πŸ”… Stealth πŸ”… 》KookMin

By lusiaby

501K 48.9K 58.9K

. "Dengar, manis, apapun yang telah memasuki kapal ini, akan selalu menjadi milikku." ... More

πŸ”… Prolog πŸ”…
πŸ”… Chapter 1 πŸ”…
πŸ”… Chapter 2 πŸ”…
πŸ”… Chapter 3 πŸ”…
πŸ”… Chapter 4 πŸ”…
πŸ”… Chapter 5 πŸ”…
πŸ”… Chapter 6 πŸ”…
πŸ”… Chapter 7 πŸ”…
πŸ”… Chapter 8 πŸ”…
πŸ”… Chapter 9 πŸ”…
πŸ”… Chapter 10 πŸ”…
πŸ”… Chapter 11 πŸ”…
πŸ”… Chapter 12 πŸ”…
πŸ”… Chapter 13 πŸ”…
πŸ”… Chapter 14 πŸ”…
πŸ”… Chapter 15 πŸ”…
πŸ”… Chapter 16 πŸ”…
πŸ”… Chapter 17 πŸ”…
πŸ”… Chapter 18 πŸ”…
πŸ”… Chapter 19 πŸ”…
πŸ”… Chapter 20 πŸ”…
πŸ”… Chapter 21 πŸ”…
πŸ”… Chapter 22 πŸ”…
πŸ”… Chapter 23 πŸ”…
πŸ”… Chapter 25 πŸ”…
πŸ”… Chapter 26 πŸ”…
πŸ”… Chapter 27 πŸ”…
πŸ”… Chapter 28 πŸ”…
πŸ”… Chapter 29 πŸ”…
πŸ”… Chapter 30 πŸ”…
πŸ”… Chapter 31 πŸ”…
πŸ”… Chapter 32 πŸ”…
πŸ”… Chapter 33 πŸ”…
πŸ”… Chapter 34 πŸ”…
πŸ”… Chapter 35 πŸ”…
πŸ”… Chapter 36 πŸ”…
πŸ”… Chapter 37 πŸ”…
πŸ”… Chapter 38 πŸ”…
πŸ”… Chapter 39 πŸ”…
πŸ”… Chapter 40 πŸ”…
πŸ”… Chapter 41 πŸ”…
πŸ”… Chapter 42 πŸ”…
πŸ”… Chapter 43 πŸ”…
πŸ”… Chapter 44 πŸ”…
πŸ”… Chapter 45 πŸ”…
πŸ”… Chapter 46 πŸ”…
πŸ”… Chapter 47 πŸ”…
πŸ”… Chapter 48 πŸ”…
πŸ”… Chapter 49 πŸ”…
πŸ”… Chapter 50 πŸ”…
πŸ”… Epilog πŸ”…

πŸ”… Chapter 24 πŸ”…

9.5K 925 1K
By lusiaby

Attention!
Diwajibkan untuk mendengarkan/melihat lagu di akhir Chapter sebagai pelancar visualisasi.
Tapi! Dilarang mengintip akhir Chapter.

🔅

        Dua puluh empat jam berganti selang sehari. Dua kapal Hawkins Jack melaju membelah bilur acak dari ombak biru. Meninggalkan seratus kawanan untuk menjaga kapal bernama 'Rackham'. Kapten sudah bertitah agar Rackham diawasi dengan ketat, dan apabila telah usai, maka diharapkan segera menyusul jejak dua kapal lainnya.

        "Jungkook kenapa kita berlayar lagi?" Jimin bertanya pada pria bajak laut yang sedang membaca arah mata angin di samping kemudi. Hari ini Jimin ingin melihat langsung bagaimana kapal-kapal Hawkins Jack berlayar, ketimbang terkurung dan mendekam di dalam kabin kapten.

        Jungkook mengikuti arah kompas, matanya fokus pada jarum kutub yang bergoyang. "Karena ada banyak pengganggu yang berniat mengusikku." Jawabnya tanpa menoleh. Pun kata 'pengganggu' disematkan bagi prajurit-prajurit benua Eropa yang berpatroli di sekitaran Barbados.

        Bahu Jimin mengedik, ia tidak tahu maksud dari kalimat Jungkook. Selalu saja begitu, Jungkook dengan kemisteriusannya. Daripada pusing memikirkannya, Jimin lebih memilih untuk melihat indahnya bahar biru. Burung-burung camar terbang merendah untuk menangkap ikan-ikan di permukaan.

        Senyum terukir di bibir si Manis. Hatinya mendamba senang karena bisa melihat lautan yang begitu indah. Sayup-sayup telinga mendengar tawa anak kecil yang ia selamatkan dari jerat perbudakan. Jakobi, anak itu tertawa gembira di atas crow's nest bersama Hoseok. Tangan kecilnya terangkat tinggi-tinggi untuk mencoba meraih gumpalan awan.

        "Hoseok! Ogra juga mau naik ke atas!!" Ogra memprotes dari bawah. Ia berdiri menghentak kaki di sebelah tiang raksasa.

        "Aduh! Jangan, Ogra. Nanti roboh." Hoseok berteriak dari atas. Berusaha memberikan pengertian tanpa menyinggung.

        "Huft! Ogra iri! Ogra mau makan saja!" Ogra mencebik kesal, ia memutar tubuh raksasanya dan langsung berlari menuju galley. Menimbulkan guncangan kecil di lantai geladak, seperti -bump! bump! bump!-. Jika Ogra sedang kesal, makanan buatan Seokjin adalah pilihan yang tepat.

        Jimin terkikik lirih, Ogra sangat lucu. Bayi besar kapal Hawkins Jack itu agaknya cemburu karena kehadiran Jakobi yang mencuri perhatian semua awak kapal.

        "Bocah itu tidak tinggal dengan gratis."

        Kening Jimin berkerut. Tatapan protes ia layangkan kepada Jungkook. "Jakobi masih kecil, bagaimana dia bisa membayar untuk tinggal di kapal ini?"

       "Bukan dia, tapi kau." Jungkook memasang wajah serius, sorot matanya tidak mengandung gurauan. "Kau yang harus membayar semua kerugianku."

        Bibir Jimin menganga lebar. Terbuka dan menutup seperti ikan yang terdampar di daratan. Jungkook tidak melupakan hutang Jimin yang tidak sebanding dengan tumpukan harta di kapalnya. Toh, Jimin meminjam uang Jungkook demi kebaikan, tetapi ternyata pria bajak laut itu tidak sepemikiran.

        "Lalu apa yang kau inginkan? Jika perlu aku akan bekerja di kapal ini."

        Jungkook terdiam sejenak. Jika dihitung-hitung, Jimin mempunyai banyak hal yang harus dibayarkan. Seperti memberikan tumpangan gratis kepada Taehyung, dan juga pengobatannya. Jungkook sama sekali tidak sudi membiarkan Taehyung berada di kapalnya, namun sumpah yang diucapkan oleh Jimin, demi menukar nyawa Taehyung, tidak bisa Jungkook ingkari.

        "Katakan, bagaimana caranya agar aku bisa membayarmu? Dan jangan menjawab hal yang tidak-tidak." Jimin curiga jika Jungkook akan menyarankan sesuatu yang aneh, seperti 'membayar satu keping emas dengan bibirmu'.

        "Akan ku pikirkan." Jungkook menjawab singkat. Ia tidak mau dibayar dengan uang, karena ada harga yang lebih pantas. Jungkook akan memikirkan dengan matang apa yang akan ia minta dari Jimin.

        Keduanya kembali mengunci mulut. Sibuk dengan pemikiran masing-masing.

        Lalu mata Jimin bergulir kembali kepada kapten kapal. Hari ini Jungkook menggunakan topi Tricorne di kepalanya. Jimin jarang sekali melihat Jungkook memakainya, dan sekarang Jungkook tampak seperti pelaut sejati.

        Berdiri di belakang kemudi, lembaran peta di tangan, dan sebuah flintlock tergantung di pinggang. Ah! Tak lupa sepatu boot kulit yang mengkilap di bawah sinar matahari. Surainya terkuncir dengan gaya ponytail, menyisahkanya helai poni tipis yang bergoyang oleh sapuan angin.

        Jungkook tampak ...

        ... Sangat gagah. Auranya terkesan begitu jantan. Pria dewasa dengan karakteristik otoriter untuk mempertahankan kepemilikannya pada suatu hal.

        "You doing it again." Jungkook melirik sekilas, kemudian kembali terfokus dengan lintasan berwarna merah di atas peta miliknya. Mengejutkan Jimin yang termangu dengan wajah kosong sambil menatap lekat wajah Jungkook.

