Jangan lupa follow akun Wattpad ini, karena banyak cerita yang seru2 di sini 😍
💤💤💤
"Lo udah sampai tahap mana PDKT-nya sama Jeno?" tanya Kenny dengan raut wajah serius.
"Ha?" Misya mengerutkan kening. "Kenapa lo kepo?"
"Gue pengen lo cepat jadian sama dia biar lo gak muncul di hadapan gue lagi."
Misya mengelap meja bolak-balik dari tadi hingga kinclong. Pikirannya masih berhenti di perkataan Kenny saat itu. Misya melihat ekspresi Kenny saat mengucapkan perkataan itu. Walaupun perkataan Kenny menyakitkan hati Misya, akan tetapi Misya bisa merasakan Kenny tidak rela mengucapkan kata-kata tadi dari ekspresi dinginnya. Ah, Kenny kenapa sengaja mendesaknya Ke Jeno mulu sih? Pasti gara-gara dulu Misya bilang benci sama Kenny, makanya Kenny jadi bersikap dingin kepadanya.
Jeno yang dari tadi membereskan kasir akhirnya tidak bisa tinggal diam. Ia datang menjitak kepala Misya yang asik melamun.
"Aduh, apa sih Jen?" Misya memegang kepalanya yang dijitak sambil memonyongkan bibir.
"Gue takut lo kesambet mak lampir," ucap Jeno sambil memperagakan wajah hantu, tapi jelek menurut Misya. Misya terkekeh.
"Enggaklah. Santai ... santai." Misya kembali membereskan meja. Dirinya kembali fokus kerja.
Jeno hanya menggeleng. Cowok itu juga kembali dengan kerjaannya sebelum Pak Rasyid datang.
Misya masuk ke dalam dapur membawa beberapa piring kotor dan mulai mencucinya. Jeno juga ikut masuk ke dalam untuk mengambil minum.
"Eh ya, hari ini gajian ya? Mantap." Misya tampak riang sambil bersenandung kecil.
"Iya gajian. Kenapa? Mau makan-makan?"
"Enggak, Jen. Habis ini temenin gue cari kado yok."
💤💤💤
Toko HnM di salah satu mall menjadi tempat singgah bagi mereka seusai kerja.
Misya nyaris memekik ketika selesai mengecek harga hoodie satu per satu. Ya ampun, Kenapa harganya mahal sekali? Misya menghitung jumlah angka sembilan yang ada di sana. Satu, dua, tiga, empat, lima. Ada lima sembilan ditambah awalan empat WOW! Harga satu hoodie nyaris lima ratus ribu. 499.999, angka yang cantik tapi sungguh meresahkan isi dompet.
"Ultah lo udah mau dekat. Lo pengen apa, Ken?"
"Apa aja. Gak kasih juga gapapa."
"Mana bisa begitu? Nanti gue bingung jir."
"Hmm ... apa ya? Ditemenin Panpan seharian aja, deh."
"Yah kalau itu mah pasti. Maksud gue lo pengen barang apa buat dijadiin kado?"
"Apa ya? Hoodie kali ya. Biar rasanya dipeluk pacar."
Begitulah yang diminta Kenny saat mereka masih pacaran. Misya masih ingat permintaan Kenny sampai sekarang.
Ya, Misya memang bukan orang yang romantis. Untuk soal surprise kasih kue, Misya bisa. Tapi, soal hadiah Misya suka nanya ke orangnya mau apa daripada harus nebak orangnya mau apa. Kan sayang kalau sudah dibeliin barang mahal-mahal, tau-taunya orangnya malah enggak suka sama barang itu. Maklum, Misya itu manusia ekonomis jadi lebih baik tanya saja ke Kenny.
Misya mulai menempel hoodie berwarna hitam ke tubuh Jeno. Kemudian ganti ke warna abu. Ganti motif juga untuk mengukur hoodie yang cocok untuk Kenny.
Jeno yang belum tahu hadiah itu untuk siapa, mengerutkan kening. "Hadiah buat gue?" tanya Jeno saking pedenya.
"Bukan."
"Tunggu." Jeno menaruh hoodie yang tengah Misya pegang, kemudian meraih Misya keluar dari toko.
"Lepaskan, Jen!"
