Move On

By afterbrokenn

26.1K 3.3K 1.3K

[SELESAI] Cinta itu mudah, yang memperumit adalah pikiran kita sendiri. More

Mereka Berdua
00. Prolog
01. Senyuman
02. Hujan Dan Malam
03. Kejadian Rabu
04. Tentang Cinta
05. Siapa?
06. Kesekian Kali
07. Perlindungan
08. Berharap
09. Bahagia?
10. Pertarungan Atap
11. Kertas Hitam
13. Suka?
14. Mimpi Buruk
15. Selamat
16. Sandaran
17. Berjarak
18. Rasa Bersalah
19. Pertemuan
20. Susu Kotak
21. Kebenaran
22. Kembali
23. Lekas Pulih
24. Lembar Baru
25. Epilog
MINI EXTRA; Puing Lain
EXTRA CHAPTER; Buah Cinta

12. Lagu Kita

632 119 53
By afterbrokenn

Seperti yang lalu-lalu, malam di kota Jakarta sangat dingin. Langit gelap di atas sana, namun jadi indah dikarenakan banyak bertabur bintang.

Perlahan angin bertiup, menerpa rambut hitam kelam milik si pemuda yang berdiri diujung balkon kamar dengan kedua tangan memegang besi pembatas. Rambutnya tersisir, berantakan karena angin. Ia memejamkan mata, menikmati suasana malam hari yang tidak pernah membosankan.

Pemuda jangkung berkaos putih polos ini membuka lagi matanya, tersenyum teduh melihat jalanan ramai lalu-lalang.

Walau permukaan kulit sudah dingin seperti es, walau rambutnya diterpa angin pelan dan walaupun kaos tipis yang ia kenakan tak dapat memberi kehangatan tubuh, Nares sama sekali tidak berniat pergi dari balkon kamar.

Baginya, suasana malam sangat menenangkan. Apalagi ditambah secangkir kopi panas.

Tapi tidak, Yulia sudah melarang anaknya untuk meminum kopi selama sebulan. Terakhir kali Nares membeli sekotak kopi dan dia habiskan selama 3 hari. Bayangkan betapa emosinya Yulia saat mengetahui hal itu. Yulia cuman tidak ingin Nares jadi kecanduan.

Apalagi saat dia mencicipi kopi buatan Nares, rasanya sangat jauh dari kata manis.

Tapi anehnya, Nares dapat minum dengan tenang, bahkan tidak mengeluh kepahitan barang sekalipun.

Yulia beberapa hari lalu sengaja membelikan Nares sekotak susu vanilla. Jangankan diminum, disentuhpun tidak olehnya.

Yulia heran, padahal sewaktu Nares kecil dia beri susu bukan kopi.

Baiklah, mari lupakan pembahasan tentang kopi. Karena pada kenyataan, Nares masih bisa membeli secangkir americano di Starbucks.

Si pemuda melamun, jiwanya seperti ditarik halus menuju dunia Imaji. Mendadak bayangan tentang bagaimana nyamannya pelukan yang diberi Lia terlukis jelas, bayangan tentang bagaimana damainya usapan demi usapan gadis itu terlukis juga.

Semua berputar di memori ingatan.

Senyum Lia yang begitu candu tak lepas dari semua itu. Setiap Lia tersenyum, matanya pun pasti ikut tersenyum juga. Membuktikan bahwa ia benar-benar tulus.

Tiba-tiba Nares jadi merindukan Alisha Berliana.

Keadaan tampak mendukung Nares untuk merenungkan kembali siapa yang dia prioritaskan. Sendiri, sunyi, tenang dan diselimuti kenangan.

Nares mendesah berat, mengapa memilih antara Rachel dan Lia seberat ini?

Jikalau boleh berucap jujur, sebenarnya sebagian besar tujuan Nares meminta permaafan dari Lia adalah karena tugas praktek mereka esok hari. Coba pikir, seberapa canggungnya mereka berdua kalau saja Nares tak maju untuk meruntuhkan egonya lebih dulu?

Sangat tidak lucu jika suara Lia yang awalnya merdu jadi terdengar ogah-ogahan.

