ALLAMANDA [SUDAH TERBIT]

By Oolitewriter

1.6M 56.3K 1.4K

SEBAGIAN CERITA DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN "It's all about senior high school, maybe." || Amazing c... More

PROLOG
BAB 1
BAB 2
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
CAST
BONUS CHAPTER 1
BONUS CHAPTER 2
BONUS CHAPTER 3
BONUS CHAPTER 4
BONUS CHAPTER 5
BONUS CHAPTER 6
BONUS CHAPTER 7
BETA & GAMMA
INFO PENERBITAN & OPEN PO
COVER & OPEN PRE ORDER

BAB 3

57.9K 3.6K 77
By Oolitewriter

MANDA masih menormalkan suhu tubuhnya yang sepertinya terbakar amarah. Cewek itu kesal? Tentu saja. Coba berikan Alasan kenapa Manda harus baik-baik saja diperlakukan seperti itu selain karena wajah Arka yang ganteng. Tidak ada. Jadi dia pantas marah.

Menghentakkan kakinya kesal, Manda berjalan menemui Nazwa yang sekarang sedang duduk di kantin sendirian karena cewek itu harus berurusan dengan Arka tadi.

"Jadi gimana? Kenapa dia kenal lo? Dan kenapa dia panggil lo gitu?" Tatapan Nazwa menunjukkan kalau cewek itu benar-benar minta penjelasan dari Manda. Sebagai sahabat, dia pasti sangat ingin tahu masalah yang mungkin tak penting ini. Tapi, itu gunanya sahabat kan?

"Jadi gini, lo tau perusahaan Ayah gue bangkrut kan?" Manda sedikit memajukan kepalanya dan memelankan suaranya. Yah, mungkin kabar itu sudah tak asing lagi. Tapi biarlah, ini dilakukan agar tak menimbulkan gosip lebih panas di kantin.

Nazwa mengangguk, cewek itu tetap diam meski amat sangat ingin tahu kelanjutannya.

"Nah, Ayah gue buka usaha toko kue kecil-kecilan. Jadi waktu itu ada ruko kosong yang disewa, Ayah gue langsung ngerubah ruko itu jadi toko kue. Sebagai anak yang berbakti pada orang tua, gue pasti bantuin dong?" Lagi, Nazwa mengangguk. Ya, memangnya apalagi yang harus dia lakukan?

"Abang gue juga sebenernya ikut bantu, cuma kemaren lagi nggak bisa. Akhirnya, gue yang nganterin pesanan. Dan ternyata yang mesen itu Arka. Lo kaget kan?" Nazwa mengangguk. Sumpah, respon Nazwa ini bikin Manda gemes banget. Ya abisnya, cewek itu sejak tadi menganggukkan kepala doang.

"Gue juga kaget. Kita sempet ngobrol sih, tapi obrolannya emang nggak guna banget. Terus dia bayar kuenya deh. Yaudah gue pulang." Sebenarnya Manda melewatkan satu hal. Cewek itu tak menceritakan tentang Arka yang memeluknya tiba-tiba dan dia yang membalas pelukan cowok itu. Biarlah itu menjadi rahasia perusahaan saja. Toh, Manda juga tak tahu apa alasan Arka memeluknya waktu itu. Jangan sampai Manda terlalu percaya diri dulu menganggap Arka menyukainya. Ah, kenapa mengingat pelukan itu membuat Manda jadi merasakan hangat? Baru diingat saja sudah begini, apalagi kalau dipraktekkan? Baiklah, berhenti memikirkan hal konyol.

"Gitu doang?" Dari sekian banyaknya respon, kenapa Nazwa justru memilih respon itu. Manda sampai harus menahan rahangnya agar tidak jatuh karena begitu terkejut dengan respon sahabatnya. Semua cerita yang mengalir panjang kali lebar dari bibirnya hanya ditanggapi dengan dua kata itu?

"Ah, lo mah gitu banget."

"Maksud gue, yakin gitu doang? Nggak ada yang lo sembunyiin kan?"

