SUN AND MOON || HAECHAN

By nanamonochan

12.4K 1.6K 2.1K

❝Bulan memantulkan cahaya matahari untuk bersinar di malam hari. Seperti kau dan aku. Aku matahari dan kau bu... More

TRAILER
PROLOG
01: Kejutan untuk Heejoo
02: Haruskah aku mengakhirinya?
03: Day and Night
04: Sepatu dari Ayah
05: Who are you?
06: Pesan dan Harapan
07: D-Day
08: Kau harus tetap hidup!
09: Ingatan yang kembali
10: Reason of life
11: Rooftop Fight
12: Berbeda
13: Lockscreen
15: Aku punya misi! Aku bukan benalu!
16: Tunggu aku pulang
17: Murid Baru
18: Puzzle Piece
19: Menunggu
20: Tokoh utama yang menyedihkan
21: Who's the killer?
22: Malam yang panjang
23: Pertanda baik?
24: Ketika kupikir semuanya akan berakhir

14: Ini Caraku

222 43 68
By nanamonochan

"Aku tidak bermaksud mencampuri kehidupanmu. Tapi seperti inilah caraku membantumu"

🍃


Malam ini, keluarga Moon kedatangan tamu yang tak diundang. Bukan manusia tentunya, hanya arwah yang mana kehadirannya tidak begitu kuat dan hanya Heejoo seorang yang dapat melihatnya, membuat tamu itu bertindak seenaknya di dalam rumah. Menegur pun rasanya tidak ada gunanya, jadi Heejoo membiarkan arwah yang sejak tadi dengan tidak sopannya duduk  manis di atas meja makan.

Lee Haechan. Benar. Arwah itu memang Haechan.

Haechan memutuskan untuk ikut pulang bersama Heejoo setelah kejadian yang membuatnya mengetahui fakta tentang dirinya. Maka dari itu Haechan memilih untuk mengikuti Heejoo pulang ke rumah. Sebab Haechan ingin bercerita panjang lebar dengan Heejoo malam ini—itupun jika Heejoo mau mendengarkannya.

Heejoo memang tidak melarang Haechan datang ke rumahnya dan gadis itu juga tidak berbaik hati menawarkan Haechan untuk datang ke rumahnya. Kehadiran Haechan disini murni inisiatif Haechan sendiri. Lagipula, Haechan sudah bosan menghabiskan malam di sekolah yang sepi. Kalau dipikir-pikir cukup menyeramkan juga kalau malam-malam sendirian di sekolah. Karena seingat Haechan ada banyak makhluk seperti dirinya ini di sekolah. Dan diantara makhluk-makhluk itu ada juga yang aneh dan kecentilan mendekati dirinya. Susah juga ya kalau jadi hantu berwajah tampan.

Makan malam di keluarga Moon sudah selesai sejak 5 menit yang lalu dan Haechan yang merasa terasingkan, hanya bisa menonton Heejoo dan ayahnya yang larut dalam kesibukan masing-masing. Sesekali Haechan juga ikut menyingkir ketika ayah Heejoo datang untuk membersihkan meja makan yang ditempatinya.

"Heejoo...." panggil Haechan sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Suaranya terdengar seperti anak kecil yang merengek karena sedih diabaikan.

Heejoo yang tengah disibukkan dengan tumpukan piring kotor yang tengah dicucinya memilih untuk tak membalas panggilan Haechan. Inilah alasan kenapa Haechan merasa terasingkan. Sejak Haechan masuk ke rumah ini, Heejoo sama sekali tidak menghiraukan kehadirannya. Gadis itu sedetikpun tidak ada melihat ke arahnya.

Ayolah, jangan seperti ini. Haechan tahu kalau posisinya sekarang ini cuma sesosok arwah yang tak bisa dilihat. Tapi, hei! Heejoo 'kan memiliki kemampuan untuk melihat arwah seperti Haechan. Melihat Heejoo yang berpura-pura mengabaikan kehadirannya seperti ini, cukup membuat Haechan semakin sadar kalau dirinya ini hanyalah arwah. Ah, itu menyakitkan.

"Oi! Moon Heejoo! Apakah piring-piring itu lebih menarik daripada aku?"

