ALVIVA (END)

By Kagaminetiv

1M 81.9K 23.1K

Sebuah perjodohan yang membuat Alvian dan Adiva harus terikat hubungan pernikahan tidak berjalan mulus. Fakta... More

Prolog 🌷
1. Undangan Pernikahan dari Pacar 🌷
2. Arabelle Pulang 🌷
3. Manusia Bertopeng Dua + Cast 🌷
4. Masa Lalu 🌷
5. Di rumah Alvian 🌷
6. Diari Vivian 🌷
7. Tandai Adiva 🌷
8. Keributan dan Pembelaan 🌷
9. Leo Samudera Oktofernandus 🌷
10. Isi Diari Vivian 🌷
Visual + Latar Belakang Tokoh 🌷
11. Pemakaman + Kuis ber-uang 🌷
12. Balikan? 🌷
13. Ketakutan 🌷
14. Dalang Kejahatan 🌷
15. Psikolog 🌷
16. Cie ... Nyariin 🌷
17. Kartu Kuning 🌷
19. Kecewa 🌷
20. Razia 🌷
21. Curahan Hati 🌷
22. Hukuman 🌷
23. Amnesia? 🌷
24. Ancaman? 🌷
25. Pindah? 🌷
26. Ambang Penyesalan 🌷
27. Penyesalan 🌷
28. Kritis 🌷
29. Harapan Hidup? 🌷
30. Hamil? 🌷
31. Penyakit 🌷
32. Adiva Menghilang! 🌷
33. Kerusakan Mental 🌷
Haiii
34. Kehilangan Masa Depan 🌷
35. Titik Terang 🌷
36. Mencari Bukti 🌷
37. Bersemi 🌷
38. Sebuah Janji & Pesta Ultah 🌷
39. Hari Donor 🌷
40. Keberadaan Dira 🌷
41. Boleh Peluk Aku?🌷
42. Cerai? 🌹
43. Epilog
Pecinta Mistery/Thriller Merapat!
Info Terbit
Open PO

18. Adu basket 🌷

16.2K 1.6K 534
By Kagaminetiv

"Berjuang sampai titik penghabisan. Jangan biarkan lawan meremehkan kita - ALVIVA"

Mulmed:
Unstoppable - Sia 🎶

🌷🌷🌷

"Kenapa nilai gue bisa di bawah Alvian dua poin? Apa yang salah?"

Adiva tidak terima dengan hasil ulangan itu. Ia menyamakan jawaban yang salah dengan jawaban Alvian.

Ah, ternyata ...! Adiva teledor. Adiva salah melingkar jawaban. Aturan opsi A, ia malah melingkar opsi B.

Haduh ... ada-ada saja. Adiva memijat pelipis. Hasil ulangan ini tidak sempurna dan tidak sesuai ekspetasinya sama sekali. Kecewa sama diri sendiri, Adiva mengeluarkan sebatang rokok. Dan, sudah pasti meresapnya habis itu.

"Udah selesai lihatnya?" Alvian datang untuk menagih hasil ulangannya kembali. Ia akan menunjukkan hasil ini kepada bunda kesayangan.

"Ambil."

Alvian tersenyum tipis dan meraih kertas ulangannya kembali. "Gak mau pulang?" tanya Alvian. Mengingat bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu.

"Kalau lo bonceng ... mau, deh," jawab Adiva lancang sekalian modus. Ya ... lagian Adiva juga naksir sama Alvian sebenarnya. Hanya saja, semua usaha Adiva untuk mendekatkan Alvian selalu digagalkan Arabelle. Entah nasi goreng buatan Adiva untuk Alvian dibuang Arabelle, atau syal yang dirajut Adiva dibuat rusak Arabelle.

"Hahahaha." Alvian tertawa sembari mengacak rambut Adiva. "Sayangnya jok belakang motor gue cuma muat satu orang."

"Siapa?" Adiva menaikkan alis sebelah. "Arabelle?"

"Siapa lagi kalau bukan dia?"

Adiva hanya mengerecut bibirnya kemudian meresap rokok bete.

"Udah, jangan ngerokok lagi." Alvian mengeluarkan permen dari saku celana. "Pernah dengar rokok membunuhmu?"

"Itu kan membunuhmu, bukan membunuhku," balas Adiva asal.

