SUN AND MOON || HAECHAN

Autorstwa nanamonochan

12.4K 1.6K 2.1K

❝Bulan memantulkan cahaya matahari untuk bersinar di malam hari. Seperti kau dan aku. Aku matahari dan kau bu... Więcej

TRAILER
PROLOG
01: Kejutan untuk Heejoo
02: Haruskah aku mengakhirinya?
03: Day and Night
04: Sepatu dari Ayah
05: Who are you?
06: Pesan dan Harapan
07: D-Day
08: Kau harus tetap hidup!
09: Ingatan yang kembali
10: Reason of life
11: Rooftop Fight
13: Lockscreen
14: Ini Caraku
15: Aku punya misi! Aku bukan benalu!
16: Tunggu aku pulang
17: Murid Baru
18: Puzzle Piece
19: Menunggu
20: Tokoh utama yang menyedihkan
21: Who's the killer?
22: Malam yang panjang
23: Pertanda baik?
24: Ketika kupikir semuanya akan berakhir

12: Berbeda

255 48 44
Autorstwa nanamonochan

"Jika ada yang berkata buruk tentang mu. Sekalipun itu menyakiti hatimu. Jangan kau balas dengan kata yang buruk pula. Karena itu hanya akan membuatmu tak jauh berbeda dengan orang tersebut."

🍃


Siang ini, suasana di ruang guru terlihat sedikit memanas dan sangat tidak biasa. Para guru yang ada di ruangan tersebut menatap tak percaya sekaligus terkejut pada tiga orang siswi yang kini tengah berhadapan dengan Pak Choi. Mereka adalah Moon Heejoo, Kim Minjung, dan Go Eunji.

Pertengkaran mereka di atap akhirnya bisa dihentikan setelah Sooji memanggil Pak Choi selaku wali kelas mereka. Pak Choi menghentikan mereka bertiga yang sudah amat kacau penampilannya dan membawanya ke ruang guru. Dan kini, mereka bertiga saling menyalahkan satu sama lain. Tidak ada yang mau mengakui kesalahannya masing-masing. Hal itu tentu saja membuat Pak Choi menyentuh bagian belakang kepalanya yang berdenyut, pusing.

"Saya nggak salah, Pak. Gadis ini yang mendorong saya duluan. Bapak nggak lihat luka di lengan dan kaki saya ini?" ucap Minjung sembari memperlihatkan luka-lukanya.

Haechan yang masih berada dalam tubuh Heejoo, lantas tergelak mendengar pernyataan Minjung. Memang benar gadis itu terluka setelah ia mendorongnya. Namun perlawanan yang ia lakukan itu sebagai bentuk pembelaan diri setelah Minjung terus-terusan menarik rambutnya. Ah, rambut Heejoo maksudnya.

"HAH? Kau bilang apa? Aku yang salah? Wah, hebat sekali kau mengarang cerita ya!" Heejoo menggelengkan kepalanya sembari bertepuk tangan, terkesan mengejek. Sontak saja membuat seisi ruangan menatapnya tak percaya. Inilah alasan kenapa mereka mengatakan kalau suasana kali ini sangat tidak biasa.

Ya, Moon Heejoo. Gadis yang biasanya hanya diam saja dan memilih untuk memohon untuk diampuni saat ada masalah yang ia timbulkan. Namun kali ini tidak. Gadis itu tak segan-segan untuk melawan.

"Aku benar, 'kan? Aku bertanya baik-baik padamu, kenapa kau makan sendirian di atap? Aku mau mengajakmu makan siang bersama di kantin. Tapi kau malah marah dan mendorongku," ucap Minjung yang kali ini terdengar tenang. Eunji yang duduk di samping Minjung, menganggukkan kepalanya berulang kali. Seolah-olah yang Minjung katakan itu benar.

Haechan yang mengetahui kejadian yang sebenarnya lantas memutar bola mata kesal sembari bersedekap. “Oi! Kim Minjung!" panggilnya.

"Iya?"