        "A-apa?" Jimin terkesiap. Kulitnya meremang karena malu usai tertangkap basah. Kendati demikian, Jimin berpura-pura tidak tahu maksud dari ucapan Jungkook.

        Kertas berpola gambar tergulung, Jungkook melipat petanya dan memasukkannya ke dalam celah roda kemudi. Ia memutar tungkai kaki dan berjalan mendekati Jimin. Letuk sepatunya sangat lambat, seolah-olah sedang menikmati antisipasi di mata Jimin yang merinding didekati oleh pria dewasa seperti jelmaan hewan buas.

        "Mau apa kau?! Ja-jangan mendekat!" Jimin menekan punggungnya di pinggiran poop deck. Matanya melebar panik di setiap langkah yang Jungkook ambil. Terakhir kali Jungkook mendekatinya, itu pasti berakhir dengan hal-hal diluar kesadaran, seperti ...

        ... berciuman.

        Jungkook memojokkan Jimin. Kedua tangannya terulur dan memenjarakan si Manis di antara kedua lengannya. Telapak mendarat apik di pinggiran poop deck, lalu mencengkeram kuat untuk melampiaskan sebuah hasrat menggebu ketika bersirobok dengan sapphire biru.

        "Kau mulai berani mengagumi ketampananku terang-terangan." Selorohnya di bawah napas, mirip seperti bisikan berdesis.

        Mendengarnya, langsung membuat mata Jimin membola. Tengkuknya bergidik setelah diterpa hembusan napas di permukaan wajah. "Ti-tidak! Aku- aku hanya melihat topimu! I-itu terlihat bagus." Jimin tergagap.

        "Aku tampak menggairahkan?" Ujung bibir terangkat maksimal. Jungkook senang melihat pipi gembil sehalus kapas sudah memerah padam, mirip sebuah apel yang masak.

        "Ja-jangan melantur!" Jimin mendorong dada bidang sekuat tenaga, sayangnya semakin ia berusaha menjauhkan dirinya, semakin kokoh pula Jungkook terpaku di tempatnya. "Jungkook, menyingkir! Aku sulit bernapas!"

        Jungkook menundukkan wajahnya, hidungnya turun dan mengendus leher jenjang tak bercela. Kedua tangannya berpindah fungsi menjadi rematan lembut di pinggul ramping. Cuaca menjelang senja sangatlah panas, dan melihat Jimin yang teramat manis, total menggoda kobaran api di dalam jiwa pria matang seperti Jungkook.

        "I can make you more breathless." Bisiknya kelewat rendah, tepat di bawah cuping telinga Jimin. "You, me, and bed. Sounds amazing, right?"

        Tubuh Jimin berjengit, kalimat vulgar dari Jungkook membuat jantungnya berdegup kencang. Pompaannya membuat desiran darah mengalir deras hingga Jimin nyaris terlena. Tangannya menemukan kesadaran, Jimin mendorong cepat, meskipun itu hanya bisa membuat jarak setipis jengkalan tangan.

        "Ugh! Kau sudah tidak waras!!"

        Jungkook tidak bergeming, ia terkekeh seraya menggeleng kecil. Menggoda Jimin memang tidak akan pernah membosankan. Setelahnya, Jungkook melepaskan Jimin begitu saja, ia kembali pada posisi semula yaitu memegang roda kemudi. Kebetulan navigator sedang absen menjalankan tugas, jadi Jungkook mengambil alih kemudi.

        Namjoon mengajukan ijin mendadak kepada kapten kapal karena sang Kekasih sedang marah, dan Namjoon hampir gila untuk membujuk Seokjin yang merajuk. Salah Namjoon juga karena berani-beraninya menggoda gadis-gadis di pulau Barbados sebelum keberangkatan kapal. Itu pun terpaksa Namjoon lakukan karena kalah taruhan dengan awak kapal lainnya.

       Beruntunglah Jungkook sedang dalam suasana hati yang baik. Jadi ia menyetujui permintaan 'libur' dari Namjoon tanpa perkara panjang. Lagipula, jika Seokjin merajuk atau sedang marah itu juga akan mengancam kesejahteraan kapal. Seokjin akan menolak beraktivitas di galley dan membiarkan semua orang kelaparan.

Pluk!

        Jimin tersentak kecil, puncak kepalanya terasa memberat. Saat dirinya mendongak, ternyata topi Tricorne kepunyaan Jungkook sudah bertengger di atas kepalanya. Sedangkan pemilik Tricorne kembali bersikap acuh dengan membaca lembaran peta.

        Sinar matahari menuju ufuk barat masih menggencar, dan Jungkook merelakan wajahnya tersengat matahari setelah satu-satunya pelindung diberikan kepada Jimin.

        "Kembalilah ke kabin. You'll got sunburn." Jungkook berujar tanpa menatap Jimin sama sekali. Saat menyudutkan Jimin beberapa menit yang lalu, ia melihat titik-titik kemerahan di kulit wajah Jimin. Jungkook yakin, Jimin tidak menyadari dirinya tengah terbakar sinar sang Surya.

       "Tidak, topi ini sudah melindungiku. Terimakasih." Jimin langsung memalingkan wajahnya menghadap lautan. Rona merah tidak mau menghilang di pipinya, dan sekarang semakin bertambah berkali lipat.

        Geladak kembali tenang, suara gulungan ombak adalah satu-satunya yang terdengar. Ufuk barat mulai menyongsong petang, burung-burung mulai mengisi perut agar kembali pulang tidak dalam perut kosong. Jika dilihat dari pantulan bayangan, kira-kira sedang pukul setengah lima sore.

        "Captain!! Sail, Ho!!" Watcher boy di atas Crow's nest paling ujung berteriak lantang. Ia melipat teleskop dan melaporkan ada sebuah kapal bajak laut yang mendekat.

        Jungkook mengunci kemudi, tangannya merogoh saku dan langsung meraih teropongnya. Pipa-pipa diperpanjang dan lensa diputar agar fokus. Bola mata keemasan Jungkook menyipit, dan ia langsung memutar mata jengah saat melihat simbol Jolly roger yang ia kenali.

        Satu kapal besar, dengan warna cokelat mahoni mendekat ke sisi kapal utama Hawkins Jack. Sekumpulan bajak laut di atasnya seketika meninggalkan kegiatan masing-masing dan berlari menuju pinggiran deck. Mereka melongok penasaran ke atas dua kapal Jungkook, tak terkecuali kapten mereka.

        "Ahoy, me hearties!!" Kapten kapal berteriak keras kepada Jungkook, ia melepaskan kemudi dan membiarkan kapal oleng.

Brugh!!

        "Oey, Capt!!" Awak kapalnya berteriak protes setelah nyaris terguling, tetapi memilih tetap di pinggiran deck untuk menelisik seluruh kru Hawkins Jack yang terkenal menyeramkan.

        "Oit!! Kenapa kalian berteriak? Aku kapten kalian!"

        Inilah yang Jungkook tidak suka ketika bertemu dengan kapal bajak laut bersimbol tengkorak dan ikat kepala. Kapten mereka terkenal sedikit tidak berkompeten. Terlalu banyak canda ketimbang kekejaman yang melekat kental bagi bajak laut.

        "Bagaimana kabarmu, Caspian?!" Kapten di seberang berteriak sekali lagi. Kali ini ia berdiri di dekat pinggiran poop deck kapalnya agar lebih jelas berhadapan dengan kapten Hawkins Jack.

        Jungkook menghembuskan napas dengan berat. Ia sangat malas berbicara dengan pria yang selalu mengaku-ngaku sebagai teman dekatnya. "Apa yang kau temui dari utara?" Jungkook langsung mengalihkan topik, lebih penting membicarakan hal-hal yang berguna.

        "Eiyyy, setidaknya jawab dulu basa-basiku! Kau ini terlalu kaku!" Tangan mengibas-ibas di udara. Wajah berubah masam dan mengejek sifat Jungkook yang sangat tidak lentur seperti batang pohon Oak.

        Tak lama, mata kapten perompak di seberang menjadi berbunga-bunga setelah melihat Jimin. "Oiuh!! Siapa si Manis itu? Apakah kita bisa berkenal-"

        "Mulutmu yang berbicara atau pistolku yang berbicara, Axton?" Jungkook menukas cepat. Rahangnya mengeras dan tatapannya berubah kelam.

        "Ck, ck, ck ... hey manis, jika kau kekasih dari si kaku itu, aku jamin kau akan berubah menjadi batu. Dia itu tidak memiliki pengalaman soal percintaan." Pria bernama Axton mencoba meneruskan komunikasinya dengan Jimin. Tidak takut sama sekali dengan aura Jungkook yang hendak melubangi kepalanya.