Sudah diberitahu belum kalau Nazwa ini memiliki bakat cenayang yang hebat? Tanpa diberitahu pun, Nazwa pasti tahu ada sesuatu yang tak beres. Tapi kalau kita dengan pintar menutupinya, cewek itu pasti tak bisa membacanya dan memilih menyerah.

"Emangnya apa lagi?" Dan beruntunglah Manda. Dia sudah mengenal Nazwa lama jadi tak perlu latihan lagi untuk membuat semuanya terlihat baik-baik saja.

"Kok gue merasa bersalah ya?"

"Merasa bersalah kenapa?" Kali ini Manda berusaha membaca tatapan Nazwa yang terlihat memang benar-benar merasa bersalah.

"Ya, gitu. Lo kan sahabat gue, masa lo lagi kesusahan gue diem aja nggak ada keterlibatannya sama sekali."

Manda tersenyum, cewek itu mengusap bahu Nazwa. "Bukan salah lo kali. Gue-nya aja yang nggak mau cerita."

"Tapi sebagai sahabat, harusnya gue tuh selalu ada buat lo tanpa lo minta. Kalo kayak gini, gue tuh merasa nggak guna banget."

Manda menyela cepat. "Apaan sih? Kok lo ngomongnya gitu? Ya enggaklah. Lo berguna banget lagi buat gue. Nggak tau deh kalo nggak ada lo gimana. Tau sendiri anak-anak di sini nggak ada yang suka sama gue."

"Ya tapi kan......."

"Udahlah, nggak usah dibahas." Manda merasa percakapan ini memang tiada akhirnya kalau tak segera diselesaikan. Rasanya Manda tak tega saja jika melihat Nazwa yang terus menyalahkan dirinya sendiri. Karena memang bukan salahnya juga, salah Manda yang tak mau bercerita. Cewek itu merasa selalu bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Padahal dia butuh orang lain untuk membantunya. Karena super hero pun butuh bantuan untuk menuntaskan masalahnya. Sejatinya manusia tak bisa hidup sendiri kan?

"Yaudah, tapi nanti gue ke toko ya? Boleh kan?"

"Kok nanya-nya gitu? Ya bolehlah." Manda terkekeh ringan, disusul Nazwa yang tersenyum kian lebar. Ternyata tak selamanya kebahagiaan didapatkan dari banyak teman. Cukup dengan satu orang yang benar-benar mengerti, itu sudah lebih dari cukup.

Manda dan Nazwa sama-sama menuju kelas mereka saat bel masuk terdengar. Kantin mendadak senyap.

Hari ini kelas C ada ulangan Fisika. Karena jarang ada yang belajar, biasanya mereka nyontek.

Karena prinsipnya seperti ini. Saat Ulangan Tengah Semester atau Ulangan Akhir Semester, pasti peluang menyontek makin sempit. Karena pada tes itu pengawasan begitu ketat, tak seperti Ulangan Harian. Jadi, mereka berusaha keras mendapatkan nilai bagus di Ulangan Harian agar bisa memperbaiki nilai UTS atau UAS. Anak jaman sekarang. Cerdas.

Manda mulai duduk di kursinya. Sebenarnya cewek itu mengerti dengan materi yang akan diujikan hari ini. Tapi bukan tidak mungkin kalau soal ulanga berbeda 180 derajat dengan soal latihan. Guru kan biasanya emang gitu. Contoh soalnya gimana, latihannya gimana, ulangannya gimana. Kalau kata Adam waktu itu, "Contoh soalnya satu tambah satu, latihannya satu kali satu, pas ulangan siapa penemu satu?" Kira-kira contoh sederhananya seperti itu.

Murid-murid yang sedang mencatat rumus mulai berhenti dan kembali duduk dengan tenang saat pak Dasuki -Guru Fisika mereka--- memasuki kelas dengan membawa kertas ulangan dalam genggamannya.

"Buku cetak, buku catatan dan buku latihan dijadikan satu lalu ditaruh di depan. Jangan ada yang menyontek. Mengerti?"

"Mengerti, Pak." Memangnya ada jawaban lain selain jawaban itu?