Hening. Tak ada yang menyahut.

"Aku ini Lee Haechan. Arwah yang baik dan tidak sombong. Jadi aku sabar kalau kamu mengabaikan aku seperti ini."

Haechan memejamkan matanya sejenak, lalu mencoba mengintip apakah Heejoo akhirnya luluh untuk melihat kearahnya atau tidak. Namun ketika mendapati Heejoo yang masih sibuk membelakanginya, Haechan pun kesal. "Nggak apa-apa. Silahkan lanjutkan acara cuci piringmu itu."

Oke. Sekarang Haechan merajuk.

"Tapi jangan menangis ya kalau nanti tiba-tiba aku menghilang."

Kedua tangan Heejoo yang tadinya sibuk membasuh piring, seketika berhenti. Gadis itu terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya berbalik hanya untuk memastikan arwah yang sejak tadi bersuara itu masih di posisinya.

Benar. Haechan masih aman di posisinya. Duduk manis di atas meja, tersenyum sumringah ketika maniknya saling bertemu dengan Heejoo.

"Nah, gitu dong!"

Heejoo hanya menghela napas. Ia bukannya tidak peduli dengan eksistensi Haechan di ruangan ini. Namun situasi dan kondisi di rumah inilah yang mengharuskan Heejoo untuk mengabaikan Haechan. Karena tidak mungkin juga dirinya melayani pembicaraan Haechan di depan ayah. Hal itu hanya akan membuat ayah kembali mengkhawatirkan kondisi Heejoo.

"Heejoo, ada apa?" tanya ayah yang membuat Heejoo seketika kembali tersadar. Heejoo yang tampak gugup lantas menggelengkan kepalanya pelan, "Tidak ada apa-apa, Ayah."

Ayah mengangguk mengerti sembari menarik kursi yang ada di meja makan. Haechan segera turun dari atas meja ketika melihat ayah Heejoo yang memilih duduk di kursi sebelahnya. Sadar kalau dirinya sudah bersikap tidak sopan sejak tadi.

"Kalau sudah selesai, duduk disini dulu ya, Heejoo. Ada yang ingin Ayah bicarakan."

Haechan tahu kalau ayah Heejoo tidak menyadari kehadirannya dan kalimat yang diucapkan beliau beberapa detik lalu itu juga tidak ditujukan untuknya. Tapi, entah kenapa, Haechan tiba-tiba merasa gugup.

Kalau diingat-ingat lagi, sejak Haechan menginjakkan kaki di rumah ini, ayah Heejoo lebih banyak diam. Pria itu juga belum ada membahas sedikitpun masalah Heejoo di sekolah. Ah, bukan. Lebih tepatnya, ini masalah Haechan. Karena Haechan-lah dibalik semua ini.

"Bagaimana ini?" gumam Haechan bingung dan juga panik. Dilihatnya Heejoo yang sudah menyelesaikan pekerjaannya. Kemudian duduk manis di kursi yang berhadapan dengan ayah.

"Ayah mau membicarakan apa?" tanya Heejoo.

Dari tempatnya berdiri, Haechan memperhatikan ayah dan anak itu dengan gugup.

Di sisi lain, ayah menarik napas pelan. Maniknya tak lepas memperhatikan Heejoo yang sekarang terlihat seperti Heejoo yang ia kenal. Berbeda dengan Heejoo yang ia temui saat di sekolah. Entahlah, ayah tidak tahu apa yang terjadi. Dan kenapa gadis kecilnya itu bersikap berbeda dari sebelumnya.

"Heejoo, bagaimana kalau setelah ini Heejoo pindah ke sekolah yang baru?" ucap ayah yang mencoba memberi saran.

"Pindah sekolah? Tapi kenapa?"

Ayah mengangguk. "Bukankah Heejoo merasa tidak nyaman di sekolah itu?"

Heejoo terdiam. Ayah benar. Heejoo selama ini merasa tidak nyaman berada di sekolahnya yang sekarang. Tapi bagaimana ayah bisa tahu?

Ayah menghela napas pelan sebelum kemudian tangannya bergerak meraih tangan Heejoo yang menganggur di atas meja. Digenggamnya kedua tangan putrinya itu dan kemudian berkata dengan lirih, "Ayah tahu Heejoo tidak salah. Ayah tahu pasti mereka yang mengganggumu duluan. Ayah tahu."

