GENTAR [END]

By 17disasalma

311K 29.6K 2K

"Ganteng beraksi, pantang patah hati!" Salah satu slogan yang dibuat oleh Gentario Dewanggara, pencetus PERGA... More

GENTARIO DEWANGGARA
01. PESTA
03. TOPIK HANGAT
04. KEPUTUSAN
05. PERBEDAAN
06. AZKIRA & KEPEDULIANNYA
07. PERLAKUAN MANIS GENTAR
08. JANGAN GOYAH, GENTAR!
09. PERLAKUAN MANIS GENTAR (2)
10. GENTAR DITUNGGU SESEORANG
11. MASA LALU & MASA DEPAN
12. BERUNTUNG
13. KELUARGA AZKIRA
14. RIBUT
15. GEN
16. PERTEMUAN DUA KELUARGA
17. MASALAH
18. BADMOOD
19. NEW PARTNER : LADIOTA
20. SENIORITAS
21. GENTAR PACARABLE?
22. MAIN BOWLING
23. GENTAR VS REVAL
24. GENTAR PASSWORDNYA
25. SISI BRUTAL GENTAR
26. INSECURE
27. CEMBURU?
28. MARAH
29. BAIKAN
30. GENTAR MOVE ON?
31. JAILIN GENTAR
32. CANTIKNYA GENTAR
33. NIGHT CALL
34. JAILIN GENTAR (2)
35. KAMU RATU & AKU RAJANYA
36. DINNER
37. BIDADARI
38. INSIDEN
39. WHO ARE YOU?
40. GENTAR JADI AYAH
41. AZKIRA KENA LAGI
42. OVERTHINKING
43. KEDATANGAN SI EX
44. GENTAR BUCIN AZKIRA
45. AKU CEMBURU
46. DEEP TALK W/AYAH
47. CLUE DARI REVAL
48. ISI PIKIRAN GENTAR
49. PERGANTA BUKAN GENG
50. BAZAR & ZIO
51. SALTING TERUS
52. GANANG & AZKIRA
53. DATE
54. OBROLAN RINGAN
55. ACCIDENT
56. AYO BANGUN, RA.
57. PANIK
58. AZKIRA BANGUN?
59. SLEEP TIGHT, KIRA
60. TAMAN RUMAH SAKIT
61. CASE CLOSED
62. KESALAHAN GENTAR
63. SUDAH YAKIN?
64. AZKIRA & JELLA
65. SATU PER SATU TERBONGKAR
66. AZKIRA PULANG
67. HEALING BERUJUNG PUSING
68. TIDAK PERCAYA
69. INTI MASALAH
70. PENYESALAN
71. LARANGAN BERTEMU AZKIRA
72. INTROGASI
73. KESEMPATAN TERAKHIR GENTAR
74. BACK TO YOU
75. TERIMA KASIH [END]
MAHANTA SERIES

02. BERTEMU KEMBALI

10.7K 1K 107
By 17disasalma

Ada Yang Punya Keinginan Buat Dijodohkan?

SELAMAT MEMBACA💘

•••

02. BERTEMU KEMBALI

"Ge–Gentar?" Cewek itu terkejut melihat Gentar yang sudah berdiri di hadapannya. Gentar terlihat rapi dengan pakaian semi formal. Kemudian cewek itu menoleh ke arah opanya, dan mendapat anggukan mantab dari kakeknya itu.

"Azkira, lo ngapain di sini?" tanya Gentar juga terkejut melihat cewek itu.

"Gue ... gue nemenin Opa," jawab Azkira terbata dan kembali menoleh ke arah opanya.

Jujur ia benar-benar terkejut bertemu Gentar lagi. Dan ia baru sadar Gentar memiliki marga Dewanggara di belakang namanya.

"Kalian sudah saling mengenal? Bagus itu," ucap Kakek tersenyum semringah.

"Hei, Cucuku! Ayo ajak gadis itu untuk duduk di sebelahmu. Jangan seperti patung diam saja di situ," tegur Kakek membuat Gentar mengerjabkan matanya berulang kali dan mengulurkan tangan ke arah Azkira.