---

Manda dan Nazwa sama-sama keluar kelas setelah bel pulang berbunyi. Keduanya langsung menuju tempat parkir, kebetulan Nazwa membawa motor jadi Manda bisa nebeng. Sebenarnya tak begitu juga, tapi Nazwa hari ini akan ikut bersama cewek itu ke toko kue. Mungkin membantu kecil-kecilan, dan abangnya bisa langsung ke sana tanpa menunggu Manda.

Sesampainya di toko kue, Nazwa dan Manda lantas segera masuk. Reza yang memang sedang berada di dalam melayani pelanggan menyapa keduanya.

Manda dan Nazwa mencium punggung tangan Reza. "Nazwa ikut juga?"

Nazwa mengangguk mantap. "Iya, Om. Tenang aja, walaupun Nazwa nggak bisa bikin kue, tapi Nazwa bisa nganter pesanan." Cewek itu berkata seolah dirinya adalah super hero yang akan menyelamatkan dunia. Padahal yang ingin dikerjakannya hanya mungkin hal kecil. Tapi biarlah, itu sudah sangat membantu.

Reza terkekeh. "Iya, Om percaya sama kamu. Tapi kamu nggak ganti baju dulu?"

"Kelamaan Om, buang-buang waktu."Sebenarnya bukan itu alasan Nazwa. Cewek itu hanya malas pulang saja dan akan membuang waktunya untuk ketemu Zafran. Kalau dia pulang dulu untuk berganti pakaian, dua puluh menit akan terbuang tanpa melihat wajah Zafran. Dan bagi Nazwa, waktu dua puluh menit itu amat sangat berharga.

"Yaudah, kamu udah bilang sama orang tua kamu?"

"Udah, Om." Reza hanya merespon dengan anggukan. Setelahnya Manda dan Nazwa bergerak cepat melayani pelanggan yang sudah datang. Zafran mungkin pulang dulu untuk berganti pakaian. Manda, cewek itu memilih tetap memakai seragam sekolah. Alasannya sederhana, Nazwa melarangnya. Katanya solidaritas.

"Gilaa! lumayan juga ya toko kue lo. Baru buka beberapa hari tapi pelanggannya rame gini." Nazwa, cewek itu terlihat antusias. Beberapa kali mengeluh lelah karena harus mondar-mandir ke sana- ke mari untuk memnuhi pesanan pelanggan. Tapi tak dipungkiri hatinya juga merasa senang bisa membantu.

"Iya lah. Tau nggak kenapa? Karena yang bikin kue itu gue." Manda tertawa terbaha-bahak. Sumpah, lawakannya itu sama sekali tak lucu. Lihat saja, tersenyum pun Nazwa enggan sepertinya.

"Bangga banget lo. Lagian, lo paling bantu masuk-masukin bahannya aja. Ngaku lo! Om Reza kan yang bikin?" Nazwa menuding Manda dengan telunjuknya. Lantas, cewek itu memutar bola mata malas. "Jangan fitnah. Gue yang bikin nih. Gini-gini, gue tau cara bikin kue."

Manda sebenarnya tak terima jika dianggap seperti itu. Tapi tak apalah, Nazwa ini. Sahabatnya itu bukan masalah besar. Lihat saja nanti kalau sudah menyicipi kue buatan Manda.

"Dek, dipanggil Ayah." Manda mengangguk. Cewek itu sempat melirik Nazwa jahil yang sekarang wajahnya sudah memerah. Aneh deh, Nazwa ini orangnya tidak ada jaim-jaimnya, tapi kalau sudah ada Zafran mulai deh berani kandang. Kicep. Boro-boro ngomong panjang lebar, ditanya aja udah gemeteran setengah mati. Katanya sih sport jantung. Emang begitu ya? Manda tidak tahu, soalnya dia belum pernah merasakan jatuh cinta. Pernah deh, tapi sepertinya tak selebay Nazwa.

Nazwa mendadak diam setelah kepergian Manda. Rasanya bergerak sedikit saja agak gimana gitu. Malu-malu ayam deh, bisanya ngerem minta perlindungan.

"Capek, Wa?" Tuh kan, ditanya gitu doang Nazwa udah salah tingkah.

Cewek itu sedikit melirik Zafran lalu menatap ke arah lain. Emang yah, jatuh cinta itu efeknya kuat banget. "Iya, kak."

