GENTAR [END]

Por 17disasalma

311K 29.6K 2K

"Ganteng beraksi, pantang patah hati!" Salah satu slogan yang dibuat oleh Gentario Dewanggara, pencetus PERGA... Mais

GENTARIO DEWANGGARA
01. PESTA
02. BERTEMU KEMBALI
03. TOPIK HANGAT
04. KEPUTUSAN
05. PERBEDAAN
06. AZKIRA & KEPEDULIANNYA
07. PERLAKUAN MANIS GENTAR
08. JANGAN GOYAH, GENTAR!
09. PERLAKUAN MANIS GENTAR (2)
10. GENTAR DITUNGGU SESEORANG
11. MASA LALU & MASA DEPAN
12. BERUNTUNG
13. KELUARGA AZKIRA
14. RIBUT
15. GEN
16. PERTEMUAN DUA KELUARGA
17. MASALAH
18. BADMOOD
19. NEW PARTNER : LADIOTA
20. SENIORITAS
21. GENTAR PACARABLE?
22. MAIN BOWLING
23. GENTAR VS REVAL
24. GENTAR PASSWORDNYA
25. SISI BRUTAL GENTAR
26. INSECURE
27. CEMBURU?
28. MARAH
29. BAIKAN
30. GENTAR MOVE ON?
31. JAILIN GENTAR
32. CANTIKNYA GENTAR
34. JAILIN GENTAR (2)
35. KAMU RATU & AKU RAJANYA
36. DINNER
37. BIDADARI
38. INSIDEN
39. WHO ARE YOU?
40. GENTAR JADI AYAH
41. AZKIRA KENA LAGI
42. OVERTHINKING
43. KEDATANGAN SI EX
44. GENTAR BUCIN AZKIRA
45. AKU CEMBURU
46. DEEP TALK W/AYAH
47. CLUE DARI REVAL
48. ISI PIKIRAN GENTAR
49. PERGANTA BUKAN GENG
50. BAZAR & ZIO
51. SALTING TERUS
52. GANANG & AZKIRA
53. DATE
54. OBROLAN RINGAN
55. ACCIDENT
56. AYO BANGUN, RA.
57. PANIK
58. AZKIRA BANGUN?
59. SLEEP TIGHT, KIRA
60. TAMAN RUMAH SAKIT
61. CASE CLOSED
62. KESALAHAN GENTAR
63. SUDAH YAKIN?
64. AZKIRA & JELLA
65. SATU PER SATU TERBONGKAR
66. AZKIRA PULANG
67. HEALING BERUJUNG PUSING
68. TIDAK PERCAYA
69. INTI MASALAH
70. PENYESALAN
71. LARANGAN BERTEMU AZKIRA
72. INTROGASI
73. KESEMPATAN TERAKHIR GENTAR
74. BACK TO YOU
75. TERIMA KASIH [END]
MAHANTA SERIES

33. NIGHT CALL

3.7K 340 18
Por 17disasalma

Simple Tapi Candu : Mendengar Suaramu Sebelum Tidur


SELAMAT MEMBACA💘

•••

Isi Chat Gentar & Azkira sebelum nongkrong :

33. NIGHT CALL

"Woi, Boy sini Boy!" Azkira meminta Gentar untuk mendekat.

Wajah Gentar tidak enak dilihat saat Azkira memanggilnya seperti itu. Anggota Perganta dan Ladiota pun diam-diam menertawakannya.

"Bay Boy Bay Boy, gue bukan Boboiboy," sindir Gentar sembari duduk duduk di bangku sebelah Azkira.

"Terus apa kalo bukan Boboiboy?" goda Azkira menoleh ke arah Gentar dan menopang dagu.

"Gue pacar lo."

"Pacar? Sejak kapan kita pacaran?"

"Maunya sejak kapan?" balas Gentar meladeni candaan Azkira.

"Kapan ya? Enaknya kapan?"

"Nggak tau. Coba nanti kita searching enaknya kapan. Siapa tau nemu jawabannya." 

"Ide bagus!"

Mendengar obrolan Gentar dan Azkira yang sangat absurd membuat yang lainnya menggeleng kepala heran.

"Mending lo berdua putus deh biar waras lagi. Baru pacaran beberapa hari udah makin nggak jelas aja obrolannya. Gimana kalo udah setahun?" Arin berceloteh.

"Masuk rumah sakit jiwa mungkin. Iya nggak, Gen?" Gentar mengangguki ucapan Azkira membuat Arin melongo.