"Ra," panggil Gentar. Menunjuk tangannya menggunakan dagu. Ia bisa melihat jelas kegugupan Azkira sekarang. Ia pun merasakan apa yang Azkira rasakan.

"Berhubung cucuku dan cucumu sudah saling mengenal. Bagaimana jika pertunangan mereka kita percepat?" ujar Opa Azkira membuat kedua remaja itu melotot kaget.

"Opa, perjanjiannya tadi enggak begitu," ucap Azkira pelan. Tadi Opannya bilang hanya minta ditemani datang ke acara pesta sahabatnya, bukan menjodohkan dirinya dengan cucu sahabatnya. Catat itu.

"Kamu diam dulu. Biar Opa yang berbicara," sahut Opa.

Gentar tersenyum hangat pada Azkira. Lalu menepuk punggung tangan cewek itu pelan. Memberikan ketenangan agar tidak semakin kesal dengan Opa dan Kakek.

"Maaf sekali aku datang tidak bersama anak dan menantuku. Karena anakku menjaga cucuku yang sedang sakit di rumah, dan menantuku masih bertugas," ujar Opa pada Kakek.

"Tidak masalah. Kau datang dengan calonnya cucuku pun aku sudah senang sekali," balas Kakek menoleh ke arah Azkira yang tersenyum canggung.

"Lalu tanggal berapa yang baik untuk melangsungkan pertunangan kedua cucu kita?" Kakek bertanya.

"Ario, Veni, tolong carikan tanggal cantik untuk anak laki-lakimu itu," suruh Kakek pada kedua orang tua Gentar.

"Kek, Gentar sama Azkira masih kelas dua belas SMA. Masa kita tunangan?" Gentar akhirnya bersuara karena Azkira terus saja menatapnya agar ikut menentang perjodohan itu.

"Kalian hanya tunangan saja. Tidak usah khawatir. Kalian bisa menikah setelah lulus kuliah nanti," ujar Opa.

"Opa," panggil Azkira memelas.

"Azkira, namamu Azkira ya?" Kakek bertanya pada Azkira dan cewek itu mengangguk lemah.

"Nama lengkapmu siapa?"

"Zelika Tirta Azkira, Kek."

Kakek mengangguk, kemudian menoleh ke arah Gentar. "Gentar anak baik, Azkira. Dia tidak akan berani macam-macam denganmu. Kalian bisa saling menjaga setelah bertunangan nanti," ujar Kakek pada Azkira.

"Bener apa kata Kakek, Ayah yang jamin Azkira. Gentar selalu memperlakukan perempuan layaknya princess. Kamu jangan takut dengan anak bungsu Ayah itu," ujar Ayah.

"Tapi—"

"Sayang, kamu itu cocok banget sama anak Bunda. Dia jomlo kok tenang aja," ucap Bunda membuat Azkira mengerutkan keningnya.

"Jomblo? Bukannya—"

"Gue udah putus seminggu yang lalu," sahut Gentar menyela ucapan Azkira yang kebingungan.

"Tuh kan, anak Bunda itu jomlo. Kamu cocok banget kalo disandingin sama anak Bunda. Yang satu cantik yang satu ganteng. Gimana Sayang mau 'kan?" Bunda masih berusaha merayu Azkira.

Kakek dan Opa melempar pandang. Mereka saling mengacungkan jempolnya. Usahanya agar menjadi besan mungkin akan terlaksana dengan baik.

"Gentar aja setuju," ujar Bunda lagi karena Azkira tidak kunjung menjawab.

"Bunda, jangan dipaksa." Gentar menggeleng ke arah bundanya. Ia jadi tidak enak hati dengan Azkira yang menjadi target perjodohan keluarganya.

"Azkira butuh waktu Tan—"

"Bunda," sebut Bunda mengoreksi ucapan Azkira dengan senyum menggodanya. "Say Bunda."

"Azkira butuh waktu Bunda," ujar Azkira menunduk dan memilin tangannya yang berkeringat dingin. Kalau kejadiannya seperti ini ia tadi tidak akan ikut.

