Chasing Antagonist | ChenJi

By TETEHnya_chenji

792K 102K 115K

Zhong Chenle, pemuda manis penyandang gelar gelandangan baru. Entah sial atau mujur, ia dipertemukan dengan s... More

Let's Start
Playing With Fire Pt.1
Playing With Fire Pt.2
Playing With Fire End
Interlude
Annoying Tricks Pt.1
Annoying Tricks Pt.2
Annoying Tricks Pt.3
Annoying Tricks Pt.4
Annoying Tricks End
Interlude Pt.2
Ageless Toxic Pt.1
Ageless Toxic Pt.2
Ageless Toxic Pt.3
Ageless Toxic Pt.4
Ageless Toxic End
Interlude pt.3
Bloody Pearl Pt.1
Bloody Pearl Pt.2
Bloody Pearl Pt.3
Bloody Pearl Pt.4
Bloody Pearl Pt.5
Bloody Pearl Pt.6
Bloody Pearl Pt.7
Bloody Pearl Pt.8
Bloody Pearl Pt.9
Bloody Pearl Pt.10
Bloody Pearl End
Interlude Pt.4
Under The Veil Pt.1
Under The Veil Pt.2
Under The Veil Pt.3
Under The Veil Pt.5
Under The Veil Pt.6
Under The Veil Pt.7

Under The Veil Pt.4

15.2K 2.1K 2.1K
By TETEHnya_chenji

Jisung tahu sih bukan tempe apalagi ikan asin. Tapi, ia ingin mendengar sendiri bagaimana rekan manisnya itu mengaku.

Chenle tengah duduk bersimpuh, ia sebagai pusatnya sedangkan enam pemuda lain duduk bersila mengelilingi---kecuali Jisung yang setia berdiri sedekap dada.

Renjun beserta Jaemin sudah kembali, mereka akan menunda pengujian bubuk yang ditemukan. Mereka juga sudah mengunci ruangan tempat para pelayan ditahan. Jadi, jangan khawatir soal tingkah diluar akal si kembar Lee.

Ada tiga golongan disini.

Golongan pertama, ketar-ketir karena takut pemuda manis asal China itu mengatakan hal yang seharusnya tidak perlu, atau lebih parahnya bertolak belakang dengan apa yang diketahui selama ini.

Golongan kedua, memasang telinga lebar-lebar untuk memastikan sesuatu. Jika keadaan tidak sesuai rencana, maka rencana selanjutnya harus segera dilaksanakan.

Golongan ketiga sekaligus yang paling miris, tidak mengerti suatu apapun.

Mari menebak siapa golongan ini dan siapa golongan itu.

"Jadi?" Jeno memulai. Ada raut curiga yang menggurat wajah tampannya.

Sementara yang ditanya tampak seperti memikirkan sesuatu. Jisung tebak, Chenle tengah meracik bumbu-bumbu penyedap untuk kalimat sanggahannya.

Posisi ini mengingatkanku soal NCT 2020! Ini inner Chenle.

Yah... pemuda Park itu tentunya harus menggigit jari. Sayang sekali, tebakannya terlalu jauh dari kenyataan.

Katanya lilin NCT itu manjur, kan? Hmm... aku ingin apa, ya?

Aha!

Jemari mungilnya bertaut, manik berkilaunya terpejam. Tolong segera update! Sudah 63 hari sejak episode terakhir tayang!

Ia tengah memohon soal konten khusus Park Jisung dan Zhong Chenle NCT. Itu loh, ChenJi ikut ke got.

Chenle sudah bertekad, jika konten tersebut tayang, maka ia akan menyuruh Jisung untuk membuat kue bolu roll depan-belakang.

"Bisakah kau segera mulai?" Jisung punya firasat kalau namanya baru saja diikut sertakan dalam suatu hal.

"Mulai apa?" Chenle bukannya berniat tidak peka, ia memang tidak peka-- eh! Maksudnya, ia memang tidak mengerti kok.

"Tentang foto dan namamu yang bisa ada disini." Jeno membalas.

Chenle melirik lagi isi kotak beludru yang menjadi sebab musabat posisinya sekarang.

Wajah full make up dalam balutan setelan kemeja putih gading sederhana. Ditangannya tersemat setangkai bunga berkelopak putih kusam.