"Hahaha. Sama aja. Sama-sama membunuh orang yang ngerokok. Udah, nih, makan permen biar gak candu rokok." Alvian meraih tangan Adiva, dan taruh permen yuppie di sana.

"Dan ini ...." Alvian mengambil sebungkus rokok yang terletak di sebelah Adiva, bergaya seperti guru BK. "Gue sita."

"Sama ini juga." Alvian menarik rokok dari selipan jari Adiva. Membuang ke lantai kemudian mematikannya. "Gak baik buat kesehatan."

"Ada juga manusia yang perhatian sama kesehatan gue?" gerutu Adiva kecil.

"Hah?" Alvian tidak mendengar jelas.

"Lupakan." Adiva beranjak berdiri. "By one basket, yuk?"

"Random amat?"

"Gak puas lihat nilai gue kalah sama lo. Setidaknya hari ini gue pengen rasain kemenangan."

"Ya udah gas."

Kedua orang itu turun dari rooftop dan menuju lapangan. Hari itu, mereka by one basket di sana. Adiva meraih kemenangan dalam pertandingan itu.

Adiva memicingkan mata untuk merasakan kemenangan saat itu. Dua tahun yang lalu, Adiva menjadikan kemenangan sebagai ambisinya. Dan, apakah hari ini Adiva bisa juga?

Adiva membuka mata kembali ke realita. Cewek itu menunduk dalam, menatap bayangnya yang penuh kehancuran. Ah, Adiva sangat tidak percaya diri sekarang. Adiva rasa ia tidak dapat mengalahkan Alvian hari ini.

Ya, sedikit lagi ....
Adiva akan kembali disapa kegagalan.

Menjalankan nasib, cewek itu mulai melakukan sedikit pemanasan di tengah lapangan. Namun, bola mata hitamnya ikut berputar mengikuti arah jalan Alvian. Objek yang Adiva tatap akhirnya berhenti menetap di sana. Adiva melihat Alvian tengah meminta sesuatu dari Arabelle. Apaan, tuh?

Adiva buru-buru melihat ke arah lain di kala Alvian kembali dengan sebuah benda genggam di tangan. Tidak berapa lama, Adiva merasa tangan Alvian menyentuh lengannya. Adiva reflek mundur.

"Emangnya gue setan? Takut amat. Diam dulu di tempat," perintah Alvian. Cowok itu berjalan ke belakang Adiva dan menyatukan rambut hitam cewek itu, menyisir dengan jemari kemudian mengikatnya.

"Dulu gue sering ikat rambut Vivian, makanya rapi." Alvian mengeluarkan ponsel untuk Adiva berkaca.

Adiva melirik tampang sendiri melalui layar ponsel yang Alvian tunjukin. Memang rapi, sih.

Alvian menyimpan ponselnya kembali. "Leo boleh ikat tali sepatu lo, tapi rambut yang sengaja u panjangin demi Vivian ini ... hanya gue yang boleh."

Ucapan Alvian terdengar posesif, tapi lembut. Jarang-jarang Alvian bersikap seperti ini.

Boleh baper enggak?

"Jangan bengong." Alvian menepuk-nepuk bahu Adiva. "Dengarin, tahun ini gue gak bakalan kalah sama lo lagi. Lo juga jangan coba untuk ngalah. Gue gak suka dibelas kasihan sama cewek."

Usai mengucapkan itu, Alvian berjalan ke hadapan Adiva. Alvian memberi aba-aba ke Leo untuk memulai pertandingan. Leo mengangguk, menyuruh seorang penjaga untuk meniup peluit dan melempar bola ke udara.

Alvian dengan mudah mendapatkan bola itu lantaran Adiva terlihat tidak niat untuk merebutnya sama sekali. Alvian men-dribble bola di tempat sembari menatap Adiva tajam. "Mana kehebatan lo? Kenapa hasrat buat rebut bola aja gak ada?"

Adiva mencondongkan badan ke depan sambil merentangkan kedua tangan untuk bertahan. "Alvi, nanti kamu lewat aja dan langsung shoot."

"Apa lo kata? Bego! Gue udah bilang jangan ngalah!"

Adiva menggeleng. "Aku tetap mau kalah. Soalnya aku juga baru ngeh kalau aku menang, kamu bakal dikeluarkan ALEPOO. Aku gak mau hal itu terjadi."

