Raja Bumi

By WattOff_07

660 182 68

Setiap manusia layak untuk dicintai. Tidak peduli seberapa buruknya seseorang, seberapa hancurnya seseorang... More

Prolog
PART 1 : MISTERIUS
PART 2: Dia Lagi
PART 3: Semesta Paralel
PART 4: PERTEMUAN
PART 5 : INSIDEN
PART 7: TENANG
Part 8: PARA TELAGA SURGA
Part 9: ABSTRAK
Part 10: Pulang Bareng
PART 11 : Bulan?
PART 12 : Tanding
PART 13 : Tentang Masa Lalu
PART 14 : KEDUA KALINYA
PART 15 : Cemburu?
Part 16 - Mengagumi?
PART 17 : Kisah Yang Berbeda
PART 18 : Hati Berlabuh
Part 19 : Malam, Hujan dan Ruangan
PART 20 : Sifat Asli
PART 21 : Suka Dia?
PART 22 : Terungkap 1

PART 6: PDKT

30 8 3
By WattOff_07


Ditatapnya lekat tablet obat yang dibelinya di apotek, tentunya bukan obat sembarangan. Obat tersebut harus ia minum sesuai dengan resep dokter. Entah mengapa, akhir-akhir ini gangguan itu kembali lagi, ini membuat dirinya harus berkonsultasi ke rumah sakit.

Mentari menelan Fluvoxamine berbarengan dengan segelas air putih. Obat itu berkerja, mengembalikan keseimbangan sorotin pada otak Mentari, hal yang membuat gangguannya sedikit reda.

"Obatnya udah kamu minum?"

Tatapan mata Mentari kini beralih menatap Tarina—bundanya.

"Iya, Bunda, udah," ucap Mentari sambil tersenyum hangat.

Tarina berjalan mendekati ranjang yang didiami oleh Mentari. Ia mengusap pelan ujung kepala anak satu-satunya dan yang paling disayang itu.

Jujur saja, Tarina bisa merasakan betul bagaimana perasaan Mentari yang dipenuhi luka. Meskipun Mentari tidak bicara, namun insting dari seorang ibu itu begitu kuat.

Masa lalu yang berhasil menciptakan luka di hati Mentari, dan berdampak pada kesehatan mentalnya. Jika pada umumnya orang-orang memiliki masa lalu yang bisa dikatakan indah, tetapi berbeda dengan Mentari yang masa lalunya begitu pahit.

"Nya entos, ayeuna bobo nya. Mimpi indah sayang," ucap Tarina sambil mengecup kening Mentari.

Mentari langsung berbaring dan memakai selimut hingga dada. Tarina lantas bergegas kembali ke kamarnya dan tak lama Mentari langsung bisa menyelami alam mimpi.

***

"Bunda ... Bunda ... tolong Mentari!" pinta gadis itu sambil nangis sesenggukan.

"Bunda ... tolong selamatkan Mentari. Bunda ...."

Di ruangan yang sudah terang oleh sorot matahari pagi, dan diramaikan oleh suara lirih gadis cantik yang meminta bantuan itu.

"Ya ampun, Mentari! Bangun sayang! Hey, di sini Bunda." Tarina yang mendengar teriakkan anaknya, langsung bergegas menghampiri dan ternyata Mentari mengalami mimpi buruk.

Mata cantik itu seketika terbuka, dan tubuhnya langsung mendekap perempuan paruh baya itu. Di dekapan Tarina, Mentari menangis sejadi-jadinya.

"Bu-Bunda ...."

"Iya, Sayang. Ini Bunda ... tenang, ya, Bunda di sini," ujar Tarina berusaha menenangkan Mentari.

"Bunda, tadi Mentari mimpi kejadian itu lagi. Me-Mentari ... takut, Bunda." Suara lirih Mentari berhasil menyayat hati Tarina. 'Mentari, mengapa harus kamu yang mengalami hal itu,' batin Tarina.

"Sstt, tenang sayang. Bunda 'kan jagain kamu terus. Kamu percaya sama Bunda, 'kan? Kamu aman sama Bunda, Sayang," ucap Tarina mencoba menenangkan. "Ya ampun Mentari! Badan kamu panas banget. Kayaknya demam. Udah, ya, hari ini kamu ijin sekolah. Bentar, Bunda mau ambil makanan sama obat dulu," lanjutnya dan hendak beranjak pergi.

"Bunda, jangan dulu pergi. Mentari takut," cegah Mentari berbarengan dengan pelukannya semakin kuat.

"Teu nanaon, sakedap ieu nya. Di sini aman, percaya sama Bunda, ya," kata Tarina dan perlahan Mentari melepaskan peluknya. Tarina pun langsung bergegas mengambil makanan yang sudah dimasak dan obat untuk sakit demam.