        "Caspian is a noob." Axton mengejek, ibu jarinya berputar ke bawah, dan itu berhasil membuat Jimin tertawa tipis.

        "Axton," Jungkook menegur, sekarang ruas jarinya sudah bersiap menarik pistol dari sarungnya.

        Axton tetap tidak takut, "Calm down ye, me matey." Ia berceletuk santai, tidak berniat juga mencari posisi aman dari kemarahan Jungkook. Lalu wajah Axton berubah serius. "Aku melihat banyak kapal-kapal privateer Britania, aku sarankan kau memilih rute yang lain."

        Jungkook terdiam mencerna informasi dari Axton. Wajahnya kembali tenang dengan mempertimbangkan beberapa solusi di kepala. Ia harus menghindari patroli angkatan laut. Jungkook mengangguk singkat kepada Axton. "Now go." Usirnya.

        Raut serius Axton lenyap seketika, kembali menjadi masam dan tidak terima dengan perlakuan Jungkook. "Lihat kan, manis? Dia tidak berperikemanusiaan." Rengeknya kepada Jimin.

        "Fire in the hole!" Jungkook berucap lantang. Memerintahkan awak kapalnya untuk memasang peluru-peluru meriam dan menembakkannya ke kapal Axton.

        "Eh, eh! Tch! Kau ini tidak sabaran sekali! Baiklah aku pergi!" Axton bersungut-sungut. Ia langsung memerintahkan awak kapalnya untuk menarik kain layar dan memutar kemudi. Puluhan meriam milik Jungkook bisa-bisa menenggelamkan kapalnya dengan sadis.

        Kapal Axton perlahan-lahan mulai bergerak menjauhi sisi kapal Hawkins Jack. Akan tetapi, Axton masih memiliki satu urusan yang belum diselesaikan. Hampir saja dirinya melupakan hal yang paling penting. Kepalanya menengadah ke atas, ia menatap salah satu crow's nest kapal Jungkook yang tampak kosong.

        "Hoseok! Aku tau kau sedang bersembunyi di atas sana! Jika kita bertemu lagi, kita harus pergi berkencan!" Axton berteriak dengan tidak tahu malunya. Maksud lain dari menghentikan rombongan Hawkins Jack adalah bertemu dengan pemuda yang mencuri perhatiannya. Pemuda lucu dengan senyum cerahnya.

       "Sampai jumpa, my sunshine!" Axton melambai-lambai ke atas crow's nest. Meskipun Hoseok tidak berani muncul, Axton tahu weather boy Hawkins Jack itu mendengar jelas suaranya.

        Siapa mengira, bahwa target Axton tengah meringkuk kecil di atas crow's nest, sampai-sampai membuat si kecil Jakobi meneleng bingung pada tingkah Hoseok.

        Sumpah demi apa pun, Hoseok selalu takut jika bertemu dengan Axton. Laki-laki itu gemar merayunya dan bersikeras mengajaknya berkencan. Hoseok paling anti dengan orang yang suka menggoda semua makhluk hidup seperti Axton.

        Hoseok mengintip. Tetapi, sepertinya itu tindakan gegabah, karena ketika kepalanya menyembul Axton langsung memberikan ciuman jarak jauh.

        "Hai cintaku!!"

        "Dasar sinting! Enyahlah menuju loker Davy Jones!!" Hoseok berteriak dan kembali bersembunyi, membuat Axton terpingkal dan semakin bersemangat mencari perhatian Hoseok.

        Kembali ke atas poop deck kapal, Jimin menatap kepergian kapal Axton. Jika diamati, Axton dan awak kapalnya terlihat berbeda dengan bajak laut yang selama ini dijumpainya. Memunculkan satu pertanyaan yang akan diajukan kepada Jungkook.

        "Mereka bajak laut juga?" Jimin mendekati Jungkook, pria itu sedang membaca arah jarum jam kompas.

        "Mereka adalah Buccaneer." Jungkook melirik singkat ke arah Jimin, lantas membuka kuncian kemudi dan mulai memutar arah laju kapal. Kapalnya yang lain akan mengekor dari belakang.

        Kedua alis Jimin menaut. Jungkook menyebutkan istilah yang baru. "Buccaneer? Apa itu?"

        Lengan Jungkook tampak semakin membesar. Urat-urat timbul di sepanjang lengannya. Memutar kemudi sungguh menguras tenaga, karena buritan harus melawan hantaman ombak yang kuat. Jungkook sesekali menengok kepada si Manis di sampingnya. "Bajak laut lokal. Mereka terkadang dipekerjakan oleh orang Eropa untuk menyerang kapal musuh."

        "Seperti Privateer?"

        Jungkook mengangguk. Buccaneer sama seperti Privateer, hanya saja buccaneer tidak berasal dari prajurit angkatan laut yang resmi dari suatu negara. Buccaneer adalah bajak laut lokal yang hanya berlayar di sekitar pulau yang dikuasainya.

        "Kapten! Aku melihat pulau!" Watcher boy berteriak. Ia melihat pesisir pantai berjarak enam puluh meter dari atas kapal.

        "Lower the Anchor! We stop by!" Jungkook memerintahkan awak kapalnya bersiap-siap untuk berlabuh, tentunya setelah memastikan pulau yang dimaksud benar adanya dari balik lensa teropong.

        "Aye, Captain!!" Serempak seluruh kru kapal menjawab.

        Akhirnya perubahan rute membuat Jungkook dan awak kapalnya menemukan sebuah pulau. Ia dan kapal-kapalnya akan menepi selama satu malam untuk menghilangkan jejak. Angkatan laut Britania sepertinya sedang memperketat penjagaan di wilayah Karibia.

        Kapal terparkir di dekat tebing tinggi, sedikit jauh dari daratan. Lengan-lengan berotot bergerak menurunkan sekoci. Perahu kecil yang paling pertama turun berisi Jungkook dan Jimin. Keduanya berlayar memimpin rombongan sekoci lainnya di belakang. Jungkook mengayuh sampan sambil menatap binar penasaran di mata pemuda Oswald.

        Pandangan Jimin berkelana ke segala sudut pesisir pantai. Wilayah berpasir putih tampak lengang dan teramat senyap. Matahari yang mendekati garis horizon membuat langit perlahan-lahan menggelap, dan itu membuat pulau tampak suram serta menyeramkan.

        "Pulau apa ini?" Jimin menyudahi kegiatan meneliti pulau asing. Ia kembali fokus kepada kapten Hawkins Jack yang terduduk di seberang sambil mengayuh sampan.

        "Puerto rico." Jungkook menimpali. Ujung perahu kecil sudah menyentuh garis pantai, Jungkook menarik kayu sampan dan meletakkannya di lantai sekoci. Ia berdiri, lalu melompat dari atas sekoci dengan sangat mudah. Hentakan menimbulkan guncangan kecil bagi Jimin yang masih di atas perahu.

        "Eh?! Eh?!" Jimin panik. Kedua tangannya berpegang erat di pinggiran perahu. Jungkook memang keterlaluan! - sungutnya dalam hati.

        Kaki Jungkook terangkat, ujung sepatunya menapak di tepian sekoci, dan dalam sekejap guncangan terhenti. Senyum tipis terulas, lagi-lagi Jungkook menjahili Jimin.

        "Ini tidak lucu!!" Jimin menekuk wajahnya, bibirnya mengerucut kesal.

        Tangan Jungkook merentang. Telapak tengadah untuk membantu si Manis berpindah dari sekoci menuju daratan. Awalnya Jimin meragu, ia hanya berkedip bingung melihat uluran telapak tangan besar. Sampai akhirnya ia mengangkat jemari dan meletakkannya di atas kulit tangan yang hangat.

Hup!

        Jimin menjejak daratan, tetapi dengan pendaratan yang tidak mulus. Tubuhnya terhuyung dan jatuh di dalam dekapan selapang samudra.

        "Kau senang berada di dalam pelukanku?"

        Butuh beberapa saat untuk tersadar. Jimin mendelik, dan reflek mendorong. Merutuk di dalam hati karena bertingkah ceroboh.

        "Ki-kita akan menetap di sini?" Jimin membenahi keseimbangan kakinya. "Tetapi, sepertinya pulau ini tidak berpenghuni." Ia menilik bentangan pasir pantai. Benar-benar seperti tidak ada kehidupan di sana.

        Jungkook mengawasi awak kapalnya yang mendekati daratan. Puluhan sekoci terjajar rapi di bibir pantai. "Kita berada di pinggir pulau, pemukiman penduduk ada di balik pepohonan itu." Jungkook menunjuk rimbunan hutan belantara yang sangat-sangat rapat dan gelap. "Orang-orang Spanyol sedang menguasi pulau ini." Lanjutnya.

