SUN AND MOON || HAECHAN

By nanamonochan

12.4K 1.6K 2.1K

❝Bulan memantulkan cahaya matahari untuk bersinar di malam hari. Seperti kau dan aku. Aku matahari dan kau bu... More

TRAILER
PROLOG
01: Kejutan untuk Heejoo
02: Haruskah aku mengakhirinya?
03: Day and Night
05: Who are you?
06: Pesan dan Harapan
07: D-Day
08: Kau harus tetap hidup!
09: Ingatan yang kembali
10: Reason of life
11: Rooftop Fight
12: Berbeda
13: Lockscreen
14: Ini Caraku
15: Aku punya misi! Aku bukan benalu!
16: Tunggu aku pulang
17: Murid Baru
18: Puzzle Piece
19: Menunggu
20: Tokoh utama yang menyedihkan
21: Who's the killer?
22: Malam yang panjang
23: Pertanda baik?
24: Ketika kupikir semuanya akan berakhir

04: Sepatu dari Ayah

452 77 191
By nanamonochan

Aku ingin putriku bahagia dan berjalan dengan penuh percaya diri

—Ayah—

🍃



Percaya atau tidak percaya, senyuman adalah sesuatu yang ajaib. Bagaikan memiliki kekuatan sihir, senyuman bisa mempengaruhi hati dan perasaan orang lain. Heejoo percaya itu dan karena itu pula Heejoo tak lupa untuk tesenyum di setiap pagi sebelum memulai harinya. Garis lengkung indah yang menghiasi wajahnya bagai memiliki kekuatan sihir tersendiri untuknya. Garis lengkung itu seolah berkata pada Heejoo bahwa dirinya baik-baik saja dan kuat karena bisa melalui semua yang terjadi dalam hidupnya.

Kau sudah bekerja keras.

Kau sudah melakukan yang terbaik.

Bagi Heejoo, jika kau tidak mendapatkan senyuman itu dari orang lain, maka jangan lupa untuk tersenyum pada diri sendiri. Sebab, jika bukan diri sendiri lalu siapa lagi yang akan tersenyum padamu?

Ah, benar juga. Setiap orang pasti memiliki jalan kehidupan yang berbeda. Bodoh sekali jika Heejoo berpikir bahwa orang lain juga merasakan apa yang ia rasakan. Ya, setidaknya beberapa orang di dunia ini kejidupannya lebih beruntung daripada Heejoo.

Tapi, tunggu. Heejoo memang berpikir kalau hidupnya menyedihkan, tapi tidak se-menyedihkan itu hanya karena tidak ada yang tersenyum padanya. Hei! Masih ada ayah yang selalu tersenyum hangat padanya.

Seperti sekarang contohnya.

"Heejoo...."

Heejoo mengalihkan pandangannya dari cermin yang ada di depannya. Dilihatnya ke arah pintu kamar yang terbuka, ada ayah yang berdiri disana dan sudah siap dengan atribut pekerjaannya.

"Apa Heejoo sudah siap?" tanya ayah, terdengar riang. Senyum lebarnya tak pernah absen untuk ditunjukkan pada Heejoo.

Heejoo mengangguk cepat dan berlari menghampiri sang ayah setelah menyandang tas di punggungnya. Segera ayah mengusap lembut puncak kepala Heejoo sembari memuji penampilan Heejoo pagi ini.

"Putri siapa ini? Cantik sekali, hm?"

"Putri ayah," jawab Heejoo, tersenyum lebar sembari memeluk ayahnya dari samping.

Ayah mengangguk dengan wajahnya yang terlihat sangat bahagia sebelum kemudian berucap, "Heejoo, ayah ada hadiah untukmu."

"Apa?" tanya Heejoo yang perlahan melepaskan pelukannya. Heejoo mengangkat wajahnya, dilihatnya sang ayah yang tengah tersenyum mencurigakan membuat rasa penasarannya terpancing.