Foto itu merupakan kenang-kenangan saat kuliah dulu. Tepatnya ketika ia tengah ikut kontes pemilihan duta kampus.

Chenle terpaksa melakukannya karena Haechan---yang seharusnya jadi peserta---tergelincir lalu kumat ambeien akibat kulit pisang yang ia buang sembarangan.

Renjun juga tengah pulang ke China, tidak mungkin memaksanya kembali hanya untuk dijadikan tumbal.

Mengingatnya membuat Chenle merinding. Sosok dekan fakultas yang berniat menjadikannya simpanan kembali muncul.

Beruntung ada adik tingkat yang bersedia jadi kekasih pura-puranya. Pria hidung belang berkedok dosen nyaris kepala enam itu pun akhirnya menyerah. Alasannya tak lain karena si adik tingkat ternyata cucu donatur terbesar di kampusnya.

Sepertinya Felix, Daehwi maupun Han Jisung harus mengkaji ulang hipotesa mereka soal ingatan sang tuan muda beberapa waktu yang lalu.

Chenle ingat tuh soal masa kuliahnya, yang berarti memorinya tidak berhenti selepas kelulusan sekolah menengah.

Lalu, mengapa si kembar Lee bisa terlupakan?

Nah... soal itu tanyakan saja pada Kun.

Kembali soal kasusnya.

Selain foto, ada pula cetakan nama; Chenle. Chen ditulis dalam hangul Korea serta Le yang ditulis dalam aksara Mandarin.

"Aku harus mulai dari mana?"

Jisung menatapnya sejenak lalu berkata, "Kau mengaku bermarga Park, kan?"

Chenle mengiyakan, "Tapi sudah kukatakan juga kalau marga itu hanya kupilih asal."

"Kau yakin tidak punya hubungan apa-apa dengan Park Chanyeol?"

"Jangankan hubungan, kenal saja tidak."

"Begini saja." Sungchan menyela, "aku punya data, coba katakan siapa dirimu agar bisa kucocokkan."

Chenle menghela napas panjang, saat begini memang akan datang juga. "Baiklah," jeda sebentar, ia melirik Haechan beserta Renjun yang tanpa sadar melotot kearahnya. "aku mulai dari nama. Orangtuaku bukan orang Korea asli, mereka imigran dari Cina. Karena itu, saat tiba disini margaku diubah."

"Awalnya apa?" Ini Jeno.

"Marga asliku Zhong." Jujur Chenle.

"Umurku 27 tahun ini, bekerja sebagai detektif swasta sejak setahun yang lalu." Lanjutnya.

"Tahun-tahun sebelumnya kau dimana?" kali ini giliran Jisung bertanya.

"Kalian tentu masih ingat soal cerita Yangyang. Saat lulus kuliah orangtuaku meninggal, sejak itu pula aku menetap di panti asuhan bersamanya." Yang ini juga jujur, tapi....

Jujur yang salah.

"Kau sudah lulus kuliah?!" Jeno yang tampak paling tidak percaya. "padahal wajahmu seperti anak sekolah menengah."

"Tentu saja! Aku ini bukan bocah epep lagi tahu!" ketus pemuda manis itu. Ia memang sering disangka masih remaja, padahal usianya hampir menginjak kepala tiga. Salahkan saja wajahnya yang terlalu mengkhianati umur ini.

"Lalu, kenapa foto dan namamu bisa diketahui pelaku?" Jeno mengulang pertanyaan awal.

"Mana aku tahu!" semprot pemuda manis itu. "bisa saja 'kan pencuri ini penggemar rahasiaku. Wajar kalau wajah tampan sepertiku banyak dipuja."

"Pantas istriku banyak, aku memang tampan sih." Imbuh Jeno. Tatapannya kemudian beralih pada dua istri kesayangannya. "Kalian juga memujaku--- hmmph!"

"Tapi, dilihat dari sudut mana pun
Chenle tidak terlihat mencurigakan." Jaemin membela setelah lebih dulu membekap mulut si pemuda Lee.

"Bisa saja pelaku sengaja meletakkan ini agar kita terfokus untuk menuduhnya." Haechan membenarkan.