"Itu urusan belakang. Yang penting gue gak mau lo ngalah. Mau taruh di mana muka gue nanti? Lo jangan lupa, Leo mantan kapten basket. Dia tau mana yang main sungguh-sungguh," balas Alvian mulai agresif. Cowok itu menggiring bola ke arah ring.

Saat berpapasan dengan Adiva, Alvian sengaja memanas-manasin. "Cupu lo cewek murahan."

'Murahan', kata itu cukup membangkit emosi Adiva. Usaha Alvian untuk memancingnya berhasil.

Mata Adiva terkesan membara. Dengan sekuat tenaga ia merebut bola dari tangan Alvian. Kini Adiva mengiringi bola menuju ring.

Dengan kekuatan dikata-katain, Adiva berjinjit dan melakukan long shoot dari posisinya. Bola basket itu sukses masuk ke dalam lingkaran bulat tepat sasaran. Semua pendukung Adiva berdiri disertai sorakan ria. Begitu juga Leo yang mengacungkan kedua jempol di udara.

Permainan serius akan dimulai.

🌷🌷🌷

Pada waktu yang bersamaan, Weggyana beserta para lelaki tengah mengadu nasib di taman. Pasalnya tadi mereka tertangkap pak Humo dan dihukum untuk menyabut rumput liar di sini.

"Cape banget. Lo, sih, To! Pakai acara maling tangga segala!" Weggyana menyalahkan hal itu ke Tio semua.

"Pakai acara maling buah apel juga lagi. Kalau tau itu hasil maling, gak akan gue makan. Berdoa lo gue jangan sampai keracunan!" Willy membubuhi penuh kekesalan.

"Lah, kalian satunya maling, duanya lagi makan apel. Gue? Gue apa? Gue sama sekali gak ikut-ikutan malah dihukum juga," adu Popo merutuki nasibnya yang malang.

Tio hanya terkekeh sembari menyabut rumput yang ada. Sementara yang lain hanya duduk santai di sebelah.

Ya ... kalian pikir mereka semua lagi cabut rumput? Tidak. Sedaritadi, mereka hanya keasikan ngeluh. Tio sendirilah yang menjalankan hukuman dari tadi. Nasib babu begini amat.

"Buang waktu gue aja harus tunggu lo kelar nyabut," tukas Weggyana yang dari tadi ngaso di bawah pohon rindang itu.

Willy yang tengah memijat lengan sang pacar tiba-tiba beranjak berdiri. "Gue bantuin, biar cepat kelar."

"Hati-hati, di sana ada kolam ikan kecil,, Wil." peringat Tio kepadanya.

Willy manggut tanda paham. Cowok itu membungkukkan badan sebesar 90 derajat, mulai menyabut rumput yang ada.

Belum juga lima detik berlalu, cowok itu berteriak histeris. "ANJ! Duit gue jatuh ke kolam!" Ia lupa kalau uang yang ia selip di kantong seragam bisa jatuh ketika berbungkuk.

"Yah ...." Weggyana menghampiri. "Mayan tuh uang warna merah. Dua lembar lagi."

"Itu buat bayar uang kas selama setahun tau!" Willy segera mencari ranting untuk menyelamatkan uangnya.

"Hati-hati! Eh, ikannya jangan dipukul!" tukas Weggyana melihat Willy mengepak air tak sabar.

"Sinilah!" Weggyana gemas lihat sendiri. Cewek itu dengan tangan terlanjang mengobok air kolam untuk mengambil uang Willy.

Dua lembar uang merah terselamatkan dengan kondisi basah kuyup. Untung ... belum koyak. "Gimana, nih, basah?" tanya Willy khawatir.

"Jemurin dulu!" saran orang ternormal di kelompok ini, Popo.

"Lama dong," balas Willy mengingat nanti sudah mau ia serahkan uang ini ke bendahara.

"Gue punya ide. Tunggu di sini!" Weggyana meninggalkan taman segera. Lalu, ia kembali dengan sebuah catokan di tangan.

Mata Popo spontan terbelalak besar. Kenapa pasangan double W itu tingkahnya sebelas dua belas?

Baru saja beberapa saat yang lalu, Willy menyalakan arang di panggangan barbeque kemudian menaruh uang di atas untuk mengeringkannya. Ini lagi satu ... bawa catokan. Jadi maksudnya keringin pakai catokan gitu?