***

Matahari kini mulai mendekati ujung timur, cahaya yang terpancar dari sana begitu terlihat indah. Siapa saja yang melihatnya pasti terkagum-kagum, tak terkecuali Mentari yang tengah menikmati pemandangan indah itu.

Mentari duduk di balkon sembari mendengarkan musik. Sakitnya memang sudah berangsur-angsur membaik. Baginya, melihat senja di sore hari memiliki rasa ketenangan tersendiri.

"Senja itu seperti kamu, hadir membawa tawa dan perlahan beranjak pergi menciptakan lara," ceplos Mentari.

Mentari juga sama seperti kebanyakan orang, berkhayal dan kemudian menciptakan sebuah tulisan. Namun, itu hanya terkadang, karena kehidupan realitanya lebih butuh sosok Mentari, dari pada dunia khayalannya.

Suara knop pintu terdengar pada rungu Mentari, tampak Bundanya—Tarina memijakkan kaki di kamar Mentari. "Mentari, ieu aya rerencangan," kata Tarina ketika sudah berada di kamar Mentari.

Mentari yang sadar akan kedatangan Bundanya langsung bergegas mendekati Tarina.

"Siapa Bun?"

"Hai, Mentari."

Kala mata Mentari beradu pandang dengan orang yang dibawa masuk Tarina, seperti ada luka yang lebam yang tertekan.

"Ka-Kamu?"

"Bunda uih deui nya, masih aya kerjaan kantor anu teu acan beres," jelas Tarina kemudian meninggalkan kamar Mentari.

"Gimana keadaan lo, Tar?" tanya sosok yang tadi disebut 'teman'--oleh Tarina.

"Gimana kamu bisa ke sini? Mau ngapain?" Bukannya menjawab, Mentari malah mengajukan pertanyaan balik.

"Ya, Gue mau ngejenguk lo, lah! Kenapa? Gak boleh?"

Belum sempat Mentari menjawab, datang lagi seseorang yang mengagetkan keduanya.

"Mentari, im coming." Suara teriakan itu yang mengagetkan. Namun, yang bersuara juga ikut kaget karena melihat sosok asing di rumah Mentari.

"Loh, Raja? Elo Raja, 'kan? Ngapain Lo ke sini? Gak macem-macem 'kan lo?" tutur sosok yang baru datang itu, "Mentari, lo gak pa-pa, 'kan? Gak diapa-apain sama Raja 'kan lo?" lanjutnya.

Mentari yang merasa pusingnya kembali lagi, langsung duduk di pinggiran kasur.

"Gak pa-pa, Mei. Aku baik-baik aja," jawab Mentari.

"Syukur deh kalau gitu."

"Protektif banget sih lo," sahut Raja kepada Meilany.

"Ya, Gue sahabatnya lah, jadi wajar. Lah, lo siapa? Tumben banget ke sini, malah ini pertama kalinya 'kan lo dateng ke sini," lontar Meilany tak mau kalah.

Mentari yang kesal melihat keduanya malah bertengkar, lebih memilih untuk menyenderkan tubuhnya ke headboard.

"Udah deh, lo pulang aja sana! Udah gak ada urusan apa-apa lagi, 'kan?" usir Meilany akhirnya.

"Terserah Gue dong. Toh, Bunda aja gak ngelarang Gue buat ke sini."

"Idih, apa-apa? Gak salah denger Gue? Bunda? So deket banget lo."

"Astaga kalian berdua! Mending kalian berdua aja yang pulang gih. Aku tambah pusing kalau kalian berantem gini," usir Mentari yang frustasi karena tingkah kedua orang itu.

Lalu Mentari mengantarkan mereka berdua turun ke lantai satu dan hanya sampai teras, "Cepet, pulang sana."

Meilany dan Raja yang merasa bersalah akhirnya meminta maaf kepada Mentari, lalu pamit kepadanya.

Raja menaiki motornya dan langsung beranjak pergi. Sedangkan Meilany menaiki ojek online yang dipesannya. Mentari langsung kembali ke kamar kesayangannya. "Akhirnya, damai juga," gumamnya.

Mentari lalu kembali lagi ke balkon untuk melanjutkan aktivitas yang tadi tertunda, tapi tiba-tiba ada sesuatu yang membuat jantung Mentari berdebar.

"Si-Siapa itu?" tanya Mentari pada seseorang yang terlihat duduk di tempat Mentari biasa duduk.

"Hey, ini Gue," jawab orang itu yang berhasil mengagetkan Mentari, lagi dan lagi.

"Ra-raja? Kok bisa ada di situ sih? Gimana caranya? Bukannya tadi udah pulang?" tanya Mentari nyerocos.

"Bisa satu-satu 'kan tanyanya? Oke lah, skip. Tuh ada pohon, Gue manjat. Gue balik lagi mau ngomong sesuatu," jawab Raja sambil menatap senja yang semakin menunjukkan keindahannya.