"Ayo, sini!" ajak ayah.

Heejoo mengekori ayahnya menuju rak sepatu yang terletak sebelum pintu keluar. Tangannya yang kekar itu mengambil box berwarna putih yang terletak di rak bagian atas. Ayah kemudian membuka penutup box hingga memperlihatkan sepasang sepatu berwarna putih di dalamnya. Heejoo tanpa sadar membuka mulutnya lebar-lebar. Takjub. Bukankah sepatu yang ditunjukkan ayah itu adalah sepatu yang biasanya dipakai oleh orang-orang kaya di sekolahnya? Sepatu sekolah dengan model terbaru dan kelihatan berkelas.

"Ayah, sepatu ini untukku?" tanya Heejoo hati-hati.

Ayah mengangguk. "Sepatu ini hadiah ulangtahun dari ayah untuk Heejoo," kata ayah yang kini perlahan berjongkok di hadapan Heejoo.

Ayah menaruh box yang berisi sepatu itu di sebelah kaki Heejoo. Diraihnya kaki kanan Heejoo terlebih dahulu, lalu membersihkan debu-debu yang menempel di telapak kaki Heejoo yang sudah beralaskan kaos kaki.

Heejoo mengangkat wajahnya, menatap langit-langit rumahnya ketika ayah mulai memasangkan sepatu di kakinya. Percayalah, sekarang ini air mata Heejoo sudah menggenang. Melihat sang ayah yang begitu semangat memasangkan sepatu di kakinya itu membuat dirinya tidak bisa menahan air mata.

"Ayah ...." lirih Heejoo sembari menyeka dengan cepat air matanya yang lolos.

"Hmm?"

Ayah segera bangkit setelah mengikat kencang tali sepatu Heejoo. Kali ini tangan ayah meraih sepatu boot berwarna hijau miliknya yang terletak secara terpisah di samping rak sepatu.

"Ayah tidak perlu repot-repot untuk membeli sepatu mahal ini," kata Heejoo. Maniknya tak berhenti memperhatikan sepatu boot yang tengah dikenakan sang ayah.

"Tidak apa-apa. Ayah sengaja membelinya agar Heejoo lebih nyaman lagi saat berjalan."

Lalu bagaimana dengan ayah?

Heejoo tertunduk, pandangannya tenggelam pada sepatu boot sang ayah. Sepatu boot yang dikenakan ayah, bisa dibilang sudah tidak bagus lagi untuk digunakan, alias sudah usang. Bagian sol sepatu yang sudah menipis. Belum lagi bagian depan sepatu yang sering terbuka walau sudah diberi lem beberapa kali.

Apakah ayah nyaman dengan sepatu ayah sekarang?

Tentu saja tidak. Walaupun ayah tidak pernah memperlihatkannya pada Heejoo, tapi Heejoo tahu pasti bahwa ayah selalu kesakitan. Di malam hari, Heejoo selalu mendengar suara ayah yang meringis kesakitan sepulang kerja.

"Kenapa Heejoo terlihat sedih?" tanya ayah yang perlahan senyum di wajahnya memudar setelah menyadari perubahan raut wajah Heejoo. "Apa Heejoo tidak suka dengan model sepatunya? Mau ayah ganti yang lebih bagus dari ini?"

Heejoo menggelengkan kepalanya. Takut-takut kalau air matanya keluar lagi, Heejoo segera menghamburkan dirinya ke dalam pelukan sang ayah.

"Heejoo suka sepatunya. Terimakasih ayah."



*****



Di kediaman Renjun, pemuda itu tampak sibuk menata makanan yang ada di meja makannya. Bukan untuknya, melainkan untuk sang nenek yang masih terlelap di tempat tidurnya. Tak lupa Renjun meletakkan beberapa butir obat yang sudah ia siapkan di mangkuk kecil untuk diminum nenek setelah sarapan nanti. Semua itu Renjun lakukan karena neneknya itu sering sekali lupa dengan kewajibannya untuk meminum obat.