Iya, untuk tugas praktek.

Namun tujuan utamanya terlupa karena sikap Lia yang terbilang cukup unik. Terlanjur nyaman, Nares jadi banyak bercerita.

Nares memejamkan matanya lagi, bukan karena angin yang menerpa, tapi karena dia ingin melihat lebih jelas kepingan memori yang pernah dia alami bersama Rachel.

Kalau dibandingkan dengan Lia, semua terasa hambar dan menyakitkan.

Untuk saat ini cuman Lia yang bisa membuatnya merasa nyaman. Bahkan hanya dengan menghirup aroma khas Lia saja sudah membuat Nares merasa nyaman.

Terlepas dari semua bayang-bayangnya Lia, terlepas dari semua rasa nyaman yang tercipta, Nares ingin meyakini sang hati bahwa Rachel-lah yang seharusnya dia cinta.

Bagai terjun dari dunia Imaji ke dunia nyata, Nares tiba-tiba membuka mata.

Begitu matanya terbuka sempurna, hanya ada samar-samar wajah Lia diantara para bintang diatas langit sana. Lia memberi senyum terbaiknya pada Nares hingga pemuda itu seketika terhipnotis.

Tidak ada lagi Rachel.

Nares mengambil benda pipih dari saku celana hitamnya, dia menekan satu kontak lalu mendekatkan ponsel ke daun telinga.

Namun tidak ada sahutan dari sebrang sana. Pada panggilan kedua juga tetap sama, tidak diangkat.

Nares tersenyum kecil, pasti dia sudah tertidur.

Nares : Maaf kepencet

Tidak tahu kenapa, tanpa alasan yang jelas Nares hanya ingin mengiriminya pesan seperti itu.

Dia hanya ingin melampiaskan rindu lewat pesan singkat tersebut.

Biarpun terkesan tak ada arti, tapi semoga Lia mengerti.

***

Lia menaiki anak tangga satu persatu, dia baru saja menyelesaikan makan malam bersama keluarga diruang makan beberapa menit lalu. Dan Lia berniat mau melatih vocal-nya untuk tampil besok.

Lia membuka pintu kamar, tepat saat pintu dibuka, terdengar dering ponsel yang begitu nyaring. Ia segera berlari kecil menuju ponselnya yang berada diatas kasur.

Nares is calling...

Belum sempat ia menekan ikon hijau, sambungan sudah terputuskan lebih dulu.

Lia mendengus, jari telunjuknya hendak menelpon balik tapi satu notifikasi dari WhatsApp menyita perhatiannya.

Nares : Maaf kepencet

Anak perempuan itu diam lama sambil memandangi pesan yang Nares kirim di tampilan pop-up.

Menghembuskan nafas pendek, Lia akhirnya mematikan ponsel dan dia letakkan diatas nakas samping kasur.

Ia memilih untuk membaringkan tubuh, niatnya untuk melatih vocal kandas begitu saja.

Seraya menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong, Lia banyak bertanya dalam hati.

Kenapa Nares selalu memperlakukan dia layaknya seperti seorang pemuda kepada gadisnya?

Kenapa Nares selalu memporak-porandakan dan menarik-ulur kondisi hatinya?

Lia memejamkan mata, berbisik pelan. "Nares sukanya Rachel, kamu jangan ngerusak ya, Berliana..."

Iya, dia percaya bahwa Nares memang mencintai Rachel.

Jadi kalau sudah begini bukankah ia yang harus mundur?

***

"Selamat pagi anak-anak?" Sapa Bu Dahlia pagi hari ini.

"Selamat pagi, Bu!" Siswa-siswi kelas IPA 2 semangat sekali. Sebagian orang yang akan menampilkan drama musikal telah mengganti seragam sekolah dengan properti masing-masing.

"Bagaimana? Sudah disiapkan bahan yang mau ditampilkan?"

"Sudah, Bu!"

"Mau langsung tampil aja atau latihan lagi? Kalau latihan lagi, ibu akan beri waktu lima belas menit."

"Langsung tampil aja, Bu. Nanti dialog nya lupa." Kata Satria memberi saran.