"Sabar-sabar jangan esmosi," ujar Adi menepuk bahu Arin berulang kali.

"Kalo sabar terus-terusan bisa bikin gue dapet Haechan dari lama gue nggak memaksakan diri," balas Arin.

Azkira terkekeh pelan. "Sahabat gue yang paling cantik sejagat raya. Kenapa sih kayaknya sentimen banget akhir-akhir ini?"

"Biasa aja."

"Depresi lo ya saking ngambisnya?" tebak Fiki melayangkan senyum miring kepada Arin.

"Lo yang bikin gue depresi."

"Kok gue?"

"Terus siapa lagi?"

Ganang memiting leher Fiki agar cowok itu tidak semakin berulah. Perdeban Fiki dan Arin itu akan seawet makanan berformalin kalau tidak dilerai.

"Berhubung kalian udah jadian nih ya kan bisa kali traktir apa gitu," ujar Adi seraya menaikturunkan alisnya dan menyenggol lengan Gentar berulang-kali.

"Lo atur aja Di, sekalian tawarin yang lainnya mau makan apa. Nanti lo yang beli," ujar Gentar sembari menyerahkan dompetnya kepada Adi.

"Kalo lo kasih sedompet-dompetnya gitu isinya bisa ludes, Gen." Ganang memperingati.

Adi mencibir dan menggoyang-goyangkan dompet Gentar di depan wajah Ganang. Sengaja untuk memanas-manasi sahabatnya itu.

"Jangan iri, jangan iri dengki!" Adi menjulurkan lidahnya kemudian berlalu pergi sebelum diamuk Ganang.

"Lo sering begitu, Gen?" Bukan Azkira yang bertanya, tetapi Arin. Cewek itu kepo sekali.

"Temen itu nomor dua setelah keluarga, Rin. Kalo mereka bahagia, gue juga ikut bahagia."

"Terus Azkira nomor berapa?" tanya Arin lagi. Matanya melirik Azkira yang juga menantikan jawaban itu.

"Azkira kan bagian dari keluarga gue. Tentu dia nomor satu." Jawaban Gentar membuat senyum Azkira merekah. Sedangkan Ganang, Fiki, dan Arin yang mendengarnya langsung berdecih.

"Nggak heran gue. Gentar kalo udah bucin ya bucin banget. Pantes Jella masih kejar-kejar lo," ujar Fiki tersenyum tengil.

"Jangan bahas dia di depan cewek gue, Ki. Tolong jaga perasaan cewek gue," peringat Gentar.

"Iya cewek lo Gen. Cewek lo."

Gentar terkekeh pelan dan menepuk kepala Fiki yang duduk di sebelahnya. "Anak pinter. Nurut ya sama gue ntar gue cariin cewek. Mau yang baik atau cantik?" ujarnya.

"Nggak dulu," tolak Fiki. "Capek hati gue salah cinta sama orang mulu kerjaannya."

"Iya nggak usah pacaran-pacaran dulu. Mending fokus belajar dulu udah mau ujian daripada pacaran malah jadi beban pikiran. Ya nggak?" ujar Ganang menoleh ke arah Gentar dan Azkira bergantian. Senyumnya tampak mengejek.

Azkira menabok lengan Ganang cukup kencang. "Gue nggak sebego itu ya, Nang. Gue juga belajar kali."

"Iya, gue tau."

"Lo gimana sama Alizka, udah baikan belum?" tanya Gentar pada Ganang.

"Udah, tadi gue main ke rumahnya. Ketemu sama orangtuanya Alizka."

"Lo ngelamar dia, Nang?" tanya Arin menodong Ganang menggunakan ponselnya.

"Enggak lah anjir. Ngobrol biasa doang. Duit jajan sama bensin aja gue masih dikasih orang tua sok-sokan mau ngasih makan anak orang." Ganang terkekeh pelan, lalu merangkul bahu Arin.

"Tapi kalo buat ngajak jalan lo duit gue masih sisa banyak, Rin. Kapan mau jalan sama gue?" ujar Ganang seraya melirik-lirik kecil ke arah Fiki. Ingin tahu apa reaksi Fiki kalau Arin ia goda.

"Inget Nang udah punya cewek. Nanti perang lagi," ujar Fiki memandang Ganang sinis.

Ganang puas dengan reaksi Fiki. Cowok itu menjauhkan lengannya dari bahu Arin kemudian melipat lengannya di atas meja.