Setelah semuanya beres, Renjun beralih menuju kulkas untuk mengambil sekotak susu rasa vanilla yang berukuran besar. Lantas meminumnya beberapa teguk dan meletakkannya kembali. Tak lupa pula Renjun tinggalkan sticky note berwarna pink di atas meja makan. Bertuliskan pesan dari Renjun agar neneknya menghabiskan sarapannya dan tidak lupa untuk meminum obatnya.

Renjun kemudian menutup bolpoin miliknya dan menaruhnya kembali ke dalam tas. Menilik sekilas pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah pukul setengah 8, sedangkan pagar sekolah akan ditutup 30 menit lagi. Renjun lantas bergegas keluar rumah setelah mengenakan sepatunya. Berharap agar pagi ini ia tidak ketinggalan bus.

Di luar rumah, Renjun bertemu dengan Heejoo dan ayahnya. Perhatian Renjun langsung tertuju pada sepatu yang dikenakan Heejoo pagi ini. Sangat cocok sekali saat Heejoo mengenakannya. Dilihatnya ayah Heejoo yang tersenyum padanya, Renjun tahu ayah Heejoo sudah bekerja keras untuk membeli sepatu itu. Sebab semalam, selepas ia meninggalkan Heejoo di kamarnya, Renjun tak sengaja bertemu dengan ayah Heejoo di depan rumah.

Malam itu, ayah Heejoo baru saja kembali. Alasan kenapa ayah Heejoo pulang terlambat adalah karena setelah selesai bekerja, beliau pergi ke berbagai toko sepatu untuk membeli sepatu Heejoo dengan kondisi pakaian yang masih kotor selepas bekerja.

"Saya tahu, saya tidak kaya. Tapi saya juga ingin putri saya berjalan dengan sepatu yang berkualitas bagus seperti kebanyakan orang," ungkap ayah Heejoo yang malam itu Renjun mendengarkan ceritanya.

"Saya ingin Heejoo bahagia dan berjalan dengan penuh percaya diri," kata ayah Heejoo sembari menengadahkan wajahnya ke langit malam yang diterangi sinar bulan.

"Renjun, kau bisa 'kan membantunya?"

Dan malam itu juga Renjun membisu. Tidak tahu harus bagaimana menanggapi permintaan dari ayah Heejoo. Sebab, dulunya seseorang juga pernah memberikan amanah seperti itu padanya. Tapi lihatlah, sampai sekarang Renjun tidak bisa melakukannya dengan baik.

"Renjun, ayo berangkat bersama!" Panggilan dari ayah Heejoo itu kembali menyadarkan Renjun dari lamunannya. Ayah Heejoo melambaikan tangannya, mengajak Renjun agar berjalan bersamanya dan Heejoo. Sedangkan Heejoo, gadis itu mengedarkan pandangannya ke sembarang arah. Seolah sengaja menghindari tatapan Renjun yang mengarah padanya.

Renjun mengulas senyumnya sembari menganggukkan kepalanya. Berlari menghampiri ayah Heejoo dan berjalan bersamanya. Ah, kalau sudah seperti ini, rasanya Renjun seperti kembali ke masa lalu. Saat dirinya di bangku taman kanak-kanak, ayah Heejoo selalu mengantar Heejoo dan dirinya ke sekolah. Ada banyak canda tawa juga cerita yang menemani perjalanan mereka.

Mulai dari ayah Heejoo yang bercerita dan menjelaskan setiap apa yang mereka lihat di sepanjang perjalanan kaki mereka. Ayah Heejoo yang dengan senang hati menjawab beragam pertanyaan yang berasal dari rasa keingintahuan Heejoo dan Renjun yang masih anak-anak. Juga adu mulut antara Heejoo dan Renjun yang tak terelakkan.

Itu dulu.

