ALVIVA (END)

By Kagaminetiv

1M 81.1K 23.1K

Sebuah perjodohan yang membuat Alvian dan Adiva harus terikat hubungan pernikahan tidak berjalan mulus. Fakta... More

Prolog 🌷
1. Undangan Pernikahan dari Pacar 🌷
2. Arabelle Pulang 🌷
3. Manusia Bertopeng Dua + Cast 🌷
4. Masa Lalu 🌷
5. Di rumah Alvian 🌷
6. Diari Vivian 🌷
7. Tandai Adiva 🌷
8. Keributan dan Pembelaan 🌷
9. Leo Samudera Oktofernandus 🌷
10. Isi Diari Vivian 🌷
Visual + Latar Belakang Tokoh 🌷
11. Pemakaman + Kuis ber-uang 🌷
12. Balikan? 🌷
13. Ketakutan 🌷
14. Dalang Kejahatan 🌷
15. Psikolog 🌷
16. Cie ... Nyariin 🌷
17. Kartu Kuning 🌷
18. Adu basket 🌷
19. Kecewa 🌷
20. Razia 🌷
21. Curahan Hati 🌷
22. Hukuman 🌷
23. Amnesia? 🌷
24. Ancaman? 🌷
25. Pindah? 🌷
26. Ambang Penyesalan 🌷
28. Kritis 🌷
29. Harapan Hidup? 🌷
30. Hamil? 🌷
31. Penyakit 🌷
32. Adiva Menghilang! 🌷
33. Kerusakan Mental 🌷
Haiii
34. Kehilangan Masa Depan 🌷
35. Titik Terang 🌷
36. Mencari Bukti 🌷
37. Bersemi 🌷
38. Sebuah Janji & Pesta Ultah 🌷
39. Hari Donor 🌷
40. Keberadaan Dira 🌷
41. Boleh Peluk Aku?🌷
42. Cerai? 🌹
43. Epilog
Pecinta Mistery/Thriller Merapat!
Info Terbit
Open PO

27. Penyesalan 🌷

31K 2.1K 625
By Kagaminetiv

"Tuhan, berikan aku waktu - ALVIVA"

🌷🌷🌷

Air mata Alvian membasahi lembaran buku diari Vivian. Ia baru saja selesai membaca buku diari itu. Kematian Vivian yang selama ini Alvian salahkan kepada Adiva ternyata merupakan akibatnya sendiri.

Alvian yang terlalu sempurna membuat Vivian tertekan. "Maafin kakak, Dik. Kakak gak becus jadi kakakmu," gumamnya sambil mengusap buku diari itu lalu juga air matanya.

Setelah bengong cukup lama, Alvisn menutup buku diari Vivian. Pada waktu yang bersamaan, hatinya merasa semakin bersalah. Tidak hanya kepada Vivian, juga Adiva.

Alvian tak habis pikir, mengapa selama ini ia melampiaskan emosinya atas kematian Vivian kepada Adiva yang tidak bersalah sama sekali.

Alvian bingung harus bagaimana. Sebentar lagi juga Adiva sudah mau pindah keluar kota. Apa biarkan saja seperti ini? Tidak. Alvian ingin meminta maaf secara langsung.

"Tolong tungguin gue ...." Alvian menyambar kunci mobil dan berlari keluar rumah.

"Tolong kasih kesempatan buat minta maaf ...."

"Tolong jangan tinggalin gue ...."

Alvian bergumam sambil masuk ke dalam mobil. Cowok itu langsung melajukan mobil ketika mesinnya sudah panas.

Mobil Alvian membelah jalan raya dengan kecepatan tinggi. Persetan dengan lampu merah, semua ia terobos.

Alvian mencengkeram setiran mobil erat. Semua perkataan kasar yang pernah ia lontarkan ke Adiva muncul begitu saja dalam benaknya.

"Al, kamu di mana? Udah pulang?"

