Asmaradahana (Lengkap)

By NengKarisma

101K 8.4K 3.5K

🏆Juara I event writing maraton with Shana Publisher 🍀 Layaknya impromptu; dibuat atau dilakukan tanpa persi... More

Introduction
00. Prolog
00I. Konkret
002. Dejavu
003. Impulsif
004. Reaktif
005. Amfibi
006. Tacenda
007. Hipotesis
008. Kontradiksi
009. Positif
0010. Impromtu
0011. Predestinasi
0012. Sinkron
0013. Estungkara
0014. Ambiguitas
0015. Defensi Afirmatif
0016. Derana
0017. Bujuk rayu
0018. Mengais Restu
0019. Suka Cita
0020. Jatukrama
0021. Aritmia
0022. Daksinapati
0023. Cakrabuana
0024. Anantara Harsa
0025. Fatamorgana
0026. Lara
0027. Berahi hati
0028. Nahas
0029. Asmaraloka
0030. Hipoksia
0032. Asmaradahana
0033. Renjana
0034. Eunola
000. Epilog
⚠️ Pengumuman Penting ⚠️

0031. Harsa

2K 200 28
By NengKarisma

0031. Harsa

Jangan lupa tingggalkan VOTE, KOMEN & FOLLOW AUTHOR. Share juga cerita ini biar semakin banyak yang baca❣️

"Aku bekerja keras membanting tulang tentu untuk mendulang keberhasilan. Salah satunya adalah agar keberhasilan ini bisa dinikmati oleh istri dan anakku kelak."-Arezta Jonh Nathaniel Diantoro

🥀🥀

Seorang pria tampan terlihat sedang sibuk berurusan dengan seperangkat dokumen dan laptop yang menyala. Dia memilih bekerja di sofa dan menyimpan laptop di tas meja sembari menunggu sang istri yang sedang menjalani pemeriksaan rutin. Dia juga sudah berkata berulang kali agar dokter atau suster yang ikut memeriksa sang istri, tidak perlu menganggap keberadaanya.

Setelah memikirkan banyak pertimbangan, dia memilih work from home. Melakukan segalanya dari rumah sakit. Meeting virtual, mengirim dokumen, menuturkan jadwal kerja sang atasan, hingga serentetan jobdesk lainnya.

Keberadaanya sudah seperti magnet di pagi-pagi buta, tentu bukan perkara mudah untuk diabaikan. Sejak pagi dia sudah stay dengan setelan kerja lengkap. Menghadap gaway yang akan membantunya bekerja. Selama tinggal di rumah sakit menemani sang istri, Ibu dan kakak iparnya dengan telaten mengirimkan barang-barang kebutuhan pokok, seperti sandang dan pangan.

Seperti pagi ini, sandang yang dibutuhkan dan pangan untuknya telah dikirim sejak pukul enam pagi. Satu setel pakaian formal kerja dikirim dengan rapih, bersama dengan Tupperware-tupperware berisi makanan lezat, seperti olahan daging sapi Peking, udang kung pao dengan mete, terung Szechuan, tumis sayuran campur spesial, kerang saus cabai, lengkap beserta dissert pangsit kacang merah dan pastel pisang bulan sabit.

Sebelum bekerja, perutnya tentu harus dijamu seperti bangsawan Cina terlebih dahulu. Agar konsentrasinya tidak buyar saat bekerja karena perutnya keroncongan.

"Pada minggu ke-6, wajah dengan lingkaran besar untuk mata, hidung, mulut, telinga serta rahang bawah dan tenggorokan sudah mulai terbentuk. Janin sudah mulai terlihat melengkung seperti huruf C. Ibu bisa melihat lingkaran yang saya tunjuk ini."

Suara Dokter Irene yang ramah terdengar telaten menjabarkan tentang pemeriksaan rutin yang kembali dilakukan. Karena insiden tidak menyenangkan kemarin malam, pemeriksaan kembali dilakukan guna mengecek kondisi ibu dan bayinya.

"Pada minggu ke-7 janin mulai membentuk tangan dan kaki, rahim kini telah berukuran dua kali lipat. Lihat, ini jemarinya. Mungil sekali."

Wanita bersurai brunette itu mengangguk. Kendati tidak memberikan respon dalam bentuk suara, Dokter Irene bisa melihat binar takjub yang terpancar di iris hijau itu.

"Pada minggu ke-11 hingga 13 otak bayi akan berkembang dengan pesat, ginjalnya mulai mengeluarkan urine dan jari-jarinya telah bisa mengepal seperti tinju. Memasuki minggu ke-12, alat kelamin bayi sudah mulai dibentuk. Panjang bayi di trimester pertama ini akan mencapai 8 cm. Kita bisa melihat jenis kelaminnya pada pemeriksaan mendatang."