       Ujung telinga Jimin meruncup. Kata 'Orang Spanyol' membuatnya tertegun. Merangsekan perasaan khawatir jika bangsawan Britania sepertinya akan terancam bertemu salah satu prajurit Spanyol. Mengingat perselisihan antara Britania dan Spanyol, memberikan peluang bagi kedua negara untuk saling menyerang dan menangkap warga kenegaraan satu sama lain.

        "Lalu dimana area penginapannya?" Jimin membuntuti Jungkook.

        "Kita tidak tidur di atas kasur, manis. Kita akan tidur di sana." Jungkook menyunggingkan senyum simpul. Dagunya bergerak menunjuk awak kapal yang sedang membangun tenda. Tenda terbesar adalah milik kapten kapal.

        Tubuh Jimin mematung di tempat. Melihat sederet tenda di depan mata membuatnya kehabisan kata-kata. Ia tidak pernah tidur di dalam tenda ataupun mengikuti kegiatan perkemahan. Darah biru keluarganya tidak pernah mengijinkannya untuk tidur di atas matras berlapis pasir di bawahnya. Sekarang Jimin cemas jika tidak akan bisa tidur dengan nyenyak.

        Jungkook berlutut, meraih palu dan membantu awak kapal memasang tenda-tenda lainnya. Ia menggeleng heran setelah menangkap kerisauan dari air muka Jimin. "Jangan khawatir, kau bisa tidur di pelukanku. Aku cukup ahli dalam hal menghangatkan seseorang."

        Seketika merah jambu merambat naik menuju kedua pipi Jimin. Jungkook benar-benar tidak pernah memfilter ucapannya. Bisa-bisanya pria itu mengatakan hal yang bermakna ambigu dengan begitu santai. Membuat Jimin memalingkan wajahnya agar rona merah tidak tertangkap basah karena tersipu.

        "Taehyung!" Manik biru melebar. Jimin berlari mendekati pinggiran pantai setelah melihat sahabat tersayangnya turun dari sekoci dengan bantuan dokter kapal.

        "Aku lelah harus naik turun kapal. Kenapa mereka suka sekali berpindah-pindah?!" Taehyung menggerutu kepada Jimin. Ah iya, Jimin dan Taehyung sudah berdamai, ternyata ikatan sahabat lebih kuat ketimbang ledakan egoisme.

        Yoongi berdecak tidak terima, ia memapah Taehyung dengan melingkarkan lengan di pinggang pemuda bermata emerald, sementara tangan Taehyung tersampir di bahunya. Namun, tak lama Yoongi menghempaskan tubuh Taehyung kepada Jimin, ia sebal karena Taehyung memiliki mulut yang cerewet.

        "Ketimbang kau berenang dengan diseret kapal, lebih baik lelah karena naik dan turun dari kapal!" Yoongi mendelik jengkel, lantas melengos pergi dengan menyisahkan Taehyung yang terkejut sambil menelan ludah bulat-bulat.

        Taehyung mengerjap-ngerjap, ia menoleh kepada si Manis yang menopangnya berdiri. "Jimin, kau yakin dia orang yang pernah membantu kita saat kecil?"

        Jimin mengangguk, sambil menuntun Taehyung perlahan-lahan menuju tenda-tenda kru kapal Hawkins Jack.

        "Dia sangat berbeda dalam ingatanku. Terkadang dia menakutiku dengan pisau bedahnya, padahal aku berniat bercanda dengannya." Kening Taehyung berkerut, ia menceritakan kelu kesahnya selama menginap di dalam kabin Yoongi.

        Tawa kecil lolos di celah bibir Jimin. Sifat usil Taehyung memang terkadang kelewat gemas. "Mungkin kau yang terlalu jahil. Yoongi adalah pria yang baik, Tae." Jimin mendudukkan Taehyung pada sebuah batang kayu besar di dekat deretan tenda.

        Jimin melihat-lihat areal pantai, memang tidak ada siapa pun kecuali awak kapal Hawkins Jack. Kemudian Jimin menengok ke belakang. Hutan rimbun dengan pohon raksasa berlumut sudah seperti jelmaan monster. Jimin menyipitkan matanya, ia berusaha meneropong ke dalam hutan, tetapi ....

       Sekelebat bayangan bergerak dari balik pohon dan menatap tajam tepat pada sapphire biru Jimin.

       "A-apa itu?!" Jimin mengucak matanya. Tetapi, siluet hitam itu menghilang jauh ke dalam rimba. Jimin mendadak merasa cemas, ia seperti sedang di awasi. "Tidak-tidak, itu pasti hanya bayangan pohon." Jimin mengenyahkan prasangkanya dan memilih fokus kepada Taehyung.

        Tanpa tahu, bahwa ada sepasang mata yang mengamati setiap detail gerak-gerik Jimin di dalam kegelapan.

-

        Matahari telah menyingsing. Langit jingga sudah tergantikan dengan taburan bintang di sekitar rembulan. Gelombang laut menggulung dengan tenang, menghasilkan sayup-sayup debur yang menenangkan hati.

        Semilir angin malam menyentuh kulit, tetapi tusukan hawa biru terhalang oleh letup panas dari bara. Api unggun dibangun tinggi-tinggi, memanfaatkan ranting-ranting kayu besar sebagai bahan bakar. Seluruh awak kapal melingkari kobaran api, mereka saling berbincang, berbagi candaan kasar dan juga bersulang botol-botol berisi Rum.

        Entah mengapa hangatnya api dan melihat sekumpulan bajak laut mampu menyentil lubuk hati terdalam dari Jimin. Menyaksikan gelak tawa membuatnya berpikir bahwa orang-orang berlabel penjahat itu, adalah manusia juga. Mereka terlihat seperti sekumpulan laki-laki yang normal. Tanpa ada gurat kekejaman dan ketidak ramahan yang biasa mereka pasang di permukaan wajah.

       Lihat, bahkan salah satu kru Hawkins Jack sudah mabuk dan menari-nari konyol di depan Taehyung. Kontan memicu tawa lebar dari bangsawan bermata emerald karena terhibur oleh sebuah aksi badut gratis. Jimin tahu, Taehyung menahan tawanya sedari tadi, tetapi sekarang tawa itu lepas sembari diselingi gurauan canda.

Sruk!

        Jimin terperanjat dari dudukannya, sebuah selimut tersampir di pundaknya tiba-tiba. Sontak sapphire biru terangkat dan melebar ketika menemukan kapten Hawkins Jack menatapnya tepat di kedua bola mata. Di dalam tangannya terdapat sebotol rum yang belum terbuka sama sekali.

        "It's cold, darling." Ujar Jungkook, merujuk agar Jimin menggunakan selimut pemberiannya. Lantas Jungkook pergi begitu saja, tanpa kata tambahan ia meninggalkan Jimin dengan keterkejutan dan sebuah senyar asing di dalam dada.

        Jimin menunduk, ia memandangi juntaian kain yang menyelubungi tubuhnya. Jemari mengusap tekstur lembut, dan senyum tipis terekah dari ranumnya. Jimin menarik kedua sisi selimut, membungkus dirinya dan berharap bisa menyembunyikan debaran di rongga dada.

        "Oy! Oy! Malam ini belum sempurna tanpa nyanyian!!" Satu awak kapal berteriak keras. Ia mengambil semua perhatian pasang mata. Seperti kebiasaan bajak laut, sebuah sorak-sorai penyemangat dengan balutan lantunan nada adalah hal yang wajib mereka lakukan.

        "Let's shout out our Sea Shanties!!!"

        "Uwoaaaaaaaah!!!!"

        Ujarannya disambut sorakan menggema dari semua mulut awak kapal. Tangan-tangan mereka kontan bergerak memukul-mukul batang kayu. Sebagian lagi asik mendentingkan botol-botol rum. Mereka mulai bertepuk tangan dan menghentak kaki merangkai nada.

Dugh! Dugh! Dugh!

        Seorang pria tiba-tiba berdiri dari dudukannya. Telunjuknya menunjuk pada dua kapal kepunyaan Hawkins Jack, dan mulai bernyanyi. "There once was a ship that put to sea, The name of the ship was the Billy of Tea!"

        Ia menghentak kaki dan mengangkat tinggi botol rum digenggaman. "The winds blew up, her bow dipped down, Oh blow, my bully boys, blow!!"

        "SING IT!!" Teriak mereka.

~ "Soon may the Wellerman come
To bring us sugar and tea and rum
One day, when the tonguing is done
We'll take our leave and go" ~

      Hoseok berdiri, ia menggoyang kaki dan menimpali lirik selanjutnya. "No line was cut, no whale was freed, The captain's mind was not of greed." Ia menunjuk ke arah Jungkook untuk memberitahu sifat dari kapten kapal.