"Istirahat aja, Wa." Ya, sebenarnya sih nada bicara Zafran biasa aja. Bukan seperti cowok-cowok modus kebanyakan. Zafran bertanya, karena memang dia ingin bertanya, bukan karena yang lain. Itu yang bisa buat Nazwa jatuh ke dasar yang paling dalam yang namanya cinta pada Zafran.

"Nggak apa-apa kok, Kak." Serba salah juga sih. Kalau deket gini bikin salah tingkah, kalau jauh yah mau liat terus. Nazwa bangkit berdiri, tubuhnya hampir menabrak Zafran kalau seandainya cewek itu tak cepat tanggap untuk menghindar.

"Aku........ ke sana dulu deh."

---

"Apa, Yah?" Manda, cewek itu menghampiri Reza yang sedang membuat kue.

"Ada yang nyariin kamu tuh." Reza masih fokus mengaduk adonan, berbeda dengan Manda yang mengernyit bingung. Selama ini memang tak ada yang mencarinya. Jadi sedih jika mengingat itu.

"Siapa?" Akhirnya pertanyaan itu meluncur juga.

"Ayah nggak tau. Tapi katanya temen sekolah kamu."

Lagi, Manda mengernyit, tapi kali ini lebih dalam. Cewek itu mencoba berpikir. Selama ini, sahabatnya di sekolah hanya Nazwa. Karena memang tak ada seorang pun di SMA Global yang mau berteman dengannya. Lagi-lagi karena faktor ekonomi.

"Cewek apa cowok?" Manda masih memilih tak menghampiri orang itu dulu. Mungkin saja itu orang jahat yang mau menculiknya. Siapa tahu kan? Tapi rasanya terdengar tak asuk akal penculikan terjadi di tempat seramai ini.

"Cowok."

Singkat. Satu kata.

"Udah, kamu tuh nggak usah kelamaan mikir. Sana temuin dia. Sayang loh orang ganteng dianggurin."

Nah! Coba tebak lagi. Cowok dan ganteng. Kira-kira siapa yang identik dengan dua kata itu. Tapi kan yang namanya cowok pasti ganteng, tidak mungkin cantik.

"Yaudah deh." Manda menyerah. Dia akhirnya memutuskan menemui orang yang mau bertemu dengannya itu tanpa bergulat lagi dengan pikirannya. Kalau dihitung memang Manda terlalu banyak berpikir. Terlalu buang-buang waktu.

Tapi cewek itu tersentak menyadari sesuatu. Di sini kan ramai, tidak mungkin Manda langsung tahu kira-kira siapa yang ingin bertemu dengannya itu. Rasanya tak mungkin jika Manda bertanya pada semua pengunjung seperti 'Kamu nyari saya?' Memangnya Manda ini apa? Mungkin yang ada banyak di antara mereka akan berpikir 'Situ ge-er banget. Siapa juga yang nyariin!'

Akhirnya Manda memtuskan untuk berbalik. Mungkin bertanya pada Reza bagaimana ciri-ciri cowok yang katanya ganteng yang ingin bertemu dengannya itu. Jarang-jarang kan ada cowok ganteng nyariin Manda.

"Manda!" Kali ini langkah Manda berhenti. Dia berpikir mungkin ini suara orang yang dimaksud Reza.

Lantas tubuhnya berbalik dan tersentak melihat seseorang yang memanggil namanya. Cowok dan ganteng. Itu Arka. Dan Arka memang ganteng.

Manda berjalan menghampiri cowok itu yang sedang duduk sambil sesekali menyeruput minumannya. "Lo nyariin gue?"

"Iya."

"Ngapain?" Manda menarik kursi, lalu duduk di depan Arka.

Arka, cowok itu terlihat santai saat ini dan tetap ganteng. Mungkin kalau Arka pake baju compang-camping juga tetep ganteng.

"Mau ngobrol aja. Gue kesepian nih."

Manda sontak tertawa. Cewek itu sampai harus memegang perutnya yang mungkin terasa sakit karena terlalu berlebihan. "Cowok-cowok kesepian ya?"