"Oh enggak masalah, Sayang. Berapa lama waktu yang kamu butuh?" tanya Bunda antusias. "Sehari, dua hari, tiga hari?"

"Sa–satu tahun?" sahut Azkira pelan.

"Itu mah kelamaan atuh, Sayang. Secepetnya ya?"

"Bunda," panggil Gentar. Ia menggeleng lagi ke arah bundanya. Bundanya memang selalu seperti ini. Sekongkol dengan mertuanya jika menyangkut tentang perjodohan anaknya sendiri.

"Hanya tunangan," kata Bunda sembari menepuk bahu Gentar.

"Bunda juga ngomong gitu ke bang Tegar sebelum nikah sama kak Tasqia. Tapi apa? Mereka malah nikah kan bukan tunangan?"

Ucapan Gentar membuat napas Azkira tercekat. Cewek itu semakin takut jika harus menikah di umur yang cukup muda seperti ini. Azkira sudah keringat dingin dan mencengkeram kuat tangan Gentar yang sedari tadi menggenggam tangannya.

"Abangmu itu sudah dua puluh tiga tahun. Tidak masalah. Lagipula mereka juga senang sekali dijodohkan. Nikah muda itu bukan hal yang aneh lagi di keluarga besar kita," ujar Bunda kekeuh.

"Kali ini Kakek, Opa, Bunda, dan Ayah benar-benar hanya ingin kalian bertunangan saja," ujar Ayah menengahi. "Kalian bisa menikah setelah lulus kuliah nanti. Tenang saja."

"Kakek dan Opa hanya ingin yang terbaik untuk kalian," ujar Kakek menatap Gentar dan Azkira bergantian.

"Boleh kami ngobrol berdua dulu?" tanya Gentar kepada keempat orang tua itu.

"Silakan, bicarakan apa yang perlu kalian bicarakan. Kami tunggu jawabannya," ujar Opa mengindahkan.

Gentar mengajak Azkira menjauh. Ia butuh mengobrolkan hal ini berdua dengan Azkira. Meskipun cewek itu bukan orang asing lagi baginya, tetapi siapa yang mau tiba-tiba dijodohkan seperti ini? Luka lama di hatinya pun belum sepenuhnya terobati. Eh, keluarganya sudah menyiapkan calon seperti ini.

"Kenapa lo nggak nolak?" tanya Azkira setelah mereka sampai di balkon. Rautnya terlihat sangat kebingungan.

"Gue nolak sama aja nantangin Ayah sama Bunda buat nyoret gue dari daftar Kartu Keluarga," ucap Gentar terkekeh pelan. Ia memegang besi pembatas balkon dan menyapukan pandangannya ke pesta di bawah yang masih berlangsung.

"Lo nggak mau dijodohin sama gue, Ra?" tanya Gentar beralih menatap Azkira yang diam saja.

"Ini terlalu cepat. Gue belum terlalu kenal sama lo. Begitupun sebaliknya."

"Kita bisa mulai pendekatan."

Azkira menatap Gentar tidak percaya. Cowok di depannya ini tadi mengatakan jika dia baru saja putus satu minggu yang lalu dan sekarang mengajaknya pedekate? Yang benar saja.

"Gen—"

"Gue nggak pernah ada niat buat lampiasin sakit hati gue ke orang lain. Gue terima perjodohan ini karena cepat atau lambat gue juga bakal dijodohin. Mau gue nolak pun gue bakal tetep dijodohin, Ra," ujar Gentar dengan suara beratnya.

Azkira terdiam mendengar ucapan Gentar. Ia semakin bingung sekarang. Menerima atau menolak perjodohan yang terkesan sangat tiba-tiba ini.

"Tadi di rumah Bunda enggak bilang kalo gue mau dijodohin. Tapi sampe sini? Gue malah dijodohin sama lo," ujarnya lagi disusul dengan kekehan.