Jeno melepaskan tangan Misya ketika mereka jauh dari HnM. "Jadi itu buat siapa? Jangan bilang buat mantan lo yang berengsek itu."
"Emang buat dia." Misya berbalik badan ingin masuk ke dalam toko lagi, akan tetapi Jeno menahan bahunya.
"Buat apa sih? Lo sama dia udah selesai, Sya. Gak ada ceritanya beliin hadiah buat mantan."
Misya menepis tangan Jeno dari bahunya. Cewek itu tersenyum pahit. "Gue tau, tapi ini ritual tiap tahun. Gue gak mau gara-gara hubungan gue sama dia berubah, gue berhenti ngerayain ultahnya." Misya mengabaikan Jeno, berjalan ke arah toko lagi.
"Hei! Tunggu, Sya!"
💤💤💤
"Lima ratus ribu. Belum lagi kue ultah. Demi dia, lo habisin gaji satu minggu. Apa sih manfaatnya? Belum tentu hadiah sama kue lo diterima." Jeno tak berhenti mengoceh di sepanjang jalan. Cowok itu sengaja membuka kaca helm supaya Misya dapat mendengar ocehannya.
"Buat apa sih, Sya? Gak pantas sumpah. Duit itu mendingan lo pakai buat sumbangan, deh."
"Jen ... Jenong." Misya menaikkan kaca helmnya. "Mampir dulu ke minimarket."
"Sya, gue lagi ngomong, Sya."
"Lo bukan lagi ngomong jir. Lo lagi ngoceh. Bawel banget tau. Ke minimarket dulu, Jen. Depan depan ... berhenti Pak. Kiri kiri ...."
"Yah elah, gue udah kayak angkot."
💤💤💤
Misya menjarah tumpukam pop mie yang tertata rapi di rak. Misya mengitar minimarket untuk mengambil kebutuhan lainnya. Sedangkan, Jeno heran sama Misya. Bukannya habis gajian harusnya makan yang enak-enak? Kenapa malah pop mie?
"Gue udah hitung. Kalau gue tiap hari makan pop mie di luar, nggak jajan sembarangan, uang kado tadi bisa ketutup. Jadi tenang aja. Kerja keras gue terbayar kalau Kenny suka kadonya. Lagian udah mau libur panjang. Gue bisa kayak lo daftar gojek biar dapat uang lebih."
"Bukannya apa ya. Kalau dia itu pacar lo mah gue ok aja. Tapi, kalian udah putus. Putusnya pun gara-gara dia selingkuh. Gak pantas lo kasih dia kado, Sya." Jeno merasa Misya kasihan. Jeno ingin sekali meminta kepada Tuhan supaya diberikan kemampuan untuk menghapus semua kenangan tentang Kenny dari Misya. Supaya Misya tidak bertindak bodoh lagi.
"Pantas. Ini semua pantas. Ken itu baik sama gue. Prinsip gue, orang yang baik sama gue, gue pasti balas berkali lipat. Lo juga, Jen. Ayok pilih mau es krim yang mana gue traktir. Habis itu kita pergi makan malam. Gue bayarin, tapi jangan yang mahal-mahal ya. Hehe."
💤💤💤
Setelah mengantar Misya pulang, Jeno masih gerutu di sepanjang jalan. Dia merasa Misya enggak pantas melakukan itu semua. Yang dia tahu, Kenny hanya akan memberikan Misya luka dan luka. Jadi buat apa baik sama Kenny?
Jeno tidak jadi pulang ke rumah. Ia memarkirkan motornya di tepi jalan untuk menghubungi Ugo. Setelah itu, Jeno memutar motornya ke sebuah restoran. Di sanalah KURA sedang manggung.
Jeno menaruh helmnya di atas motor, kemudian menyisir rambut dengan jemari. Malam ini, Jeno akan menegur Kenny. Seenggaknya kasih sedikit pelajaran kepada Kenny, karena tega membuat Misya masih bersikap bodoh seperti itu.
Cowok itu berjalan ke outdoor, duduk di sana kemudian sembarangan memesan minum. Mata Jeno tak terlepas dari KURA yang lagi manggung di atas. Ada Angel dengan suara lembutnya, Kenny dengan drumnya, Ugo dengan gitar sama Robert dengan keyboard.