Sekarang, hanya ada lawakan ayah Heejoo yang tidak begitu lucu untuk mencairkan suasana. Renjun dan Heejoo juga menanggapinya sesekali.

Hanya itu.


*****


Jarum panjang pada jam yang ada di dinding sudah beranjak ke angka sepuluh. Sudah 30 menit lamanya Pak Choi berkoar-koar di ruang guru hingga semua guru yang ada di sana memusatkan atensinya pada Pak Choi yang merupakan wali kelas dari kelas 2-3 dan Heejoo yang merupakan murid dari kelasnya.

Heejoo, gadis bermarga Moon itu hanya bisa menundukkan kepalanya dalam-dalam. Entah sudah ke berapa kalinya Heejoo mengucapkan kata maaf, namun Pak Choi nampaknya masih belum puas mengomelinya.

"Seharusnya jika sudah diberi beasiswa, kau harus rajin di sekolah. Tidak sesuka hatimu saja datang ke sekolah ini!" katanya dengan penuh penekanan. Tak lupa jarinya yang menunjuk-nunjuk ke hadapan Heejoo.

"Maafkan saya," lirih Heejoo.

Heejoo tahu kalau perbuatannya kemarin—bolos sekolah bahkan saat jam pertama itu salah. Heejoo tahu. Tapi, mau bagaimana lagi, baik penampilan maupun perasaannya pada hari itu kacau balau.

"Lihatlah anak itu, dia selalu mengatakan maaf, tapi tidak pernah berubah. Terus mengulangi kesalahannya," sahut seorang guru wanita yang meja kerjanya bersebelahan dengan Pak Choi.

"Iya, 'kan?!" Pak Choi memutari bangku yang ditempatinya, menghadap Bu Kim. "Saya bahkan sudah lelah menasehatinya," ungkap Pak Choi.

"Maafkan saya," lirih Heejoo lagi. Gadis itu masih belum berani mengangkat wajahnya.

Pak Choi menghembuskan napas panjangnya sebelum mengatakan sesuatu yang terdengar mengancam. "Haruskah saya memanggil ayahmu, agar kau jera?!"

Heejoo mengangkat wajahnya, netranya membulat dan menggelengkan kepalanya kuat. "Jangan Pak! Jangan panggil ayah saya. Saya mohon!" Heejoo panik, ia terlihat ketakutan setengah mati saat Pak Choi berniat untuk menghubungi ayahnya.

Heejoo tidak ingin ayahnya mengetahui apa yang terjadi dengannya di sekolah. Heejoo tidak ingin ayahnya kesusahan lagi gara-gara dirinya. Sudah cukup, jangan sampai ayahnya tersakiti lagi.

"Makanya, kau itu harusnya tahu diri. Jangan bisanya hanya menyusahkan orang tua saja!" sahut Bu Kim lagi.

Apa ... aku menyusahkan ayah?

Pak Choi menghela napasnya dan tangannya kemudian bergerak mengambil botol mineral yang ada di meja kerjanya. Dari raut mukanya, Pak Choi kelihatan lelah setelah berkoar-koar sekitar 30 menit atau mungkin lebih. Meminum beberapa teguk air mineral sebelum mengakhiri ceramah panjangnya.

"Baiklah. Lakukan hukumanmu seperti biasa. Untuk kedepannya, jangan ulangi lagi. Apa kau paham?"

Heejoo mengangguk. Gadis itu bangkit dari tempat duduknya sembari menyeka air matanya yang tanpa disadarinya mengalir begitu saja. Heejoo sedikit membungkukkan badannya kepada Pak Choi sebelum pergi.

Sementara itu di luar ruangan guru, Yongmi sudah menunggu Heejoo dan mulutnya yang gatal itu bersiap mengajak Heejoo untuk menyumpahi oknum-oknum gila yang ada di sekolah ini. "Dasar gila! Si kumis tebal itu menyuruhmu membersihkan sampah di belakang gedung sekolah lagi?"

