'Queen Anne's Revenge' hancur. Ia mengungsi pada wilayah Bath, Carolina utara dan meminta perlindungan pada Gubernur di sana. Namun, dengan syarat ia harus menyerahkan sebagian besar kekayaannya.

• Setelahnya Blackbeard memutuskan untuk menikah dan membeli sebuah rumah. Kehidupan normalnya tidak berlangsung lama, karena ia bosan dan jenuh hidup tanpa tantangan.

• Rumor mengatakan bahwa Blackbeard memiliki 14 istri, tetapi tidak ada dokumentasi hukum resmi yang mencatat pernikahan itu. Blackbeard meninggalkan semua harta dan istrinya untuk kembali menjadi bajak laut.

Blackbeard banyak bekerja sama dengan beberapa kapten terkenal. Reputasi yang ia miliki sebelum berhenti sementara, sukses mendongkrak dirinya kembali ke puncak. Ia membajak ratusan kapal-kapal dagang dan langsung mengusik gubernur Virginia kala itu.

Bendera Jolly Roger yang digunakan oleh Blackbeard.

• Gubernur Virginia mengirim pasukan dibawah komando Letnan Robert Maynard. Bersama 60 orang pasukan, ia menyerang Balckbeard dan kru kapalnya (yang saat itu tengah mabuk dan tidak bersiaga).

• Pertarungan antara Blackbeard dan Maynard berlangsung sengit. Ketika kehabisan peluru, Blackbeard meraih pedangnya dan hendak menusuk Letnan Maynard, tetapi anak buah Maynard memukulkan kapak ke punggung Blackbeard, sedangkan anak buah lainnya menusuk serta menembak Blackbeard.

• Hari itu 22 November 1718, Blackbeard tewas dengan 12 tusukan dan 5 luka tembak. Maynard memenggal kepalanya dan menggantungnya di atas tiang layar untuk diarak sampai ke Virginia.

Pertarungan Erwad Teach 'Blackbeard' dan Letnant Roberts Maynard (22 Nov. 1718)
Dari Capture of the Pirate, Blackbeard, 1718, by Jean Leon Gerome Ferris

• Pengarakan kepala sebagai simbolis bahwa kapten terkejam dan tersulit untuk ditangkap, telah tewas mengenaskan.

• Kendati meninggal dengan cara tragis, Blackbeard selalu menjadi panutan bagi seluruh bajak laut. Ia dikenang sebagai kapten terhandal dan juga terkejam yang paling sukses.

---

ps:
Seperti ini gambaran tato Hawkins Jack.

AN:

Waduhh Oscar sudah berani muncul 😱

Kira-kira apa yang harus Jimin lakukan? 🤔

Lari atau menghadapi Oscar?

See ya!!

💜💜💜💜💜💜💜

8 September 2021.

Continue Reading

You'll Also Like

BLACK SWAN By maedayonde

Mystery / Thriller

48.4K 6.2K 65
Cintai aku, jadilah orang pertama yang mencintai dan mengajariku apa itu cinta.
236K 29.2K 23
[Kookmin - Jikook] "Kau benar-benar indah. Kau adalah apa yang mereka sebut sebagai perlambang dari kesucian, Astraea. Aku menginginkan mu.... Jimin...
341K 781 5
Area 21+ (Perjalanan kia mengenal dunia sex selama 3 bulan di rumah teman papa) *** "sayang, mama sama papa ada bisnis trip ke eropa 3 bulan." "aku i...
4.6M 520K 53
Dia Cessie Bernadet, gadis yang entah mengapa membenci tokoh protagonis di semua novel. Dia si pembela garis keras tokoh antagonis. Namun bagaimana...