        "And he belonged to the Whaleman's creed, She took that ship in tow!!! Yeah!!!" Hoseok menari bersama Ogra, melompat-lompat kegirangan. "SINGG GUYS!!"

~ "Soon may the Wellerman come
To bring us sugar and tea and rum
One day, when the tonguing is done
We'll take our leave and go." ~

      Semua kaki menghentak dan berjingkrak. Mereka mengelilingi api unggun dengan gelak tawa. Menenggak tandas alkohol dan mengambil botol-botol baru. Nyanyian mereka bergelora di seluruh titik pantai. Sinar api unggun membumbung tinggi nyaris menyaingi sinar bulan.

        "YO HOHO!!! SHOUT OUT THE SHANTIES, ME MATEY!!" Satu bajak laut berteriak sekuat tenaga, urat-urat di lehernya menonjol karena saking kerasnya ia bersorak.

        Sedangkan kapten kapal hanya menggeleng-geleng dan tersenyum tipis. Jungkook menenggak rumnya. Ia mengamati awak kapal yang berdansa satu sama lain. Pandangan Jungkook berpendar, sampai jelaganya jatuh pada sapphire biru yang menatap dari balik kobaran api unggun.

        Keduanya mematri satu sama lain dalam keterdiaman. Letup api meliuk dan mengkilapkan netra keemasan, tampak tajam seperti mengundang Jimin untuk tenggelam di dalamnya. Mata Jungkook berkilat menggoda, seolah kobaran api juga membakar Jimin di dalam iris mata.

        Jungkook mengunci Jimin hingga tidak berkutik. Ia meletakkan botol rum, dan menegapkan tubuhnya. Napasnya terhembus tenang, dan kakinya mulai melecut untuk menjemput si Manis bermata biru. Jungkook melangkah tegas, tanpa halangan. Meski awak kapal menari-nari di sekitarannya, tidak ada satu pun yang bergisik dengannya.

        Seakan jalan tergelar hanya untuk menuju pemuda manis nan menawan di seberang.

        Jantung Jimin berdegub tak karuan. Jungkook meletuk sepatu dengan mata yang hanya terpusat kepadanya. Seperti seluruh dunia melambat dan hanya Jungkook yang bergerak datang. Jungkook melewati api unggun, lalu mengulurkan tangannya kepada Jimin.

        "May I have this dance, my dear?"

        Suaranya begitu tenang dan berat. Mengalun dan merasuk lembut pada gendang telinga Jimin. Ia menawarkan sebuah dansa khas bajak laut untuk ditarikan bersama Jimin.

        Jimin terdiam beberapa saat. Matanya tidak berpaling dari Jungkook ....

        "Sure." Balas Jimin pada akhirnya.

        Jimin menggapai tangan yang terulur, kakinya menegap dan membiarkan juntai kain selimut melorot begitu saja. Ia membiarkan Jungkook membawanya ke tengah kerumunan tepat di samping api unggun. Jimin sedikit gugup karena tidak mengetahui tata cara berdansa ala bajak laut.

       Melihat semua awak kapal bergerak lincah satu sama lain, menandakan dansa yang dilakukan berbeda dengan dansa kaum borjuis, dan Jimin sendiri sudah lama sekali tidak menari.

        "Ikuti alunannya, rasakan dan tubuhmu akan bergerak sesuai irama." Jungkook berbisik. Hembusan napasnya menggelitik tengkuk Jimin. Pundak Jimin menegang karena sebuah lengan melingkar di pinggulnya.

Dugh! Dugh! Dugh!

       Puluhan pasang kaki terus menghentak irama.

       Namjoon melompat dan menyenggol bahu Jungkook. Kedua alis terangkat main-main karena sang kapten telah menjerat tawanan manisnya. Namjoon bernyanyi melanjutkan lirik nyanyian. "For forty days or even more, The line went slack then tight once more!!"

        Tepuk riuh semakin keras. Jakobi kecil menari-nari senang bersama Ogra. Semua kaki semakin bersemangat melonjak, dan Jungkook memutar tubuh Jimin tanpa aba-aba, hingga si Manis memekik kaget. Jungkook mengulurkan tangan dan membiarkan Jimin berputar jauh ke depan, kemudian menariknya kembali ke dalam pelukan.

        "All boats were lost, there were only four, But still that whale did go!!! SING!!!!"

        Tangan Jungkook menelusup di masing-masing sisi pinggang ramping. Ia mengangkat tubuh Jimin ke atas dan berputar mengikuti hentakan irama. Mengejutkan si Manis yang merasakan tubuhnya melayang.

~ "Soon may the Wellerman come
To bring us sugar and tea and rum
One day, when the tonguing is done
We'll take our leave and go." ~

      Shanties terus teralun. Begitu juga Jungkook yang menurunkan Jimin dan menggerakan kedua kaki seperti tarian salsa bersama Jimin. Terkadang mereka menjauhkan diri dan terkadang mereka mendekat hingga dada berbeda ukuran menyentuh satu sama lain.

        "Kau belajar dengan cepat." Jungkook memuji gerakan Jimin. Ia mendekap Jimin dari belakang. Jungkook kembali mengangkat tangan Jimin di dalam genggaman dan memutar tubuh si Manis ketika Shanties mendekati klimaksnya.

        "As far as I've heard, the fight's still on, The line's not cut, and the whale's not gone!" Seokjin menyambung lirik. Ia berlari sambil bernyanyi dan bersulang bersama Namjoon.

        "The Wellerman makes his regular call, To encourage the captain, crew and all!! YOHO!!"

        Jungkook mengangkat Jimin ke udara, memutarnya hingga tawa si manis meledak karena pacuan euphoria yang menggebu. "Ahahaha, Jungkook! Turunkan aku!!"

~ "Soon may the Wellerman come
To bring us sugar and tea and rum
One day, when the tonguing is done
We'll take our leave and go." ~


      "WE'LL TAKE OUR LEAVE AND GO!!!"

        Senandung akhir tercetak, dan serta merta menghentikan semua dentum kaki dan denting botol kaca. Shanties berakhir, begitu pula dengan tarian gembira semua orang.

        Tak terkecuali Jungkook dan Jimin. Kapten Hawkins Jack menurunkan Jimin, mereka saling berhadapan dengan menukar senyum lebar di kedua bibir berbeda ukuran. Dada kembang kempis, dan napas melebur lantaran jarak sempit yang tidak terukur di antara mereka.

Sruk!

        Tanpa sebuah niat yang tertebak. Jimin langsung masuk ke dalam pelukan Jungkook. Ia sendiri yang memutuskannya, karena debaran di dada sungguh membuatnya senang malam ini. Lengan-lengannya melingkari punggung Jungkook. Mengerat dan menenggelamkan wajahnya lebih jauh pada selapang dada bidang.

        "I felt alive, Jungkook. Aku merasa benar-benar hidup." Jimin berbisik, suaranya teredam di antara kancing baju Jungkook. Senyumnya tidak luntur sedikit pun, sudah lama sekali dirinya tidak menari sebebas ini. Jungkook membiarkan dirinya merasakan setitik kebahagiaan kecil.

        Jimin suka menari, dia sangat-sangat mencintai dunia tari. Ibunya adalah orang yang paling mendukungnya, tetapi semenjak kematian sosok wanita yang terpenting di hidupnya, Jimin takut untuk menari kembali.

        Karena dengan menari, Jimin akan selalu mengingat ibunya dan berakhir dengan jatuh dalam perasaan bersalah yang menyiksa hingga berminggu-minggu.

        Hari ini, gelap dari ketakutan sirna begitu saja. Seperti layaknya tidak pernah ada bekas luka yang menggores di dada. Hari ini, Jungkook mendobrak dinding sekat yang Jimin bangun, membuat Jimin perlahan-lahan menghapus kelam di relung hatinya.

        "Terimakasih, Jungkook. Terimakasih." Jimin merapatkan lengannya. Ia memeluk Jungkook seperti tiada hari esok. Segenang air mata menumpuk di pelupuk, tetapi hanya senyuman yang terlukis dengan eloknya.

        "Terimakasih ...."

        Jungkook tidak mengerti apa yang tengah melanda pemuda manis di dalam dekapannya. Ia memilih untuk mengubur Jimin di antara lengannya, dan menumpu dagu di atas puncak surai halus yang harum.

        "My remedy." Jungkook berbisik, hidungnya menulusup di sela-sela helai rambut Jimin. "Mine. You're mine."

        Keduanya merengkuh, menghalau celah bagi angin agar tidak mengganggu degup romantika yang berlangsung.