"Atau memang ada maksud lain?" Renjun ikut bersuara. Kalau Jaemin membekap, maka tugasnya menjambak.

Kalau di suatu negara you know what. Dimana warganya tengah berperang melawan wabah, namun dua menterinya justru ongkang-ongkang kaki menikmati uang hasil korupsi impor bibit lobster serta bantuan dana sosial. Jaemin maupun Renjun harusnya sudah dijatuhi pasal berlapis.

Pertama; Pasal 335 ayat 1 butir ke 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan. Kedua; Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan secara terang-terangan. Ketiga; Undang-undang nomor 23 tahun 2004, pasal 44 ayat 1 tentang tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

Namun, Jeno itu satu aliran dengan Jisung. Sama-sama member blinded by love gang. Jadi, mau bagaimana pun perbuatan sang uke. Memaafkan dan maklum dengan lapang dada tetap prioritas utama.

"Maksud lain?" Kernyitan didahi si bungsu Park tercipta. "Apa mungkin nama Chenle merupakan petunjuk selanjutnya?"

"Tunggu!" interupsi Sungchan, "kenapa kalian percaya begitu saja padanya?"

"Lihat dia." Jaemin menunjuk Chenle, membuat pemuda manis itu menyimpan kembali bungkusan permen yang niatnya ingin ia buka. "makhluk semanis ini berbuat kejahatan? Aku siap protes ke langit ke tujuh kalau sampai benar terjadi!"

Jisung setuju dalam hati. Chenle bukan kriminal, hatinya bersih walau terkadang mulut kotornya minta sekali digosok dengan sikat paku.

"Aku sudah mencari maksudnya," Mark mengangkat tangan tiba-tiba. Ia sedari tadi diam karena sibuk mengorek informasi. Atas suruhan Jisung, sebenarnya. "kalau benar nama Chenle merupakan petunjuk selanjutnya, maka kalian harus dengar apa yang kutemukan."

"Apa?" Haechan mengintip layar laptop sang kekasih.

"Tulisan hangulnya berarti kain, sedangkan tulisan mandarinnya berarti kebahagiaan."

"Lalu?"

"Karena difoto ini Chenle mengenakan setelan putih, bukankah itu artinya kain yang dimaksud merujuk pada kain berwarna putih yang berhubungan dengan kebahagiaan?"

"Kain putih? Kebahagiaan?" Chenle ikut berpikir.

Memangnya orang bahagia harus mengenakan pakaian putih, ya?

"Pernikahan!" Heboh Renjun.

Nuansa putih dan bahagia seharusnya identik dengan pernikahan.

"Maksudnya, Chenle sudah menikah?"  Jeno memulai sesi tidak nyambung-nya.

"Dengan siapa?" Chenle jadi penasaran juga.

"Loh, kenapa bertanya padaku? Kan kau yang menikah."

"Tapi, aku belum menikah tahu."

"Katamu ingin menikah denganku." Jisung tiba-tiba saja menyahut.

"Dih! Kapan aku bilang begitu?!"

"Kapan hayo?" Intonasi si pemuda Park berubah jenaka, berniat memancing perkara.

"Kapan?"

"Kapan-kapan."

Syuut

Tuk

Sebuah sendok teh dengan manis mencium kening Jisung.

"Kapan-kapan kau yang kunikahkan dengan pencabut nyawa!" sembur Chenle penuh emosi.















.
.
.
.
Chasing Antagonist
.
.
.

















Perdebatan keduanya tak berlanjut. Chanyeol tiba-tiba sadar lalu mengamuk, ia tetap kekeuh menuduh Jaemin.

"Apa?" raut polos Haechan tak sesuai dengan jemarinya yang baru saja menekan tombol off.

Ya, pemuda beruang itu kembali menyetrum Park Chanyeol hingga pingsan.

"Kalau dia sampai mati, aku tidak akan membantu hyung di pengadilan." Jisung angkat tangan, tanda menyerah.

"Tidak apa-apa, Mark sudah berjanji kalau aku masuk penjara dia akan ikut menemani. Iya, kan?" nada ceria Haechan itu memperoleh anggukan yakin.

Jangan lupa kalau Park Minhyung juga sesekte dengan sang adik.