Cowok itu memutar bola mata malas. "Jadi, toko ini punya lo?"

"Lebih tepatnya punya Ayah gue."

Arka mengangguk mengerti. "Kecil ya?"

Oh iya, Manda sempat melupakan satu kebiasaan Arka setiap kali cowok itu bertemu dengannya. Selalu memancing emosinya.

"Biarin. Yang penting laku." Sebenarnya, Manda ingin berbicara dengan nada biasa saja sih. Tapi sepertinya terdengar menyombongkan diri. Mungkin ini efek dari perkataan Arka tadi yang secara tak langsung memancing alam bawah sadarnya.

"Iya deh." Tapi di luar dugaan Manda, cowok itu terkekeh. Jarang sih sebenarnya Arka terkekeh. Setiap melihat cowok itu bersama teman-temannya, sepertinya Arka jarang terkekeh seperti ini. Eh, kenapa juga Manda mulai perhatian sama cowok di depannya?

Manda menggelengkan kepalanya keras seolah berusaha menghilangkan pemikiran konyol di kepalanya. Tapi kalau boleh jujur, Arka itu emang ganteng. Banget malahan. Postur tubuhnya proporsional banget. Rambutnya badai. Apalagi bola mata hitam pekat yang berhasil membuat Manda tak berkutik itu. Tapi sayang, kadang sikap nyebelinnya meruntuhkan pujian yang dilontarkan Manda untuk cowok itu. Meski hanya bersifat sementara, tapi tetap saja menyebalkan.

"Lo ngapain nyariin gue?"

"Kan gue bilang gue butuh temen ngobrol."

Sebenarnya, Manda tak mengerti kenapa Arka memilihnya sebagai teman ngobrol. Cewek itu ingin bertanya tapi diurungkan. Lebih baik diam. Lagipula dia takut jawaban Arka lagi-lagi memancing emosinya.

"Ayah lo udah lama buka usaha gini?" Arka bertanya, matanya menatap sekeliling toko kue seperti menilai.

"Baru sih." Manda menjawab seperlunya. Kalau ditanya begitu, ya jawabnya begitu juga. Cewek itu berusaha tak memperpanjang jawabannya seolah-olah ingin mengobrol dengan Arka lebih lama. Walaupun kenyataannya begitu. Tapi sebagai cewek, dia harus jual mahal. Kata orang-orang, cewek yang jual mahal itu bikin penasaran. Jadi, Manda bertekad ingin membuat Arka penasaran. Eh, tapi kenapa juga? Memangnya cewek itu ingin memikat Arka?

"Oh. Lo biasa bantu-bantu setiap pulang sekolah?"

"Iya." Manda menatap ke hal lain saat Arka menatap matanya. Belajar dari pengalaman. Cewek itu tak mau dibuat tak berkutik lagi oleh tatapan Arka. Tapi sumpah ya, mata Arka itu menarik banget minta dilihatin terus. Tapi karena Manda cewek tabah, jadi dia berusaha agar tak tertarik dengan godaan itu. Berusaha fokus sebelum dirinya lagi-lagi dibuat melayang entah kemana.

"Besok ada acara nggak?"

"Eh?" Yang ini gerakan refleks. Manda tiba-tiba menatap mata Arka yang ternyata sedang menatapnya.

"Jalan yuk!" Kali ini Manda berharap telinganya salah dengar. Mungkin maksud Arka, 'Tempat jalan yang bagus dimana?' Iya. Mungkin aja gitu. Masalahnya kan Arka itu murid baru. Tapi harusnya dia tahu jalan sekitar sini. Dia kan udah lama juga tinggal di sini.

"Manda?"

Cewek itu mengerjap saat namanya dipanggil. "Ya?"

"Lo dengerin gue nggak sih?"

Yang ini Manda harus jawab apa? 'Denger sih tapi takut salah denger.' Masa gitu?

"Lo ngajak gue jalan?" Manda bertanya ragu. Takut-takut disangka kepedean.

"Iya. Mau kan?"

"Kenapa?" Kali ini suaranya sedikit mengecil. Sebenarnya, cewek itu lebih bertanya kepada dirinya sendiri. Kenapa harus Manda?