        Di bawah rembulan bertabur bintang, dan disaksikan liukan api unggun ....

        Jungkook dan Jimin ....

        Mereka mulai menyadari arti debaran jantung di dalam dada.

🔅🔅🔅🔅🔅🔅🔅

      "Atas semua dakwaan yang ditujukan, serta bukti terlampir, maka hukuman gantung disetujui."

Dugh! Dugh! Dugh!

        Palu diketuk sebanyak tiga kali.

        Usai kalimat yang tertera dalam dokumen resmi kenegaraan Britania dibacakan, lantas sekumpulan orang yang terlibat dalam tindakan perompakan resmi dijatuhi hukuman gantung. Mereka berdiri di atas papan eksekusi di depan gerbang pintu masuk kota Port Royal, pulau Jamaica.

Grugh!

        Tuas penggantung di tarik oleh algojo, katup di bawah kaki terbuka lebar. Terbuka dan menghilangkan alas pijakan bagi orang-orang dengan tali yang terikat di leher. Dalam kedipan mata mereka menghembuskan napas di tiang gantungan.

        "Lord Hector, semua bajak laut di sekitar Jamaica sudah dilumpuhkan." Satu prajurit melapor kepada tuan besar Franciss, ia menyerahkan dokumen lengkap berisi daftar nama orang-orang yang memiliki riwayat sebagai bajak laut.

        Hector membaca deret huruf kenegaraan resmi, kemudian melipatnya. Matanya berpindah pada mayat-mayat bajak laut yang dilemparkan ke atas gerobak seperti karung beras. Pria, wanita, bahkan anak kecil bercampur menjadi satu. Mereka akan dikuburkan secara masal pada tanah yang kering sebagai bentuk pengingat pada aksi perompakan.

        "Bagus, kita akan bergerak menyusuri perairan lainnya untuk melenyapkan bajak laut di Karibia." Hector menandatangani surat perintah lainnya. Lantas membubuhkan stempel resmi kementerian Britania.

        "Tunggu, Ayah." Oscar memanggil dari kejahuan. Ia melangkah tergesa mendekati Hector. "Aku meminta bajak laut yang setara dengan Hawkins Jack untuk dibiarkan tetap hidup."

        Hector menaikan sebelah alisnya. "Kau sudah mendapatkan ijin dari Lord William?"

        Oscar menarik sebuah gulungan kertas berisi keputusan resmi dari William, gubernur Penzance yang turut memegang kekuasan tertinggi pada parlemen Britania. "Letter of marque. Aku sudah memegangnya. Privateer Britania akan bekerja sama dengan beberapa buccaneers untuk melacak keberadaan Hawkins Jack." Jelas Oscar seraya memamerkan surat keputusan dari tangan William.

        "Oscar, hati-hati dengan apa yang kau lakukan hari ini." Air muka Hector berubah keruh. Ia menatap lekat-lekat kepada putranya. Jauh di dalam hatinya, ia takut ada konsekuensi mahal yang akan dibayar oleh putranya dikemudian hari.

        "Aku sudah menimbang semuanya, Ayah. Jangan menghalangiku." Oscar menatap sengit kepada Hector.

        "Ayah hanya bisa mendukungmu." Hector membuang napas dengan berat. Perasaan bersalah karena telah melalaikan tugas sebagai seorang ayah mendorongnya untuk tunduk dan menuruti segala keinginan Oscar.

        "Good." Oscar tersenyum kecut.

        Oscar memanggil seorang bawahan ayahnya. "Commander John, dimana letak wilayah kekuasaan Hawkins Jack?"

        Commander yang terpanggil mengangguk dan mengeluarkan sebuah dokumen atas hasil penyelidikannya. Dokumen yang berisi mengenai seluk beluk kelompok terbesar bajak laut di Karibia. "Seluruh perairan utara, timur dan barat Karibia adalah milik Hawkins Jack, tuan."

        Oscar termangu seketika, kedua alisnya terangkat tidak percaya. "Well ... ternyata mereka cukup berkuasa."

        "Siapa kapten mereka?" Kini giliran Hector yang mengajukan pertanyaan.

        "Jungkook Teach Caspian, tuan."

        Bagaikan sebuah petir yang menyambar, Hector merasa tersengat usai mendengar nama yang disebutkan. Jantungnya teremas seperti dicengkeram rasa sakit teramat sangat.

        Caspian ...

        Hector pernah mendengar nama itu. Samar dan kabur di dalam ingatannya. Tetapi, ia sama sekali tidak memiliki petunjuk pasti mengenai rasa familiar di dalam benaknya. Rasanya seperti diliputi awan mendung, tujuh baris huruf membuat Hector tercekik.

        "Ayah, kau baik-baik saja?" Kening Oscar mengernyit. Pasalnya wajah Hector tiba-tiba berubah pucat pasih. Sorot matanya kosong, bahkan tubuhnya seperti bergetar samar.

        Oscar berlari menopang tubuh ayahnya sebelum limbung. Kemudian beralih memberikan perintah kepada salah satu bawahannya. "Kumpulkan semua buccaneer yang berpengalaman, dan temukan semua bukti kejahatan Hawkins Jack."

        "Baik, tuan." Barisan commander mengangguk. Mereka membubarkan diri dan melaksanakan perintah dari tuan muda Franciss.

        Oscar memegangi Hector dan menuntun ayahnya kembali menuju kediamannya. Di dalam kepalanya terbayang-bayang kilat mata keemasan dari kapten yang melemparnya ke tengah lautan.

        "Ini adalah akhir dari kejayaanmu, Caspian." Oscar berbisik, akhirnya ia mengetahui siapa nama dari kapten Hawkins Jack.

🔅🔅🔅🔅🔅🔅🔅

        Pagi menyongsong, debur ombak menjadi alarm pagi bagi Jimin. Kelopak bergerak acak dan mengedipkan bias cahaya yang masuk dari celah tenda. Jimin membuka matanya, dan pemandangan kosong ia peroleh di sisi matras lainnya.

        Padahal, seingatnya semalam ada tubuh besar yang tertidur di sampingnya, tetapi kini presensi itu lenyap tak berbekas. Jimin menunduk, selimut yang Jungkook berikan malam lalu menyelubunginya dari ujung kaki hingga sebatas leher. Jimin masih ingat selimut itu sama dengan selimut yang ia bagi bersama Jungkook, namun juntai kain lembut itu sekarang hanya menyelimuti dirinya.

        Jimin terbangun dari baringannya, kedua tangannya merenggang ke arah yang berlawanan. Semalam ia tidur sangat larut setelah menari-nari dan berbincang dengan awak kapal Hawkins Jack. Kakinya sedikit kebas karena terus bergerak lincah tanpa lelah.

        Kaki memijak turun dari matras tebal, Jimin melangkah keluar dari tenda. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Nahas, tidak ada siapa pun yang bisa ditangkap oleh netra. Hanya suara bilur ombak yang mewarnai kesunyian.

Kwak! Kwak!!

       Macaw merah meluncur turun ke atas pundak Jimin. Paruh bengkoknya mematuk-matuk rambut halus, dan menyisiri dengan lembut.

        Jimin tersenyum, telunjuknya terangkat dan mengusak kepala macaw merah. "Good morning, Rhoo. Sleep well?"

Kwak! Kwak!

        Jimin mengedarkan pandangannya ke seluruh titik pantai. Botol-botol bekas berserakan dimana-mana. Asap api unggun masih membumbung tipis, bahkan bara kemerahan masih tercium dari kayu yang berubah menjadi arang.

        "Dimana semua orang?" Tenda-tenda terlihat sepi. Sekumpulan sekoci masih berada di pinggir pantai. Dari kejauhan pun, dua kapal Hawkins Jack masih terparkir di dekat tebing.

        "Rhoo, apakah kau tau kemana perginya semua ora-"

Srak!! Srak!!

        Semak belukar di dalam hutan bergoyang-goyang. Ranting serta daun kering bergisik nyaring dan mencuri perhatian Jimin.

        Jimin memutar tubuh, matanya menyipit penuh selidik. Tidak ada angin, tetapi semak belukar bergerak sangat kencang. Rasa ingin tahunya pun tergerak, kaki-kaki Jimin berinisitaif mendekat ....

        ... dan betapa terkejutnya Jimin ketika mendapati ada sebuah mata tajam yang menampakan diri di balik gelapnya hutan rimba.

        Mata yang sama seperti dalam ingatannya malam lalu.

        "Siapa disana?!" Jimin berteriak, sayangnya figur asing itu langsung bersembunyi di balik pohon dan berlari kencang. Bunyi tapak kaki yang bergemuruh menerbangkan debu pasir dan membentuk kabut tipis.