"Jangan!" Arez menyela.

Pria yang sedari tadi anteng-anteng saja itu tiba-tiba bersuara dan menyela pembicaraan. Hal itu tentu membuat tiga wanita yang sedang melakukan pemeriksaan rutin, beralih kepadanya.

"Jenis kelaminnya dirahasiakan saja, supaya menjadi surprise di hari kelahiran nanti," ucap Arez mengimbuhi.

Dokter Irene tersenyum kecil seraya mengangguk. Dengan senyum ramah yang masih terpatri, wanita itu lantas membersihkan sisa gel ultrasonografi di perut Anye.

"Ibu dengar sendiri. Ayahnya mau jenis kelaminnya dirahasiakan saja. Apa tidak masalah?"

Anye mengangguk sebagai jawaban.

"Kalau begitu, untuk pemeriksaan kali ini sampai di sini. Jangan lupa perhatikan asupan nutrisi bagi Ibu dan bayinya. Istirahat yang cukup, dan jangan terlalu banyak bergerak dulu untuk saat ini."

"Baik, Dok," jawab Arez mewakili.

"Kalau begitu saya permisi."

Dokter Irene pamit bersama suster yang membantu melakukan pemeriksaan. Meninggalkan ruangan yang kini hanya ditinggali oleh Anye dan Arez.

"Minggu depan dia sudah berusia 12 minggu, ya?" Arez bertanya sembari membenahi alat-alat elektronik miliknya.

"Iya."

"Kita selama ini belum pernah mendo'akan dia, kan?" Tanya Arez tiba-tiba. "Dia sudah hidup selama ini, dan kita belum pernah mendoakan keselamatannya sedikitpun?"

Entah dari mana datangnya pemikiran tersebut. Namun, Arez memang tiba-tiba kepikiran untuk membuat syukuran guna mendoakan bayi mereka. Selama bayi itu hadir dalam kandungan Anye, tidak pernah terbesit sekalipun untuk mendoakannya. Memang benar dia hadir karena kesalahan satu malam. Tapi, bayi itu tidak bersalah. Dia tidak tahu apa-pa dan sudah sepatutnya tidak disalahkan kehadirannya.

Selama ini baik Arez maupun Anye hanya sibuk untuk mengurusi masalahnya masing-masing. Sebagai seorang calon ayah, Arez merasa hati kecilnya terpanggil. Janin yang berasal dari benihnya sudah berusia sepuluh minggu dan sebentar lagi akan menginjak usia dua belas minggu. Janin itu hidup dan berkembang. Hati berkeinginan untuk membuat acara khusus guna mendoakan kehadiran, keselamatan, serta kebahagiannya.

"Aku akan bilang ke Mama kalau kita akan membuat syukuran kecil-kecilan." Arez buka suara kembali sembari menyentuh perut sang istri yang sudah membuncit.

"Untuk apa?"

"Untuk apa? Tentu saja untuk mendoakan dia. Walaupun kehadirannya tidak diinginkan, tapi dia bukan aib. Dia anugerah untukku, untuk kita."

Arez berucap lembut, akan tetapi syarat makna. Dia tidak pernah berpikiran sempit sekalipun saat mengetahui ada seorang gadis yang tengah mengandung bayinya. Toh, Arez juga sudah cukup dewasa untuk berpikir secara rasional. Tidak mungkin ia membiarkan bayinya dibunuh hanya karena tidak diinginkan.

Begitu pula dengan Anye. Seburuk apapun kewarasan yang dia miliki belakangan ini, tak lantas membuat Anye berpikiran untuk menggugurkan kandungannya. Hidup Anye sudah terlalu rumit. Walaupun dia harus hamil di luar nikah, Anye tidak akan pernah tega untuk membunuh darah dagingnya sendiri. Jangankan melakukan, berpikir ke arah sana saja dia tidak pernah.

Saat sadar jika dirinya hamil, Anye hanya berpikir jika dia yang akan menjaga bayi itu sendiri setelah melahirkan. Dengan bantuan Hasan dan Ana tentunya. Akan tetapi, Tuhan berkata lain dengan mempertemukannya kembali dengan Arez.

Seperti yang Arez rencanakan tadi. Dia akan membuat syukuran kecil-kecilan untuk mendoakan si jabang bayi. Syukuran tersebut alan dilakukan saat usia kehamilannya memasuki bulan ke-4.

"Dek, Ayah sama Ibu kirim doa buat kamu. Sehat-sehat di dalam perut Ibu. Jangan seru-seru mainnya, kasihan Ibu," bisik Arez pada permukaan perut sang istri. Ada euphoria tersendiri setiap kali mengajak sang buah hati berbicara.