Masalahnya sih sederhana ya. Cewek itu kan suka baper. Nah kalo yang baperin cowok seganteng Arka gimana nolaknya coba?

"Kenapa? Lo nggak mau ya?"

Gimana ya? Kok Manda merasa Arka beda aja gitu. Kan biasanya selalu mancing emosi, tapi pas ngajak jalan mendadak jadi lembut.

"Mau kok." Manda sendiri tak punya pilihan lain selain menerimanya. Kata orang-orang, kesempatan itu tak datang dua kali. Jadi sayang sekali jika Manda harus melewatkan yang satu ini.

"Gue pikir lo nggak mau. Abis daritadi diajak ngomongnya ngelamun mulu." Kalau dipikir-pikir, Arka memang suka tiba-tiba. Tiba-tiba nyebelin, terus tiba-tiba nyenengin. Cowok ini memang susah ditebak.

"Yaudah, besok gue jemput jam 4 sore ya?"

Manda mengangguk. Padahal, cewek itu berharap bisa pergi pagi terus pulang sore. Kalau perginya sore, itu artinya waktunya bersama Arka jadi sedikit. Mereka tak mungkin pulang malam. Tapi sejak kapan Manda ingin selalu bersama Arka seperti ini?

---

Biasanya memang hari sabtu yang paling sibuk di toko kue. Alasannya karena weekend. Jadi mungkin banyak orang-orang yang menghabiskan waktu mereka di tempat-tempat tertentu. Contoh sederhananya saja toko kue ini. Sejak pagi hingga sore mendadak pengunjung ramai. Ada yang datang bersama keluarga atau bahkan teman-teman mereka. Reza, Manda dan Zafran harus bekerja ekstra hari ini.

Sejak tadi, perhatian Manda memang tak pernah lepas dari jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Cewek itu harus melihat berkali-kali demi memastikan kapan jarum jam tepat menunjukkan pukul empat.

Entah ini karena ingin jalan dengan Arka atau bagaimana, Manda terlihat begitu bersemangat sejak pagi. Yah, walaupun setiap harinya semangat, tapi kali ini semangatnya beda. Seperti habis mendapat durian runtuh gitu. Jadinya Manda tak berhenti tersenyum dan menyapa pelanggan yang datang dengan amat sangat ramah tanpa rasa lelah sedikit pun.

Manda tersenyum saat dilihatnya Arka memasuki toko kue. Cewek itu lantas segera merapikan pakaian yang dikenakannya lalu berjalan menuju Reza. Pria itu ternyata sedang menatap Arka juga.

"Itu cowok yang kemaren kan?" Manda mengangguk saat Reza bertanya.

"Aku mau jalan bentar ya, Yah."

"Pacar kamu ya?" Reza tersenyum jahil, sementara wajah Manda sudah menahan malu.

"Sore, Om." Arka tersenyum, lalu menyalami punggung tangan Reza.

"Sore." Pria itu membalas sapaan Arka. "Kalian mau pergi ya?"

"Iya Om. Ngak apa-apa kan?" Arka bertanya hati-hati.

"Nggak apa-apa dong. Yaudah sok atuh."

Arka dan Manda segera pamit. Keduanya mencium punggung tangan Reza lalu berjalan keluar. Manda sendiri terus menilai penampilannya dari bawah hingga atas. "Gue nggak ganti baju nih?"

Arka meneliti penampilan Manda. Cewek itu memakai kaos biasa berwarna kuning dan rok sebatas lutut berwarna pastel. Manda membiarkan rambutnya diikat. "Nggak usah."

"Lo nggak mungkin bawa gue ke tempat yang aneh-aneh kan?"

Arka menggeleng, lalu keduanya masuk ke dalam mobil.

Kalau boleh dideskripsikan, bagaimana ya perasaan Manda saat ini? Grogi sih sebenarnya. Pasalnya, Arka itu cowok pertama yang berani mengajaknya jalan di depan Reza. Arka juga cowok pertama yang jalan dengannya selain Reza dan Zafran. Jadi ada rasa tersendiri.