Bu Dahlia mengangguk, merasa benar. "Yasudah kalau gitu perwakilan setiap kelompok maju kedepan untuk mengambil potongan kertas, ya. Ada berapa kelompok semua?"

"Lima, Bu. Tiga kelompok main drama dan dua lagi nyanyi." Sutan sebagai wakil ketua kelas angkat bicara.

Bu Dahlia mengangguk lagi, lalu mulai menulis nomer di potongan-potongan kertas.

"Nah, silahkan perwakilan setiap kelompok maju. Ambil satu potongan."

Menurut, beberapa perwakilan antar kelompok pun maju kedepan untuk mengambil bagiannya.

"Silahkan dibuka." Titah Bu Dahlia, "Siapa yang dapat nomer urut satu?"

"Kami, Bu!" Seru kelompok yang diketuai oleh Surya.

"Yang dapat nomer urut dua?"

"Kami, Bu!" Kelompok Felix angkat tangan.

"Nomer urut tiga?"

"Kami, Bu!" Yana dan anggota kelompoknya angkat tangan tinggi-tinggi.

"Nomer urut empat?"

"Bukan kami, Bu!" Haikal angkat tangan dengan percaya diri. Padahal tadi dia juga angkat tangan untuk nomer urut tiga.

Reza mendelik, menunjang kaki Haikal dari bawah meja.

Bu Dahlia tidak mau menghiraukan Haikal, ia sudah terbiasa. "Mana nomer urut empat?"

"Kami, Bu!" Jafran dan Siska angkat tangan.

"Terakhir, nomer urut lima?"

"Kami, Bu!" Kini giliran Nares dan Lia yang mengangkat tangan tinggi.

Bu Dahlia tersenyum puas. Lalu mulai mempersilahkan anak didiknya untuk segera menampilkan apa yang menjadi latihan mereka dua hari lalu.

Sebelum tampil, siswa kelas IPA 2 bergotong-royong untuk menepikan meja dan kursi ke pinggir kelas sedangkan yang siswi bergerak untuk menyapu lantai. Setelah dirasa sudah lapang, barulah mereka mulai tampil.

Yang belum tampil duduk bersila dibawah lantai, menikmati tontonan. Sedangkan yang tampil berada di tengah-tengah kelas.

Yang pertama maju adalah kelompok Surya, mereka beradu akting didepan teman-temannya yang lain.

Diakui, akting mereka ini cukup unik untuk drama musikal timun mas.

Apalagi Reza yang berperan menjadi raksasa. Sangat lucu karena perannya tidak sesuai dengan tubuh pendek yang Reza miliki.

Tiba giliran kelompok Felix yang maju. Mereka juga bermain drama musikal, dengan judul Malin Kundang.

Haris sebagai Malin, dipasangkan dengan Hana sebagai istri Malin.

Kemampuan Hana dalam berakting rupanya sangat menghibur banyak orang. Apalagi dia bisa mengekspresikan setiap dialog dengan baik.

Drama musikal malin kundang tidak memakan waktu lama, hanya sekitar 10 menit saja.

Kini giliran kelompok Yana yang tampil. Properti mereka bisa dibilang sempurna karena lengkap. Bu Dahlia cukup puas atas itu.

Yana, Haikal, Rachel, Satria, Arin dan Sutan memilih drama musikal berjudul bawang putih dan bawang merah.

Arin sebagai si ibu, Rachel.sebagai bawang putih, Yana sebagai bawang merah, Satria sebagai pangeran, Sutan sebagai pengawal dan juga Haikal sebagai narator.

Kata Yana, Haikal yang memberi saran untuk peran-peran mereka. Dan Haikal bilang, wajah Yana tidak cocok untuk sekedar memerankan bawang putih.

Emang pilih kasih.

Gelak tawa menyelimuti ruangan kelas IPA 2, sorak-sorai juga ramai terdengar kala Satria dan Rachel membuat adegan menikah.

Mereka terpilih sebagai kelompok drama musikal yang paling bagus dan mendalami perannya.

Saat sudah selesai tampil, kelompok empat yaitu Jafran dan Siska pun maju ke depan. Jafran membawa gitar kesayangannya sedangkan Siska tidak membawa apa-apa karena dialah yang menyanyi.