"Tenang aja nggak usah takut Arin gue embat. Kalem-kalem," kekeh Ganang.

"Nggak usah ngomong kaya gitu, Nang. Emang Fiki siapa?"

Semakin kesini, orang-orang di sekitar Fiki dan Arin mulai memahami situasi. Mereka memang sering terlibat perselisihan, tetapi tidak jarang juga untuk saling peduli satu sama lain.

Dua hari yang lalu, saat Fiki jatuh sakit tiba-tiba Arin meminta alamat rumah Fiki kepada Adi. Cewek itu menjenguk Fiki dan membawakan berbagai makanan yang Fiki suka.

Benci jadi cinta? Apa itu berlaku pada hubungan Fiki dan Arin? Belum tentu. Mereka itu sebenarnya berteman. Teman berkedok musuh.

"Nggak tau kenapa ya, gue punya keyakinan kalo lo berdua bakal deket," ujar Azkira menopang dagunya. Memandang Fiki dan Arin bergantian.

"Kan emang deket. Kami temenan."

"Emang kita temen?" Arin menendang pelan tulang kering Fiki. "Ngarep banget lo temenan sama gue."

"Terus mau gue akuin apalagi kalo bukan temen? Pacar? Ogah gue," balas Fiki.

Arin mendelik dan mengangkat tangannya bersiap untuk menabok Fiki. "Gue juga ogah pacaran sama lo!"

"Kita pindah aja, meja ini udah jadi medan perang mereka," ujar Gentar mengajak Azkira pindah ke meja yang masih kosong.

"Nang, nggak pindah?" tanya Gentar pada Ganang yang anteng menyaksikan perdebatan Arin dan Fiki.

Cowok itu menggeleng dan cengengesan. Memang se-random itu Ganang kalau lagi bagus mood-nya. Orang ribut aja dijadikan hiburan olehnya.

"Ada-ada aja si Ganang," kekeh Azkira menggeleng kepala heran.

"Sahabat kamu itu."

Balasan Gentar membuat Azkira menatap cowok itu kaget. Bukan kaget karena Gentar menyebut Ganang sebagai sahabatnya, tetapi sebutan "kamu" yang keluar dari mulut Gentar dan masih terdengar asing di telinga Azkira.

"Kamu?" Azkira mengulang kata itu. Sedetik kemudian tertawa dan menepuk paha Gentar berulang kali.

"Emang nggak bisa diajak romantis ya pacar aku yang satu ini," ujar Gentar gemas dan mencubit kedua pipi Azkira. Lalu menarik cewek itu ke dalam pelukannya.

"Kok yang satu ini, emang pacar kamu ada berapa?" Azkira mendongak, meminta penjelasan.

"Salah ngomong. Pacar aku cuma satu. Nggak boleh serakah punya pacar banyak-banyak."

"Tapi kamu serakah."

Gentar mengerutkan keningnya. "Serakah gimana? Apa yang aku ambil dari kamu? Hatinya?"

"Bukan. Tapi paru-paru aku yang kamu ambil satu."

"Kok bisa paru-paru?"

"Iya, paru-paru aku tinggal satu sekarang. Yang satunya ada di kamu. Jadi kalo aku hidup tanpa kamu, aku bisa sesak napas," ujar Azkira membuat Gentar terkekeh. Tidak habis pikir dengan gombalan Azkira.

"Garing ya?" Azkira menjauhkan tubuhnya dari Gentar dan mengerucutkan bibirnya lucu.

"Enggak. Lucu aja kamu ngomong begitu. Harusnya kan aku yang gombalin kamu," balas Gentar. Ia menyingkirkan anak rambut yang menghalangi mata Azkira, membuatnya tidak bisa leluasa memandang paras cantik pacarnya itu.

"Emang cewek nggak boleh ya gombalin cowok?"

"Boleh, tapi aku lebih suka bikin kamu bahagia daripada kamu yang bikin aku bahagia, Ra,"  jawab Gentar menatap mata Azkira dalam-dalam.

Sedangkan Azkira yang ditatap seperti itu hanyut dalam keteduhan tatapan Gentar. Terlihat sekali kalau Gentar memang benar-benar tulus menyayanginya.

"Gentar, boleh enggak aku minta sesuatu dari kamu?" tanya Azkira.

Gentar mengangguk. "Boleh, Cantik. Mau minta apa?"