Manda sendiri memilih memperhatikan pemandangan di luar jendela. Cewek itu sempat melirik Arka sebelumnya. Kalau diperhatikan, saat sedang menyetir kegantengan Arka naik berpuluh-puluh persen. Jadi agar pemikirannya tetap waras, Manda berusaha sekuat mungkin tak memperhatikan Arka yang sedang fokus menyetir. Dan keduanya memilih diam sampai benar-benar sampai di tempat tujuan.

Arka turun lebih dulu, lalu disusul Manda yang menatap pemandangan di depannya tak percaya. Rumah ini....

"Rumah siapa, Ka?"

Pake nanya lagi!

"Rumah orang tua gue."

Manda yang tadinya ingin mendekat ke Arka mendadak langkahnya mundur hingga menabrak kap mobil. "Ngapain ke rumah lo?"

"Gue ngambil yang ketinggalan bentar."

Oh, tanpa sadar cewek itu menghembuskan napas lega. Memang apa yang dia pikirkan? Dikenalkan ke keluarga Arka, begitu?

Arka terus melangkah masuk sementara Manda menunggu di luar. Cewek itu kembali masuk ke dalam mobil. Meskipun rasanya ingin dikenalkan ke keluarga Arka, tapi rasanya kalau sekarang terlalu cepat. Eh, dikenalkan sebagai apa dulu? Mungkin saja hanya teman. Ya, kan semuanya berawal dari teman.

Arka kembali dengan tas rensel di punggungnya. Aneh, memang sebenarnya mereka akan kemana?

Manda berpikir dan terus berpikir. Kemungkinan kalau Arka menculiknya itu tak mungkin. Memangnya apa yang bisa diharapkan dari menjual dia? Pikirnya.

Cewek itu masih berusaha menemukan tempat yang akan mereka tuju sebelum pintu di sebelahnya berbunyi menutup. Ditatapnya Arka dengan pandangan bingung. "Kita mau kemana sih?"

"Udah, lo nggak perlu tau." Arka, cowok itu mulai menyalakan mesin mobilnya lalu memacunya hingga meninggalkan pekarangan rumah.

"Ya harus tau dong. Antisipasi kalo seandainya lo punya niat jahat."

Arka terkekeh. "Catet ini baik-baik. Lo bakal suka tempatnya dan lo itu orang pertama yang gue ajak ke sana."

Kalau seperti ini Manda benar-benar baper. Percaya deh. Perasaan cewek kan emang suka sensitif.

"Tapi bukan semacam tempat mistis kan?"

"Bukan. Pemandangan di sana jauh lebih keren. Gue harap kita bener-bener nggak terlambat."

Sekarang Manda berpikir, mungkin mereka akan naik pesawat kali ya? Atau naik kereta? Arka takut terlambat. Jadi otomatis mereka mungkin akan pergi ke tempat yang jauh dan memerlukan tiket kereta atau pesawat.

"Perjalanan kita jauh ya?"

"Lumayan. Tapi nggak sampe keluar kota kok."

Manda mengangguk paham. Cewek itu yakin Arka orang baik-baik, hingga akhirnya dia tertidur dan alam mimpi dengan suka cita menyambut kehadirannya.

---

Setelah turun dari mobil, pemandangan yang pertama kali dilihatnya adalah hamparan rerumputan yang begitu terawat. Ini seperti tempat di cerita-cerita fantasy yang dilihatnya. Tapi ini lebih sederhana dan alamiah. Nyata, bukan dibuat-buat.

Dengan hati-hati, Arka membimbing Manda berjalan hingga keduanya sampai di sebuah danau dan sebuah perahu di atasnya. Manda menurut saat Arka membimbingnya naik. "Tempat ini emang sepi kalau di jam kayak gini. Dan mereka nggak pernah tau apa yang mereka lewatkan."

Arka mendayung perahu hingga sampai di tepi yang berseberangan dari tempat mereka datang tadi. Sementara Manda masih terus penasaran, kemana dia akan dibawa. Tempat ini tak terlalu sepi sebenarnya, ada orang yang berlalu lalang meski bisa dihitung dengan jari. Tapi Manda tak pernah tahu ada tempat seperti ini sebelumnya.