"AWAS CLBK!"

"Kalo diliat-liat kalian ini cocok ya. Kaya si cantik dan si buruk rupa."

"Bukan si cantik dan si buruk rupa! Tapi si pangeran dan sang putri-nya."

Yana mendengus kasar, kelihatan tidak suka dengan komentar orang-orang. Lia yang melihat reaksi tersebut hanya tersenyum kecil, mengelus punggung belakang Yana.

"Salah sendiri, dikejar doi malah sok-sokan menghindar." Ujar Lia lembut namun menusuk.

"Ih, Lia kok jadi kaya ibu tirinya Cinderella sih?" Kesal Yana, bibirnya mengerucut lucu.

"ADUH ADA YANG FANAS DISEBELAH SANA NICH!" Haikal bersorak, mengkibas kan tangannya berulang kali seolah memang benar kepanasan.

Mendengar itu, Yana menggelatukkan gigi. Mengepalkan tangan kearah Haikal sebagai tanda-tanda ia akan memberi balasan.

Lain dengan Yana yang panas dingin ditempat, teman-teman sekelasnya malah berpindah haluan ke Jafran dan Yana, menghiraukan Siska.

"Lah iya udah ada pawangnya si mas mantan." Ujar Han.

"Siaka sini aja sama abang." Goda Felix.

"Jafran lebih cocok ke Yana sih." Haris mengetuk jari telunjuknya ke dagu.

Jafran didepan senyum-senyum sendiri hingga matanya membentuk bulan sabit. Dia puas melihat wajah sangar Yana yang dibuat-buat.

Yana begitu menggemaskan dimata Jafran.

Siska menghirup udara dalam-dalam, mencoba sabar karena teman-temannya sangat ribut. "JADI KAPAN BISA KITA MULAI?" Tanya dia kuat-kuat.

Bu Dahlia tertawa, sebenarnya dia menikmati drama para siswa dan siswi tapi apalah daya dia seorang guru jadi harus bertindak tegas. "Silahkan, silahkan."

Jafran dan Siska bersiap-siap. Mereka kemudian duduk di kursi yang telah disediakan.

"Lagu yang kami bawakan adalah lagu cover, Steal my boy." Kata Siska memulai.

Jafran yang tadi hendak memetik gitar sontak menoleh pada Siska dengan penuh tanda tanya juga protes. "Loh kok ganti?"

Siska balik menoleh, tersenyum lembut pada Jafran dan langsung membuang muka begitu saja.

"Astaghfirullah nyindir!" Haikal menutup mulut tidak menyangka.

Yana dan Siska tak sengaja saling menciptakan kontak mata, mereka saling melempar senyum. Entah apa maksudnya.

"Ka, gak bisa gitu..." Lirih Jafran.

Kontak mata antara Yana dan Siska terpaksa putus. "Emang kenapa? Lagu hanya lagu, gak ada artinya bagi gue."

"Tapi semalem kita sepakat untuk bawain lagu laskar pelangi." Kata Jafran lagi.

Raut wajah Siska langsung berubah, "Please Jaf, sekali ini aja gue mau ungkapin apa yang gue alami."

Jafran terdiam lama sambil menatap mata Siska yang nampak sendu, pada akhirnya ia hanya bisa mengangguk pasrah.

"Jangan habiskan banyak waktu, segera mulai." Titah Bu Dahlia.

Berikutnya, petikan senar gitar terdengar mengisi keheningan kelas. Disusul suara Siska yang lembut dan damai masuk ke gendang telinga.

Tapi tidak untuk Yana.

Baginya suara Siska tidak lebih baik dari suara semut.

Jafran dan Siska di depan terlihat seperti sepasang kekasih yang serasi. Duduk berdampingan, ditambah lagi pada bagian Reff Siska selalu melirik Jafran yang fokus bermain gitar.

Yana berusaha tampak biasa saja, dia seakan-akan juga ikut menikmati lagu yang dibawakan oleh Jafran dan Siska. Walau sedikit tersindir oleh lagu tersebut.