        Mulut Jimin bersiap untuk berseru kembali, namun ia mengurungkan niatnya saat berpikir bahwa itu pasti hanya seekor binatang. Jimin menggelengkan kepalanya, ia beranjak pergi dan akan mencari keberadaan Jungkook.

Tuk!

        "Awh?!"

        Jimin meringis, sebuah benda membentur kepalanya. Benturannya lumayan keras, sampai Rhoo terkejut dan terbang meninggalkan tenggerannya. Sebuah batu menggelinding di bawah kaki Jimin. Kerikil berukuran sedang yang dilemparkan hingga membuat perih di ujung kepala.

       Jimin kembali menoleh pada hutan gelap di belakang punggung. Matanya menelisik seksama pada setiap pohon-pohon berlumut yang tampak menakutkan. Masih sama, tidak ada siapa pun.

Tuk!

Tuk!

Tuk!

        Sampai tiga kerikil berukuran sedang dilemparkan bertubi ke arah Jimin.

        "Akh!" Satu dari batu membentur kening Jimin. Ujung runcing menggores kulit putih dan membuat titik-titik darah merembes ke permukaan. Kedua lengan Jimin terangkat, ia berusaha melindungi wajahnya dari kerikil-kerikil yang terlempar.

        "Hentikan!!" Jimin berteriak marah.

        Hening seketika. Kerikil-kerikil berhenti menghujani.

        Jimin menurunkan lengannya dan langsung bertatapan dengan sosok tinggi besar dari semak belukar. Seorang pria, kulitnya berwarna gelap, dan banyak sekali simbol-simbol tato tradisional di tubuhnya. Pola bentuknya seperti menunjukkan identitas sebuah suku pedalaman.

        "Si-siapa kau?!" Jimin menghardik. Tangannya mengepal emosi karena seseorang tak dikenal bersikap tidak sopan dengan melemparinya kerikil tanpa sebab.

Tuk!

       Satu batu dilemparkan, kali ini secara terang-terangan. Telak melukai sisi kening Jimin yang lainnya. Lantas pelaku utama melarikan diri memasuki hutan.

       "Aishh!! Kurang ajar!!" Jimin naik pitam. Ia langsung melecut kedua kaki dan memasuki hutan belantara. Tidak peduli gelapnya pepohonan rimbun, Jimin hanya ingin memburu pria asing yang berlari jauh di depan.

       Jimin terus mengejar, ia tidak sadar jika kaki-kakinya sudah melangkah terlalu jauh dari area persinggahan Hawkins Jack. Kaki Jimin tersandung bebatuan beberapa kali, namun ia tidak berhenti sekalipun. Laki-laki di depan sana berlari seperti kijang, sangat cepat dan tak kenal lelah. Jimin saja sudah merasakan kebas pada betisnya.

       "Hey!! Tunggu!!" Jimin terengah-engah. Paru-parunya perih untuk sekedar memasok udara.

       Laki-laki berpakaian minim, maksudnya hanya dengan selembar kain yang menutupi daerah privasinya, sesekali menoleh ke belakang. Ia terus melaju ketika Jimin berada di pandangannya, dan ia melambat ketika Jimin tertinggal. Seolah ia memang sengaja mengundang Jimin untuk mengikutinya.

       Titik akhir pengejaran Jimin menemui puncaknya. Lelaki tak dikenal ternyata membawanya menuju sisi pulau yang lain. Masih berada di sekitar pesisir, namun sangat jauh dari titik Jimin memulai pengejaran. Jika area persinggahan Hawkins Jack berada di selatan, maka Jimin sekarang berada di utara.

        Jimin berhenti berlari. Punggung membungkuk dan kedua tangannya bertumpu di atas lutut. Bibirnya tersengal-sengal mengais udara. "Haah ... haaahhhh ... di-dimana dia?"

        Sapphire birunya berkelana ke segala titik, tetapi ia kehilangan jejak dari laki-laki bertubuh besar.

Srak!! Srak!!

        Punggung Jimin berputar. Semak-semak belukar di sekitar hutan bergerak-gerak tak tentu arah. Bahkan lebih kencang dari sebelumnya. Jimin melangkah mundur, kali ini ia tidak berani mendekat.

       "Siapa di sana?!"

Brugh!!

        Usai berteriak, suara debaman keras terdengar dari balik pepohonan. Gisikan ranting tidak lagi terbentuk, hanya senyap mencekam yang Jimin rasakan.

        Rambut halus di kulit Jimin meremang. Tumitnya terus bergeser mundur, hatinya mengatakan ada sesuatu yang tidak baik akan ditemuinya. Perlahan-lahan mulai menyesali mengapa ia bisa berlari begitu saja.

        "Jungkook, jika itu kau, ini tidak lucu!" Jimin berteriak pada udara kosong.

Tap!

       Jimin terhenyak, seseorang menyentuh pundaknya. Telapak tangan besar bersuhu tinggi tersampir di pundak Jimin. Suhu tingginya terasa hingga menembus lapisan kain pakaian Jimin.

        "Jungkook?!" Jimin reflek menoleh, dan nahasnya bukan kapten Hawkins Jack yang ditemuinya. Melainkan lima orang laki-laki bertubuh tinggi.

       Mereka memiliki penampilan sama dengan laki-laki pertama yang melempari Jimin dengan batu. Tato di sekujur tubuh, tindik dari lempengan kayu menghiasi tubuh mereka. Satu lagi, mereka memegang tombak runcing yang panjang dengan bulu-bulu burung sebagai aksesoris di leher taju tajamnya.

        "Si-siapa kalian?!" Sapphire biru bergetar waspada. Lima laki-laki setinggi nyaris menyentuh angka dua meter mengamati Jimin lekat-lekat. Tatapan mereka sangat tidak ramah, mereka seperti melotot kepada Jimin.

        "Ja-jangan mendekat!!" Jimin menjerit. Sekumpulan laki-laki itu mengepungnya dari berbagai sisi. Perlahan-lahan memerangkapnya seperti sebuah penjara. "Aku tidak mencari perkara dengan kalian!"

       Mereka tidak mengeluarkan suara apa pun, ataupun berbicara satu sama lain. Mata hanya menitik pada Jimin seperti sedang memburu hewan.

        "Aku bilang jangan mendekat!!" Jimin tidak bisa melarikan diri kemana pun. Semua akses sudah terblokir. Jika ia lari ke arah timur, maka berpotensi akan tertangkap. Jika ia memilih arah barat, maka tombak runcing akan menusuknya dengan cuma-cuma.

        Jimin menelan ludahnya kasar. Memasang kuda-kuda dengan tangan mengepal. Setidaknya, tanpa senjata ia masih memiliki kemampuan bela diri yang mumpuni. "A-aku tidak mengerti cara berkomunikasi dengan bahasa kalian, ta-tapi aku tidak berniat mencari permasalahan."

       Jimin tahu bahwa lima laki-laki yang mengurungnnya berasal dari sebuah suku di Karibia. Ia tidak tahu bahasa yang cocok untuk membuat mereka berhenti mendekat seperti pemburu. Mereka sangat menakutkan.

Grab!

       "Ugh! Lepaskan!"

        Lengan Jimin dicengkeram kuat. Satu dari mereka langsung menyeret Jimin ke pinggir pantai. Netra Jimin membola saat menyadari ada sebuah kano kayu terombang-ambing di pinggiran pantai. Seperti telah disiapkan jika Jimin berhasil tertangkap.

        "Lepaskan aku!!" Jimin meronta hebat. Ia berusaha menendang, tetapi laki-laki yang menyeretnya menyentak tubuh kecil Jimin hingga terhuyung. Sangat kasar, Jimin nyaris terjungkal ke depan. Bibirnya meringis karena lengannya seperti nyaris remuk digenggam kuat-kuat.

       Lima orang itu bertubuh sangat tinggi dan besar. Tenaga mereka tidak main-main seperti bison.

        "Awh!! Ini sakit!!" Kepalan tangan Jimin memukul-mukul lengan yang menggeret. Sayangnya, tidak membuahkan hasil apa pun. Tangan setebal ranting pohon berukuran sedang itu sangat keras seperti batu. Jimin seperti memukul tangannya sendiri.

       Kaki Jimin terangkat, ia akan memberikan ganjaran. Biar pun tengah diseret Jimin masih bisa menggerakkan kakinya. Sedang berancang-ancang untuk menendang-

Syut!

       Sebuah blowgun kayu ditiupkan dan melesatkan jarum berbulu menuju tengkuk leher Jimin.