Kalau Paman tahu Heejoo tidak salah, lalu kenapa Paman malah berlutut di hadapan mereka.

Haechan melirik kesal pada ayah Heejoo ketika mengingat kembali bagaimana Ayah Heejoo berlutut dihadapan Ibu Minjung dan memohon-mohon.

"Maaf karena Ayah terlambat menyadarinya. Harusnya kejadian seperti ini tidak terulang lagi." Ayah menundukkan wajahnya, tampak menyesal.

Benar. Ini bukan pertama kalinya Heejoo terlibat perkelahian dengan teman kelasnya. Dan ini juga bukan pertama kalinya ayah mendengar kabar dari guru kalau Heejoo sering membolos.

Dulu sekali, saat Heejoo akhirnya bisa kembali ke sekolah setelah pulih dari perawatan setelah koma. Karena terlambat masuk beberapa bulan, Heejoo sedikit mengalami kesulitan saat bergaul dengan teman kelasnya. Gadis kecilnya itu tidak banyak bicara, begitupun saat pulang ke rumah. Awalnya ayah pikir, Heejoo mungkin butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Namun ternyata ayah salah. Ayah terlambat menyadarinya.

Wali kelas Heejoo di SMP mengatakan kalau Heejoo sering membolos. Penampilan Heejoo juga sering kacau saat berada di kelas. Benar. Putri kecilnya menjadi korban perundungan. Anak-anak di kelas mengatai Heejoo aneh. Bahkan wali kelas Heejoo juga mengatakan bahwa Heejoo aneh karena sering berteriak-teriak tidak jelas di kelas. Sejak saat itu, ayah memutuskan untuk membawa Heejoo keluar dari sekolah itu. Ayah tidak ingin putrinya dijadikan bahan olok-olokan oleh orang lain.

Ayah kembali menarik napasnya dan berucap, "Ayah akan coba semampu Ayah untuk membebaskanmu dari mereka."

Heejoo seperti kehabisan kata-kata. Gadis itu bingung. Kemanakah kiranya arah pembicaraan malam ini? Kenapa ayah mengatakan ini seolah-olah ayah tahu apa yang Heejoo alami selama ini. Apa yang sebenarnya terjadi padanya hari ini?

Tunggu.

Ah, benar juga. Lee Haechan.

Arwah itu yang telah mengambil alih tubuh Heejoo seharian ini. Pasti Haechan tahu apa yang terjadi dengannya hari ini.

Heejoo segera melemparkan pandangannya pada Haechan yang tengah berdiri di samping ayah. Arwah itu seketika menundukkan wajahnya, seolah-olah sedang tertangkap basah.

"Hmm ... Sebenarnya ... Hari ini, kau ... Ah, maksudku ... Aku berkelahi dengan Minjung."

Manik Heejoo seketika membola ketika mendengar jawaban Haechan. Berkelahi? Dengan Minjung? Haechan mau cari mati?

"Ada apa Heejoo?" tanya ayah yang melihat gelagat aneh putrinya. Sesekali ayah juga melihat ke sisi sampingnya. Kosong, tidak ada apa-apa.

Heejoo kembali menghadapkan wajahnya pada sang ayah. Sekarang Heejoo mengerti kenapa ayah bersikap seperti ini. Ayah pasti sudah tahu semuanya. Ayah pasti khawatir.

Tidak. Jangan. Heejoo tidak ingin ayah kerepotan lagi karena dirinya. Heejoo tidak mau membuat ayah sedih karena memikirkannya.

"Ayah, aku tidak apa-apa. Sungguh. Biar aku yang mengatasi ini. Aku akan bicarakan masalah ini baik-baik dengan Minjung."

"Tapi—"

"Ayah pasti capek 'kan? Lebih baik ayah istirahat malam ini. Kita bisa membahas ini di lain waktu, ya?" pinta Heejoo. "Kumohon..." tambahnya terdengar lirih.

Ayah mengangguk mengerti sembari melepaskan genggaman tangannya dari Heejoo, kemudian bangkit dari kursi. Dengan berat hati ayah pun pergi kamar, meninggalkan Heejoo yang termenung di meja makan.