"Situ wartawan? Gak usah banyak nanya! Gue nginep di kost Belle malam ini."

"Al, boleh tolong anter ke rumah sakit? Penyakitku kambuh."

"Ck! Ribet! Sekalian anter ke surga aja gimana? Lo kenapa gak mati-mati aja, sih?"

"Psikolog? Sakit jiwa lo!"

"Emang aku sakit jiwa, Al."

"ARGH!!" Alvian berteriak di dalam mobilnya.

"ANJING! KENAPA GUE JAHAT BANGET SAMA LO?! KENAPA?!"

Alvian memukul setiran mobilnya berkali-kali lalu mengklakson mobil depan yang menghalang perjalanannya dengan tidak sabar.

Mobil Alvian akhirnya masuk tol juga. Semakin gila, ia membawa mobilnya.

Di saat itu juga, ponsel Alvian berdering. Alvian berdecak tidak sabar. Ia meraba bangku penumpang untuk mencari ponsel yang berdering. Perhatiannya teralihkan ketika ponsel yang ia raba terdorong jatuh ke bawah kursi.

Alvian menurunkan badan untuk memungut ponselnya hingga sebuah mobil truk besar tiba-tiba ada di depan.

Bola mata Alvian membelalak besar. Alvian segera memutar setiran mobil berbelok ke arah kanan dan menginjak rem mendadak.

Sebuah tiang besar ia tabrak, dan ....

BLAM!

Kepala Alvian menghantam keras setiran mobil dan mulai mengalir darah disertai pandangannya yang juga mulai kabur.

"Cukup, ya Tuhan ...."

"To-tolong beri Alvian kesadaran ...."

"To-tolong beri Alvian sedikit waktu ke airport untuk minta maaf ...."

"Alvian gak mau kehilangan lagi, cukup Vivian aja, Adiva jangan. Adiva jangan .... Adiva, maaf .... Gue sayang sama lo ...," gumamnya sebelum mata terpejam dengan sempurna.

"KELUAR MAS! BAHAYA! MAS KELUAR!" teriak beberapa orang yang mengerumuni mobil Alvian.

Mobil yang Alvian kendarai tengah keluar asap, memberi sinyal bahwa mobil itu akan meledak sebentar lagi.

Dan sepertinya, semesta memang tidak menginginkan mereka menyatu kembali.

🌷🌷🌷

"DIV!!" Weggyana memeluk erat Adiva begitu menemuinya di airport.

"Na!"

"Jangan pindah lo!" Weggyana mengalir air mata. Perpisahan ini terlalu mendadak. Weggyana benaran belum siap.

"Maaf, Na. Gak bisa," jawab Adiva melepaskan pelukan. Adiva tersenyum sembari mengusap air mata Weggyana. "Jangan sedih."

"Gimana gak sedih? Dia udah anggep lo sebagai sahabatnya, dan lo ninggalin dia begitu aja," ucap Willy yang dari tadi berdiri di belakang Weggyana.

Weggyana mengangguk setuju. "Gue gak mau ditinggalin lo pokoknya gak mau."

"Tiketnya udah dipesan, Na ...."

"Iya betul. Tiketnya sudah dipesan," ucap Lereng menimpali.

"Om," sapa Weggyana dan Willy berdua.

Lereng menepuk bahu Willy sebanyak dua kali. "Hibur pacarmu kalau dia sedih karena pindahan anak saya."

"Kalau itu mah udah pasti, Om." Willy menepuk-nepuk dada untuk memberi jaminan.

Kedua lelaki itu malah ngobrol sementara Weggyana menarik Adiva ke kursi untuk duduk.

Weggyana langsung menginterogasi Adiva ketika bokong mereka menempel di kursi. "Jadi lo ada masalah apa Div, sampai pindah?"

Banyak. Saking banyaknya Adiva tidak tahu harus menyebut yang mana dulu. Adiva meneguk ludah kasar lalu membuka suara. "Kamu kapan-kapan datang samperin aku yuk?"