Jeno mengepalkan tangan. Seketika ia benci sama wajah-wajah sok baik KURA. Gara-gara mereka semua, Misya jadi cewek yang pemurung dan tidak berhenti menangis. Sedangkan, mereka bisa asik berkumpul di atas panggung seolah apa pun tidak terjadi.
Jeno menunggu mereka selesai manggung hingga larut malam. Akhirnya mereka turun dari panggung. Dada Jeno semakin kembang kempis ketika melihat Kenny melepas jaket dan memakainya ke tubuh Angel. Perhatian sekali ya Kenny kepada Angel?
Dengan langkah tergesa, Jeno segera berjalan ke sana, mendorong kasar bahu Kenny. Sepertinya adegan baku hantam akan dimulai.
"Apaan lo?" Kenny mengusap bahunya. Tak terima mendapat perlakuan seperti itu.
"Lo asik banget ya sama dia?!" Jeno menunjuk Angel dengan matanya tak terlepas dari Kenny. "Kalau gitu lo jangan bikin Misya berharap lebih. Misya bah--" Jeno memotong ucapannya sendiri. Dia sudah berjanji kepada Misya supaya tidak memberitahu Kenny untuk rencana surprise-nya besok.
"Apa? Lo siapa bego?" Robert bersuara, menggantikan Kenny untuk mendorong bahu Jeno kembali. "Kenny udah tolak dia mentah-mentah. Misyanya aja yang gak punya harga diri, kejar-kejar Kenny."
"Bert, jaga omongan lo," tegur Ugo. "Ayok minum. Jangan malah pada emosian di sini."
"Kak Ken, Kak Misya sekarang punya pelindungnya ya. Hehe. Enak. Kak Ken kalau gitu udah bisa tenang. Gak perlu mikirin janji Kak Ken ke mamanya Kak Misya buat jagain dia." Angel bersuara sambil tersenyum ala malaikat ke arah Kenny. Kenny hanya berdehem kecil.
"Ya. Gue bakalan maju kalau lo masih ngejahatin Misya! Misya gak pantas buat lo. Lo dengar ya berengsek ...! Gue bakal kejar Misya. Gue bakal buat dia bahagia." Jeno menatap Kenny dengan tajam sambil meraih kerah baju Kenny. Seolah bilang kepada Kenny bahwa dia siap perang untuk mengejar Misya.
"Ambil aja bekasnya Kenny. Silakan daur ulang," timpal Robert yang dari tadi menyimak.
"Bert, mulut lo gue jahit!" Ugo meraih tangan Robert membawa cowok itu pergi dari tempat supaya tidak memperkeruh suasana. Tapi, sayangnya Ugo melupakan Angel. Si gadis itu kembali berkicau.
"Wah, bagus Kak Jeno. Kak Jeno keren banget mau kejar Kak Misya." Angel bertepuk tangan kecil. "Ah, Angel yakin Kak Misya pasti langsung terima kok. Lagian Kak Jeno kan emang udah dekat sama Kak Misya pas Kak Misya masih pacaran sama Kak ken."
Pandangan Jeno kini mengarah ke Angel. Angel hanya tersenyum manis kepadanya. Ah, rasanya menjijikan. Jeno mengabaikan gadis itu kembali fokus kepada Kenny, karena Kenny bersuara.
"Ya, silakan. Gue dukung. Gue tunggu kabar baik dari kalian." Kenny tersenyum miring, melepaskan tangan Jeno yang mencengkeram kerah bajunya. Kemudian meninggalkan Jeno. "Ayok, Ngel."
Jeno mengepalkan kedua tangan erat. Ia kesal sama sikap Kenny yang acuh tidak acuh. Ia kesal sama Kenny yang masih membiarkan Angel menempel di sisinya. Ia kesal kenapa Misya masih harus memikirkan Kenny.
"Sialan. Gue bakalan bikin lo nyesal udah tinggalin Misya, Kenny Juandi!"
💤💤💤💤💤
Siap-siap kapal #MiNo berlayar 🚑
Mana suaranya buat #MiNo? 🔥
Ada yang mau diucapin ke mereka di part ini?
Misya
Jeno
Kenny
Angel
Ugo
Robert
Author
See you di next part 🙌
Next bakalan masuk ke konflik baru 👉👉