Azkira melirik tangan Gentar yang ada di atas meja lalu meraihnya. Menggenggam tangan cowok itu lalu berkata, "Mulai sekarang jangan terlalu utamain kebahagiaan orang lain ya? Kamu juga harus pikirin kebahagiaan kamu sendiri. Bisa kan?"

"Lihat kamu bahagia, keluargaku bahagia, dan temen-temen aku bahagia aku juga ngerasain hal yang sama, Kira."

Azkira mengangguk paham. "Aku tau. Tapi seenggaknya kamu harus bahagia karena diri kamu sendiri. Bukan karena orang lain. Bahagia karena diri sendiri itu jauh lebih berkesan, Gentar."

Senyum Gentar terukir. Tangannya yang tidak Azkira genggam bergerak ke atas kepala Azkira dan mengusapnya lembut.

"Aku bersyukur punya kamu. Nggak tau harus berapa kali bilang beruntung bisa punya kamu, Ra." Gentar berkata. "Aku nggak pernah sebahagia ini selain sama kamu. Makasih ya, Ra."

Gentar lalu merentangkan kedua tangannya. Tanpa dikode pun, Azkira sudah paham. Cewek itu memeluk erat tubuh Gentar.

Keduanya sama sekali tidak memedulikan keberadaan belasan orang yang berada di Tongkrongan Perganta. Begitulah anak muda kalau sedang jatuh cinta.

•••

Setelah menghabiskan makanan pajak jadian Gentar dan Azkira. Seluruh anggota Perganta tidak langsung pulang. Mereka masih ingin tinggal lebih lama di tempat ini daripada di rumah merasa suntuk.

"Gen, gue nginep rumah lo ya," ujar Fiki pada Gentar.

"Iya, nginep tinggal nginep nggak usah ngomong dulu biasanya juga gimana?"

Fiki cengengesan. "Biar keliatan sopan dikit gitu."

"Halah, lo cuma kangen masakan Bunda kan? Ngaku lo!" Adi menjitak kepala Fiki pelan.

"Lo kalo iri ntar ikut nginep aja. Nggak usah banyak omong gitu."

"Oke, siapa yang nolak!" Adi kemudian menoleh ke arah Gentar. "Nanti gue juga nginep ya, Gen."

Gentar mengacungkan jempolnya. Tidak ada alasan untuk Gentar menolak keinginan kedua sahabatnya itu. Tanpa mereka, Gentar bukan siapa-siapa. Perganta berdiri dan masih ada sampai sekarang juga karena mereka. Gentar tidak akan bisa membentuk perkumpulan ini sendiri. Terlebih Ganang, Fiki, dan Adi lah yang selalu berada di sisinya dalam setiap keadaan.

"Lo nginep di rumah gue juga Nang malam ini. Daripada di rumah sendirian kan?" suruh Gentar dan diangguki oleh Ganang.

"Tau aja lo kalo papa sama mama gue pergi ke luar kota lagi."

"Emang ke mana, Nang? Kok kayanya sering banget lo ditinggal sendirian." Lagi-lagi Arin lah bagian kepo-mengkepo.

"Bukan ditinggal, Rin. Orangtua gue sibuk kerja cari duit buat gue. Biar masa depan anaknya terjamin."

"Dari sekian banyak anak memilih jalan yang salah karena kesibukan orangtuanya, lo justru malah sebaliknya ya, Nang? Salut gue sama lo," ujar Arin menepuk bahu Ganang dua kali.

"Gue emang nakal, nakal banget malah. Tapi gue juga nggak mau kecewain orangtua gue yang udah kerja keras buat gue," sahut Ganang.

"Terus nenek lo gimana? Udah sehat kan?" tanya Gentar.

"Puji Tuhan makin ke sini kondisi nenek gue makin membaik. Berkat doa kalian juga. Thanks, ya," ujar Ganang pada mereka.

Adi tiba-tiba tertawa membuat mereka menatapnya ngeri. Siapa yang nggak ngeri liat Adi seperi itu?

"Kenapa lo? Kesurupan?" tanya Ganang.

"Masa setan kesurupan setan. Yang bener aja lo, Nang," balas Fiki membuat tawa Adi terhenti.

"Sembarangan lo ngatain gue setan."

"Terus apa kalo bukan setan?"

"Iblis." Jawaban ngawur Adi sukses mengudang gelak tawa. Kalau tadi Adi ketawa sendirian, sekarang justru Adi yang diam sendirian dan lainnya tertawa karenanya.