"Sebelum menuduhku lebih jauh, tidak ingin mencari sidik jari dipetunjuk ini dulu?" Chenle tengah mencoba sikap profesional, tolong jangan ganggu fokusnya.

Sial! Jisung menepuk dahi, ia lupa soal langkah yang satu itu.

Formasi mereka pun bubar. Jisung, Chenle beserta Jeno kembali mengelilingi si kotak beludru. Sedang yang lain diam memperhatikan.

Setelahnya si jangkung Park merogoh kantong kecil dibalik ikat pinggangnya, sebuah botol kaca hitam menampakkan wujudnya.

"Apa itu?" si manis bertanya. Ia kira sang rekan akan menggunakan metode bedak seperti saat kasus Shotaro.

"Ninhidrin." singkat Jisung. Ia membuka penutupnya lalu menyemprotkan cairan didalamnya pada permukaan kertas yang berisi foto dan nama Chenle.

Jeno berniat bertanya, namun pemuda jangkung itu lebih dulu menjelaskan. "Kita tidak bisa memperoleh sidik jari dari kotak beludrunya. Seratnya terlalu banyak, aku yakin sidik jarinya juga akan sangat rusak. Lebih baik periksa kertas didalamnya saja."

"Lalu soal cairan ini, aku yang meminta pihak forensik untuk memberikannya. Metode bubuk cukup merepotkan, terutama untuk sidik jari laten semacam ini." Lanjutnya kemudian.

"Cara kerjanya bagaimana?" Jeno tidak begitu mengerti langkah-langkahnya, yang sering ia peroleh hanya hasil investigasinya.

"Aku tahu! Aku tahu!" Chenle berseru semangat. Cerita detektif itu kegemarannya, maka tak heran jika ia pun mengerti banyak hal.

"Sidik jari yang muncul terjadi karena kulit kita mengeluarkan minyak alami. Minyak tersebutlah yang akan membuat jejak-jejak dipermukaan benda." Lanjutnya.

"Ninhidrin dapat bereaksi dengan minyak alami itu hingga menghasilkan warna ungu. Kalau memang kertas ini berisi sidik jari pelaku, maka sekitar sepuluh atau  dua puluh menit lagi jejaknya akan timbul." Nilai seratus untuk Zhong Chenle.

"Berarti kita masih harus menunggu?" simpul Renjun.

"Lalu soal petunjuknya?" tambah Jaemin.

"Kalau benar petunjuknya mengarah pada pernikahan, kita harus menyelidiki semua benda yang berhubungan dengan pernikahan." Jawab Haechan.

"Misalnya?"

"Foto pernikahan?" gumam Chenle tak yakin.

"Ah!" Haechan berseru, "ada satu foto pernikahan berfigura besar di ruang tamu!"

"Tunggu! Pakai ini!" Jisung mencegah si pemuda Lee yang berniat pergi. Ia melempar sebuah sarung tangan karet. "jangan menyentuh apapun dengan tangan langsung, amati dan foto setiap detail yang hyung temukan lalu laporkan padaku." Kalimat terakhirnya tertuju untuk Mark.

Dua sejoli itu pun akhirnya pergi. Jisung kini menatap pada pasangan suami-istri combo didepannya. "Jeno hyung, tolong lanjutkan interogasimu pada pelayan rumah ini."

"Lalu yang disini?" Renjun menyela.

"Kami bertiga yang akan mengurusnya, kita harus berpencar mengurus tugas masing-masing agar kasusnya cepat terpecahkan." Bertiga disini berarti Jisung, Chenle serta Sungchan.

"Kau yakin, Jisung-ah?" Jaemin nampak tidak setuju. "kau yakin percaya padaku?"

"Soal itu, kuserahkan pada Jeno hyung dan Renjun hyung. Mereka berdua akan terus mengawasi sampai namamu benar-benar bersih."

"Hal ini juga berlaku untuk Chenle, aku akan terus mengawasi gerak-geriknya. Kalian bertiga tenang saja, aku sangat yakin kalau manusia cerewet ini sengaja dijadikan umpan oleh pelaku." Jisung terlihat begitu serius, Chenle sampai tak berani berulah.