Ah, bahkan gadis itu menjawab panggilannya dengan suara yang lemah lembut. Menggelikan sekali. Membuat Haechan serasa ingin muntah mendengarnya.

"Kenapa kau tidak menjadi penulis saja? Kelihatannya kau memiliki imajinasi yang luar biasa sekali. Aku sampai merinding mendengar ceritamu itu," ucap Heejoo sedikit terkekeh.

"Moon Heejoo!" Pak Choi memukul meja kerjanya, membuat setiap insan yang ada di dalam ruangan itu terkesiap. "Kita sedang berada di situasi yang serius. Bukan bercanda," sambungnya.

"Saya juga serius, Pak!" balas Heejoo terdengar serius. Senyum di wajahnya bahkan sudah menghilang. Hanya menyisakan sorot mata yang tajam.

"Bukankah sudah berulangkali saya katakan, bahwa saya tidak salah! Dua manusia ini yang menyerang saya duluan!" Saking muaknya, Haechan bahkan malas untuk menyebut nama dua manusia itu. "Asalkan bapak tahu, saya bahkan tersedak oleh makanan saya sendiri dan hampir saja terkena serangan jantung karena manusia-manusia itu membuka pintu secara kasar." Oke, mungkin ini terdengar sedikit berlebihan. Tapi tetap saja, Haechan memang terkejut saat itu.

"Dia bohong, Pak!" sahut Minjung dan Eunji bersamaan.

Haechan tak peduli. Ia kembali melanjutkan curahan hatinya. "Mau makan sendiri saja saya tidak tenang, Pak. Saya nggak salah apa-apa, malah di dorong-dorong gitu. Rambutnya Heejoo juga ditarik-tarik, Pak. Saya tentunya nggak terima dong, Pak. Masa iya rambutnya Heejoo ditarik-tarik gitu. Nanti kalau Heejoo botak, gimana? Bapak mau tanggung jawab?"

"Loh, kok kamu malah nanya ke saya?"

"Bapak 'kan wali kelasnya Heejoo. Wajar dong saya tanya ke Bapak."

"Jangan percaya sama dia, Pak. Dia bohong, Pak." Minjung kembali bersuara dan segera diikuti anggukan kepala oleh Sooji dan Eunji.

"Benar, Pak. Jangan percaya."

Helaan napas yang panjang terdengar dari Heejoo yang kini hanya bisa menggaruk bagian belakang kepalanya. Jujur saja, Haechan lelah berada di tengah-tengah manusia-manusia ini. "Saya nggak bohong, Pak!" jawab Heejoo penuh penekanan.

"Bohong! Nggak usah mengarang cerita deh!"

"Heh! Yang mengarang cerita siapa sih? Kalian berdua kan?!"

"Sudah! Sudah!" Pak Choi menghela napas panjang. Lelah sekali. "Orangtua kalian sebentar lagi datang. Kita lihat, siapa yang masih berani membohongi saya."

"Apa? Bapak menghubungi orang tua saya?" Minjung membelalakkan matanya, sangat terkejut.

Ceklek

Baru saja Pak Choi memberitahu mereka. Orang yang dimaksud pun sudah tiba. Membuat seluruh manusia yang ada di dalam ruangan itu menaruh atensi pada mereka yang baru saja membuka pintu.

Orangtua Heejoo yang mana, ya?

Haechan memperhatikan satu persatu orang-orang yang masuk. Pertama, ada dua orang wanita berusia 40-an dengan pakaiannya yang terlihat elegan. Sudah dipastikan, bukan dia orangnya. Karena Heejoo pernah bilang kalau bundanya sudah meninggal. Lalu setelahnya ada dua orang pria dengan setelan jas.

Apa salah satu dari mereka?

Pertanyaan Haechan langsung terjawab ketika dua orang pria dengan setelan jas itu, masing-masing dari mereka malah berdiri di belakang ibunya Minjung dan ibunya Eunji.

Haechan memalingkan wajahnya ketika dua wanita itu meliriknya tajam. Haechan kesal? Ya jelas. Jujur saja, Haechan merasa risih. Ingin sekali dirinya keluar dari ruangan ini.