"Mau ngomong apa?"

"Dua kali, Gue nolongin lo--"

"Oh iya, soal yang kemarin aku ganti uangnya, ya." Belum usai ucapan Raja, Mentari malah memotong perkataannya.

"Gue belum selesai ngomong, denger dulu. Lo gak perlu ganti uang itu, uang gue masih banyak, jadi Gue gak butuh."

'Sombong banget sih.'  Mentari membatin.

"Untuk membalas dua itu, besok lo sekolah, 'kan?" tanya Raja yang mendapati anggukan dari Mentari.

"Gue mau, lo temuin Gue di perpus, di jam istirahat pertama. Gak ada penolakan."

"Kok maksa? Kalau aku gak mau gimana?"

Raja hanya mengedikkan bahu dan berkata, "Harus mau. Itu baru satu permintaan, satu permintaan sisanya, nanti Gue masih pikirin."

"Kamu gak ikhlas nolongin dong kalau gitu?"

"Gue pergi."

Setelah mengucapkan itu, Raja langsung pergi dari sana menggunakan pohon yang berada di samping rumah Mentari. Dengan cekatan Raja turun, sehingga hanya membutuhkan waktu beberapa detik saja untuk bisa sampai di bawah.

Sedangkan Mentari masih tidak habis pikir dengan tindakan Raja. Apa-apaan memaksa seperti itu? Namun, mau tidak mau sepertinya Mentari harus menuruti perkataannya, karena bagaimanapun Mentari punya hutang budi pada cowok aneh itu.

***

Diruangan itu penuh buku-buku, meja juga kursi yang berjejer rapih. Tak lupa beberapa siswa-siswi yang mengisi jam istirahat pertamanya dengan mampir ke perpustakaan.

Di meja yang paling ujung itu, seorang perempuan cantik dengan rambut hitamnya yang tergerai. Didepannya terdapat beberapa buku novel dan buku pelajaran.

"Maaf, Tar. Gue gak terlambat, 'kan?" tanya seseorang yang baru datang dan langsung duduk berhadapan dengan Mentari.

Mentari hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban tidak. Bukannya malas bicara, hanya saja Mentari membatasi untuk tidak terlalu banyak bicara kepada orang baru--seperti Raja.

Raja terlihat membawa beberapa buku di tangannya, dan meletakkannya persis dihadapan Mentari. Mentari hanya memandangnya dengan raut wajah bingung.

"Kerjain tugas-tugas Gue itu. Gue denger-denger, lo anak yang pinter, 'kan? Jadi kerjain itu sebagai permintaan pertama Gue," jelas Raja yang hanya dihadiahi raut datar Mentari.

Tanpa banyak bicara, Mentari langsung mengerjakan tugas-tugas Raja itu. Bagi Mentari soal-soal itu cukup mudah untuk dikerjakan, jadi tidak terlalu membutuhkan waktu yang lama. Kendati demikian, rasa dongkol pada Raja tetaplah ada.

Sedangkan Raja sendiri, tugas-tugas itu sebenarnya hanya alibi agar Raja bisa berduaan dengan Mentari. Bagi Raja pun, soal-soal itu mudah karena notabenenya Raja juga pintar.

'Emm, ternyata cantik kalau diliat dari deket gini,' gumam Raja dalam hati.

Mentari yang sadar ditatap oleh Raja langsung menoleh ke arahnya, Raja langsung mengalihkan pandangannya agar tidak ketahuan.

Tring ... Tring ... Tring ....

"Nih, selesai," ucap Mentari bertepatan dengan bunyi bel masuk berbunyi.

"Wah, wah, liat deh si anak baru ini. Mau pdkt ke Mentari lo?" tanya seseorang yang baru datang.

Sedangkan Mentari dan Raja hanya menatap orang itu dan langsung berdiri. Orang itu mendekati mereka berdua dan berkata, "Mau cari gara-gara, hm?"

"Kenapa? Lo siapanya Mentari sampai lo kesel gini?" sahut Raja lantang dan sama sekali tidak merasa takut.

"Gue, calon pacar Mentari."

Bersambung~

Hai! Selamat datang di part 6 kelompok 4, jangan jadi silent reader's yaa^^.

-Annisa
-Zila
-Arka
-Meilani
-Daves

Salam sayang❤️

Continue Reading

You'll Also Like

355K 18.9K 49
Ravena Violet Kaliandra. Mendengar namanya saja membuat satu sekolah bergidik ngeri. Tak hanya terkenal sebagai putri sulung keluarga Kaliandra yang...
618K 74.6K 45
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
4.9M 36.4K 30
REYNA LARASATI adalah seorang gadis yang memiliki kecantikan yang di idamkan oleh banyak pria ,, dia sangat santun , baik dan juga ramah kepada siap...
4.8M 178K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...