       "Akh!" Jimin memekik. Ujung jarum kecil langsung menusukan sebuah cairan berwarna hitam ke dalam tubuh Jimin. Cairan itu bergerak cepat menuju saraf dan mempengaruhi kesadaran Jimin.

       "A-apa yang kau la-lakukan kepadaku?!"

       Kepala Jimin memberat. Pandangannya berkunang-kunang. Jimin menggelengkan kepalanya beberapa kali, tetapi pengar semakin menurunkan kesadarannya. Sapphire biru melihat pantai seperti titik-titik kabur, napasnya kembang kempis dan terasa tercekat.

       "Sial ...." Jimin mengumpat, ia sudah bisa memperkirakan bahwa dirinya akan kehilangan kesadaran dalam hitungan detik.

       Lutut Jimin bergetar. Kedua tungkai kakinya melemas dan tidak kuat lagi menopang tubuh. Perlahan namun pasti, Jimin jatuh ke dalam kegelapan.

       Sebelum Jimin mencium kasarnya pasir pantai. Satu dari lima orang laki-laki menangkap tubuh Jimin, lalu mengangkatnya ke atas pundak. Ia membawa Jimin seperti karung, dan bergegas menyusul kawanannya menaiki kano yang menunggu.

       Satu dari mereka tersisa di belakang untuk berjaga-jaga. Sambil menunggu kano berlayar seimbang, ia menoleh pada hutan rimba di belakang. Memastikan bahwa tidak ada satu pun yang memergoki aksinya dan kawanannya.

       Ketika merasa semua keadaan aman. Mereka serentak menaiki perahu kayu dan mengayuh sampan cepat-cepat. Tujuan utama adalah menuju pulau di seberang, dan kembali pada pemukiman dimana semua penduduk suku tinggal.

       Mereka membawa sebuah persembahan kepada kepala suku untuk dikorbankan sebagai pemenuh ritual ....

       Yaitu, si Manis Oswald.

🔅 To be Continued 🔅

Glossary:
☆ Istilah:
Blowgun: senjata tradisional dengan peluru panah kecil dengan ujung runcing seperti jarum. Penggunaannya dengan cara di tiup keras.

Kano atau Canoe : perahu kecil yang panjang dan lebar, biasanya menggunakan kain layar dan dikayuh dengan sampan.

Tricorne : topi pelaut berbentuk segitiga.

Me : kata slank dari Me atau My.

Ye : kata slank dari You.

Sail Ho! : sebuah isyarat bahwa ada kapal yang mendekat.

The Letter of Marque: Sebuah surat resmi yang dikeluargan oleh negara-negara yang sedang dalam peperangan untuk menyewa kapal-kapal swasta (seperti kapal milik bajak laut). Kapal akan digunakan untuk menyerang kapal musuh. Surat resmi ini juga mengijinkan para Privateer negara membajak kapal negara lain, ataupun mengijinkan keterlibatan bantuan bajak laut berkedok privateer.

Fire in the hole: sebuah perintah untuk menyiapkan canon dengan peluru dan mesiu yang sudah terisi dan siap di tembakkan.

---

A. Puerto Rico
Puerto rico terletak di timur laut perairan Karibia dikenal sebagai "Rich Port" karena terdapat tambang emas. Puerto Rico digunakan sebagai pos pemberhentian bagi kapal-kapal negara Spanyol pada masa perang antar negara Eropa dalam memperebutkan pulau-pulau di Karibia.

Puerto Rico ditandai dengan warna merah

• Penduduk etnis pada Puerto rico adalah suku Ortoroid (2000 SM), yang kemudian berkembang menjadi suku Taino. Selama kolonisasi Spanyol, suku Taino mengalami kemerosotan karena efek genosida, perbudakan, dan wabah penyakit yang dibawa oleh orang Eropa.

Close up map Puerto Rico in 1886.

• Pelaut sekaligus penjelajah bernama Juan Ponce de Leon, adalah orang yang tiba di pulau Puerto Rico, setelah kedatangan Christopher colombus (1493), dan mengklaim Puerto rico sebagai kepemilikan Spanyol (1508). Ia disambut oleh kepala suku Taino bernama Agueybana.

Juan Ponce disambut oleh kepala suku Taino (1508) Painted by Agustin Anavitate (2005)

• Selain berperang dengan bangsa Eropa lainnya (Perancis, Portugis, Britania), Spanyol juga berperang dengan suku setempat. Karena seiring berjalannya waktu, Spanyol semakin mengeksploitasi Puerto Rico dan penduduk suku Taino menjadi budak. Sehingga munculah aksi pemberontakan oleh suku Taino.

Prajurit Spanyol saat melakukan genosida suku Taino (Abad 15).

• Namun usaha pemberontalan berhasil dikalahkan oleh prajurit Spanyol, dan berakhir dengan Puerto Rico di dalam kuasa penuh Spanyol.

---

B. Pirates
☆ Macam-Macam Bajak laut.
Privateer : adalah kelompok angkatan laut yang juga menjelma menjadi bajak laut (memiliki kegiatan sebagai prajurit resmi dan penjarah/pembajak kapal dagang musuh) atas perintah resmi dari negara yang mengutus. (Seperti penjelasan di chapter-chapter sebelumnya.)

Buccaneer: adalah kelompok bajak laut yang berasal dari penduduk lokal, berisi pria-pria tangguh, yang bersedia dibayar untuk membajak kapal musuh (Pada masa itu Buccaneer sering disewa oleh pemerintah Britania dan Spanyol untuk menjaga wilayah masing-masing dari serangan musuh). Buccaner bisa diibaratkan sebagai "Preman lokal" di perairan terdekat.

Corsair : adalah bajak laut (yang konon merupakan kapal-kapal berisi orang beragama muslim) yang terkenal pada masa kekaisaran Ottoman. Sama seperti Privateer, hanya saja Corsair penyebutan namanya berkonotasi religius karena bekerja untuk kekaisaran Ottoman dan tidak menyerang kapal milik negara muslim.

☆ Perbedaan Privateer, Buccaner, dan Corsair.
Privateer dan Corsair mampu melakukan ekspedisi hingga belahan dunia terjauh dengan kemampuan pelayaran maritim yang terpelajar, sedangkan Buccaner hanya bisa berlayar dan menjadi "preman" setempat (karena terdiri dari penduduk lokal setempat).

---

Sea Shanties.
Sea Shanty/Chantey/Chanty adalah sejenis lagu bergenre Folk song yang dinyanyikan sebagai penghibur saat melakukan pekerjaan agar terasa ringan dan terus termotivasi (seperti yel-yel). Sea Shanties dahulu tercipta dari para perompak baik dari angkatan laut kenegaraan (Privateer), para budak yang melarikan diri, ataupun perompak dari Africa (karena Sea Shanty identik dengan alat musik khas suku pedalaman).

* O iya, di sini untuk Sea Shanties Bajak laut sendiri belum pernah tercatat oleh sejarah, karena setiap kelompok perompak memiliki Sea Shanthies sendiri. Jadi aku menggunakan Sea Shanthies berjudul 'Wallerman' yang dinyanyikan oleh The Longest John, dan juga Nathan Evans.

Cek di sini, mungkin ada yang belom dengerin, lagunya seru banget 😭👍

Wellerman by nathan evans
(Tapi karena dari vevo, jadi nggak bisa diplay di sini harus dilihat langsung di youtube)

Wellerman by The Longest John Version.

Dan....

• Spoiler; akan ada Sea Shanty yang sama bagi seluruh bajak laut di Karibia, dimana lagu ini aku ambil dari The Pirates Of Caribbean.

Soon it will come out at future chapts 😉

---

AN:
Oh noooo, Jimin dibawa kemana itu? 😱

Hehe ... pulau ke tiga 😉

Eh?!

Ada sesuatu di Chapter depan.......

🤭

See ya!

💜💜💜💜💜💜💜

12 Juli 2021.

Continue Reading

You'll Also Like

6.1K 623 18
" Three lives, we still meet again " " But, in every meeting we have, someone will die, between us there is no good ending. It's you or me that's the...
127K 17.2K 22
[ Tamat ] Jimin selalu ingin menjadi teratai, Ia ingin kokoh dalam diamnya, Ia ingin selalu putih dalam segala tindak tanduknya, Tapi demi cintanya...
337K 28.8K 17
"Liat aja Jim, gue bikin lo belok sebelok-beloknya." -Taehyung Adi Pratama, terganteng sejagat. "Gue straight pokoknya." -Jimin Athayya, straight (ka...
132K 6.5K 7
Rate: M Genre(s): Boyslove / Romance / Fluff / Smut Warning(s): AU, Age gap relationship, Attempt at humor, Typo(s), Ooc, Don't like don't read, Rnr...