"Permisi..."

Seorang pria dengan pakaian yang dipenuhi bercak semen dan safety helm yang masih ia kenakan, masuk ke dalam ruangan. Membungkukkan badannya dan tersenyum sopan pada setiap orang yang melihatnya.

Haechan tersenyum lega, akhirnya ia mengenali ayah Heejoo setelah Pak Choi mempersilahkan ayah Heejoo untuk duduk di sebelahnya. Haechan senang karena ayah Heejoo akhirnya datang. Sempat khawatir karena beberapa menit yang lalu ia merasa seperti anak hilang.

"Heejoo, kamu nggak apa-apa?"

Sama seperti ibunya Minjung dan Eunji saat pertama kali memasuki ruangan ini, ayah juga khawatir melihat penampilan Heejoo yang acak-acakan. Kedua tangannya yang ia gunakan seharian ini untuk bekerja, lantas dengan telaten merapikan surai putrinya yang kusut.

Perlakuan lembut dari ayah tersebut, membuat Haechan tersentuh. Sejenak terlintas di benaknya, apakah Haechan juga memiliki ayah sebaik ayahnya Heejoo?

"Jadi begini, Bapak dan Ibu sekalian...." Pak Choi kembali bersuara. Menarik napasnya untuk memulai menceritakan awal mula permasalahan yang sedang terjadi.

"Atas laporan dari salah satu murid saya, saya menemukan Minjung, Eunji, dan juga Heejoo tengah bertengkar di atap. Mereka saling menjambak rambutnya satu sama lain. Setelah saya tanya apa alasan mereka melakukan itu, mereka tidak mau menjawabnya dengan jujur dan saling menyalahkan satu sama lain."

Mendengar itu, Heejoo hanya bisa mendengus dan tersenyum sinis. Membuat Pak Choi dan yang lainnya menoleh ke Heejoo. "Bapak bilang apa? Tidak mau menjawab dengan jujur?" tanya Heejoo tak senang.

"Heejoo..." panggil ayah Heejoo lirih. Antara tak percaya dan juga terkejut melihat sikap Heejoo. Namun ayah tetap mencoba menenangkan putrinya itu.

"Saya sudah menjelaskan semuanya dengan jujur, Pak. Apalagi yang perlu Bapak dengar?"

"Cih, lihatlah anak ini." Ibu Minjung mulai bersuara sembari menatap sinis pada Heejoo. "Sangat tidak sopan. Bagaimana sih caramu mendidik anak sampai seperti ini? Tidak becus!" sarkasnya. Tatapannya yang sinis itu ia lemparkan ke ayah Heejoo.

"Pasti sulit ya, membesarkan anak seorang diri," sahut ibunya Eunji.

"Benar, tak heran jika anaknya menjadi seperti ini karena tidak mendapatkan kasih sayang dari ibunya yang sudah meninggal. Dan ayahnya sibuk bekerja nggak jelas gini. Anak jadi nggak beres 'kan."

Heejoo yang tak terima segera bangkit dari kursinya, tangan kanannya yang sudah mengepal kuat itu langsung dicegat oleh ayah. Ayah Heejoo mencoba menahannya. Tapi Haechan tidak bisa diam begitu saja.

"Bukankah perkataan Anda itu sudah sangat keterlaluan?"

Sudah tak memberikan ayah Heejoo kesempatan untuk berbicara. Wanita itu malah tak habis-habisnya menghina Heejoo dan ayahnya. Rasanya, Haechan ingin sekali mengeluarkan kata-kata kasarnya. Tapi, Haechan sadar. Jika Haechan melakukannya, maka Haechan tak akan beda jauh dengan wanita angkuh itu.

"Lihatlah, anak ini bahkan hendak memukulku. Pak Choi! Bukankah sudah jelas siapa yang salah di sini? Bapak sendiri juga mengatakan kalau Minjung terjatuh hingga terluka seperti ini karena anak ini yang mendorongnya."

"Itu tidak benar. Minjung dan Eunji duluan yang mendorong saya!"