Sampai petikan senar terakhir, semua memberi tepuk tangan yang meriah. Sorak-sorai pun keluar lagi dengan lebih riuh.

"Jafran di mampusin lagi jangan?" Bisik Reza pelan ke Haikal.

"Jangan." Jawab Haikal seraya tertawa puas.

"Silahkan maju kelompok terakhir, sudah mau bel istirahat soalnya." Kata Bu Dahlia.

Lia menoleh kearah Nares, menyuruh pemuda itu agar maju sekarang juga. Nares yang sadar diperhatikan pun membalas tatapan Lia, merasa peka, ia mengangguk sekali. Kemudian Nares dan Lia berdiri dari duduknya dan melangkah maju paling depan.

Mereka menduduki kursi yang tadi di gunakan oleh Jafran dan Siska.

"Lagu yang akan kami bawa adalah Happy oleh Skinnyfabs." Kata Lia hangat.

Nares mengetukkan kaki kiri ke lantai, mengucapkan aba-aba agar bisa seimbang. "Tu... wa... ga."

"Living all alone kinda forgot it's been that long
Since someone's gone
I've been trying to be a little bit strong
And it is not that easy to be exactly who I was
My shit is done
Now it's time for me try to moving on..." Lia mulai bernyanyi setelah Jaemin memetik senar gitar.

Ia bernyanyi seraya tersenyum lembut, kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti irama musik. Hanyut dalam suara merdu Lia, siswa dan siswi IPA 2 tanpa sadar mengikuti pergerakannya. Bahkan samar-samar terdengar suara yang juga ikut menyanyikan beberapa bagian.

Hingga pada saat dimana Reff tiba, Nares dan Lia saling bertatapan. Melemparkan senyuman manis khas mereka sendiri.

"...Cause if you think I'm such a happy person
No, you are wrong
By saying my laughter is louder than yours
Shut your freakin' mouth
No one knows what I feel and what I suffer
No, they don't know
So keep your thoughts and stop assuming
That someone is always fine..."

Lagu yang Lia bawa memang bukanlah lagu Romantis tentang kisah cinta, tapi mampu membuat siapapun yang mendengar hendak meneteskan air mata.

Isi lagu tersebut rata-rata pernah atau bahkan sedang dialami oleh banyak orang, termasuk Nares dan Lia sendiri.

"...So keep your thoughts and stop assuming
That someone is always fine..."

Begitu suara Lia dan petikan gitar sudah tidak terdengar lagi, orang-orang langsung bertepuk tangan.

"Bisa nyanyiin sekali lagi, gak?" Yena meminta, ketagihan.

Nares dan Lia sontak saling bertatapan untuk yang kesekian kali, dan tersenyum bahagia hingga deretan gigi-gigi putihnya terlihat. Nares mengacungkan satu jempol untuk Lia, membuat gadis itu refleks terkekeh dan balas mengacungkan dua jempol sekaligus untuk Nares.

Nares terpaku, matanya lurus menatap fokus pada senyum yang tercipta di wajah Lia.

Bolehkah sekarang ia berharap bisa melihat senyum itu lebih lama lagi?

__________

Udah pada tau belum??

Reaksi kalian pas tau ini gimana? Aku lgsg teriak dong😭

Hmm merasa ada satu orang yang kurang🤔

Gatau kenapa aku seneng bgt liat kalian rajin komen, bahkan aku udah hapal betul readers2 yg notif vote+komennya selalu muncul^^

NEXT OR NAH?

Continue Reading

You'll Also Like

6.8K 1K 26
Bertemu, jatuh hati, dan di pisahkan. Itu adalah sebuah takdir dari Tuhan untuk semua umatnya. Setiap orang pasti akan merasakan apa itu kehilangan. ...
9.3K 1.7K 21
[ lee haechan ] dua insan tak bertuan, yang tolak belakang perihal perasaan. ©Ratnamonalisa, 2O21
26.9K 4.3K 13
ACT 3 - CHEMISTRY OF LOVE ❝Berapa banyak lagi nyawa yang harus menghilang?❞ Kata mereka, kau harus berhati-hati selama berada di perjalanan. Karena m...
157K 15.5K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...