Bruk...
Jendra mengucap istighfar dalam hati ketika seorang perempuan menggebrak meja tempat ia dan teman-temannya makan. Sontak saja hal itu langsung memancing tatapan tajam Atlanta yang membuat si pelaku ciut seketika.
"K-kak gue minta maaf... anu-gue emmm gue cuma mau ngomong sama Kak Jendra hehe..."
Atlanta mendengus, membuang muka kearah lain. Ia dalam mode senggol dikit bacok karena masih kesal kepada Keano.
"Apa?!" tanya Jendra ngegas.
"Seharusnya aku yang tanya, maksud kamu apa mutusin aku hah?!" balas cewek bernama Nadia itu dengan mata berkaca-kaca. "Kurangannya aku apa? Aku cantik? Semua orang tahu, kaya? Jelas, pintar? Gak usah ditanya. Tapi kenapa kamu tega mutusin aku!"
Jendra memandangnya malas. "Mau tahu gak kekurangan lo apa?"
Nadia mengangguk.
"Lo kurang akhlak."
Caesar dan Genta membekap mulut menahan tawa, keduanya menunduk bersamaan. Di lihat dari bahu tegap mereka yang bergetar, sudah pasti kedua orang itu sedang mentertawakan Nadia.
"Kok kamu jahat?" Nadia terisak.
"Lah yang bilang gue baik siapa?" tanya balik Jendra, lebih sewot lagi dari yang sebelumnya.
"Jujur aja pasti ini karena kamu punya cewek lain 'kan?"
"Kalau iya kenapa?"
"Hiks... tega, aku benci kamu!" Nadia berlari keluar dari kantin.
"YA! I HATE YOU TOO!" balas Jendra mengangkat satu tangan keatas lalu terkekeh sembari geleng-geleng kepala.
"Tiga... Tiga orang cewek yang tadi nangis-nangis karena lo putusin," ujar Caesar tak percaya.
"Kadang gue suka bingung. Lo itu gak ada cakep-cakepnya sama sekali, tapi kenapa ada aja cewek yang mau sama lo. Mata mereka katarak atau gimana!?" ujar Genta tanpa dosa.
"Mulut lo anjir, sembarangan kalau ngomong. Semua orang juga tahu kali kalau Rajendra Marcello Sadewa itu ganteng, diurutan kedua setelah Atlanta!" jawab Jendra pede seraya mengusap rambutnya kebelakang.
Genta berdecih sinis.
"Tumben Stefannie gak nyamperin lo," ujar Clarel kepada Atlanta. Biasanya seorang Stefannie Rachella tidak akan pernah absen menemui Atlanta. Perempuan tersebut adalah pacar Atlanta dari lima bulan yang lalu.
"Sakit," jawab Atlanta datar.
Clarel mengangguk paham.
Mereka berenam adalah anggota inti RAVOZER, geng besar di Cakrawala yang bertugas bagaikan perisai bagi sekolah. Di ketuai oleh seorang cowok famous yang dikenal akan kenakalannya.
Atlanta, cowok bertindik dengan sejuta pesona yang membuat perempuan menjerit ditempat. Anak basket bagian inti yang menjadi kebanggaan sekolah.
Dedric, cowok kaku yang minim expresi. Sangat licik namun jiwa ketulusannya sangat besar.
Jendra, cowok buaya dengan pacar yang begitu banyak. Bersifat humoris yang mampu mencairkan suasana.
Clarel, si kalem yang bisa menjadi ustadz dadakan bagi kelima temannya. Penasehat yang baik, sangat pandai mengendalikan emosi dan expresi.
Genta, gak usah ditanya lagi. Dari part sebelumnya sifat Genta sudah ketahuan jelas, blak-blak'kan dan emosional.
Terakhir ada Caesar. Cowok idaman kaum hawa yang begitu ramah. Tapi julukan iblis tampan akan tetap melekat dalam dirinya apalagi jika ada yang berani mengusik orang terdekatnya.
"Eh..." Jendra mencoba menatap jelas objek yang tak jauh didepannya. Ia tidak salah lihat 'kan? Karena ia melihat cewek tiga hari yang lalu ada di kantin Cakrawala.
"WOI ITU CEWEK TIGA HARI YANG LALU 'KAN!?"
Sontak saja kelima temannya langsung mengikuti arah tunjuk Jendra. Seringai lebar langsung Atlanta perlihatkan, ketika gadis itu membalas tatapan mereka.
"Again?" gumam Atlanta pelan, memandang gadis itu penuh minat.
"Atha... eh Anetha... eh namanya siapa sih kemaren... Ale..Ale nah Aletheia sini lo!" panggil Jendra membuat Aletheia seketika ingin mengubur diri hidup-hidup.
Aletheia menggeleng ditempat, ia takut. Mereka semua masih sama menyeramkan seperti tiga hari yang lalu. Apalagi cowok bertindik yang mencekiknya, Atlanta. Jangan sampai Aletheia berurusan lagi dengan keenam iblis itu.
"Ck, sini cepetan!" paksa Jendra.
Bukannya menghampiri Jendra, Aletheia malah berlari kearah temannya-Firesa.
"Lo kenapa?"
"Gu-gue..." Namun gadis itu tidak melanjutkan ucapannya melainkan melirik panik kearah Jendra yang terus memanggil namanya.
Firesa, Clara, Kenzia dan Violet melempar tatapan penuh tanda tanya. Jendra mengenal Aletheia? Bagaimana bisa?
"Lo punya masalah apa sama mereka?!" jerit Clara tertahan. Sumpah demi apapun selama ini Clara selalu berusaha agar tidak mencari masalah dengan keenam pantolan sekolah, alasannya ya karena takut.