Mereka sampai di seberang, lalu Arka membimbingnya turun. Lagi-lagi Manda hanya menurut. Cewek itu ingin segera sampai dan melihat apa yang sebenarnya orang-orang itu lewatkan di tempat ini.

Keduanya menyusuri jalan setapak kecil yang dipenuhi pepohonan. Sebelumnya Manda menatap horror saat mereka akan melewati jalan ini, tapi Arka berusaha meyakinkannya kalau mereka akan baik-baik saja.

Suasana semakin senyap saat dilihatnya waktu sudah menunjukkan pukul lima sore lewat sepuluh menit. Keduanya masih terus menyusuri jalan setapak itu yang terhalangi beberapa ranting pohon yang tumbuh sembarangan.

Manda ternganga ketika mereka sudah sampai di hamparan rumput yang luas dan terawat. Rumput-rumput ini sama seperti yang dilihatnya saat pertama kali masuk. Yang membedakannya hanya bunga allamanda yang tumbuh melingar disetiap sisinya. Bunga-bunga itu nampak cerah dipadukan dengan warna rumput yang begitu hujau dan menyala. Manda sempat terpaku beberapa saat sebelum Arka menyentak kesadarannya kembali. Cowok itu lantas duduk di dekat bunga allamanda tak jauh dari jalan setapak itu berakhir.

"Pemandangan senja paling bagus itu di sini. Jarang orang yang tau tempat ini. Dan kebanyakan mereka ngerahasiainnya. Bagus kan?"

Manda mengangguk. Memang bagus. Bukan, tapi sangat bagus. Cewek itu tak pernah melihat pemandangan seindah ini sebelumnya.

"Lo tau kan arti bunga allamanda?"

Manda mengangguk. Tatapan cewek itu masih tak lepas dari rumput di hadapannya.

"Artinya penolak bala. Mungkin semacam pelindung gitu. Dan mungkin itu maksud orang tua lo kasih nama lo Allamanda. Lo semacam pelindung buat mereka."

Kali ini tatapan Manda beralih. Cewek itu menatap Arka serius. Kenapa tak pernah terpikirkan ya? Dia selalu fokus pada nama yang dinilainya aneh tanpa tahu maknanya.

"Dan lo pelindung buat orang lain."

Langit perlahan mulai berganti warna menjadi jingga. Pemandangan yang sangat indah jika dipadukan dengan rumput hijau cerah dan bunga allamanda kuning segar yang mengelilinginya. Benar yang Arka bilang, saat senja tempat ini amat sangat indah. Warna jingga itu semakin nyata saat matahari berada semakin rendah dari bumi. Sumpah, sayang banget kalau Manda tak pernah tahu tempat ini. Mungkin kalau cewek itu tahu, dia akan rutin ke sini setiap sore demi menyaksikan senja yang begitu mengagumkan. Ini memang mirip dengan tempat di cerita-cerita fantasy yang pernah dilihatnya di televisi.

"Pulang, yuk!"

Arka bangkit, lalu disusul Manda. Senja tadi sudah berganti menjadi kegelapan saat matahari benar-benar berhenti dari tugasnya dan digantikan oleh bulan. Sumpah, tadi itu detik-detik terindah dalam hidupnya selama ini.

Continue Reading

You'll Also Like

1M 4.9K 6
Sequel Alzio & Azalea Menceritakan tentang perjalanan cinta yang belum usai Alzio Aezar Elver dan Azalea Belva Bellamy. Alzio Aezar Elver merupakan...
609K 30.8K 30
[ W A R N I N G !!! ] [ Sebagian Cerita Ini Sudah Direvisi dan Sudah Dipindahkan ke WEBNOVEL dengan Judul dan Cover yang sama ] Cinta? Satu kata yait...
14.2K 857 33
Cerita ini sudah tamat!!! Maaf kalau kata-katanya ada yang berantakan.. Hanya manusia biasa kok🙂💜
3M 157K 45
[PROSES PENERBITAN] Menurut anak IPA, anak IPS itu terlalu bodoh. Hanya bisa mengandalkan kenakalan, berbeda dengan anak IPA yang membanggakan presta...