"Moon Heejoo, kau jangan khawatir. Aku akan—"

"Ikut aku!" potong Heejoo yang seketika membuat Haechan bungkam.


***



Setelah memastikan kalau ayah sudah masuk ke dalam kamar, Heejoo lantas mengunci pintu kamarnya. Kemudian berbalik dan menemukan Haechan sudah merebahkan tubuhnya dengan nyaman di atas tempat tidurnya. Seolah-olah dialah pemilik kamar ini.

"Lee Haechan!" panggil Heejoo yang kini sudah duduk di meja belajarnya.

“Yes, I’m here!" sahut Haechan dengan penuh semangat sembari bangkit dari rebahannya.

"Bisakah kau jelaskan padaku apa yang terjadi pada diriku hari ini? Dan bagaimana bisa kau berkelahi dengan Minjung?"

"Pertama, aku menyantap bekal makan siangmu. Lalu gadis bernama Minjung itu tiba-tiba datang. Kau tahu apa yang dia lakukan padaku?"

Heejoo tak menjawab dan tak bereaksi sedikitpun. Datar saja. Tapi Haechan tak kehilangan semangat untuk menceritakan kejadian yang ia alami hari ini. "Si Minjung itu teriak-teriak nggak jelas. Yang bikin aku kesal, dia dorong-dorong aku, terus tarik-tarik rambutku, eh, rambutmu."

"Kuharap kau tak membalasnya,”

"Tentu saja aku membalasnya. Kau pikir itu tidak sakit? Sakit tau!"

Heejoo yang sudah kehabisan tenaga saat mendengarnya lantas memilih untuk duduk dan menyandarkan punggungnya pada pintu. "Kau seharusnya diam saja..."

"Apa?" Haechan tak terima.

Heejoo menarik napas panjang sebelum kemudian berucap, "Kau tidak lihat akibat dari perbuatanmu itu? Semakin kau melawan, Minjung akan semakin gila membalasmu."

"Jadi ... Haruskah aku diam saja ketika seseorang menyakitiku? Begitu katamu?" tanya Haechan tampak emosi. Sungguh ia tidak terima jika harus diam saja ketika diperlakukan kasar oleh orang lain.

"Apa seperti itu caramu hidup? Hanya diam dan membiarkan orang lain menyakitimu?" tanya Haechan lagi saat Heejoo tak kunjung menanggapinya.

Heejoo masih diam, enggan untuk bersuara. Pertanyaan Haechan seolah menamparnya. Itulah kenyataannya. Tanpa Heejoo sadari, dirinya selama ini hanya diam ketika orang lain menyakitinya. Tak ada perlawanan sedikitpun darinya. Heejoo memendamnya sendiri. Lalu jika lelah, maka ia sendiri yang akan pergi melarikan diri.

"Aku tidak bisa seperti itu, Heejoo. Bagiku, kalau orang itu salah, tetap salah. Entah seberapa tinggi pangkatnya, entah seberapa kayanya dia dariku, aku tidak peduli."

"Asal kau tahu, diam juga tidak selamanya menyelesaikan masalah," tambah Haechan.

"Apa kau pikir dengan melawannya akan menyelesaikan masalah?" tanya Heejoo yang akhirnya bersuara.

Haechan menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Tentu. Lagipula, aku punya bukti untuk menghabisi gadis itu."

"Percuma. Lupakan saja. Bukti itu tidak ada gunanya."

"Apa maksudmu tidak ada gunanya? Bukti itu jelas-jelas memperlihatkan kalau Minjung yang memulainya duluan."

"Sudah kubilang tidak ada gunanya. Bukti itu tidak akan bisa menghentikan permainan Minjung selanjutnya. Selama aku masih berada di sekolah itu, aku akan tetap menjadi bahan permainan mereka! Kenapa kau tidak mengerti juga?"

"Lalu kenapa kau tidak mengikuti saran ayahmu saja? Bukankah pindah ke sekolah yang baru lebih baik?"

"Lee Haechan! Sepertinya kau sudah melewati batas...."