"Sudah kurang ajar, kasar, pembohong lagi. Anak macam apa kau ini?"

"HENTIKAN!" teriak ayah Heejoo yang sepertinya sudah tak tahan lagi dengan semua hinaan yang ibu Minjung berikan pada putrinya.

Ibu-ibu itu bahkan sangat terkejut ketika ayah Heejoo berteriak. Membuat mereka mengunci rapat-rapat mulutnya. Ayah Heejoo benar-benar terlihat berbeda ketika sedang marah. Detik berikutnya, ayah Heejoo perlahan bangkit dari tempat duduk.

"Saya tidak masalah jika Anda menghina dan menjelek-jelekan saya. Tapi kalau Anda sampai menghina anak saya, saya tidak terima!" ucap Ayah Heejoo. Wajahnya memerah, mencoba menahan amarahnya sebisa mungkin.

"Memangnya apa yang akan kau lakukan jika tak terima. Memang begitu ‘kan kenyataannya? Anakmu itu brandal!"

"TUTUP MULUTMU!!"

Sekali lagi, semua orang terkejut dengan suara ayah Heejoo.

Ayah kemudian meraih pergelangan tangan Heejoo. Lalu beralih menghadap Pak Choi yang terlihat seperti seseorang yang sudah kehilangan jiwanya.

"Pak, bukankah Anda sudah dengar sendiri bagaimana penjelasan dari putri saya? Heejoo tidak salah! Cukup sampai disini saja. Saya tidak ingin memperpanjang masalah."

Dalam hati Pak Choi berkata, sebenarnya saya juga ingin masalah ini cepat selesai.

"Saya tidak mau!" sahut ibu Minjung. Membuat Pak Choi membelalakkan matanya. "Saya akan serahkan kasus ini ke pengadilan. Biar pengacara saya yang mengurusnya," ucap ibu Minjung. Setelah itu, dua orang pria dengan setelan jas itu yang ternyata adalah pengacaranya Minjung dan Eunji, lantas menyerahkan dokumen yang sejak tadi ada di tangan mereka. Entahlah, Haechan tidak tahu dokumen apa itu.

"Pengadilan? Bukankah Anda sedikit berlebihan?" Ayah Heejoo tampak tak terima. Sedangkan Pak Choi kembali memijat kepalanya yang semakin berdenyut-denyut.

"Kenapa memangnya? Bukankah perlakuan anakmu itu termasuk kekerasan? Lagipula anakmu itu emang anak yang nggak benar. Bukankah dia juga sering membolos, Pak Choi? Kudengar dia sering di panggil ke ruang guru ini karena sering membolos. Sudah sepantasnya dia dikeluarkan dari sekolah ini. Percuma saja sekolah ini memberikan beasiswa kepada anak seperti dia."

"Bolos?" Ayah Heejoo tercengang mendengar kebenaran yang tak diketahuinya itu.

Ayah Heejoo kini menoleh pada Heejoo, meminta Heejoo menjelaskannya. Maniknya jelas berharap, kalau yang wanita itu katakan tidak benar. Namun sayang, Heejoo hanya diam. Ia bingung harus menanggapinya bagaimana. Dan sikap diamnya itu seolah membenarkan fakta tentang dirinya yang suka bolos.

Masalahnya paman, saya juga tidak tahu apa-apa perihal bolos itu. Silahkan tanyakan ke Heejoo. Jangan ke saya. Saya Lee Haechan.

Ya, tidak mungkin pula Haechan akan mengatakan itu secara langsung pada ayah Heejoo. Yang ada ia disangka sedang bersandiwara. Atau lebih parahnya dimasukkan ke rumah sakit jiwa.

"Lucu sekali. Anda sepertinya juga tidak tahu tentang bolos itu, yaa...." Ibu Minjung tersenyum sinis. Ia tampaknya puas melihat ayah Heejoo yang tak bisa berkutik apapun.

