Unpredictable Marriage | Boru...

By helloilma

104K 10K 5.7K

Ketika Sarada, si penulis yang berniat berlibur ke Okinawa, justru malah dihadapkan dengan pernikahan kontrak... More

Prolog
01. Masalah
02. Fitting Baju
03. Akting
04. Perjanjian Pra-Nikah
05. Janji
06. (Don't) Fight The Feeling
07. Pre-Marriage Talks
08. Tingkat Stres
09. Wedding Organizer
10. Lamaran
11. Survey Lokasi
12. Rasa Yang Mulai Ada
13. Persiapan Pernikahan
14. Pernikahan
16. Cause You
17. First Day In Penthouse
18. Ide Bisnis
19. Demam
20. Kerjasama
21. Pindah
22. Long Distance Relationship
23. Our First Time
24. Support System
25. Mabuk
26. Bingung
27. Kotak Ukiran
28. Can You Give Me A Proof?
29. Dilema
30. Here's Your Perfect
31. Berbeda
32. Launching Novel
33. Fanboy
34. Skandal
35. Mencari Resolusi
36. I Can (not) Say I Love U
37. Happy News
38. Confession
39. Orang Asing
40. Pertemuan
41. Lorong Antar Ruang & Waktu
42. Sisi Tersembunyi
43. Ikatan Ibu dan Anak
44. Unpredictable
45. Sleeptalk
46. Another Sleeptalk

15. Malam Pertama

3K 232 94
By helloilma

Sarada duduk di sisi ranjang sembari menunggu Boruto yang tak kunjung datang. Perutnya mulai berbunyi minta diisi, Sarada putuskan menelepon layanan kamar dan memesan makanan.

Tubuhnya masih dililit gaun pernikahan. Nanti ia bisa meminta tolong Boruto untuk melepasnya, seperti kata periasnya dan Tante Ino tadi. Aish, walaupun Sarada tahu kalau itu jelas sebuah ledekan!

Boruto datang sambil membawa tas kertas berisi pakaian dalam Sarada dengan ukuran yang benar. Ada pembalut juga di situ. Sarada menerima tas kertas itu dengan senang hati, walau sedikit meringis malu.

"Itu saya beliin pembalut sekalian. Kalo selama lima hari kita di sini kamu tiba-tiba bocor 'kan enggak lucu," kata Boruto frontal, membuat Sarada mendengkus pasrah.

"Iya, makasih."

"Kamu butuh sesuatu lagi?" tanya Boruto, melihat raut tak nyaman Sarada. Sarada menghela napas panjang, telunjuknya mengarah pada dirinya sendiri.

"Bisa bantu aku lepas gaun ini, enggak? Resletingnya di belakang, susah banget bukanya," pinta Sarada sembari menunduk malu, membuat Boruto menghela napas panjang.

"Tapi nanti waktu aku ganti baju kamu keluar dulu, abis, itu bathupnya ada di dalem kamar," tambah Sarada lagi, malu-malu melirik Boruto yang duduk di sebelahnya.

Mendengar ucapan Sarada, Boruto berdeham kencang. Wajahnya memanas tak karuan saat safirnya melirik bathup dengan kelopak mawar yang ada di kamar mereka. Sarada menyadari pandangan Boruto, gadis itu menghela napas panjang.

"Kamu tunggu di balkon aja nanti, aku ganti bajunya enggak lama, kok!" Sarada buru-buru berbalik memunggungi Boruto, menunjuk resleting gaun yang ada di punggungnya. Boruto menatap punggung Sarada yang terbalut gaun dengan wajah merah sempurna, otaknya sudah membayangkan beribu hal aneh yang biasa dilakukan sepasang suami istri saat malam pertama.

"Bolt, tolong itu resletingku, ya! Aku enggak bisa ngelepas ..." pinta Sarada, sudah bodoamat dengan wajahnya yang memanas sempurna. Boruto mengembuskan napas kasar, tangannya tergerak untuk menyibak rambut pendek Sarada yang menutupi lehernya, untuk menemukan ujung resleting gaun dan membukanya ke bawah dalam sekali tarikan.

Boruto memejamkan matanya, tidak mau melihat pemandangan yang bisa membuatnya menegang. Berdeham pelan, Boruto buru-buru memalingkan muka dan menjauh dari Sarada yang duduk di atas kasurnya.

"Udah, Sarada. Sudah saya buka, saya keluar sekarang, ya!" Boruto lekas berdiri, melangkah menuju pintu balkon membiarkan istrinya berganti baju. Sarada mengembuskan napas lega setelah memastikan Boruto pergi keluar dan tak mengintip, gadis itu langsung menyambar tas kertas berisi pakaian ganti yang sudah Boruto belikan.

Untung Boruto pengertian.


Sarada sudah selesai mengganti bajunya. Piyama bergambar Hello Kitty lengan pendek melekat di tubuhnya. Layanan kamar juga sudah datang, kini ia dan Boruto sibuk menyantap makanan di ranjang.

Sarada memesan steamboat soup, serta jus mangga yang menyegarkan kerongkongan. Boruto duduk bersila di atas kasur, ikutan menyendok sup dan nasi yang ada di mangkuknya.

"Bolt, nanti kamu mau tidur di mana?" tanya Sarada, sambil menyendok supnya. Boruto mendongak, mengerjapkan mata memandang Sarada.

"Ya di kasur, lah."

"Terus aku tidur di mana?" tanya Sarada bingung, menunjuk dirinya sendiri. Boruto mengerjapkan matanya, masih belum konek dengan maksud Sarada.

"Ya di kasur juga." Boruto menjawab santai, tapi tatapan safirnya tak bisa berbohong.

Pria itu jelas bingung.

"Kita tidur satu kasur, gitu?" Sarada menelan ludahnya kasar, menatap Boruto canggung.

Boruto yang sadar maksud Sarada refleks terbatuk gara-gara tersedak bakso ikan yang ada di dalam supnya.

"Uhuk!" Boruto menepuk-nepuk dada. Sarada sigap memberikan botol air mineral yang sudah dibuka untuk Boruto minum.

"Nih, minum dulu. Kamu kenapa, sih? Aku 'kan cuma tanya."

Sarada menatap Boruto polos, membuat Boruto menghela napas panjang. Rasa ingin mencubit pipi Sarada melonjak tinggi sekali!

"K-kamu keberatan kita tidur satu kasur?" tanya Boruto, memandang Sarada yang masih menatapnya meminta jawaban.

Sarada terdiam, mengulum bibirnya yang sempat terbuka. Melirik ke kanan atas, Sarada merapatkan rahangnya bingung.

Pertanyaan yang Boruto tanyakan itu menyebalkan sekali!

"Kita sudah sama-sama dewasa. Terikat pernikahan juga. Saya rasa enggak ada masalah," ujar Boruto, mati-matian menahan ekspresi aneh yang nyaris muncul di wajahnya. Sarada melotot tak percaya, bagaimana bisa Boruto mengatakannya dengan ekspresi sedatar ini?!

"Kecuali kalau kamu ada sesuatu." Boruto tersenyum, canggung memang. Tapi yang Sarada lihat justru senyum jahil nan menggoda yang terpampang di wajah pria itu!

"Bolt ... Kamu lupa perjanjian kontrak kita?" lirih Sarada, mau tak mau mengingatkan.

Sarada cuma takut, Boruto memberinya harapan palsu.

Tidak lucu kalau ia sudah berharap tinggi dan Boruto menghempaskannya ke inti bumi begitu saja.

"Perjanjian kontrak itu fleksibel, Sarada. Untuk saat ini cuma ada satu kasur tanpa sofa. Saya enggak berpikiran tidur di bathup. Tapi kalau kamu enggak nyaman tidur di kasur sama saya dan memilih tidur di bathup, silakan. Saya enggak akan memaksa." Boruto tersenyum simpul, dengan sedikit aksen jahil yang Sarada lihat di wajahnya. Safirnya mengerling pelan, membuat Sarada mendesah frustrasi dibuatnya.

"Aku pikir kamu orangnya polos, dewasa, berwibawa gitu ya. Ternyata sama aja, nyebelin!" Sarada mendecakkan lidah, mengunyah crabstick di mulut. Boruto hanya terkekeh geli menanggapi reaksi berlebihan Sarada.

"Enggak usah lebay, saya juga pria normal. Saya tau apa yang kamu pikirkan, tapi saya bisa menahan nafsu."

"Lagipula piyama kamu tertutup. Kecuali kamu berniat pakai baju yang ada di lemari itu, mungkin akan beda urusannya." Boruto tersenyum miring, sengaja menggoda gadis berstatus istri kontraknya yang merona malu. Sementara Sarada sudah memalingkan muka, refleks mengumpat dalam hati mendengar kalimat Boruto yang benar-benar memancing emosinya.

"Dasar kamu ya!"


Malam kian larut, Sarada tidak bisa memejamkan matanya. Berakhir tidur seranjang dengan Boruto, Sarada jelas merasa tak nyaman.

Oh, ayolah. Sarada bukan putri tidur yang tidur dengan rapi dan cantik. Gadis itu punya kebiasaan buruk, kalau kepanasan ia suka melepas bajunya sendiri saat tidur. Kalau kelelahan dia suka ngiler. Belum lagi, Sarada tidak bisa tidur tanpa guling atau bantal di pelukannya.

Sarada takut, kalau di tengah ia tidur tiba-tiba ia melepas baju dan menjadikan Boruto sebagai guling, bagaimana?

Sebenarnya ia bisa tidur dengan cantik, sih. Kalau terpaksa sekali.

Tapi ia tidak yakin kalau kelelahan begini. Sarada menghela napas, lampu sudah dimatikan. Hanya ada cahaya dari lilin aroma yang menguarkan bau wangi ke seluruh ruangan.

Sumpah, suasana romantis inilah yang selalu ia dambakan sebelum menikah. Yang selalu ia tulis di novel-novelnya.

Tapi sial, ia mengalami ini di saat yang tidak tepat!

Oniks Sarada melirik Boruto yang sudah tertidur pulas membelakanginya. Mendengkus kesal, Sarada bangkit dari peraduan, berniat berjalan menuju balkon untuk menikmati purnama.

Namun matanya membelalak saat tangannya ditarik, jemari kokoh Boruto kini ada di perpotongan lengan Sarada.

Pria itu menarik lengan Sarada, tanpa sadar mengganti posisinya menghadap Sarada yang kini duduk di tepi ranjang. Dengan mata terpejam, Boruto mengeluarkan suara lirih yang membuat Sarada terpaku di tempat.

"Jangan pergi ...."

Suara Boruto terdengar begitu serak, begitu parau. Sarada menghela napas panjang. Boruto ngigau?!

"Jangan pergi ... Kalo kamu pergi, siapa yang nemenin aku nanti?" Suara itu kembali terdengar, membuat Sarada takut-takut memandang wajah Boruto yang terpejam lelah.

"Bolt, kamu tidur apa bangun, sih? Kamu enggak kesurupan, 'kan?" Dengan tangan satunya, Sarada membelai wajah Boruto lembut. Tapi pria itu tiba-tiba mengembuskan napasnya kasar, mengeratkan pegangannya pada lengan Sarada yang masih duduk di tepi ranjang.

"Aku enggak mau sendirian lagi," racau Boruto untuk ke sekian kali. Sarada mengerjapkan matanya miris. Suara Boruto terdengar begitu parau, begitu sendu. Kelopak matanya masih terpejam erat.

Kalau terlelap begini, Boruto jadi kelihatan tampan sekali. Rasa kesal dan sebal Sarada jadi hilang sepenuhnya.

Tapi kalo bangun mancing jantung gue disko mulu, sebel!

"Aku enggak akan pergi, kok." Sarada tersenyum tipis, entah kenapa tangannya refleks mengelus rambut kuning Boruto lembut. Sebagai alumni mahasiswi kedokteran jiwa, Sarada sedikit banyak mengerti tentang cara menenangkan orang lain, apalagi kampus Sarada termasuk kampus top dunia.

Tangannya menyusuri lekuk wajah Boruto, Sarada menahan napasnya saat menyadari betapa tampan pria yang tidur di sebelahnya ini. Pria yang meminangnya dengan status pernikahan kontrak.

Pria yang kini sudah resmi menjadi suami sahnya di mata Tuhan dan negara.

"Aku takut sendirian," racaunya lagi. Sarada yang awalnya berniat pergi ke balkon jadi tak tega meninggalkan Boruto sendirian.

Kalau begini, Boruto tampak seperti anak kecil yang kehilangan induknya.

Sarada memutuskan kembali berbaring di sebelah Boruto. Melepas genggaman Boruto pada lengannya, Sarada memilih tidur menghadap Boruto. Tubuh pria itu bergerak ke bawah, membuat kepala Boruto berada di dada Sarada. Boruto kembali meracau dengan mata terpejam.

"Maaf, aku enggak mau sendirian lagi ..."

Lagi-lagi Boruto mengucapkan kalimat yang sama, membuat setitik air mata muncul di pelupuk mata Sarada.

"Kamu takut sendirian, ya?" Tangan Sarada terulur mengelus punggung Boruto lembut. Teknik yang biasa ia lakukan untuk menenangkan anak kecil.

Boruto yang ada di hadapannya kini bukan Boruto pada umumnya. Sarada bisa merasakan hal itu.

"Bolt tenang, ya. Boruto enggak sendirian di sini, kok. Ada Sarada." Sarada kembali mengelus lembut punggung Boruto. Pupilnya melebar kaget saat lengan pria itu tiba-tiba melingkar kokoh di pinggangnya.

Kini posisi Boruto seperti koala memeluk ranting, dengan Sarada sebagai rantingnya.

"Boruto takut ..." Suara lirih nan parau itu kembali terdengar, membuat Sarada menghela napas panjang.


"Iya, Sarada di sini. Kamu enggak sendirian, ada Sarada di sini, Bolt."

"Kamu harus berani, Sarada ada di sini, di samping kamu. Kamu pasti bisa bertahan, kok. Makasih ya, udah bertahan sampai detik ini!" Sarada mengeluarkan kemampuan persuasifnya, memberikan afirmasi positif sembari mengelus rambut Boruto yang kini memeluknya erat.

Sarada menghela napas panjang. Ia kini bisa mendengar hembusan napas Boruto yang tak teratur, detak jantungnya yang terasa kacau. Diam-diam Sarada menikmati pelukan ini, entah kenapa Sarada menyukai bagaimana Boruto mengigau dan memeluknya seolah anak ayam membutuhkan induknya.

Boruto yang masih berada di alam bawah sadarnya mengeratkan pelukannya di pinggang Sarada. Sarada tersenyum tipis, ia putuskan untuk memeluk balik Boruto.

Lagian dia yang meluk duluan.

Gue enggak ngelanggar kontrak, kok.

"Selamat tidur, Bolt. Tidur yang nyenyak, besok kamu harus bangun dengan perasaan bahagia, ya!" Sarada kembali memberikan afirmasi positif, berniat menghipnosis Boruto agar kondisi pria itu lebih baik dari sebelumnya.


Akhirnya, sepanjang malam Sarada habiskan untuk memeluk Boruto yang mengigau sembari memeluk Sarada erat. Entah pada menit ke berapa, Sarada ikutan memejamkan mata dan tenggelam di alam bawah sadarnya.




Secara sadar, Sarada mengakui, ia bahkan sudah melanggar kontrak untuk tidak jatuh hati.


to be continued

Hai! Maaf pendek, yaa! Suka update cepet kayak gini? Kalo suka, ayo vote dan commentsnya, hihihi.

Gimana chap ini? Mari komen. Boruto punya sisi lemah yang sarada belum tau, ke depan bakal banyak konflik juga hihi.

Thank you sudah membaca, jangan lupa klik bintang kecil di pojok kiri. See you next chap!

Continue Reading

You'll Also Like

309K 38.8K 39
[PART LENGKAP] May contain some mature convos and scenes Bagi Abigail Williams, El adalah tempatnya berkeluh kesah setelah diputus oleh para mantan...
1.1M 103K 50
Ceisya gak pernah tau kalau semesta akan mempertemukannya lagi dengan Arga. Si cowok Indonesia yang dulu pernah jadi seniornya saat sekolah di Ameri...
224K 30.9K 30
Swipe right. Dua kata yang tidak asing untuk pengguna dating apps. Bermula saat Liora merasa iri dengan teman-temannya yang sudah punya pacar, akhirn...
347K 40.6K 30
Plot Twist ; an unexpected shit Danisha ; the plot twist itself _________________________________________________ Danisha Mahiswa, Bussines Woman yan...