"Gue tadi ketawa keinget candaan neneknya Ganang," ujar Adi.

Gentar mengangguk. "Gue masih inget semuanya. Tiap kita main ke rumah Ganang, nenek sering banget kasih lelucon."

"Mana lelucon-nya searching dulu lagi," kekeh Fiki.

"Gue juga sering denger," ujar Azkira yang memang mengenal dekat neneknya Ganang, karena sudah hidup bertetanggaan sejak lama.

"Emang apa sih? Lucu banget ya?" tanya Arin.

"Lucu, banget malah." Adi menjawab. "Nih salah satunya. Lo tebak ya Rin apa jawabannya."

Arin mengangguk, kemudian Adi memberi pertanyaan. "Kentang-kentang apa yang bisa bikin bayi ketawa?"

Mereka menahan tawa, kecuali Arin yang mengerutkan keningnya bingung mencari jawaban.

"Emang ada gitu kentang yang bisa bikin bayi ketawa?" Arin balik bertanya.

"Ada."

"Kentang apa?"

"Kentang ketintung ketintang ketintung."

Tawa mereka pecah. Membaur jadi satu suara yang membuat anggota Perganta lainnya tak urung ikut ketawa. Begitulah kalau selera humornya sama-sama rendah, satu tertawa yang lain pun ikut tertawa.

Bukan cuma virus aja yang menular, tawa juga bisa.

•••

Sesampainya di rumah, Gentar langsung menuju kamarnya. Sahabat-sahabatnya sudah lebih dulu sampai karena tadi ia harus mengantar Azkira dan Arin pulang terlebih dahulu.

"Lo pada mau makan lagi nggak?" tawar Gentar usai melepas hoodie, menyisakan kaos hitam yang melekat di tubuhnya.

"Masih kenyang, Gen. Ntar aja lah," jawab Fiki tanpa mengalihkan pandangannya pada layar tipis di depannya yang menampilkan tayangan sepak bola.

"Itu tayangan ulang final Euro?" Gentar duduk di sebelah Fiki.

"Yoi, gue belum sempet lihat karena sakit waktu itu."

"Di, hape lo bunyi," ujar Ganang dari balkon.

Adi yang baru saja keluar dari toilet di kamar Gentar pun menuju balkon untuk mengambil ponselnya.

"Udah lima kali gue itung tuh hape lo bunyi. Kebanyakan cewek lo, Di. Apa nggak pusing semalem ditelpon lima cewek sekaligus?" ujar Ganang heran.

"Kalo udah terbiasa ya enggak," balas Adi enteng lalu mengabari ceweknya satu per satu.

Adi itu adil dan loyal. Adi tidak membeda-bedakan setiap perempuan yang dekat dengannya. Satu diajak jalan, lainnya juga bakal diajak. Satunya butuh perhatian, yang lain juga ia beri perhatian. Dan, menariknya perempuan-perempuan itu sama sekali tidak masalah kalau Adi mendua, mentiga, mengempat, bahkan menglimakan mereka.

"Sungkem dulu gue sama lo," ujar Ganang menjabat tangan Adi menggunakan kedua tangannya lalu menunduk.

Adi hanya tertawa pelan dan kembali meletakkan ponselnya.

"Harusnya tiap cewek lo bedain hapenya, Di. Biar nggak pusing."

"Justru kalo beda cewek beda hape gue malah pusing, Nang. Mending begini jadi satu lebih enak."

Gentar mendekat pada mereka. "Jangan buang-buang duit buat kesenangan mereka, Di. Inget lo masih dibiayain ayah sama ibu lo," pesannya.

"Yoi, Gen. Cewek-cewek gue juga nggak matre-matre amat. Realistis aja lah."

"Mau ngapain lo, Gen?" tanya Ganang melihat Gentar membawa kursi belajarnya ke balkon.

"Mau duduk lah."

"Ya kenapa harus angkat-angkat kursi begitu? Bilang aja kan gue bisa pindah ke dalem. Atau nggak gue yang ambil kursi ke dalem," ujar Ganang tidak enak hati pada sang tuan rumah.

"Santai aja lah. Lo duduk di situ aja." Gentar membalas lalu mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

Ganang mengode Adi yang hendak bersuara untuk diam, karena melihat Gentar sedang mencoba menghubungi nomor Azkira.

"Mau night call dia sama Azkira, kita jangan ganggu," bisik Ganang pada Adi.