"Baiklah." Jeno mengangguk lalu membenarkan letak earbud ditelinga kanannya. "segera laporkan kalau ada masalah disini."

"Tentu."

Selepas kata meyakinkan itu, Lee Jeno beserta istri-istrinya pun segera beranjak pergi.

Kini tinggal lah tiga--satunya pingsan--manusia tiang, sesosok liliput dipenglihatan Jisung (read: Chenle) serta mayat Byun Baekhyun.

Sebelas menit telah berlalu, ada dua sidik jari yang mulai terbentuk. Si jangkung Park segera mengambil bukti foto lalu mengirimnya ke perangkat si jangkung Jung.

Lalu, dimana si manis kita?

Chenle tengah mengambil bubuk putih diujung jari Baekhyun dengan selotip bening yang ia dapat dari Sungchan. Kemudian menutupi jasad pria Byun itu dengan kain pink yang ia temukan di lemari. "Semoga arwahmu tenang di surga."

"Kalau kau tidak tahu kemana harus pergi, tanyakan saja nama Zhong Huanran. Kakek tua itu suka SKSD, aku yakin banyak penghuni akhirat yang mengenalnya." Lanjutnya nyaris berbisik.

"Bagaimana?"

Chenle terkejut karena Jisung sudah berdiri dibelakangnya. "Hampir saja jantungku turun ke dengkul! Bagaimana apanya?!"

Sebelum menjawab, pemuda Park itu membuka kain penutup Baekhyun dibagian leher hingga kepala. "Apa kau yakin dia bunuh diri?"

"Kalau kita berlandas pada bubuk yang ia tuang sendiri, maka jawabanku adalah iya."

"Bagaimana kalau pelaku sengaja meletakkan bubuk itu diujung jari korban untuk menggiring kita berpikir demikian?" Jisung memberinya pemikiran sulit.

"Hey, lihat ini." Netra pemuda Park itu menangkap sesuatu yang janggal.

"Kau mau apa?!" Chenle berjengit karena sang rekan tengah mencoba membuka kancing teratas piyama yang Baekhyun kenakan.

"Astaga...."

"Ini bukan bunuh diri, ada sesuatu yang mencekiknya." Jisung berucap yakin. Ada garis melintang tipis yang tampak seperti membelit pangkal leher si pria Byun.

Chenle berpikir lagi. "Tidak mungkin dia tercekik kerah bajunya sendiri, kan?"

















.
.
.
Chasing Antagonist
.
.
.
















Jisung maupun Chenle sudah mengitari kamar tersebut, tapi tetap saja tak ada benda yang cocok dengan bekas merah melintang dileher Baekhyun.

Hanya ada gorden benang yang cukup mencurigakan, tetapi tali temali benda itu lebih besar dan tipis. Sedang yang mereka cari sangat tipis dan sepertinya kuat.

Hanya ada satu tempat yang belum mereka sentuh. Sebuah ruangan kecil berisi rak-rak buku serta meja kerja yang diduga milik Park Chanyeol.

"Kita masuk kesini?" Chenle bertanya.

"Iya," si jangkung menjawab. "Sungchan hyung tengah mencari pemilik dari sidik jari yang aku temukan. Park Chanyeol sudah diborgol, walaupun bangun dia tidak akan bisa berbuat macam-macam."

"Kau kenapa?" bingung Jisung. Sang rekan manis mendadak merapat ke dinding dibelakangnya.

"Tidak apa-apa, ayo masuk!" Heol! Chenle tidak akan mengaku kalau pipi bokongnya tiba-tiba saja gatal.

Si pemuda Park menatapnya sebentar. "Mau kugarukkan?"

"Ya! Bagaimana kau tahu, hah?!"

"Aku sudah hapal setiap gelagatmu."

"Kau sering menguntitku, ya?!"

"Setahun."

"Apa?"

"Tidak ada, ayo masuk." Jisung lebih dulu melangkah.

"Kau masih ingat alasanku menerima permintaan Park Chanyeol, bukan?" pemuda Jangkung itu lanjut bertanya.

Chenle menyahut, "Sekalian mencari bukti soal kasus penyuapan sepuluh tahun lalu, kan?"

Pertanyaan bernada pernyataan tersebut hanya berbalas deheman singkat.