"Gak ada!" Aletheia menggeleng cepat setelah sempat termenung teringat akan kejadian tiga hari yang lalu.
"Saran gue mending lo samperin aja deh mereka, kalau nanti mereka marah bisa bahaya. Ini kantin bisa hancur kalau mereka ngamuk," saran Violet seraya meringis. Melihat tampang keenam inti RAVOZER membuatnya bergidik ngeri.
"Temenin," pinta Aletheia memelas.
"A-ayo aja gue mah," jawab Firesa sedikit ragu.
"Lo aja deh yang temenin, 'kan disana ada pacar lo!" ujar Violet.
Kenzia menggeleng cepat. "Gak mau. Walaupun Clarel pacar gue, tetap aja gue takut!" jawabnya gugup.
"Gak guna!" maki Violet membuat Kenzia merenggut kesal.
"Budeg?"
Itu bukan suara Jendra lagi melainkan suara Atlanta. Sumpah demi apapun Aletheia ingin kabur saja, ia risih ditatap sinis oleh perempuan yang ada di kantin.
"Cepat!" Firesa itu solid, dia gak akan biarin Aletheia kesana sendirian. Walaupun disini nyalinya udah ciut duluan, tetap saja ia akan menemani Aletheia.
"Nama lo Aletheia?" tanya Atlanta pada Firesa ketika kedua gadis itu datang menghampirinya.
Firesa menatap Atlanta bingung. "Hah?"
"Cuma yang nama Aletheia boleh kesini," jelas Atlanta menatap tajam Firesa.
"Duh sorry, Ale." Firesa meringis merasa bersalah, melempar tatapan tak enak kearah Aletheia. "Gue takut serius. Kalau nemenin lo ketemu sama hewan buas gue mau-mau aja, lo suruh gue ngacau itu hewan gue juga mau. Tapi kalau sama mereka.... hehehe gue gak berani!" ujarnya setelah melirik Atlanta dan kelima temannya.
"Lo pergi aja," ujar Aletheia sedikit ragu.
Tanpa bertanya lebih lanjut Firesa langsung kabur. Dari jauh ia hanya bisa menatap bersalah Aletheia.
"Duduk!"
Aletheia menurut.
"Duh Neng cantik udah lama ya kita gak ketemu," ujar Jendra menggoda.
"Hehe." Aletheia terkekeh paksa. Suasana ini terasa begitu mencengkam.
"Diam aja lo?! Tiga hari yang lalu lo itu cewek sok tahu, sok pemberani, tapi sekarang... udah beda aja!" ujar Genta tiba-tiba. Menatap Aletheia dengan remeh.
Gadis cantik berambut cokelat itu memilin jarinya dengan perasaan gelisah. Ia teringat ucapan Bunda dan Ayahnya tadi pagi. Emang ya penyesalan selalu datang di akhir.
'Bunda, Ayah... Ale nyesel huaaa!'
"Kenapa diam?" tanya Genta sewot.
Aletheia menggeleng pelan.
"Lo mirip setan makanya dia diam karena takut," ujar Jendra melempar senyum penuh ejekan kearah Genta. Jendra kembali menatap Aletheia. "Sekelas sama Firesa?"
"Iya." Aletheia mengangguk.
Suasana kembali diam. Dari ujung sana keempat teman baru Aletheia menatapnya khawatir, jangan sampai Aletheia dipermalukan didepan umum. Mereka jelas tahu sifat Atlanta dan kelima temannya.
"Dilihat-lihat lo cantik juga," ujar Atlanta menyeringai menatap Aletheia.
"Jaga mata lo-kamu!" balas Aletheia ketus, tidak terima dengan tatapan yang dilayangkan Atlanta.
Aku-kamu ya? Pikir Atlanta. Seingatnya Aletheia adalah gadis sok tahu yang berani menentang perbuatannya tiga hari yang lalu, namun sekarang gadis itu lebih bertutur sopan walaupun sedikit ketus.
"Ini cewek tiga hari yang lalu berani nyari masalah sama kita-kita terutama Atlan," ujar Genta tiba-tiba. Sengaja berteriak agar seluruh penghuni kantin mendengar.
Mata Aletheia memanas, kenapa semuanya menjadi seperti ini?
"Ini cewek tiga hari yang lalu songong banget asal lo pada tahu-" Genta duduk diatas meja, matanya fokus pada Aletheia yang terlihat ingin menangis. "Tapi sekarang dia jadi lemah dan cengeng," sambung cowok bermulut pedas itu.
Bisik-bisik terdengar, menjelek'kan nama Aletheia. Padahal baru satu hari tapi sudah ada masalah. Bagaimana hari-hari selanjutnya? Apakah Aletheia akan sanggup?
"Clarel," panggil Kenzia menghampiri kekasihnya itu.
Clarel menoleh lalu tersenyum tipis. "Hm?"
"Ale teman baru aku, masa di hari pertama sekolah dapat kesan buruk gini. Kasian tahu dia mau nangis gitu, tolongin ya?" pintanya memelas.
"Oke," jawab Clarel tanpa berpikir panjang.
Kenzia tersenyum. Ia menatap Clarel yang menarik Genta menjauh.
"Lo pergi aja," ujar Clarel kepada Aletheia. "Teman-teman gue biar gue yang urus."
Atlanta menatap tajam Clarel. "What are you doing?!"
"Kasian, mau nangis gitu." Mendengar itu Atlanta berdecih.
°°°°°
-✧ ೃ༄* Tbc