Haechan seketika terdiam mendengar suara Heejoo yang terdengar dingin. Begitupun dengan raut muka yang diperlihatkan gadis itu.

"Kau seharusnya tidak perlu mencampuri urusanku. Ini hidupku. Kau tidak perlu ikut campur."

Haechan lagi-lagi terdiam. Kalimat Heejoo seolah meruntuhkan semua semangatnya. Haechan ingin membantu Heejoo. Haechan ingin menegakkan keadilan untuk Heejoo yang selama ini hanya diam ketika diganggu oleh orang-orang di kelasnya. Sungguh, Haechan melakukan semua itu dari lubuk hatinya yang terdalam. Haechan hanya ingin melihat gadis itu tersenyum kembali. Tersenyum tanpa perlu memendam semuanya seorang diri.

Tapi kini, Haechan merasa seperti dirinya baru saja dicampakkan.


***




Langkah kaki yang penuh keraguan itu kini tengah menapaki koridor yang ramai. Begitupun dengan pandangannya yang lurus ke bawah, tak berani melirik sekitarnya. Heejoo, gadis itu penuh dengan ketakutan. Orang-orang di sekitarnya saling berbisik satu sama lain. Entah mereka sengaja atau tidak, tapi suara bisikan itu terdengar jelas di telinganya.

"Itu anak yang kemarin cari masalah dengan Minjung, 'kan?"

"Dasar tidak tahu terimakasih."

"Harusnya dia bersyukur bisa sekolah disini."

"Aku tidak mengerti kenapa pihak sekolah masih membiarkannya bersekolah disini. Bukankah gadis itu sedikit aneh?"

"Kau benar, dia aneh. Kemarin kulihat dia juga salah masuk toilet."

"Dia juga suka ngomong sendiri loh. Aneh banget kan?"

"Bukan aneh lagi. Itu udah gila namanya."

"Hahahahahaha"

Semuanya terulang kembali. Orang-orang kembali mengatai dirinya aneh dan juga gila. Dan Heejoo hanya bisa diam seperti yang biasa ia lakukan. Heejoo tidak bisa melawan seperti yang Haechan katakan. Heejoo hanyalah seorang gadis lemah yang tidak memiliki keberanian.

Benar. Gadis lemah.

Gadis lemah ini sudah bertekad untuk datang ke sekolah, walaupun rasanya sedikit sulit setelah masalah yang muncul kemarin. Heejoo juga tidak butuh bantuan Haechan. Heejoo bisa melakukannya dengan caranya sendiri. Tak peduli jika dirinya harus berlutut di hadapan gadis itu. Heejoo hanya ingin masalahnya selesai dan tidak ingin membebani pikiran sang ayah.

Selama ini ayah sudah cukup kesulitan mengurus semua masalahnya. Mulai dari kasus pertama saat dirinya berada di tahun pertama SMP yang mengharuskan dirinya untuk keluar dari sekolah itu. Hingga akhirnya Heejoo menghabiskan waktunya untuk home schooling dan menjalani perawatan bersama psikiater. Sungguh, waktu itu benar-benar masa sulit bagi Heejoo. Butuh waktu tiga tahun lamanya Heejoo mencoba menenangkan dirinya dan bersembunyi dari dunia luar. Sedangkan ayahnya sibuk banting tulang diluar sana mencari uang untuk kebutuhannya dan juga biaya pengobatannya.

Belum lagi kalau sekarang ayah sungguh ingin memindahkan Heejoo ke sekolah yang baru. Kira-kira berapa banyak lagi biaya yang harus keluar? Heejoo tidak ingin lagi merepotkan ayah.

Sekarang, sudah waktunya Heejoo menyelesaikannya sendiri, dengan caranya sendiri.

Heejoo mengangkat wajahnya perlahan. Di depan sana, tepatnya di depan pintu kelasnya yang terbuka, ada Minjung beserta anggotanya. Mereka tampak menyeringai menunggu kedatangan Heejoo.

"Lihatlah siapa yang datang ini..." ucap Minjung yang terlihat gembira menyambut kedatangan Heejoo.

"Bagaimana kabarmu? Apa kau tidur nyenyak semalam?" tanya Minjung sembari mengelus helai rambut Heejoo ketika gadis itu mendekatinya.