Azkira masih diam. Bergelut dengan pikirannya. Jujur dari lubuk hati terdalamnya, ia bisa saja menerima perjodohan ini. Siapa sih yang tidak mau dengan Gentar? Dia good looking, good attitude, pencetus Perganta di SMA Mahanta, dan terkenal selalu memperlakukan perempuan layaknya princess.

Namun, Azkira juga tidak menampik jika ia masih canggung dengan Gentar, karena kejadian kurang lebih satu tahun silam. Kejadian memalukan di perpustakaan saat listrik padam hingga membuat dirinya dan Gentar menjadi topik pembicaraan di SMA Mahanta hingga berminggu-minggu.

"Sebelumnya gue nggak pernah punya mimpi biar bisa dijodohin sama lo, Gen. Gue bukan kayak cewek-cewek di luar sana yang punya ambisi buat deket sama lo," ujar Azkira jujur.

Gentar mengangguk paham. "Lo begitu bukan karena masih malu sama kejadian dulu itu kan?"

"Hah?" Mata Azkira membulat sempurna. "Lo ... lo juga masih inget?"

Gentar tertawa ringan. Ia membalas, "Muka dan suara lo, masih gue inget. Semenjak kejadian itu lo selalu menghindar kalo ketemu gue. Kenapa sih?"

"Gue malu," cicit Azkira jujur sembari menggigit bibir bawahnya.

"Mulai sekarang jangan malu lagi. Kita bakal sering ketemu setelah ini, Ra," ucap Gentar sembari menyampirkan jasnya di bahu Azkira agar cewek itu tidak kedinginan.

Azkira menatap lekat manik mata Gentar yang meneduhkan. Ini kali kedua ia menatap lekat-lekat manik mata Gentar lagi setelah kejadian memalukan itu.

"Tapi kalo lo nggak mau nggak pa-pa. Gue bisa bilang ke Kakek sama Opa buat batalin perjodohan ini. Gue nggak bakal maksa lo juga kok, Ra," ujar Gentar merapikan jasnya yang menutupi punggung Azkira.

Cewek itu berdehem pelan dan mundur selangkah. Ia jadi salting sendiri karena Gentar benar-benar manis sikapnya. Jika biasanya ia mendengar dari mulut ke mulut, sekarang ia merasakan sendiri bagaimana perlakuan Gentar pada perempuan.

"Lo terpaksa nggak, Gen?"

"Enggak. Tapi jujur gue butuh waktu. Lo pasti juga butuh waktu buat yakin sama gue yang baru aja putus kan?"

"Iya."

Gentar tersenyum hangat dan mengusap puncak kepala Azkira lembut. Ia beralih menggenggam kedua tangan Azkira. Merasakan tangan cewek itu sedikit gemetar dan keringat dingin. Kalau boleh jujur bukan hanya Azkira yang gugup, ia juga gugup. Bahkan rasanya seperti ada harapan baru di hidupnya. Pintu kebahagiaannya mulai terbuka sedikit demi sedikit.

"Gue enggak bakal nyakitin lo. Gue akan selalu berusaha jadi yang terbaik buat lo. Pegang omongan gue. Tegur dan tagih kalau gue lalai," ujar Gentar meyakinkan Azkira. Menatap lekat manik mata yang sudah ia tatap lebih dari lima detik. Bahkan sudah belasan menit.

"Lo serius?" Azkira memastikan. Menatap paras tampan Gentar dengan seksama. Ia tidak ingin menjadi pelampiasan Gentar atas berakhirnya hubungan cowok itu dengan mantannya. Karena ia juga pernah merasakan patah hati, dan tidak mau mengulang untuk yang kedua kali.

"Rasain sendiri," ujar Gentar membawa tangan Azkira ke dadanya. Agar cewek itu merasakan sendiri seberapa cepat debaran jantungnya sekarang.

Refleks, Azkira menarik tangannya. Ia kembali mundur dan memalingkan wajahnya. Gentar tidak boleh melihat semburat merah muda di pipinya. Debaran jantung Gentar sukses membuatnya semakin salah tingkah.

"Jantung lo berdebar juga nggak?"