"Gue ikut seneng kalo Gentar seneng," balas Adi juga berbisik.

Di detik yang sama tetapi di tempat yang berbeda, Azkira sedang berada di luar kamar dan tidak tahu kalau Gentar menelponnya.

Saat kembali ke kamar, telepon dari Gentar sudah mati. Karena tidak ingin membuat Gentar khawatir, Azkira langsung menelpon balik.

"Hai, maaf tadi hapenya aku tinggal di kamar jadi nggak tau kalo kamu telpon."

"Iya nggak pa-pa. Papi udah sampe rumah?"

"Udah, baru aja sampe. Lagi main sama Renal tuh di bawah." Azkira meletakkan gelas kosongnya ke meja lalu menutup tirai jendela kamarnya

"Tengah malem begini?"

"Iya, Renal emang gitu kalo Papi pulang pasti langsung diajak main. Nggak peduli waktu dia mah. Papi pulang malem ya tetep diajak main."

Azkira bisa mendengar tawa renyah Gentar dari sambungan telepon itu. "Kenapa ketawa?"

"Emang nggak boleh ketawa?"

"Aku nggak bilang kamu nggak boleh ketawa ya. Aku cuma nanya," jawab Azkira sembari naik ke atas tempat tidurnya. Memosisikan diri bersiap untuk tidur.

"Iya Cantik iya." Azkira selalu senang mendengar panggilan itu keluar dari mulut Gentar.

"Nggak tidur?" tanya Azkira.

"Kamu nyuruh aku tidur?"

"Aku tanya, Gentar."

"Ya kan biasanya cewek gitu. Nanya berujung nyuruh."

"Aku bukan cewek kaya gitu. Aku beda, aku spesial pake telur lima karet dua."

Lagi-lagi Azkira mendengar tawa Gentar. Senang sekali rasanya bisa menjadi salah satu sumber kebahagiaan Gentar.

"Kamu tidur gih. Udah malem biar besok nggak bangun kesiangan."

"Besok jadi emangnya?"

"Jadi. Aku jemput ke rumah besok. Tenang aja aku nggak jemput di depan gang kok."

"Ya udah aku matiin ya telponnya?" izin Azkira karena memang sudah mengantuk.

Terdengar desahan kecewa dari sambungan telepon itu. Azkira lalu bertanya, "Kenapa Gentar?"

"Nggak usah dimatiin kan bisa. Kamu tidur aja biar nanti aku yang matiin telponnya."

"Emang kamu nggak mau tidur juga?"

"Aku nanti tidurnya, yang lainnya juga masih pada ngobrol ini."

"Ya udah, aku tidur ya. Kamu jangan begadang sampe pagi. Awas aja kalo ngeyel."

"Iya, tidur ya Ra jangan malah ngehalu."

"Iya, Gentar. Daaa ...." Azkira meletakkan ponselnya sedikit jauh dari kepalanya. Sekali lagi Azkira menatap layar ponselnya yang masih menyala. Senyum lebarnya terukir.

"Good night, Ganteng," gumam Azkira kemudian memanjatkan doa sebelum hanyut ke alam bawah sadarnya.

To Be Continue

Bisa jadi couple goals ga ya Gentario Dewanggara & Zelika Tirta Azkira?

Temen-temen makasih banyak udah baca-vote-komen-share cerita ini. Kawal GENTAR sampe ending ya💘

Stay safe & stay healty! Protokol kesehatannya jangan dilupain!

PERGANTA–LADIOTA : Salam Ganteng, Salam Cantik, Salam Sehat!

Continuar a ler

Também vai Gostar

660K 38.8K 36
Pelita Dzafina gadis cupu yang berhasil membuat seorang Ketua geng sekaligus Most Wanted di SMA Cendana jatuh pada nya. Alex Vernon Xavier, Ketua Gen...
93.6K 4.8K 60
Arga Anendra. Seorang ketua tim basket yang ahli dalam 'segala hal'. Tampan, most wanted SMA Cahaya Pelita, jago mengambil gambar dengan kamera kesay...
KANAYA (REVISI) Por liaa0415

Ficção Adolescente

2M 119K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
DARREL'S Por S T O R Y D E E

Ficção Adolescente

2.3M 77.8K 44
FOLLOW SEBELUM MEMBACA! NEW VERSION Cerita lengkap sudah tersedia di aplikasi Icannovel Darrel Alvaro Zaydan, siapa yang tidak mengenalnya? Dia adal...