"Kalau memang Byun Baekhyun menyuap Park Chanyeol, lalu kasusnya akan dibawa kemana? Maksudku, pelakunya saja sudah meninggal dunia." Si manis penasaran soal ini.

"Walau pelakunya tidak bisa diadili, setidaknya para korban bisa mendapat ganti rugi. Park Chanyeol bisa dibebastugaskan lalu jatuh miskin." Enteng sekali pemuda Park itu berkata.

"Apa bisa semudah itu? Kasusnya sudah sangat lama, belum lagi jabatannya yang luar biasa. Bisa saja ia kembali menyuap pengacara."

"Dia sudah kehilangan masanya."

"Maksudnya?"

"Waktunya sebagai pion telah berakhir."

"Dia bidak catur seseorang?" Untuk suatu alasan, entah mengapa Chenle mulai merasa gugup.

"Kau tidak tahu desas-desusnya?"

"Apa?"

"Katanya dia kaki kanan sebuah or-- aduh!" pemuda Park itu terpaksa berhenti bicara karena sesuatu hinggap ke bola matanya.

"Jangan dikucek!" cegah si manis.

"Tapi, ini cukup menyakitkan." Jisung berani bertaruh seekor serangga kecil kurang ajar yang telah menggores iris tegasnya.

"Tunggu sebentar." Chenle mengeluarkan sehelai tisu, lalu mengarahkan sudut sisi benda tersebut. "biar aku ambil dulu penyebabnya."

Kaki mungilnya berjinjit untuk mensejajarkan tinggi dengan tiang berjalan didepannya. "Jangan tutup matamu, bodoh!"

"Ini juga sudah terbuka." Seingat Jisung, matanya tidak lah sekecil itu hingga dikira terus terpejam.

"Lebarkan sedikit!" si manis terpaksa menggunakan telunjuk dan ibu jarinya untuk menahan kelopak mata sang rekan. Mata kiri si pemuda Park yang kelilipan, omong-omong.

Jisung dilarang berkedip, kesempatan itu ia gunakan untuk mematri wajah cantik yang tersuguh didepannya. Bilah bibir persik merekah yang sedikit terbuka nampak begitu mengundang untuk dilumat.

Argh! Ia paling tidak tahan melihat ujung hidung yang seolah minta digigiti itu.

Atau aku gigit saja?

Tidak. Tidak. Mataku bisa sakaratul maut kalau sampai berulah sekarang. Jisung meralat pemikirannya.

Serius, kalau kucium sekarang dia mengamuk tidak, ya? Innernya lagi sembari menelan ludah.

Aku cium ya! Ujungnya saja kok, janji tidak minta lebih.

Tapi, sekali kuberi pasti kau yang akhirnya minta lebih.

"Ugh! Susah sekali sih!" keluhan si manis membuyarkan segala pikiran enak si jangkung.

"Lensa matamu hari ini bagus, ya." Justru itu yang keluar dari mulut Jisung.

"Memangnya apa yang berbeda? Setiap hari 'kan aku memang pakai yang cokelat tua."

"Iya juga hehe...."

"Tahan pinggulku."

"Huh?" sepertinya Jisung salah dengar.

"Tahan pinggulku! Kau tidak punya telinga, ya?!"

Wah... wah... tolong diingat ya, ini bukan akal bulus Jisung lagi tapi permintaan Chenle sendiri.

"Serangganya nakal!" pemuda manis itu mengeluh lagi. Objek yang ingin ia ambil bergerak kesana-kemari karena terseret air mata.

"Sudah." Si jangkung berucap setelah menuntaskan apa yang diinginkan sang rekan. Tapi, alih-alih menahan ia justru lebih pantas dikatakan memeluk. Ck!

"Kau tahu?" tolong siap siaga, mode buaya Park Jisung sedang aktif-aktifnya.

Jisung mengeratkan pelukannya, membuat jarak makin menipis. Chenle yang masih fokus itu bahkan tidak sempat bereaksi untuk menolak. "Nanti akan datang lagi waktu dimana sesuatu menghalangi posisi kita yang begini."

"Sesuatu?"

"Hm... sesuatu yang lucu."

"Bantal karakter?"

"Yang lucu dan hidup."