Weggyana mendorong kening Adiva pelan. "Jangan alihin pembicaraan."

"Aku--"

Drrt.

"Bentar." Adiva mengangkat teleponnya yang berdering. Itu dari Leo. "Halo, Le?"

"Ini Tio, pinjem hapenya Leo. Dip, Alpian kecelakaan. Kondisinya genting." Suara Tio terdengar cukup serius.

Deg!

Ponsel yang Adiva pegang merosot begitu saja. Kakinya langsung terasa lemas.

🌷🌷🌷

Adiva, Lereng, Weggyana dan Willy berlari di sepanjang koridor rumah sakit untuk mencari keberadaan Tio.

Sosok yang mereka cari tengah duduk di atas kursi. Sementara kiri kanannya ada Leo dan juga Popo.

Adiva paling pertama berlari untuk menghampiri mereka. "Alvian kenapa? Gimana kondisinya?

"Mobilnya tabrak tiang listrik di jalan tol. Sekarang Alvian masih lagi dioperasi," jelas Popo dengan posisi menunduk kepala.

Tio menepuk bahu Popo sebanyak dua kali untuk memberi kekuatan.

Begitu juga dengan Weggyana. Cewek itu memapah Adiva yang tiba-tiba kakinya lemas. Weggyana membawa Adiva untuk duduk di sebelah Leo.

Leo dari tadi diam saja. Tubuhnya masih bergetar hebat dan berkeringat dingin karena menyaksikan langsung kecelakaan Alviand dengan kepala mata sendiri. Ya, ini membangkitkan pikirann Leo yang punya trauma besar terkait kecelakaan. Orang tua Leo dulu meninggal karena kecelakaan.

"Le, lo ke dokter aja," saran Tio di sebelahnya.

Leo masih bergeming.

"Leo kenapa?" tanya Weggyana mengkhawatirkan keadaan Leo yang wajahnya pucat pasi.

"Tadi gue, Leo sama Popo mau ke bandara buat anter Adiva. Di tengah jalan kita lihat ada kecelakaan mobil. Gue lihat platnya ternyata mobil Alpian. Kita langsung samperin," jelas Tio sambil membayangkan kejadian tadi.

"Terus gimana anjir?"

"Terus Leo lihat mobil Alpian keluar asap, dan Alpian masih ada di dalam mobil. Makanya, Leo langsung maju buat bantuin Alpian keluar dari mobil."

"Eah, gila padahal bahaya banget. Leo hebat gak takut," ucap Willy yang dari tadi menyimak percakapan kemudian cowok itu menggelengkan kepala. "Tunggu. Leo bukannya trauma sama kecelakaan mobil?"

"Iya. Gara-gara ortunya, kak?" jawab Tio mendapat anggukan dari Willly.

Suasana jadi hening. Tidak ada lagi yang bicara. Adiva tengah memanjatkan doa untuk Alvian supaya lolos dari ambang maut.


Selang berapa lama, seorang suster keluar dari ruangan operasi. "Kami butuh darah. Siapa golongan darah A?"

"Saya!" Terdengar suara Lereng dan Leo kompak. Kedua orang itu bangkit berdiri.

"Ikut saya!"

Lereng dan Leo langsung mengikuti jejak suster untuk mendonorkan darah.

Semetara itu, Lia dan Akbar datang. Sebagai orang tua Alvian, mereka tentu sangat cemas sama keadaan Alvian.

"Alvian gimana keadaannya?"

Weggyana bangkit dan memberi Lia duduk di sebelah Adiva. "Masih operasi, Tan."

"Kenapa bisa jadi begini? Tadi masih baik-baik aja padahal!" Air mata Lia runtuh. Akbar yang berdiri di ssmping Lia, mengusap bahu istrinya supaya tabah.

"Kita doakan yang terbaik untuk Alvian," ucap Akbar.