Ibu Minjung, Ibu Eunji, beserta rombongannya, bangkit dari tempat duduknya. Mereka hendak beranjak karena rasanya sudah beres dan tidak ada lagi yang perlu diributkan. Tinggal tunggu tanggal main di pengadilan saja. Namun, ayah Heejoo yang tiba-tiba berlutut membuat langkah mereka terhenti.

"AYAH!!!"

Haechan mencoba membantu ayah Heejoo untuk kembali berdiri. Namun pria itu menahan tubuhnya agar tetap berada di posisinya. Berlutut dan memohon agar Ibu Minjung dan juga Eunji tidak memperpanjang masalahnya ke pengadilan.

"Saya mohon...."


***


Heejoo menghela napasnya sembari menyisir surainya ke belakang, menggunakan jari-jarinya yang lentik. Entah sudah berapa kali ia menghela napas di sepanjang langkahnya. Bahkan ia sampai tak menyadari lirikan orang-orang ke arahnya. Terutama cara berjalannya yang sungguh menarik perhatian orang-orang. Tak peduli dengan mereka. Haechan yang berada di dalam tubuh Heejoo tengah disibukkan dengan pikiran yang ada di kepalanya.

Melihat ayah Heejoo yang memilih untuk berlutut dan memohon pada ibunya Minjung dan Eunji, sungguh membuat Haechan kesal. Tak habis pikir, kenapa ayah Heejoo mau melakukan itu? Padahal putrinya sama sekali tidak bersalah. Belum lagi dengan sikap angkuhnya wanita-wanita itu. Mereka hanya menyeringai dan berlalu begitu saja saat ayah Heejoo berlutut. Menyebalkan sekali, bukan?

"Lihat saja kalian nanti, ya! Habis kalian sama aku!" teriak Haechan sembari tangannya terangkat ke atas meremas udara.

Para murid yang berlalu-lalang kembali memperhatikannya. Berbisik-bisik tak jelas. Pun dengan tatapan aneh yang mereka tunjukkan. Haechan tak peduli. Dia kembali melanjutkan langkahnya dan kemudian menyeringai kala maniknya menangkap eksistensi Minjung.

“Oi! Kim Minjung!" panggil Heejoo. Meraih lengan Minjung yang hendak masuk ke kelas.

"Kau mau apa sih?" Minjung menepis tangan Heejoo kasar. Suaranya yang terdengar sedikit berteriak itu cukup membuat orang-orang di sekitar ikut menyaksikan mereka.

Luka goresan yang ada di lengan Minjung dan juga di lututnya. Haechan memperhatikan semua itu dengan seksama. Luka yang gadis itu dapatkan tidak parah. Hanya luka biasa. Kurang dari seminggu mungkin sudah sembuh.

"Pengadilan? Bukankah itu sedikit berlebihan untuk luka kecil yang kau dapatkan?"

Sungguh! Dibandingkan luka yang selama ini Heejoo dapatkan dan ia pendam sendirian, luka Minjung tidak seberapa.

"Menurutku sama sekali tidak berlebihan. Kau pantas mendapatkannya."

"Berkacalah dulu sebelum mengatakannya padaku. Kaulah yang lebih pantas mendapatkannya setelah semua yang kau lakukan terhadap Heejoo."

Minjung tergelak, "Kau bilang apa? Aku?"

Minjung kemudian menyeringai. Gadis itu mendekat lalu berbisik tepat di samping telinga Heejoo. "Oke. Kita lihat saja nanti. Siapa yang akan menang. Lagipula kau sama sekali tidak memiliki bukti, 'kan?"

"Bukti?"

Minjung kembali menjauhkan dirinya dari Heejoo. Melipat tangannya di dada. Terlihat angkuh, persis seperti ibunya. "Iya, bukti. Memangnya kau punya? Enggak, 'kan? Menyerah sajalah."

Tak mempedulikan Heejoo yang terdiam setelah mendengarkan perkataannya, Minjung kembali masuk ke dalam kelas bersama anggotanya. Tersenyum lebar seolah dia sudah menang dari Heejoo.