Mendengar pertanyaan itu Azkira memejamkan matanya. Mengontrol dirinya agar tidak bertingkah memalukan di depan calon tunangannya. Azkira benar-benar malu sekarang.

"Ra?"

Azkira mengangguk. Ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Karena pada dasarnya ia tidak pandai untuk berbohong.

"Itu jawaban yang mana?" tanya Gentar bingung sekaligus senang dalam satu waktu. Ia tahu Azkira  salting tetapi ia butuh jawaban pasti dari mulut cewek itu langsung.

"Gue mau lanjutin perjodohan ini," jawab Azkira pelan.

Gentar tersenyum semringah, namun senyumnya memudar mendengar ucapan Azkira selanjutnya.

"Tapi dengan satu syarat. Jangan dalam waktu dekat. Gue perlu mengenal lo lebih jauh."

"Gue setuju," sahut Gentar.

"Terus jantung lo juga berdebar kayak jantung gue tadi enggak?"

"Ki–kita masuk aja yuk?" Azkira mencoba mengalihkan perhatian Gentar. Untuk perkara satu itu ia belum bisa jujur sekarang.

"Bagaimana apa jawaban kalian?" Bunda menatap dua remaja itu dengan tatapan berbinar.

Gentar menatap Azkira. Cewek itu mengangguk dan mempersilahkan dirinya untuk menjawab.

"Gentar sama Azkira setuju asalkan jangan dalam waktu dekat ini. Biar Gentar dan Azkira yang nentuin kapannya. Kakek, Opa, Ayah, dan Bunda semoga bisa mengerti kami," ucap Gentar.

"Oke baiklah," ucap Bunda kembali duduk.

"Jaga cucuku dengan baik, Anak muda," ucap Opa pada Gentar memberi amanah.

"Berani membuatnya menangis jangan dekati dia lagi," peringat Opa.

Gentar mengangguk paham. "Baik, Opa. Sebisa mungkin Gentar akan membuat Azkira bahagia," katanya penuh keyakinan.

"Cucuku sangat hebat bukan?" Kakek menatap Opa penuh rasa bangga.

"Menurun darimu itu, Anggar."

"Tentu." Kakek bangkit. "Silakan kalian menikmati pesta ini kembali. Bersenang-senanglah," katanya mempersilahkan sahabat, anak, menantu, dan kedua cucunya kembali ke pesta di bawah.

Hampir jam sepuluh malam dan pesta belum ada tanda-tanda akan segera berakhir. Gentar melirik kasihan ke arah Azkira yang terlihat mengantuk.

"Lo ngantuk?" tanya Gentar pelan.

"Dikit."

"Tunggu di sini," ujar Gentar bangkit dan menuju meja yang dipenuhi berbagai kue dan minuman. Ia kembali dan memberikan sepiring kue dan segelas air putih biasa.

"Lo nggak takut gendut kan kalo makan jam segini?"

Azkira menggeleng dan memakan kue kering itu satu per satu. Sesekali ia membalas senyuman sepupu-sepupu Gentar, membuat dimples di pipi kanannya tercetak jelas.

Sejak beberapa jam tadi, ia sudah tidak begitu canggung berada di tengah-tengah sepupu Gentar yang jumlahnya tidak terlalu banyak.

"Pelan-pelan," ucap Gentar membersihkan remahan kue kering yang menempel di sekitar bibir Azkira.

"Maaf kalo lancang ya," ucapnya lagi dan dibalas anggukan oleh cewek itu.

"Besok udah mulai sekolah lagi."

Azkira hanya mengangguk karena masih mengunyah kue kering yang Gentar ambilkan tadi. Rasa kantuknya sudah tergantikan dengan rasa kenyang.

"Gue jemput mau?"

"Nggak usah. Gue biasanya dianter Mami," tolak Azkira sembari menggeleng pelan.

"Bukannya sodara lo sakit ya? Tadi Opa lo bilang gitu."

"Iya, adik gue lagi demam. Besok juga sembuh. Lo nggak usah repot-repot jemput," ujar Azkira tersenyum tipis.