Heejoo mengangguk.

"Ah, seharusnya sekolah ini juga melakukan pembersihan. Jangan hanya membersihkan sampah yang ada di belakang gedung sekolah. Tapi juga membersihkan sampah masyarakat yang ada di sekolah ini."

Heejoo terkekeh mendengar pendapat dari Yongmi yang memang ada benarnya. Untung saja koridor sedang sepi sekarang. Jika tidak, orang lain pasti akan berpikir kalau dirinya ini gila karena senyum-senyum sendiri.

Heejoo menghentikan langkahnya di depan loker miliknya. Setelah memasukkan password sebanyak 4 digit, pintu loker yang tertanda namanya itu terbuka. Heejoo mengambil sandal yang ada di dalamnya dan mengenakannya setelah melepaskan sepatunya.

"Wah, sepatu baru ya," goda Yongmi saat Heejoo memasukkan sepatu ke dalam lokernya.

"Ayah yang membelikannya," kata Heejoo sembari menutup kembali pintu lokernya.

Yongmi mengangguk mengerti, tiba-tiba saja dirinya merindukan sosok ayah yang sudah ditinggalkannya. Kira-kira bagaimana kabar ayah sekarang, ya?


*****


Kegiatan bersih-bersih Heejoo di pagi hari menjelang siang ini tidak begitu membosankan. Sebab, ada Yongmi yang menemaninya dan menceritakan banyak hal yang ditemui arwah itu. Tapi, alangkah lebih baiknya jika arwah satu itu juga bisa ikut serta dalam kegiatannya ini.

"Yongmi, apa kau bisa menyentuh bungkus makanan yang ada di sebelah kakimu?"

Yongmi mengerutkan dahinya, walau tak tahu apa ada maksud terselubung dari Heejoo, Yongmi menurut. Ia pun mencoba menyentuh bungkus makanan yang ada di dekat kakinya.

Hasilnya, tangan Yongmi menembus bungkus makanan tersebut. Yongmi mengernyit heran, padahal terakhir kali tangannya bisa mendorong Minjung hingga terjatuh. Tapi kenapa memungut bungkus makanan ini saja tidak bisa.

"Nggak bisa!"

Heejoo tampak kecewa dengan hasilnya. "Sayang sekali," gumam Heejoo dan melanjutkan kembali kegiatan memisahkan sampah sesuai kategorinya.

"Heejoo...."

"Hm?"

"Selain kau, ada orang lain yang bisa melihatku," ungkapnya membuat Heejoo menghentikan kegiatannya seketika.

"Siapa? Apa dia dari kelas yang sama denganku?"

Yongmi menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu. Aku baru pertama kali melihatnya dan hebatnya lagi pria itu mengenalimu. Langka sekali 'kan ada pria di sekolah ini yang mengenalmu."

Heejoo membulatkan matanya, "Eh? Seorang pria? Dia mengenaliku?"

Yongmi mengangguk, "Dia bilang padaku, agar aku—"

Ting!

Yongmi menghentikan kalimatnya ketika mendengar bunyi notifikasi yang berasal dari ponsel Heejoo. Gadis itu menatap lama layar ponselnya dan detik berikutnya berlari begitu saja meninggalkan Yongmi yang terheran-heran.

"Oi! Moon Heejoo! Ada apa?"



*****


Heejoo berlari secepat yang ia bisa menuju gedung olahraga yang terletak di sebelah barat gedung utama. Beberapa saat yang lalu, Minjung mengiriminya pesan yang berisi foto sepasang sepatu berwarna putih yang mengapung di kolam renang. Sepatu yang persis sekali dengan yang Heejoo punya. Heejoo sudah mencoba memeriksa lokernya dan sepatu baru miliknya itu sudah tidak ada lagi disana. Bagaimana bisa mereka mengambil sepatu Heejoo yang jelas-jelas disimpan dengan baik di dalam loker yang terkunci.