"Ngapain bawa catokan ke sini, Eg?" tanya Willy sembari membolak-balik dua lembar uang kerdil dengan sumpit di atas panggangan. Lalu, satu tangan lagi sibuk mengipas uang basah itu dengan kipas sate. Sate uang ... sate uang ....

"Nyatok duit! Catokan ini panas, kalau kita jepit, duitnya bisa cepat kering," balas Weggyana mengagumi ide cemerlangnya.

Willy manggut-manggut mengiyakan. "Ide bagus, tapi ide gue jauh lebih bagus," ucapnya bangga sembari menunjuk uang yang tengah ia keringkan lewat panggangan.

"Masa manggang duit? Gak sekalian tambah kecap biar mankyus? Mendingan guelah nyatok duit!" sahut Weggyana sembari memainkan catokan.

Popo yang dari tadi menyimak, menggeleng resah. Ia beranjak berdiri, meninggalkan pasangan double W yang tengah berdebat cara cepat keringin uang dan Tio menyabut rumput di sana. Namun enggak berapa lama, Popo kembali dengan langkah tergesa-gesa. "Gue habis dari lapangan. Adiva sama Alvian lagi by one basket masa?"

"Hah? Serius lo? Gue mau lihat." Weggyana langsung beranjak berdiri diikuti Willy.

"Eh, jangan ninggalin gue dong!" seru Tio dengan wajah yang sudah bercucur keringat.

"Lo jalanin hukuman kita sampai habis. Nanti duit yang lagi dipanggang buat lo, oke?" tanya Weggyana memegang kedua bahu Tio. Menatapnya penuh keyakinan.

"Duit buat aing? Yippiee ... deal!" sorak Tio bahagia.

"Mantap. Ayo, kita pergi." Weggyana beserta Willy dan Popo meninggalkan Tio sendiri di sana.

Tio bersenandung riang. Ulala lumayan dua ratus ribu buat beli makanan kucing.

"Senang amat gue jadi tukang tanaman," ucap Tio sumringah. Bahagianya sangat sederhana.

Tak sabar menjemput rezeki, Tio pun berjalan ke arah panggangan. "Udah kering belum, duitnya?"

Di saat yang bersamaan, hidungnya mulai mengendus bau yang tidak beres. Cowok itu melongo ke bawah kemudian terkaget-kaget melihat kondisi uang yang berubah warna hitam. Spontan Tio berteriak, "KOPLOK! DUITNYA GOSONG!"

🌷🌷🌷

Weggyana, dan kawan-kawan tiba di lapangan. Mereka bergabung di deretan penonton.

Pertandingan terlihat semakin panas. Score saat ini diungguli Adiva dengan 6:5. Alvian tertinggal satu poin. Namun, Alvian tidak kasih kendor. Berhasil mendapat kesempatan untuk rebut bola dari Adiva, cowok itu segera melakukan one hand shoot.

"Fck!" Weggyana mengacungkan jari tengah ke arah Alvian yang tengah mengacak rambut basah. Score sekarang menjadi seri.

Pendukung Alvian bersorak heboh untuk meneriaki nama Alvian.

"Gak boleh kalah. Kita juga semangatin Adiva! Adiva, ayo Adiva!" teriak Weggyana heboh sekali.

Permainan kembali berlanjut. Waktu tersisa beberapa menit lagi untuk berakhir. Saat ini, poin kedua pihak dikatakan seri.

Suasana menegang. Sama-sama tidak ingin kalah, kedua belah pihak baik Adiva maupun Alvian memusatkan konsentrasi dalam permainan ini.

Bola saat ini berada di tangan Alvian. Cowok itu memberi senyuman renyah kemudian mulai membidik ring. Kemenangan mendekat. Bunyi decitan sepatu terdengar. Dengan lincah, cowok itu melewati Adiva yang menghalangnya. Sebentar lagi Alvian akan melakukan hook shoot. Namun sayang sekali, Adiva berhasil mengejar dan memukul bola itu.

"YUHUUUU!!" Pendukung Adiva yang semula loyo kembali semangat.

Napas Adiva terasa engap, tapi tidak apa. Adiva kembali mengambil alih bola itu, dan mengiring bola ke arah ring.

Cewek itu mengerjap berkali-kali. Pusing tujuh keliling. Ah ... kenapa kondisi tubuhnya harus memberontak di saat menegang seperti ini?

Adiva meremas napas yang terasa sesak. Pandangan di depan mulai terlihat samar. Adiva menyipitkan mata untuk membidik ring di depan.