"Maaf, ya, Tan. Ini semua karena saya. Andai saya tadi gak ke rumah Alvian buat kasih tau semuanya." Weggyana menyesali perbuataannya tadi.

"Maksud kamu apa, Na? Kasih tau apa?"

"Gue kasih tau dia kalau lo mau pindah, Div. Terus juga soal diari Vivian ...."

"Apa?! Kamu udah janji sama aku buat gak bocorin isi diari itu!" Adiva menatap nanar Weggyana. Kecewa sama sahabatnya itu.

"Maaf, Div .... Gue gak mau kehilangan lo. Gue pikir dengan cara kasih tau Alvian, Alvian bisa cegah lo pindah," ucap Weggyana menundukkan kepala. Willy yang di samping, mengusap bahu Weggyana.

"Lo egois, Na." Adiva menyalahkan Weggyana, bahkan dengan kata 'lo-gue'.

"Maaf, Nak. Emangnya diari apa?" tanya Lia di samping Adiva.

"Ya, diari apa, sih?" Tio juga ikut penasaran. Begitu juga Popo di sampingnya.

"Diari yang isinya tentang kenapa Vivian bunuh diri."

🌷🌷🌷

Sementara itu di sisi lain, Leo berbaring di atas brankar. Sebuah jarum besar melekat di kulit tangan. Darah segar mengalir keluar melalui selang jarum.

Ya, Alvian akan diselamatkan Leo untuk kedua kalinya lagi. Tadi ketika Alvian di dalam mobil. Sekarang di saat Alvian membutuhkan darah, Leo langsung mendonorkan darah untuk Alvian tanpa basa-basi.

"Ini yakin nggak perlu darah saya?" tanya Lereng di sebelah suster.

"Cukup dari satu orang aja, Pak," jawab suster lalu berjalan ke samping brankar. "Boleh minta KTP-nya untuk data?"

Leo mengangguk. "KTP di dalam tas." Leo menunjuk tasnya yang terletak di atas meja.

Lereng yang kebetulan berdiri di sebelah meja itu langsung meraih tas Leo. "Ini?"

"Ya, di dalam. Ada dompet saya, Om. Dalam dompet ada KTP."

Lereng segera membuka tas Leo. Tanpa berlama, Lereng langsung menemukan dompet Leo karena memang isi tas Leo tidak banyak. Jadi tidak ada kesulitan untuk menemukannya.

"Maaf, ya. Saya buka dompetnya."

"Silakan, Om."

Lereng membuka dompet hitam itu. Ia langsung menemukan KTP Leo. Lereng mengeluarkan KTP lalu menyerahkannya kepada suster.

"Baik. Saya ngedata dulu," pamit suster lalu meninggalkan ruangan.

Lereng hendak menutup dompet itu, tapi matanya menangkap sebuah foto wanita yang tidak asing.

Jantung Lereng langsung berdegup kencang. Pria itu berjalan dengan langkah menggebu untuk mendekati Leo.

"Ini siapanya kamu?"

🌷🌷🌷🌷🌷

Yeyy akhirnya update lagi.

Spoiler next part:

Gimana dengan part ini?

Ada yang mau diomongkan ke mereka?

Alvian

Adiva

Leo

Lereng

Weggyana

Tio

Popo

Lia & Akbar


Nex part 1K votes sama 1K komentar yaaa.

Continue Reading

You'll Also Like

396K 20.2K 54
🌻 Diharapkan mem-follow, sebelum membaca. 🌻Baca monolognya juga, biar paham. 🌻Masih menuju end. Tentang seorang gadis yang dijodohkan, dan terpaks...
6.6K 418 16
Kehidupan yang terombang-ambing bagai ombak air laut. Menerima kekecewaan yang tak pernah usai, selalu mendapat harapan palsu yang sebenarnya memuakk...
36.1K 2K 31
[Follow dulu sebelum baca, PLEASE!!!]☺ _________________________________________ "I wish we are always together. Please... always stay with me. Today...
3.2M 159K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...