"Nggak mau digosipin sama gue lagi ya?" tebak Gentar tepat sasaran.

Memang itu alasan utama Azkira menolak tawaran Gentar. Bisa ramai lagi namanya disandingkan dengan Gentar.

"Iya."

"Alamat rumah lo di mana?"

"Lo sahabatan sama Ganang kan?" Gentar mengangguk membenarkan pertanyaan Azkira.

"Samping rumah dia itu rumah gue."

Salah satu alis Gentar terangkat sempurna. Ia selama berteman dengan Ganang dan bolak-balik main ke rumah sahabatnya itu baru tahu kalau Azkira ternyata tetangga Ganang.

"Gue baru tau." Gentar berkata. "Besok gue jemput aja. Sekalian kenalan sama Mami lo."

Azkira hanya mengangguk. Gentar memang harus mengenal maminya. Toh, Gentar calon mantu maminya. Iya kan?

"Azkira, ayo kita pulang. Besok kamu masih harus ke sekolah kan?" Opa datang bersama Kakek.

Azkira mengangguk dan berjalan menuju opanya. Ia memeluk manja lengan opanya dan berjalan bersama keluar dari kediaman utama keluarga besar Dewanggara. Diikuti Kakek dan Gentar dari belakang.

"Terima kasih atas jamuan malam ini," ucap Opa pada Kakek.

"Terima kasih juga Haryo, kau dan cucumu sudah mau mampir ke sini. Lain kali kita bertemu lagi."

"Tentu." Opa mengangguk. "Pamit dulu, Azkira."

"Azkira pamit pulang dulu, Kek," ucap Azkira sopan sembari mencium punggung tangan Kakek.

"Opa dan Azkira pulang dulu ya, Gentar?"

Gentar mengangguk dan mencium punggung tangan Opa. Sekilas Opa mengusap rambutnya perlahan. Gentar beralih ke arah Azkira yang menyodorkan jasnya.

"Pake aja, nanti lo kedinginan," ujar Gentar mendorong jasnya.

"Gue nggak pa-pa." Azkira menyampirkan jas itu pada empunya dan tersenyum manis.

"Nice to meet you."

"Nice to meet you, too."

Gentar memeluk sebentar tubuh mungil Azkira dan menepuk puncak kepalanya pelan. "Besok jangan kabur ya. Gue jemput."

Azkira mengangguk patuh dan melambaikan tangannya sebelum masuk ke dalam mobil bersama opanya.

"Pilihan Kakek tidak seburuk yang kamu bayangkan kan?" Kakek melirik sinis ke arah cucunya itu.

"Gentar nggak nolak kalo yang ini, Kek," balas Gentar disusul kekehan khasnya.

"Bagaimana kamu bisa menolaknya? Kamu bahkan sudah mengenalnya," ujar Kakek merangkul Gentar dan menepuk lengannya.

"Cepat pikirkan tanggal cantik untuk pertunangan kalian. Kakek tunggu dalam minggu-minggu ini."

To Be Continue

Ada yang udah jatuh cinta sama Gentario Dewanggara?

•••

Instagram : WATTPADISA

Continue Reading

You'll Also Like

93.6K 4.8K 60
Arga Anendra. Seorang ketua tim basket yang ahli dalam 'segala hal'. Tampan, most wanted SMA Cahaya Pelita, jago mengambil gambar dengan kamera kesay...
ARKAN By ainisz

Teen Fiction

180K 17K 51
ARES [2] : ARKAN REYNAND DAVIDSON Arkan Reynand Davidson, atau sang playboy yang mendapat julukan terkenal yaitu : handsome, young, and rich. Arkan...
477K 57.6K 62
[Follow dulu oke.] #9 in wattpad indonesia Spin of Asterlio Bagi Aurora, Tanzil adalah segalanya. Tidak ada alasan apapun yang bisa menghentikan sem...
5.9M 480K 80
Terbit di GLORIOUS PUBLISHER!! Follow Ig : @gloriouspublisher16 @helfy.an_ Untuk info lanjutan. __________________ (18+) A Romance Story❤️ Teen-Ficti...