Dalam hati, Heejoo berulangkali meminta maaf pada sang ayah sembari tangannya sesekali menyeka sudut matanya yang berair. Setelah menerima pesan dari Minjung, Heejoo benar-benar merasa bersalah pada sang ayah yang sudah memberikan sepatu sebagai hadiah untuknya. Heejoo tak ingin benda pemberian ayah dipermainkan oleh orang lain.

"Oh, Moon Heejoo! Selamat datang!" Sapa Minjung dengan raut wajahnya yang begitu bahagia saat menemukan Heejoo yang akhirnya muncul di depan pintu masuk kolam renang.

Minjung bersama kelompoknya, berdiri di bagian tepi kolam renang sembari melambaikan tangannya pada Heejoo. Namun, bukan mereka yang menjadi perhatian Heejoo saat ini. Melainkan sepasang sepatu baru miliknya yang mengapung di atas permukaan air kolam renang yang jernih.

Minjung dan kelompoknya berjalan menuju tempat Heejoo berdiri sekarang ini. Tergambar jelas di raut muka mereka karena berhasil mengerjai Heejoo, terutama Minjung. Gadis itu terlihat sangat bahagia sekali.

"Sayang sekali ya ...." cibir Minjung yang berhenti sejenak di hadapan Heejoo, lengkap dengan senyum sinisnya. Lalu kembali melanjutkan langkahnya dengan seenaknya menyenggol bahu Heejoo, diikuti yang lainnya.

Selepas kepergian Minjung dan yang lainnya, Heejoo berlari menuju bagian tepi kolam renang.

"Bagaimana ini ...." Heejoo panik, juga bingung. Bagaimana caranya ia mengambil sepatunya yang berada di tengah-tengah kolam renang itu, sedangkan dirinya sama sekali tidak bisa berenang.

Heejoo memejamkan matanya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri kalau ia pasti bisa mengambil sepatu miliknya itu. Membayangkan wajah sang ayah yang sangat bersemangat saat memberikan sepatu itu padanya seakan menambah keyakinan dalam diri Heejoo.

Perlahan gadis itu membuka pejaman matanya dan mengangguk yakin. "Aku pasti bisa!"


Detik berikutnya, Heejoo benar-benar menceburkan dirinya ke tengah kolam. Ia mencoba untuk menuju ke bagian tengah kolam renang, dimana sepatunya masih mengapung disana. Namun, Heejoo sama sekali tidak beranjak dari posisinya. Wajahnya kini bahkan terlihat panik saat menyadari ketinggian air kolam yang melebihi tinggi badannya.

"Tolong!" teriak Heejoo yang langsung panik, seakan ada sesuatu dari dasar kolam yang menarik tubuhnya. Tangannya bergerak ke atas, mencoba menggapai permukaan air. Berusaha berteriak sekencang mungkin saat kepalanya mencapai permukaan air. Berharap seseorang datang menyelamatkannya.

Tolong

Sepi. Tidak ada siapapun.

Suara yang berasal dari hentakan tangan Heejoo di permukaan air perlahan mulai mereda. Gadis itu sudah kelelahan, hingga perlahan Heejoo memejamkan matanya. Ayah, maaf...

"Moon Heejoo!!!"



*****






Hayooooo

Kira-kira siapa tuh yang datang? ada yang bisa nebak? 🤭



Adakah yang menunggu Haechan muncul?

Hmm sebenarnya dia udah muncul di beberapa part sih 🤭
Hayoo yang mana aja tuh

Continue Reading

You'll Also Like

591K 59.3K 46
Bekerja di tempat yang sama dengan keluarga biasanya sangat tidak nayaman Itulah yang terjadi pada haechan, dia menjadi idol bersama ayahnya Idol lif...
106K 8.7K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
53.1K 6.6K 29
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
277K 23.6K 36
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...