Ingin segera mengakhiri permainan yang lelah ini, Adiva pun melempar bola dengan penglihatan yang tersisa. Please ... masuk.

BRAK!

Sayang sekali, bola menyentuh pinggiran ring dan melesat. Pada saat yang bersamaan, darah kental mengalir dari hidung Adiva. Semua menjadi gelap gulita. Cewek itu terjatuh pingsan di lantai.

"ADIVA!! ALVIAN LO NGAPAIN BENGONG!!"

Alvian mematung cukup lama di tempat dengan bola basket di tangan. Ragu untuk maju.

Lain halnya dengan cowok datar yang duduk di deretan penonton. Tanpa pikir panjang, cowok yang biasa terlihat tenang itu, menampilkan sedikit kepanikan. Ia berlari cepat hingga menabrak bahu orang-orang yang mulai mengerumuni Adiva.

Dalam sekejap, Leo berhasil membopong tubuh Adiva kemudian menuju ruang UKS.

Orang-orang sekitar mulai bersorak iri. Lantaran Leo yang biasanya cuek bebek, menaruh perhatian besar untuk Adiva. Ini sudah kedua kalinya, tubuh Adiva diangkat cowok itu. Please ... cewek mana yang tidak histeris?

Dalam waktu yang bersamaan. Tanpa disadari, seseorang menyorot adegan tadi penuh kecemburuan dan kebencian.

Gadis berambut gelombang dengan tubuh ramping itu mendengkus kesal. Arabelle meremas handuk penuh emosi. Ia tidak suka Leo yang ia klaim sebagai 'Leo-nya' menaruh perhatian untuk cewek lain, Adiva sekalipun!

Sibuk menanam rasa cemburu dan benci di dalam benak, rasa belas kasihan Arabelle terhadap Adiva pun sirna. Seperti ada tanduk yang muncul di kepala, Arabelle mulai merencanakan pembalasan untuk Adiva.

Caper banget lo, Adiva!

Enggak jadi ... enggak jadi gue kasihan sama lo!

Lo udah tau lo sendiri penyakitan, tapi kenapa masih sok jagoan ngebasket? Sekarang apa? Pingsan? Biar diperhatiin sama Leo gitu?

Cih! Lihat aja, gue bakal bikin lo nyesal udah lahir ke muka bumi ini!

Hidup lo akan sengsara sampai lo kembali milih untuk mati tragis.

Percayalah ....

Arabelle mengeluarkan ponsel dan segera mengirim sebuah foto ke kontak seseorang.

"Ini baru pemanasan buat lo, Div."

Kekehan kecil keluar dari mulut Arabelle yang berubah menjadi ketawa menyeringai di kala foto itu sudah dilihat sang penerima pesan.

🌷🌷🌷🌷🌷

Arabelle ngirim foto apa dan ngirim ke siapa? Next part kamu akan tau.

Jadi ada berapa orang yang nunggu next, tapi belum setor vomentnya?

Ayo, gelud dulu.


Bantu tembuskan target 500 komentar langsung kita update next.

Semangat 👿

Spam next di sini 🙏

BTW gaes, ada yang mau adopsi pasangan double W gak? Aku cape ngurusin mereka berdua 😭🤣

Oh iya, sebelum ke next part.

Ada yang mau diomongkan ke mereka?
Adiva

Alvian

Leo

Arabelle

Willy & Weggyana

Popo

Tio

Continue Reading

You'll Also Like

339K 39.3K 53
[SEQUEL GRAVITASI - BACA GRAVITASI TERLEBIH DAHULU] "Keajaiban tuhan mana yang kamu maksud, Prince? Tuhan aku, atau tuhan kamu?" Jatuh cinta antara d...
591K 16.7K 49
Kata orang jadi anak bungsu itu enak, jadi anak bungsu itu menyenangkan. Anak bungsu di manjain, di prioritas kan, dia sayang, bahkan di ratukan oleh...
102K 3.2K 35
Beberapa part di private, follow sebelum membaca!! Lo boleh benci sama gue tapi gue mohon tolong kasih gue kesempatan buat memperbaiki semuanya ~ Raf...
93.5K 6.1K 53
Natarisha Khumaira, gadis yang sering disapa Icha ini harus melewati masa SMA-nya dengan satu kelas bersama Agnan. Tetangga sekaligus teman kecilnya...