Dalam islam, sebagaimana dikatakan Imam Muslim dalam Hadist Riwayat (HR), usia 4 bulan kehamilan bayi di dalam kandungan sudah punya bagian-bagian yang lengkap sebagaimana layaknya seorang manusia.

"Sesungguhnya setiap orang di antara kalian dikumpulkan penciptaanya dalam perut Ibunya selama empat puluh hari (berupa sp*rma), kemudian menjadi segumpal darah dalam waktu empat puluh hari juga, kemudian menjadi segumpal daging dalam wakti empat puluh hari. Kemudian diutuslah seorang malaikat meniupkan ruh ke dalamnya dan diperintahkan untuk menuliskan empat hal ; rezekinya, ajalnya, amalnya dan apakah dia menjadi orang yang celaka atau bahagia." (Muslim bin Hajjaj An-Naisaburi, Shahih Muslim).

Rencana tasyakuran tersebut tentu disambut baik oleh keluarga Arez maupun Anye. Di tengah upaya mereka membantu Anye sembuh dari Alter ego yang dia idap, mereka tetap bisa membuat acara yang membawa positif vibes bagi Anye dan bayinya.

Abah--Ayah angkat Anye--yang mendengar kabar baik itu dari Ana--istri Hasan--berinisiatif datang ke Jakarta guna menghadiri acara tasyakuran serta gelar doa bersama untuk Anye dan bayinya. Pria berdarah Sunda itu datang beberapa hari sebelum acara tasyakuran diadakan.

Acara empat bulanan yang diadakan terdiri dari tasyakuran dan memanjatkan doa untuk kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi. Arez sengaja mengundang beberapa anak santri untuk mengaji kitab suci Al-Qur'an di kediaman mereka yang menjadi tempat berlangsungnya acara. Acara mengusum tema privat dan kekeluargaan. Tamu yang hadir kebanyakan adalah keluarga, kerabat, serta tetangga dekat.

"Tong ngalalalaworakeun kanu jadi kolot, sabab indung tunggal rahayu bapa tangkal darajat (Jangan menyia-nyiakan orang tua, sebab Ibu itu sumber kemakmuran dan Bapak sumber derajat seorang anak)," pesan Abah sore itu.

Duduk di bawah langit jingga bersama sang putri bungsu, ditemani secangkir wedang jahe buatan anak menantu. Menikmati keindahan kanvas jingga ciptaan sang Maha Kuasa, sembari menunggu kumandang adzan. Kebiasaan yang sudah lama sekali tidak dirasakan oleh pria paruh baya tersebut.

"Di dunya mah darma wawayangan bae, anging Allah nu ngusik malikeun, neng geulis. Sabar nyangharepan sagala kaayaan di dunia teh."

(Manusia tidak punya daya upaya, semua atas kehendak Allah, neng cantik. Sabar menghadapi segala keadaan di dunia)

Abah kembali memberikan wejangan kepada sang putri. Di sampingnya, Anye dengan setia mendengarkan. Acara tasyakuran empat bulanan Anye baru saja selesai. Para tamu undangan sudah mulai kembali ke kediaman masing-masing. Tinggal keluarga dan kerabat dekat yang masih terlihat di sana.

Kedatangan Abah tak ayal menjadi pelipur rindu. Lewat tangan keriput pria ini, Anye kecil belajar berjalan di pendopo utama pesantren. Bersama pria tua ini juga istrinya, Anye kecil mengenal masa kecil yang penuh warna, seumpama anak-anak pada umumnya.

Maka, kelak jika buah hatinya terlahir ke dunia. Anye tidak akan pernah ragu untuk selalu mengenggam tangan mungilnya. Tidak akan pernah sekalipun dia lepaskan, karena Anye sendiri tahu bagaimana rasanya ditinggalkan di saat tidak punya siapa-siapa.

**

Harsa; gembira

Jangan lupa tinggalkan VOTE, KOMENTAR, FOLLOW AUTHOR & SHARE cerita ini biar makin banyak yang suka.

Sukabumi 10 Agustus 2021
Revisi 21/09/21
Revisi 01-08-23

Continue Reading

You'll Also Like

416K 39.5K 43
Gimana sih rasanya punya suami modelan Abimanyu Lingga Pandega? Ft. Kim Doyoung Cerita ini hanya fiksi yang tidak ada hubungannya dengan tokoh asli...
2.6K 134 6
Ini lapak bxb ya, kalau ga suka skip saja!!
479K 19.4K 36
Menikah di usia delapan belas tahun tak pernah ada dalam bayangan Ken. Terlebih memiliki bayi tepat setelah dia diterima di UGM Jurusan kedokteran. S...
5.5K 211 39
Ini adalah sebuah cerita tentang perjuangan memperbaiki diri, mencintai diri sendiri lalu mencintai orang lain. Ini adalah sebuah cerita yang akan me...