Heejoo hanya diam. Kepalanya kembali menunduk, menatap lantai yang ada di bawah. Melihat itu, Minjung langsung mengernyit heran. "Ada apa ini? Dimana letak semangatmu kemarin? Apa kau lupa membawanya?" tanya Minjung menatap aneh Heejoo. Pasalnya kemarin Heejoo terlihat berani sekali, seolah-olah ingin menghabisinya di saat itu juga. Tapi lihatlah sekarang, tampak tak berdaya.

"Aku rasa ini Heejoo yang asli, yang kemarin mungkin saja kerasukan setan," sahut Eunji yang berdiri di belakang Minjung. Lalu tertawa terbahak-bahak bersama dengan yang lainnya.

Benar. Gadis lemah ini adalah Heejoo yang asli. Tidak ada arwah semacam Haechan yang akan mencampuri kehidupannya lagi. Lagipula, setelah perdebatan tadi malam, Haechan pergi begitu saja meninggalkan rumahnya. Entahlah, Heejoo tidak tahu kemana perginya arwah itu.

Di tengah tawa Minjung dan teman-temannya, Heejoo perlahan berlutut di hadapan Minjung. Sungguh, Heejoo ingin mengakhiri masalah ini dan ingin kembali seperti sebelumnya. Ya, menjalani kehidupannya yang penuh dengan permainan Minjung. Setidaknya sekolah ini memberikannya bantuan pendidikan. Itu lebih baik daripada harus pindah sekolah dan membuat ayah repot karena biayanya.

Pemandangan yang sudah lama tak terlihat itu cukup membuat Minjung menghentikan tawanya. Orang-orang yang berada di dalam kelas berbondong-bondong menyembulkan kepalanya melalui jendela yang sengaja dibuka. Seolah tidak ingin ketinggalan tontonannya.

"Sudah lama aku tidak melihatmu berlutut di hadapanku. Kali ini kau mau apa?" tanya Minjung, tersenyum jumawa melihat Heejoo yang masih betah di posisinya.

"Kim Minjung..." lirih Heejoo.

"Iya iya, apa? Aku dengar kok," jawab Minjung sembari memperhatikan jari jemarinya yang lentik.

"Apa kau pikir aku akan memohon padamu, hm?"

Minjung seketika terdiam ketika mendengar kalimat itu keluar dari mulut Heejoo. Gadis yang tengah berlutut di hadapannya itu kini mengangkat wajahnya yang menampilkan senyum sinis. Tak membutuhkan waktu lama, Heejoo segera bangkit di tengah-tengah Minjung dan juga penonton yang terkejut. Menghembuskan napas panjangnya sembari membersihkan kedua lututnya. "Ahhh, jadi kotor kan kedua lutut ini," gumamnya lalu kembali menatap Minjung.

"Bagaimana ini? Sayangnya aku tidak ingin memohon padamu, Kim Minjung."

Minjung tampak tak goyah, seakan tak mau kalah. "Kalau begitu, kau harus terima konsekuensinya," ucap Minjung bersama sepasang matanya yang menatap tajam pada Heejoo.

"Bukan aku. Tapi kau, Kim Minjung," balas Heejoo tampak tenang.

"Sudah dulu ya, aku mau pergi ke ruangan Pak Choi dulu, ya," ucap Heejoo sembari menepuk pelan bahu Minjung dan kemudian kembali berucap, "Mau kasih bukti ke Pak Choi. Berdoa saja, semoga hukumanmu berat ya~ Ups!"

Heejoo lantas pergi meninggalkan Minjung dan juga penonton yang terdiam bersama tatapan tak percaya mereka. Hingga detik berikutnya, para penonton bersorak seakan memberikan apresiasi atas sikap Heejoo yang entah kenapa terlihat sangat keren dari biasanya.


*****





"Haechan dilawan, heuh"

🍃

Continue Reading

You'll Also Like

35.5K 3K 66
#taekook #GS #enkook "Huwaaaa,,,Sean ingin daddy mommy. Kenapa Sean tidak punya daddy??" Hampir setiap hari Jeon dibuat pusing oleh sang putra yang...
286K 22.2K 102
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
1M 61.7K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
48.9K 5.2K 18
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG