Raja Bumi

By WattOff_07

660 182 68

Setiap manusia layak untuk dicintai. Tidak peduli seberapa buruknya seseorang, seberapa hancurnya seseorang... More

Prolog
PART 1 : MISTERIUS
PART 2: Dia Lagi
PART 3: Semesta Paralel
PART 4: PERTEMUAN
PART 5 : INSIDEN
PART 6: PDKT
PART 7: TENANG
Part 8: PARA TELAGA SURGA
Part 9: ABSTRAK
Part 10: Pulang Bareng
PART 11 : Bulan?
PART 12 : Tanding
PART 13 : Tentang Masa Lalu
PART 14 : KEDUA KALINYA
Part 16 - Mengagumi?
PART 17 : Kisah Yang Berbeda
PART 18 : Hati Berlabuh
Part 19 : Malam, Hujan dan Ruangan
PART 20 : Sifat Asli
PART 21 : Suka Dia?
PART 22 : Terungkap 1

PART 15 : Cemburu?

5 4 0
By WattOff_07

Setelah selesai makan malam, Mentari langsung pergi ke kamar dan duduk di balkon sembari memandangi langit malam. Semula pikirannya kosong, tetapi tiba-tiba kejadian tadi sore melintas kembali.

Dadanya sesak, meskipun sudah berulang kali dia mencoba memukul dadanya, tetapi malah tambah sesak. Entah angin dari mana, pikirannya langsung melesat pada saat kejadian Raja memeluk dirinya.

_Nyaman_ itulah yang dirasakan Mentari. Padahal, biasanya Bundanya lah yang paling bisa memenangkan dirinya. Tetapi sore itu, seorang Raja Bumi Yudana mampu memberikan kehangatan yang notabenenya hanya sekedar mengenal nama.

Mentari lantas berbaring di kasurnya, rasa mengantuk sudah mulai menyerang. Rasa sesaknya tadi perlahan mulai mereda, hatinya sedikit lega. _Raja, terima kasih_ gumamnya dan tanpa membutuhkan waktu yang lama, dia sudah menyelami alam mimpi.

***

"Haduh, gabut pisan ieu teh," keluh Arka yang duduk sambil menyender pada tiang di depan kelasnya.

"Ahh, maneh mah gabut wae, Ka," timpal Dave yang duduk disebelahnya.

"Sok tau pisan! Eh btw, widih, sundanya sudah mulai lancar ya."

"Diajar atuh mantakna, ulah ulin wae."

Raja yang mendengar kedua sahabatnya mengoceh tidak jelas langsung mengalihkan perhatian pada sosok lain. Sosok yang sedang berjalan kearahnya.

"Mentari."

Sedangkan si empunya hanya terlonjak kaget karena Raja memanggilnya tiba-tiba. Arka dan Dave yang mendengar Raja memanggil nama Mentari, mereka pun langsung memerhatikan dua insan itu.

"Sendirian? Mau kemana?" tanya Raja to the point.

"Iya, mau ke perpustakaan," jawab Mentari sambil menunduk.

"Gue temenin ya? Gue juga sekalian cari buku." Sebenarnya itu hanya alibi Raja saja, supaya bisa dekat dengan Mentari.

Arka dan Dave hanya bisa memandangi pemandangan di depan mereka tanpa berkutik. Sampai Raja dan Mentari mulai berjalan menjauh, mereka mulai tersadar akan kejadian tadi.

"Gak salah liat 'kan gue?" tanya Arka.

"Gak salah denger 'kan gue?" tanya Dave.

Pertanyaan yang jelas-jelas sudah terjawab, tetapi mereka masih kaget atas kejadian tadi. Seorang Raja yang mereka kenal bisa se-humble itu kepada orang yang baru dikenalnya?

"Ah, geus we, tong dipikiran." Arka langsung mengalihkan pikiran.

"Heueuh, mending pikiran heula hirup nu leuwih rieut."

"Tah, gening maneh pinter, Dave."

"Sudah jelas, seorang Dave Gadangga memang tampan dan pintar."

_Plak_

Arka langsung menampar pelan pipi Dave itu dan berkata, "Matamu."

***

"Lo baca buku apa, Tar?"

"Cuma novel biasa kok."

"Kirain ke perpustakaan itu mau baca buku pelajaran, eh ternyata novel, toh."

"Lagian, aku juga butuh sesuatu yang baru dong. Seimbangin antara pelajaran dan hal yang disuka," ujar Mentari pada Raja.

"Hahaha, iyap, setuju banget tuh."

"Oh iya, buat yang kemarin, sekali lagi makasih ya."

"Santai aja, Tar," jawab Raja sambil tersenyum.

Di tempat lain, seseorang ada yang memerhatikan Raja dan Mentari. Salah satu meja yang terletak di pojok perpustakaan.

"Itu Raja sama Mentari 'kan? Dan Raja, kenapa kayak seneng banget depan Mentari?" tanyanya pada dirinya sendiri.

Tak lain dan tak bukan adalah Bulandari Sahara Utami, mantan seorang Raja Bumi Yudana. Ada gejolak aneh yang dirasakan Bulan, rasa tidak suka ketika melihat mantan kekasihnya bersama perempuan lain.

Ada hasrat untuk menghampiri Raja dan Mentari, tetapi tertahan oleh gengsinya kepada Raja. Lalu, Bulan pun mengurungkan niatnya tadi. Karena tidak ingin melihat mereka bersama dan Bulan tidak bisa menghampiri mereka, Bulan pun langsung keluar perpustakaan untuk menghindar. Mungkin lain kali Bulan akan menanyakan kepada Mentari tentang hal tadi.

***

Tring ... Tring ... Tring ...

Bel pulang sudah berbunyi dan para murid pun sudah berhamburan untuk pulang.

"Mentari, aku duluan ya. Yang jemput udah ada di depan. Babay," pamit Meilany sambil berjalan keluar kelas.

"Iya, babay."

Setelah teringat sesuatu, Mentari langsung bergegas merapihkan semua alat tulisnya. Dia lupa, bahwa hari ini tidak akan ada yang menjemputnya, alhasil harus menaiki angkutan umum. Sedangkan Ayah dan Bundanya masih sibuk mengurusi perusahaannya di Bandung.

Saat di halte, Mentari bertemu Bulan yang sepertinya menunggu jemputan atau menaiki alternatif lain seperti dirinya.

"Hai, Mentari," sapa Bulan ketika melihat Mentari mendekatinya.

"Hai juga, Bulan," ucapnya sambil tersenyum.

"Wah, kalau kamu senyum, cantiknya nambah ya."

"Eh? Hahaha, gak, biasa aja kok."

Layaknya perempuan kebanyakan, pasti jika membicarakan satu hal setelannya akan merambat ke mana-mana.

Tiba-tiba deru motor terdengar di depan keduanya. Mentari yang tahu siapa pemiliknya hanya diam. Sedangkan Bulan, dia bersorak dalam hati, karena pikirnya pemilik motor tadi akan mengantarkannya pulang.

"Hai, Bulan, Mentari."

"Hai Raja," ucap Mentari dan Bulan berbarengan.

"Mentari, kamu gak dijemput lagi ya? Bareng lagi yuk," ajak Raja kepada Mentari.

Sedangkan Bulan, pupus sudah harapan dia untuk diantar pulang oleh Raja. Dadanya kembali sesak melihat dan mendengar ajakan Raja kepada Mentari tadi.

"Eh? Emm, gimana ya."

"Dari pada kayak kemarin lagi, gimana hayo?"

"Aish, emm, emang gak ngerepotin?" tanya Mentari.

"Gak sama sekali," jawab Raja dengan cepat.

Lalu, Mentari menyetujui ajakan Raja tadi. Dan langsung meninggalkan halte setelah berpamitan kepada Bulan tadi.

Bulan hanya tersenyum miris, di bagian dadanya seperti ditikam sesuatu yang membuatnya sesak. _Kemarin?_ kata-kata yang tiba-tiba terlintas dalam kepalanya. Tak berselang lama jemputan Bulan datang dan segera pulang.

Rumah itu cukup luas, untuk ukuran dua orang yang menempatinya. Bulan dan Laras--ibunya. Rumah itu bernuansa berwarna putih elegan. Dengan perabotan-perabotan sederhana, tetapi indah dipandang.

Dan di ruang tamu itu, terdapat dua orang yang sedang menonton televisi berdua.

"Mam."

"Apa sayang."

"Tadi, Bulan liat Raja sama perempuan lain. Dan di situ keliatan, Raja kayak seneng gitu. Kenapa dada Bulan nyesek ya, Mam?" keluh Bulan.

Laras hanya mengusap rambut anaknya yang sedang berbaring di pahanya. Menatap putri semata wayangnya dengan penuh kasih sayang.

"Jadi ceritanya, Bulan cemburu nih?"

"Masa iya? Enggak deh, Mami 'kan tau, Raja sama Bulan udah gak ada hubungan apa-apa lagi."

"Jangan ngelak, Bulan. Udah jelas kok, kamu itu cemburu."

"Enggak, Mami," elak Bulan dan langsung bangun berhadapan dengan Laras, "Udah deh, Bulan pengen ke kamar," lanjutnya sambil melenggang pergi.

"Hahaha, ya ampun. Bulan, Bulan."

***

"Makasih banyak ya. Kamu udah selalu nolongin aku. Oh iya, maaf ya gak bisa ajak kamu masuk, soalnya gak ada siapa-siapa di rumah," ujarnya setelah turun dari motor.

"Iya, Tar, sama-sama. Iya gak pa-pa kok, ini mau langsung jalan pulang. Yaudah kalau gitu, bye," pamit Raja dan langsung menjalankan motor kesayangannya itu.

Mentari masuk ke dalam rumahnya. Tidak ada siapa-siapa selain orang yang bantu-bantu dirumahnya. Ada gejolak aneh dalam dadanya, rasa takut itu perlahan memudar ketika Mentari berada di dekat Raja.

Entah itu perasaan apa, tetapi Mentari tak ingin menerka-nerka. Biarlah semuanya berjalan dengena semestinya.

Sedangkan diperjalanan, Raja merasakan perutnya keroncongan dan tenggorokannya kering. Lalu, Raja singgah dulu di sebuah restoran untuk mengganjal perutnya.

Raja duduk di pojok restoran dengan kaca tembus pandang disampingnya, yang menampilkan jalanan orang berlalu-lalang.

Saat sedang asyik memakan pesanannya, mata tajamnya itu tidak sengaja menangkap sebuah pemandangan yang tak terduga.

"Mami?" Satu kata itu mampu membuatnya tersedak ketika mulutnya dikuasai oleh makanan.

"Sama siapa?" Tiba-tiba benaknya penuh dengan pertanyaan.

Hal itu mampu mengalihkan rasa lapar Raja. Kini pikirannya hanya ingin tahu apa yang dilakukan Maminya di sana, bersama seorang pria.

Karena tidak ingin salah persepsi, Raja hendak menghampiri Maminya. Tetapi ketika baru satu langkah, Raja langsung terdiam. Bersuapan? Pegang tangan? Apa-apaan itu? Entaj angin dari mana, Raja langsung mengambil ponselnya dan memotret apa yang dia lihat.

Dadanya sesak bagai terhimpit, pikirannya kalut, dan benaknya penuh dengan pertanyaan-pertanyaan. Dan hanya bisa dijawab oleh Maminya.

Setelah membayar makanannya, Raja langsung bergegas pulang. Dengan segala macam emosi di dadanya. Dia mencoba tetap tenang, tetapi tidak bisa.

"Dia siapa, Mi?"

~ Bersambung ~

Hai! Selamat datang di part 15 kelompok 4, jangan jadi silent reader's yaa^^.

-Annisa
-Zila
-Arka
-Meilani
-Daves

Continue Reading

You'll Also Like

361K 19.3K 49
Ravena Violet Kaliandra. Mendengar namanya saja membuat satu sekolah bergidik ngeri. Tak hanya terkenal sebagai putri sulung keluarga Kaliandra yang...
16.4M 640K 37
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
389K 15.5K 33
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
2.2M 103K 53
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