“Oi! Kim Minjung!" Heejoo kembali bersuara. Tatapannya terhadap Minjung terlihat tidak main-main. Orang-orang yang ada di kelas bahkan bergidik melihatnya.

Semuanya, Heejoo terlihat sangat berbeda sekarang.
Minjung berbalik. Sudut bibirnya tersungging. "Apa lagi?"

"Bukti? Kau mau bukti? Oke. Aku akan membawakannya untukmu. Kita lihat saja nanti. Aku atau kau yang menang."

Kali ini Heejoo terdengar sangat serius dan yakin. Sorot matanya yang tajam seolah ingin menusuk Minjung di saat itu juga, membuat Minjung terlihat sedikit goyah.

Benar, Haechan tak segan-segan untuk menunjukkannya. Minjung sekali-kali memang harus dikeraskan seperti itu. Kalau tidak gadis itu akan semakin melunjak memperlakukan orang lain seenak jidatnya. Setelah puas membuat Minjung sedikit goyah, Haechan segera pergi meninggalkan kelas dan melanjutkan tujuannya saat ini. Tujuannya adalah untuk mengambil bukti kuat yang dapat menyelamatkan Heejoo dari iblis seperti Minjung.

Bukti?

Ya, bukti yang sangat kuat dan tentu saja Haechan memilikinya.

Haechan ingat, kalau Heejoo sempat meletakkan ponselnya di dekat pot bunga yang ada di atap. Gadis itu sengaja menaruh ponselnya disana dan juga menyalakan kamera. Hal itu dilakukan Heejoo tepat sebelum Haechan merasuki tubuhnya.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Haechan. Heejoo tampak sibuk menaruh ponselnya dan menyesuaikan posisinya.

"Kau tidak lihat? Aku sedang menaruh ponselku di sini."

"Aku tahu. Tapi buat apa?"

"Buat berjaga-jaga"

"Hah? Maksudnya?"

"Anggap saja ini sebagai bukti kalau-kalau kau melakukan sesuatu yang tidak seharusnya."

"Hei! Kau tidak percaya padaku, hah?"

"Bagaimanapun juga kau itu laki-laki, dan aku perempuan. Tentu aku harus waspada."

"Aku tahu. Aku tahu. Aku hanya akan memakan bekalmu saja. Setelahnya aku akan keluar. Jangan khawatir."

Jika tidak ada orang lain yang menyadari keberadaan ponsel itu, seharusnya benda itu masih ada dan merekam semua kejadian yang ada di atap.

"Semoga ponselnya masih ada," gumam Haechan yang kini terus berlari menaiki anak tangga. Tak peduli dengan orang-orang yang bahunya tak sengaja bertabrakan dengannya.

Bugh!

"Akh!"

Haechan mengeluh sakit sembari mengusap-usap dahinya yang baru saja menabrak pintu. Haechan lupa kalau saat ini ia masih berada dalam tubuh manusia. Bisa-bisanya Haechan hendak menerobos pintu begitu saja tanpa membukanya. Setelah merutuki kebodohannya, Haechan segera membuka pintu yang ada di hadapannya dan berlari menuju pot bunga yang berada tak jauh dari pintu.

"Oke. Dapat!"

Kedua sudut bibirnya terangkat. Rekaman video itu bahkan masih berlangsung hingga detik ini. Haechan lantas menghentikan rekaman video tersebut dan memeriksa hasilnya. Apakah kejadian hari ini terekam dengan jelas?

Haechan kembali menyeringai. "Kim Minjung. Bagaimana ya, sepertinya kemenangan ada di tanganku."


*****

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

29.6K 3.2K 14
«Jika dunia tidak menerima kita,mari kita buat dunia kita sendiri,hanya kau dan aku didalam nya» Lalisa Manoban. +++ GIP area! jangan ditiru 🔞
268K 21.2K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
65.1K 12.6K 22
Lisa adalah segalanya untuk Jennie, Jennie adalah segalanya untuk Lisa. Kehidupan pernikahan mereka tidak berjalan seperti yang mereka ekspektasikan...
49.5K 6K 29
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...