Chenle mencoba menerka-nerka. "Karakter hidup?"

"Ya, buntelan lucu berisi bayi yang hidup."

"Wah... kau memasukkan bayi ke dalam bantal? Kejam sekali."

Pupus lah lamunan indah Park Jisung. Sudah diposisi begini, tak pekanya tetap mambabi buta.

"Kau itu sebenarnya tidak peka atau pura-pura tidak peka?"

"Soal apa?"

"Aku."

"Memangnya kau kenapa?"

Lebih baik hentikan sebelum Jisung benar-benar memborong es mochi.

"Berhasil!" Chenle berseru sekalian melompat tiba-tiba, membuat Jisung terlonjak karena kaget.

"Chenle!" pijakannya goyah, tubuh tingginya terdorong ke belakang lalu tanpa sengaja sikunya menekan sesuatu.

Bunyi beep pelan terdengar, detik berikutnya dinding dibelakang keduanya bergerak lalu berputar seratus delapan puluh derajat.

"Akh!" Jisung harus merelakan punggungnya berantukan dengan dinginnya marmer.

"Kau baik-baik saja?" tak ada jawaban dari tubuh mungil didekapannya, ia mendadak khawatir. "Park Chenle?"

"A-aku baik, hanya terkejut."

"Syukurlah." Secara refleks Jisung menciumi pucuk kepala bersurai terang milik pemuda manisnya.

"Kita dimana?" yang lebih kecil mengangkat kepala. Mereka kini berada disisi lain kamar Park Chanyeol.

"Diam dulu." Jisung menahan tubuh mungil itu ketika Chenle berniat untuk bangkit.

"Kenapa? Ada bagian tubuhmu yang terluka?" panik si manis.

"Uhm... yah... begitu lah."

Lengan yang melingkar ditubuhnya semakin erat, Chenle pikir Jisung tengah menahan sakit yang teramat sangat. "Biarkan aku bangun, aku harus memeriksa lukamu!"

"Tidak perlu, obatnya sudah disini sebentar lagi juga sembuh."

"Mana bisa begitu!" pemuda manis itu tetap bersikeras.

"Bisa, percaya padaku."

"Ck! Cepat bangun!" Chenle tetap memaksa. "Aku---" Namun, pergerakannya terhenti begitu melodi senbonzakura dari wagakki band mengalun di indera pendengaran.

Jepang klasik berpadu dengan Jepang modern ternyata pilihan yang tidak buruk.

Sungguh, bukan lagu ataupun interior yang harus disoroti sekarang, Zhong Chenle!

"Indahnya cinta masa muda." Kursi putar yang awalnya memunggungi, kini berbalik.

Chenle masih sangat ingat suara ini. Suara milik si sosok dalam foto kecil yang ia sebut wanita gorila.

Mendengarnya Jisung ikut terdiam. Sakit dipunggung bahkan tak terasa lagi. Ah... bagaimana ia bisa lupa.

Bibi! Geramnya dalam hati.

"Halo, kuharap kau tidak lupa padaku, Chenle-ya."

Sang empunya nama tetap bungkam, terlalu syok karena tidak menyangka akan benar-benar bertemu disini.

Si wanita memunculkan ekspresi sedih, nyata namun terkesan dibuat-buat. "Saking rindunya, aku sampai tidak sempat menyiapkan penyambutan."

"Aku tidak--"

"Ah... apa kau melupakan bibi Sooyoung mu ini? Oh, kasihannya aku."





















tbc.

Serius banget ya chapter yg ini 🤔

Oh iya, pas puasa bakal tetep up kok. Paling ambigunya doang yg dikurangin wkwkwk

Btw ini foto chenlenya, cantik banget ya jodohnya jisung 🙂

Hayuk silahkan diisi form buat resign jadi ceweknya, kawan-kawan 📝

Ini editan video dari MarinoLeone 😱💚

Kalau ini dari bbydreamies 😱💚

CA nih sepesiyalnya pake telor dobel 😭😭😭 makasih bangeeettt buat semua-semua yg udah editin 😭😭😭💚💚💚

Continue Reading

You'll Also Like

367K 4K 82
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
44K 3.2K 23
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.
304K 25.6K 37
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...